Apa yang menjadi masalah gizi pada tenaga kerja

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

GIZI KERJA  

Dosen Pengajar: Prof. DR. Qomariyatus Sholihah, Amd.Hyp, ST,M. Kes

Oleh : FIDELIS BOY MANURUNG

                     H1D113210

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2016

BAB 1

PENDAHULUAN

Peningkatan kualitas sumber daya manusia ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja. Salah satu upaya yang mempunyai dampak cukup penting terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah upaya peningkatan status gizi masyarakat. Status gizi masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja (Satriono, 1999).

Zat gizi adalah zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi, mempunyai nilai yang sangat penting (tergantung dari macam-macam bahan makanannya) untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari bagi para pekerja. Termasuk dalam memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yaitu penggantian sel-sel yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh (dengan cara menjaga keseimbangan cairan tubuh). Proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yang terpelihara dengan baik akan menunjukkan baiknya kesehatan yang dimiliki seseorang. Seseorang yang sehat tentunya memiliki daya pikir dan daya kegiatan fisik sehari-hari yang cukup tinggi (Adrianto Dan Ningrum, 2010).

Tubuh manusia memerlukan sejumlah pangan dan gizi secara tetap, sesuai dengan standar kecukupan gizi, namun kebutuhan tersebut tidak selalu dapat terpenuhi. Penduduk yang miskin tidak mendapatkan pangan dan gizi dalam jumlah yang cukup. Mereka menderita lapar pangan dan gizi, mereka menderita gizi kurang. Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila kekurangan itu ringan, tidak akan dijumpai penyakit defisiensi yang nyata, tetapi akan timbul konsekuensi fungsional yang lebih ringan dan kadang-kadang tidak disadari kalau hal tersebut karena faktor gizi  (Aziza, Dkk. 2015).

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu;

  1. Apa yang dimaksud gizi kerja?
  2. Gizi apakah yang dibutuhkan pekerja?
  3. Aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi gizi kerja?
  4. Undang-undang apa saja yang mangatur gizi kerja?
  5. Apa akibat kekurangan gizi pada pekerja?

  1. Mengetahui tentang gizi kerja.
  2. Mengetahui gizi yang dibutuhkan pekerja.
  3. Mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi gizi pekerja.
  4. Mengetahui undang-undang yang mengatur gizi kerja.
  5. Mengetahui akibat kekurangan gizi pada pekerja.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan. Berbagai masalah yang timbul akibat gizi buruk antara lain tingginya angka kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang disebabkan jika ibu hamil menderita KEP akan  berpengaruh pada gangguan fisik,  mental dan kecerdasan anak, juga meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi. Bayi yang kurang zat besi dapat berdampak pada gangguan pertumbuhan sel-sel otak, yang dikemudian hari dapat mengurangi IQ anak. Faktor penyebab gizi buruk dapat berupa penyebab tak langsung seperti kurangnya jumlah dan kualitas makananyang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan, menderita penyakit kanker dan penyebab langsung yaitu ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku dan pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu, untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor.

Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan (kondisi tubuh) sebagai hasil penyerapan zat-zat gizi yang esensial dan ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan yang dampak fisiknya dapat diukur.  Terdapat tiga konsep pengertian status gizi (Satriono, 1999).

  1. Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara gizi disatu pihak dan pengeluaran organisme di lain pihak.
  2. Proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pembuangan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh dan produksi energi.
  3. Tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh “nutriture” yang terlihat pada variabel tertentu. Oleh karena itu dalam mengacu tentang keadaan gizi seseorang perlu disebutkan.

Perlu dipahami bahwa antara status gizi dan indikator status gizi terdapat suatu perbedaan, yaitu bahwa indikator memberikan refleksi tidak hanya status gizi tersebut tetapi juga pengaruh non gizi, oleh karenanya indikator walaupun sensitif tetapi tidak selalu spesifik

Status gizi merupakan salah satu unsur dalam menentukan kondisi fisik atau kualitas fisik seseorang atau kelompok masyarakat tertentu. Pada dasarnya bekerja adalah aktivitas fisik yang selalu memerlukan enegi yang bersumber dari asupan gizi. Makin banyak aktivitas fisik makin banyak pula kebutuhan energi. Individu dengan status gizi baik menyimpan cadangan energi lebih baik dan relative lebih lama bertahan dalam bekerja disbanding individu dengan status gizi kurang. Dengan demikian, dapat dirumuskan asumsi bahwa semakin baik status gizi seseorang, semakin bertahan di dalam mencegah timbulnya kelelehan kerja. Penentuan status gizi meliputi:

  1. Gejala klinik
  2. Pemeriksaan antropometrik
  3. Pemeriksaan biokimia.

Status gizi merupakan salah satu unsur dalam menentukan kondisi fisik atau kualitas fisik seseorang atau kelompok masyarakat tertentu. Pada dasarnya bekerja adalah aktivitas fisik yang selalu memerlukan enegi yang bersumber dari asupan gizi. Makin banyak aktivitas fisik makin banyak pula kebutuhan energi. Individu dengan status gizi baik menyimpan cadangan energi lebih baik dan relative lebih lama bertahan dalam bekerja disbanding individu dengan status gizi kurang. Dengan demikian, dapat dirumuskan asumsi bahwa semakin baik status gizi seseorang, semakin bertahan di dalam mencegah timbulnya kelelehan kerja.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang menurut Reni Wijayanti, 2007 yaitu:

1). Faktor Ekonomi

Penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari. Hendaklah dikesampingkan anggapan bahwa makanan yang memenuhi persyaratan gizi hanya mungkin disajikan dikeluarga yang berpenghasilan tinggi, memungkinkan keluarga yang berpenghasilan terbataspun mampu menghidangkan makanan yang cukup memenuhi syarat gizi bagi anggota keluarganya.

2). Faktor pengetahuan tentang gizi

Pengetahuan tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan dapat membantu keluarga memilih makanan bergizi,murah dan dapat menjadi selera untuk semua anggota keluarga.

3). Faktor prasangka buruk terhadap jenis makanan tertentu

Adanya orang berpikiran salah dengan menganggap bila makan sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral akan menurunkan harkat keluarga.

4). Faktor fadhisme

Yaitu kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu. Hal ini akan mengakibatkan kurang bervariasinya makanan yang akhirnya tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.

5). Faktor-faktor lingkungan kerja

Ini menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap keadaan gizi tenaga kerja yang berlebihan maka penggunaan cadangan energipun akan bertambah besar.  Dalam penelitian ini, untuk menilai status gizi  salah satu bentuk penilaiannya dengan indeks anthropometri tubuh menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT).

Tabel 1. Kategori IMT untuk Indonesia, adalah sebagai berikut:

Apa yang menjadi masalah gizi pada tenaga kerja

Masalahnya hanya terletak pada kekurangan gizi, khususnya energi. Bagi orang dewasa yang bekerja dengan energi yang melebihi dari kewajaran (membanting tulang demi untuk memperoleh pendapatan yang lebih) umumnya ia menggunakan cadangan energi dalam tubuhnya, akibat penggunaan tersebut dan tidak adanya penggantian energi dan energi cadangan sehubungan dengan kurangnya pemasukan zat makanan ke dalam tubuhnya, tentulah dari pekerja/orang dewasa yang bersangkutan tidak dapat diharapkan adanya produktivitas kerja yang dikehendaki.  Pada masa sekarang para pengusaha telah memikirkan akan masalah yang dihadapi oleh para karyawannya. Oleh karena itu, bagi para karyawan yang bekerja melebihi ketentuan waktu kerja atau menjalankan pekerjaan yang dianggap berat, selalu disediakan jaminan makan (biasanya berupa makanan yang bergizi) dan makanan tambahan (extra  voiding).  Pembatasan waktu kerja, pemberian jaminan makan setiap hari kerja, merupakan suatu kebijaksanaan pengusaha utnuk mempertahankan produktivitas kerja yang dikehendaki perusahaan dari para karyawannya

Gizi kerja adalah nutrisi atau zat makanan yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaannya dengan tujuan untuk meningkat daya kerja dan kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya dengan tingkat gizi seseorang (Suma‟mur, 1996).

Menurut Reni Wijayanti (2007), gizi kerja yang baik akan meningkat derajat kesehatan tenaga kerja yang tinggi dan akan mempengaruhi produktivitas perusahaan dan produktivitas nasional. Sedangkan gizi kerja yang buruk akan menyebabkan:

  1. Daya tahan tubuh menurun dan sering menderita sakit dengan akibat absensi yang tinggi.
  2. Daya kerja fisik turun sehingga prestasi rendah.

Dengan absensi tinggi ditambah lagi dengan prestasi kerja rendah maka akan menyebabkan produktivitas rendah pula.

Ada beberapa jenis atau unsur zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Unsur-unsur tersebut adalah karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan air. Enam unsur tersebut dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:

  1. Unsur gizi pemberi energi, yaitu : karbohidrat, protein, dan lemak.
  2. Unsur gizi pembangun sel-sel jaringan tubuh, yaitu : protein, mineral, dan air.
  3. Unsur gizi pengatur fungsi faal tubuh, yaitu : mineral, vitamin, dan air.

Pengetahuan mengenai cara menyusun menu seimbang yang didasarkan “Empat Sehat Lima Sempurna” sangat diperlukan karena dapat menjamin kesehatan dan gizi yang baik (Kardjati 1985 diacu dalam Yusra 1998). Hampir semua negara yang mengikuti Kongres Gizi Internasional menyadari perlunya disusun Nutritional Guidelines sebagai tindak lanjut dari Kongres Gizi Internasional di Roma, Itali pada tahun 1992. Oleh karena itu, Indonesia membuat pedoman umum gizi seimbang (PUGS) yang bertujuan untuk mencegah timbulnya berbagai masalah gizi (Rai 1997 diacu dalam Yusra 1998).

Pada dasarnya kelahiran PUGS merupakan suatu proses dinamisasi dan penjabaran secara operasional dari slogan ”Empat Sehat Lima Sempurna”. Dalam PUGS terkandung 13 pesan dasar tentang perilaku makan yang diharapkan dapat mencegah permasalahan gizi. Adapun isi dari 13 pesan tersebut antara lain :

  1. Makanlah aneka ragam makanan
  2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
  3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi
  4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi
  5. Gunakan garam beriodium
  6. Makanlah makanan sumber zat besi
  7. Biasakan makan pagi
  8. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya
  9. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur
  10. Hindari minum minuman beralkohol
  11. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
  12. Bacalah label pada makanan yang dikemas

(Depkes 2005).

  1. Makanlah aneka ragam makanan

Makanan yang beraneka ragam, yaitu makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun, dan pengatur. Makanan sumber zat tenaga antara lain : beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti, dan mie. Makanan sumber zat pembangun merupakan makanan yang berasal dari pangan nabati dan hewani. Pangan nabati, seperti kacang-kacangan, tempe, tahu dan pangan hewani, seperti telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahannya, sedangkan makanan sumber zat pengatur, yaitu seluruh sayursayuran dan buah-buahan (Depkes, 2005). Makanlah makanan yang beragam dalam setiap kali makan sehari-hari. Setiap kali hidangan makan dianjurkan minimal terdapat satu jenis pangan sumber zat tenaga, satu jenis pangan sumber pembangun, dan satu jenis pangan sumber zat pengatur (Depkes 2005).  Makan makanan yang beragam dapat memelihara kesehatan karena kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur yang dibutuhkan tubuh terpenuhi. Oleh karena itu, perlu mengkonsumsi aneka ragam jenis bahan makanan untuk mencapai konsumsi zat gizi secara lengkap dan seimbang (Depkes 2005).

  1. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi

Energi dibutuhkan oleh seseorang untuk melakukan aktivitas. Energi didapatkan dari makanan yang dikonsumsi. Makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi, yaitu makanan sumber karbohidrat, protein, dan lemak (Depkes 2005). Menurut hasil analisis estimasi energi basal metabolisme (EBM) berdasarkan berat badan Oxford Equation yang dilakukan pada populasi ASIA, angka kecukupan energi (AKE) bagi orang dewasa khususnya umur 19-29 tahun yang berjenis kelamin wanita adalah 1900 Kal. Sementara angka kecukupan energi (AKE) pria pada kelompok umur 19-29 tahun adalah 2550 Kal (Hardinsyah & Tambunan 2004). Berat badan dapat dijadikan indikator kecukupan energi seseorang. Apabila seseorang memiliki berat badan yang normal, maka kecukupan asupan energinya sudah terpenuhi. Asupan energi yang berlebihan akan menimbulkan dampak kegemukan. Namun, apabila konsumsi energinya kurang, maka akan dapat menurunkan produktivitas kerja seseorang serta dalam waktu yang lama akan menimbulkan kekurangan gizi dan penurunan berat badan (Depkes 2005).

  1. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi

Karbohidrat terdiri dari karbohidrat kompleks dan karbohidrat sederhana. Karbohidrat sederhana, seperti gula. Konsumsi gula dibatasi sampai 5% atau sekitar 3-4 sendok makan dari jumlah kecukupan energi per hari, sedangkan karbohidrat kompleks, yaitu padi-padian (beras, jagung, gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang), dan makanan lain, seperti tepung, sagu, dan pisang (Depkes 2005). Karbohidrat kompleks sangat baik dikonsumsi untuk tujuan pengendalian kadar glukosa darah (Whitney et al 1998 diacu dalam Hardinsyah & Tambunan 2004).  Makanan sumber energi utama yang biasa dikonsumsi orang Indonesia adalah nasi, jagung, ubi atau sagu. Makanan sumber energi ini tidak mengadung zat gizi yang lengkap. Oleh karena itu, dianjurkan untuk mengkonsumsi pangan sumber karbohidrat hanya 50-60% dari kebutuhan energi (Depkes 2005).

  1. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi

Sebagian besar lemak (99%) dalam tubuh, yaitu trigliserida (Hardinsyah & Tambunan 2004). Lemak dan minyak merupakan sumber energi tertinggi dibanding bahan pangan lainnya. Setiap 1 gram lemak menghasilkan 9 Kal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menyumbang 4 Kal (Depkes 2005). Oleh karena itu, proporsi konsumsi energi dari lemak dan minyak yang dianjurkan adalah 20% dari total konsumsi energi dan tidak melebihi 30% (Simopoulus et al 2000 diacu dalam Hardinsyah & Tambunan 2004). Apabila mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang berlebihan maka akan mengakibatkan kebutuhan zat gizi lain tidak terpenuhi. Komposisi konsumsi lemak yang dianjurkan, yaitu 2:1 antara makanan sumber lemak nabati dan makanan sumber lemak lemak nabati (Depkes 2005). Lemak dan minyak yang terdapat dalam makanan selain befungsi untuk meningkatkan jumlah energi juga dapat membantu penyerapan vitamin larut lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K serta menambah cita rasa makanan. Lemak terdiri dari tiga kelompok, mulai dari yang paling mudah dicerna hingga sulit dicerna, yaitu lemak yang mengandung asam lemat tak jenuh ganda, lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh tunggal, dan lemak yang mengandung asam lemak jenuh (Depkes 2005). Jenis lemak atau minyak yang banyak mengandung lemak jenuh, yaitu lemak/gajih, minyak kelapa, mentega, minyak inti sawit, dan coklat (Duyff 1998 diacu dalam Hardinsyah & Tambunan 2004).

Iodium berfungsi dalam produksi hormon tiroid. Hormon ini sangat dibutuhkan dalam perkembangan dan pertumbuhan saraf otot pusat, pertumbuhan tulang, perkembangan fungsi otak dan sebagian besar metabolisme sel tubuh, pengaturan suhu tubuh, sintesa protein, reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan neuromuskular (Kartono & Soekarti 2004). Kekurangan iodium akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan otak pada anak, tekanan darah rendah, dan gondok. Kecukupan iodium menurut FAO/WHO (2001) untuk kelompok umur diatas 12 tahun, pria dan wanita adalah 150 µg/hari (Kartono & Soekarti 2004). Anjuran pemenuhan kebutuhan garam iodium, yaitu tidak boleh lebih dari 6 gram per hari atau satu sendok teh setiap hari. Hal tersebut dikarenakan di dalam garam beriodium mengandung natrium. Apabila konsumsi garam berlebihan, maka akan dapat memicu timbulnya penyakit, seperti tekanan darah tinggi, stroke, dan lainnya (Depkes 2005).  Pangan sumber iodium adalah ikan dan kerang yang mengandung iodium tinggi, dan pangan nabati tinggi iodium, seperti rumput laut (Kartono & Soekarti 2004). Menurut Kodyat (1998) diacu dalam Emilia (1998) penambahan garam pada makanan sebaiknya dilakukan setelah makanan dimasak karena kandungan iodium mudah rusak atau hilang saat makanan dimasak.

  1. Makanlah makanan sumber zat besi

Zat besi merupakan salah satu unsur yang berfungsi dalam pembentukan sel darah merah. Zat besi terdapat dalam makanan. Oleh karena itu, zat besi dapat diperoleh dari makanan sehari-hari (Depkes 2005). Apabila konsumsi pangan sumber zat besi rendah, maka dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan penyakit anemia gizi atau penyakit kurang darah. Anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh, kemampuan kognitif, dan lainnya (Depkes 2005).

Hidayat Syarief (1997) menyebutkan bahwa pada usia dewasa, faktor gizi berperan untuk meningkatkan ketahanan fisik dan produktivitas kerja. Dan selanjutnya disebutkan bahwa tanpa mengabaikan arti penting dari faktor lain, gizi merupakan faktor kualitas SDM yang pokok, karena unsur gizi tidak hanya sekedar mempengaruhi derajat  kesehatan dan ketahanan fisik, tetapi juga  menentukan kualitas daya pikir atau kecerdasan intelektual yang sangat esensial bagi kehidupan manusia.  Dengan status gizi yang rendah akan sulit untuk hidup secara sehat, aktif, dan produktif yang secara berkelanjutan, dan akan menjadi penyakit turunan. Manusia untuk kehidupannya membutuhkan energi, hal ini demi berlangsungnya proses-proses dalam tubuhnya, seperti berlangsungnya proses peredaran/sirkulasi darah, denyut jantung, pernapasan,  pencernaan, proses-proses  fisiologis lainnya, selanjutnya untuk melakukan berbagai kegiatan atau melakukan pekerjaan fisik.  Energi dalam tubuh manusia dapat dihasilkan dari pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula ke dalam tubuhnya.  Manusia yang kurang makan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan-pekerjaan fisik maupun daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi.  Dan orang tidak dapat bekerja dengan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun kebiasaan meminjam ini akan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kurang gizi khususnya energi (Marsetyo dan Kartasapoetra, 1991).

Remaja adalah kelompok yang rentan terhadap perubahan-perubahan yang ada di lingkungan sekitarnya, khususnya masalah konsumsi makanan. Masalah yang terkait dengan konsumsi makanan yaitu kebiasaan remaja yang sangat beragam terhadap makanan yang dikonsumsi, seperti acuh, terhadap pemilihan makanan yang dikonsumsinya padahal tidak sesuai dengan kebutuhan gizi, makan berlebih, mengikuti trend dengan makanan cepat saji tanpa memperhatikan kecukupan gizi yang mereka butuhkan, lupa waktu makan karena padatnya aktivitas dan sebagainya.

Tingkat pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan dan selanjutnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Penelitian yang dilakukan untuk mencari hubungan antara pengetahuan gizi seimbang dengan status gizi remaja pada Madrasah Tsanawiyah ditemukan bahwa yang mempunyai pengetahuan gizi baik 54,2% dan status gizi baik 57,3%.

Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen, Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau khronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung.Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya. Tujuan kesehatan kerja adalah:

  1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun kesehatan sosial.
  2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.
  3. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan olek faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
  4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi, antara lain: metode bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari kesehatan seseorang. Pada hakekatnya ilmu kesehatan kerja mempelajari dinamika, akibat dan problematika yang ditimbulkan akibat hubungan interaktif tiga komponen utama yang mempengaruhi seseorang bila bekerja yaitu:

  1. Kapasitas kerja: Status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain.
  2. Beban kerja: fisik maupun mental.
  3. Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara lain:bising, panas, debu, parasit, dan lain-lain.

Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu kesehatan kerja yang optimal. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktifitas kerja.

Penyusunan pesan-pesan dalam pedoman gizi seimbang adalah salah satu bentuk strategi pendidikan gizi. Pesan-pesan dalam pedoman gizi seimbang tersebut tertuang dalam 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang, yaitu:

1) Makanlah aneka ragam makanan.

2) Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.

3) Makanlah sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi.

4) Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi. 5) Gunakan garam beriodium

6) Makanlah makanan sumber zat besi.

7) Berikan air susu ibu ASI saja kepada bayi sampai umur empat bulan.

8) Biasakan makan pagi

9) Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya.

10) Lakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur.

11) Hindari minum minuman beralkohol.

12) Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan.

13) Bacalah label pada makanan yang dikemas.

BAB 3

METODOLOGI

Pada makalah ini menggunakan studi literatur dalam pengolahannya. Jurnal yang digunakan dalam makalah ini adalah Gizi Kerja. Adapun proses pengumpulan studi literatur dilakukan selama 3 minggu sejak tugas pembuatan makalah ini diberikan. Secara umum tahapan diagram alir proses pada Gambar 3.1 berikut:

Apa yang menjadi masalah gizi pada tenaga kerja

Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Kegiatan

  1. Hubungan Antara Tingkat Kesegaran Jasmani Dan Status Gizi Dengan Produktivitas Kerja. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Adrianto Dan Ningrum, 2010).

Http://Journal.Unnes.Ac.Id/Nju/Index.Php/Kemas/Article/View/1873

  1. Pengaruh Perbaikan Gizi Kesehatan Terhadap Produktivitas Kerja. Piramida (Ari, 2008).

Http://Ojs.Unud.Ac.Id/Index.Php/Piramida/Article/View/2973

  1. Perbedaan Aktivitas Fisik Intensitas Berat, Asupan Zat Gizi Makro, Persentase Lemak Tubuh, Dan Lingkar Perut Antara Pekerja Bagian Produksi Dan Administrasi Pt. Pupuk Kujang Cikampek. Journal Of Nutrition College (Aziza, Dkk. 2015).

 Http://Ejournal-S1.Undip.Ac.Id/Index.Php/Jnc/Article/View/10051

  1. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi Dan Protein Dengan Status Gizi Pekerja Wanita Di Sentra Industri Sandal, Sidoarjo. Ikesma (Ellyke, 2007).

Http://Jurnal.Unej.Ac.Id/Index.Php/Ikesma/Article/View/1914

  1. Status Gizi Mikro (Tembaga, Seng Dan Kronium), Pengetahuan Gizi Dan Keadaan Gizi Lebih Pada Pria Pekerja. Jurnal Penelitian Gizi Dan Makanan(Mahdar Et Al,1996)

Http://Ejournal.Litbang.Depkes.Go.Id/Index.Php/Pgm/Article/View/2309

  1. Pengendalian Stres Pada Wanita (Tinjauan Dari Pekerjaan Dan Status Gizi). Humaniora (Mulyatiningsih, 2000).

 Http://Journal.Uny.Ac.Id/Index.Php/Humaniora/Article/View/5374

  1. Hubungan Antara Asupan Energi, Asupan Protein Dan Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi Penduduk Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Upt Kesmas Blahbatuh Ii, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. E-Jurnal Medika Udayana (Wulandari Et Al, 2015).

Http://Ojs.Unud.Ac.Id/Index.Php/Eum/Article/View/15085

  1. Atikah Proverawati Dan Erna Kusuma Wati, Ilmu Gizi Untuk Keperawatan Dan Gizi Kesehatan. Nuhamedika, (Proverawati&Wati,2010)
  2. Membangun Sdm Berkualitas. Suatu Telaahan Gizi Masyarakat Dan Sumber Daya Keluarga.   Bogor ( Hidayat,2010)
  3. Konsumsi Pangan Penyakit  Infeksi Dan  Status  Gizi Anak Balita  Pasca  Perawatan  Gizi  Buruk,  Jurnal  Gizi  Dan  Pangan (Nurcahyo Dan  Briawan,2010).

Jurnal.Unsyiah.Ac.Id/Jks/Article/View/2734

BAB 4

PEMBAHASAN

Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan. Dalam studi literatur yang dilakukan bahwa gizi pekerja diatur dalam perundang-undangan, dimana bagi pelanggar akan di berisangksi yang sesuai dengan yang dilakukan. Adapun undang-undang yang mengatur yaitu:

  1. UU No.1 th 51 dan UU No.12 th 1948, tentang kondisi fisik tenaga kerja setelah bekerja terus menerus selama 4 jam harus diberi istirahat.
  2. Surat Edaran Menteri TK dan Trans No. 01/Men/1979 tentang Pengadaan Kantin dan Ruang makan
  3. Keputusan Menteri TK dan Trans No. 608/Men/1089 tentang perush yang memperkerjakan TK sembilan jam sehari wajib menyediakan makan dan minum 1400 kalori
  4. Menteri Koord Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 06/Kep/Menko/ Kesra/VIII/1989 , Program Pangan dan Gizi yang berhubungan dengan produktivitas kerja,

Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan bahwa dasarnya kelahiran PUGS merupakan suatu proses dinamisasi dan penjabaran secara operasional dari slogan ”Empat Sehat Lima Sempurna”. Dalam PUGS terkandung 13 pesan dasar tentang perilaku makan yang diharapkan dapat mencegah permasalahan gizi.

Kekurangan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja sehari-hari akan membawa akibat buruk terhadap tubuh, seperti:

  1. Pertahanan tubuh  terhadap penyakit menurun, kemampuan fisik kurang,
  1. Berat badan menurun,
  2. Badan menjadi kurus,
  3. Muka pucat kurang bersemangat,
  4. Kurang motivasi,
  5. Bereaksi lamban
  6. Apatis dan lain sebagainya.

Dalam  keadaan  yang  demikian  itu  tidak bisa diharapkan tercapainya efisiensi dan produktivitas kerja  yang optimal.

Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen, Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau khronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung.Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya. Tujuan kesehatan kerja adalah:

  1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun kesehatan sosial.
  2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.
  3. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan olek faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
  4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

Pengaruh tentang gizi kerja meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

  1. Kebutuhan gizi bagi tenaga kerja sebagai suatu kelompok dalam masyarakat.
  2. Kalori yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan.
  3. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi status gizi tenaga kerja.
  4. Gizi kerja yang produktivitas.

Gizi kerja yang baik mempunyai pengaruh terhadap produktivitas kerja yang tinggi, secara konkrit dapat dijabarkan beberapa fakta penting peranan status gizi baik secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kesehatan dan kualitas tenaga kerja sebagai berikut :

  1. Kecukupan makanan secara kualitas dan kuantitas menurut “empat sehat lima sempurna” diisyaratkan untuk mempertahankan kondisi fisik yang tangguh dan untuk mencapai kesegaran jasmani.
  2. Peranan zat gizi, disamping zat-zat gizi penting pada pekerjaan yang membutuhkan tenaga otot juga jumlah atau prevalensi anemia gizi yang disebabkan oleh kurangnya zat besi.

Gizi kerja dapat dikaitkan dengan pendidikan, pengadaan ruang makan, penilaian dan perbaiakn kebutuhan kalori. Selain memenuhi kebutuhan kalori pekerja, juga masih perlu dipenuhi kualitas makanan bagi tenaga kerja.

Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan (kondisi tubuh) sebagai hasil penyerapan zat-zat gizi yang esensial dan ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan yang dampak fisiknya dapat diukur.  Terdapat tiga konsep pengertian status gizi (Satriono, 1999).

  1. Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara gizi disatu pihak dan pengeluaran organisme di lain pihak.
  2. Proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pembuangan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh dan produksi energi.
  3. Tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh “nutriture” yang terlihat pada variabel tertentu. Oleh karena itu dalam mengacu tentang keadaan gizi seseorang perlu disebutkan.

Perlu dipahami bahwa antara status gizi dan indikator status gizi terdapat suatu perbedaan, yaitu bahwa indikator memberikan refleksi tidak hanya status gizi tersebut tetapi juga pengaruh non gizi, oleh karenanya indikator walaupun sensitif tetapi tidak selalu spesifik

Status gizi merupakan salah satu unsur dalam menentukan kondisi fisik atau kualitas fisik seseorang atau kelompok masyarakat tertentu. Pada dasarnya bekerja adalah aktivitas fisik yang selalu memerlukan enegi yang bersumber dari asupan gizi. Makin banyak aktivitas fisik makin banyak pula kebutuhan energi. Individu dengan status gizi baik menyimpan cadangan energi lebih baik dan relative lebih lama bertahan dalam bekerja disbanding individu dengan status gizi kurang. Dengan demikian, dapat dirumuskan asumsi bahwa semakin baik status gizi seseorang, semakin bertahan di dalam mencegah timbulnya kelelehan kerja. Penentuan status gizi meliputi :

  1. Gejala klinik
  2. Pemeriksaan antropometrik
  3. Pemeriksaan biokimia.

Penentuan status gizi berdasarkan gejala klinik merupakan pemeriksaan yang mudah dan murah. Sehingga timbul asumsi bahwa cara ini cepat dan mudah dipelajari oleh pemula dan hasilnya mudah diintrepretasi. Tapi cara ini mempunyai keterbatasan seperti hanya dapat dipakai pada kasus-kasus berat sementara pada kasus-kasus yang belum bergejala sulit dilakukan. Pemeriksaan antropometrik merupakan pengukuran variasi dimensi fisik dan komposisi tubuh pada tingkat umum dan derajat nutrisi yang berbeda. Cara-cara dan pengukuran antropometrik sangat banyak sehingga cara yang dipilih akan tergantung pada tujuan dan maksud suatu survey atau penelitian. Pengukuran antropometrik dilakukan dengan mangukur bagian-bagian tubuh tertentu, yaitu berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, jumlah gizi, lingkar lengan atas, dan tebal lipatan kulit yang dihubungkan dengan umur dan jenis kelamin. Pengukuran status gizi secara antropometrik dapat menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka dengan mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja.

Penelitian yang dibuat oleh Suci Widiastuti (2011) berjudul Faktor Determinan Produktivitas Kerja pada Pekerja Wanita didapatkan hasil adanya hubungan antara asupan energi, persentase lemak tubuh, IMT, dan kadar hemoglobin dengan produktivitas kerja. Variabel yang paling  berhubungan dengan produktivitas adalah kadar hemoglobin pekerja (Widiastuti, 2011). Penelitian tentang gizi kerja hubungannya dengan kelelahan dilakukan oleh Dyahumi dan Nur Ulfah (2012) pada salah satu Perusahaan penghasil bulu mata palsu di Purbalingga didapatkan hasil sebanyak 50% pekerja mengalami defisit konsumsi energi. Setelah diuji dengan menggunakan analisis Regresi Logistik dapat disimpulkan bahwa pekerja yang mempunyai tingkat konsumsi energi defisit akan mempunyai probabilitas 75,57% (apabila variabel yang dimasukkan hanya energi dan protein) atau 77,8 % (apabila variabel yang dimasukkan energi,  protein  dan  anemia)  untuk terjadinya kelelahan.

Penelitian Chandola, dkk. mengenai hubungan stress kerja dan sindrom  metabolik 10.308 orang subyek yang diikuti selama 14 tahun, didapatkan terdapat hubungan stres kerja dan risiko sindrom metabolik. Paparan stres kerja yang kronis merupakan risiko yang besarnya lebih dari dua kali untuk terjadi sindrom metabolik (OR 2,25; 95% CI: 1,31-3,85). Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja merupakan faktor risiko penting terjadinya sindrom metabolik. Stres kerja dapat menimbulkan perubahan metabolisme tubuh yang kemudian dapat menimbulkan perubahan parameter status gizi. Penelitian Kouvonen, dkk. mengenai hubungan stres kerja dan indeks massa tubuh (IMT) sebagai parameter status gizi pada 45.810 orang subyek, didapatkan hubungan lemah antara stres kerja ringan dengan IMT tinggi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan lemah antara stres kerja dan IMT. Berbagai faktor dapat mempengaruhi keadaan stres kerja, status gizi dan sindrom metabolik antara lain jenis kelamin laki-laki, usia dewasa (30-55 tahun), sudah menikah, merokok, minum alkohol, aktivitas fisik rendah dan terikat kontrak kerja 6-8.

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

  1. Gizi kerja adalah bagian ilmu gizi yang diterapkan pada lingkungan kerja untuk memenuhi kebutuhan gizi pekerja, memelihara dan meningkatkan status gizi dan kesehatan pekerja sehingga dapat meningkatkan daya kerja dan produktivitas kerja.
  2. Aspek-aspek yang mepengaruhi gizi kerja berupa kebutuhan gizi bagi tenaga kerja sebagai suatu kelompok dalam masyarakat, kalori yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan, faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi status gizi tenaga kerja, gizi kerja yang produktivitas.
  3. Pada umumnya gizi yang dibutuhkan pekerja sama dengan yang dibutuhkan dalam aktifitas sehari-hari yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan air.
  4. Undang-undang yang mengatur gizi kerja yaitu UU No.1 th 51 dan UU No.12 th 1948, Surat Edaran Menteri TK dan Trans No. 01/Men/1979, Keputusan Menteri TK dan Trans No. 608/Men/1089, dan Menteri Koord Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 06/Kep/Menko/ Kesra/VIII/1989.
  5. Akibat kekurang asupan gizi bagi pekerja yaitu pertahanan tubuh  terhadap penyakit menurun, kemampuan fisik kurang, berat badan menurun, badan menjadi kurus, muka pucat kurang bersemangat, kurang motivasi, bereaksi lamban, apatis dan lain sebagainya.

5.2 Saran

Adapun saran dapat diberiukan dalam pembuatan makalah ini yaitu mencari lebih banyak rreferensi yang terbaru mengenai gizi kerja, serta lebih baik pada pembuatan makalah ini dilakukan peninjauan lapangan secara langsung agar mendapatkan data yang lebih akurat.

BAB 6
RINGKASAN

Gizi kerja adalah nutrisi atau zat makanan yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaannya dengan tujuan untuk meningkat daya kerja dan kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya dengan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang faktor ekonomi, faktor pengetahuan tentang gizi faktor prasangka buruk terhadap jenis makanan tertentu, faktor fadhisme, dan faktor-faktor lingkungan kerja. Adapun dasar-dasar hukum yang mengatur tentang gizi kerja salah satunya pada UU No.1 th 51 dan UU No.12 th 1948, tentang kondisi fisik tenaga kerja setelah bekerja terus menerus selama 4 jam harus diberi istirahat.

Gizi kerja yang baik mempunyai pengaruh terhadap produktivitas kerja yang tinggi, secara konkrit dapat dijabarkan beberapa fakta penting peranan status gizi baik secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kesehatan dan kualitas tenaga kerja

BAB 7

CONTOH SOAL

  1. Apa yang dimaksud gizi kerja?

Jawab: Gizi kerja adalah bagian ilmu gizi yang diterapkan pada lingkungan kerja untuk memenuhi kebutuhan gizi pekerja, memelihara dan meningkatkan status gizi dan kesehatan pekerja sehingga dapat meningkatkan daya kerja dan produktivitas kerja.

  1. Gizi apakah yang dibutuhkan pekerja?

Jawab: Pada umumnya gizi yang dibutuhkan pekerja sama dengan yang dibutuhkan dalam aktifitas sehari-hari yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan air

  1. Aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi gizi kerja?

Jawab: Aspek-aspek yang mepengaruhi gizi kerja berupa kebutuhan gizi bagi tenaga kerja sebagai suatu kelompok dalam masyarakat,  kalori yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan, faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi status gizi tenaga kerja, gizi kerja yang produktivitas.

  1. Undang-undang apa saja yang mangatur gizi kerja?

Jawab: Undang-undang yang mengatur gizi kerja yaitu UU No.1 th 51 dan UU No.12 th 1948, Surat Edaran Menteri TK dan Trans No. 01/Men/1979, Keputusan Menteri TK dan Trans No. 608/Men/1089, dan Kep. Menteri Koord Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 06/Kep/Menko/ Kesra/VIII/1989.

  1. Apa akibat kekurangan gizi pada pekerja?

Jawab: Akibat kekurang asupan gizi bagi pekerja yaitu pertahanan  tubuh  terhadap penyakit menurun, kemampuan fisik kurang, berat badan menurun, badan menjadi kurus, muka pucat kurang bersemangat, kurang motivasi, bereaksi lamban, apatis dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, E. H. And D. N. A. Ningrum (2010). “Hubungan Antara Tingkat Kesegaran Jasmani Dan Status Gizi Dengan Produktivitas Kerja.” Jurnal Kesehatan Masyarakat (Vol 5, No 2 (2010)).

Atikah Proverawati Dan Erna Kusuma Wati, Ilmu Gizi Untuk Keperawatan Dan Gizi Kesehatan, (Yogyakarta: Nuhamedika, 2010)

Ari Agung, I. G. A. (2008). “Pengaruh Perbaikan Gizi Kesehatan Terhadap Produktivitas Kerja.” Piramida (Vol. 4, No. 1 Juli 2008).

Aziza, Z. And F. F. Dieny (2015). “Perbedaan Aktivitas Fisik Intensitas Berat, Asupan Zat Gizi Makro, Persentase Lemak Tubuh, Dan Lingkar Perut Antara Pekerja Bagian Produksi Dan Administrasi Pt. Pupuk Kujang Cikampek.” Journal Of Nutrition College (Vol 4, No 2 (2015): (April 2015)): 96-103.

Ellyke, E. (2007). “Hubungan Tingkat Kecukupan Energi Dan Protein Dengan Status Gizi Pekerja Wanita Di Sentra Industri Sandal, Sidoarjo.” Ikesma (Vol 3, No 1 (2007)).

Hidayat Syarief.  1997.  Membangun Sdm Berkualitas. Suatu Telaahan Gizi Masyarakat Dan Sumber Daya Keluarga.  Ipb.  Bogor.

Mahdar, D., Et Al. (1996). “Status Gizi Mikro (Tembaga, Seng Dan Kronium), Pengetahuan Gizi Dan Keadaan Gizi Lebih Pada Pria Pekerja.” Jurnal Penelitian Gizi Dan Makanan (Jilid 19 (1996)).

Marsetyo, H Dan G. Kartasapoetra. 1991.  Ilmu Gizi.  Rineka Cipta.  Jakarta.

Miagia I.S. & Hidayati T. (2010) Hubungan Pelaksanaan Prinsip Pemberian Menu Nurcahyo, K. Dan Briawan, D. (2010) Konsumsi Pangan  Penyakit  Infeksi Dan  Status  Gizi Anak Balita  Pasca  Perawatan  Gizi  Buruk,  Jurnal Gizi Dan  Pangan, Vol. 5 (3): Pp. 164-170

Mulyatiningsih, E. (2000). “Pengendalian Stres Pada Wanita (Tinjauan Dari Pekerjaan Dan Status Gizi).” Humaniora (Vol 5, No 2: 2000).

Suma‟Mur, 1996. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Pt. Toko Gunung Agung

Sunitaalmatsier, Prinsip Dasar Ilmu Gizi,  (Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama, 2009), Hlm.296

Wijayanti, Reni, 2007. Materi Kuliah Gizi Kerja. Surakarta : D-Iii Hiperkes Dan Kk Fakultas Kedokteran Uns.

Wulandari, P. D. A., Et Al. (2015). “Hubungan Antara Asupan Energi, Asupan Protein Dan Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi Penduduk Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Upt Kesmas Blahbatuh Ii, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.” E-Jurnal Medika Udayana(Vol 4 No 7(2015):E-Jurnal Medika Udayana).