Apa yang membuktikan seluruh warga negara memiliki hak yang sama di bidang ekonomi

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
    Membuktikan :
    1. Dasar hak konstitusional warga negara atas Jaminan sosial:
      • Pasal 28H ayat (3) UUD1945: "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat."
      • Pasal 34 ayat (2) UUD 1945: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan."
    2. Dasar kewajiban konstitusional penyelenggaran negara untuk memenuhi hak warga negara atas jaminan sosial:
      • Pasal 28I ayat (4) UUD 1945: "Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah."
      • Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 berbunyi: "Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak."
    3. Dasar kewenangan dan tugas penyelenggara negara:
      • Pasal 4 ayat (1), "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar"
      • Pasal 4 ayat (2), "Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang wakil Presiden"
      • Pasal 17 (1), "Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara"
      • Pasal 17 ayat (2),"Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden"
      • Pasal 17 ayat (4),"Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dengan Undang-uUndang"
      • Pasal 20 ayat (1) UUD 1945,"Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang"

  2. Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
    Membuktikan :
    1. Pasal-pasal yang tidak dilaksanakan oleh Penyelenggara Negara :
      • Terdapat 23 Pasal UU No. 40 Tahun 2004 yang tidak dilaksanakan oleh penyelenggara negara, yaitu: Pasal-pasal Pasal 5 ayat (1), Pasal 10, Pasal 12 ayat (2), Pasal 13 ayat (2), Pasal 14 ayat (3), Pasal 17 ayat (6), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 26, Pasal 27 ayat (5), Pasal 28 ayat (2), Pasal 33, Pasal 34 ayat (4), Pasal 37 ayat (5), Pasal 38 ayat (8), Pasal 41 ayat (4), Pasal 42 ayat (2), Pasal 45 ayat (3), Pasal 46 ayat (4), Pasal 47 ayat (2), Pasal 50 ayat (2), dan pasal 52 ayat (2)

  3. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
    Membuktikan :
    1. Kedudukan hukum (legal standing) Penggugat :
      • Pasal 7 ayat (1) UU No.39 Tahun 1999, Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima negara Republik Indonesi
      • Pasal 17 UU No.39 Tahun 1999, Setiap orang. tanpa diskiriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan. pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar
      • Pasal 100 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    2. Tanggung jawab penyelenggara negara untuk memenuhi hak asasi manusia:
      • Pasal 8 UU No. 39 Tahun 1999, Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah
      • Pasal 71 UU No. 39 Tahun 1999, Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang.diterima oleh negara Republik Indonesi
      • Pasal 72 UU No. 39 tahun 1999, Kewajibandan tanggungjawab pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.

  4. UU No. 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD
    Membuktikan :
    1. Tugas dan tanggungjawab DPR untuk mengawasi Pemerintah
      • Pasal ayat (1) huruf f, UU No. 22 Tahun 2003 melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, anggaran pendapatan dan belanja negara, serta kebijakan pemerintah

  5. UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
    Membuktikan :
    1. Asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan
      • Pasal 4 ayat (2), Menyatakan bahwa gugatan a quo diajukan berdasarkan asas-asas umum peradilan yang baik yang mengamanatkan peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
      • Pasal 5 ayat (2), Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

  6. UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
    Membuktikan :
    1. Kewajiban Hakim dalam perkara ini :
      • Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009, Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
      • Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 48 tahun 2009, Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

  7. UU No. 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya)
    Membuktikan :
    1. Pemerintah mengakui dan menjamin hak-hak ekonomi sosial budaya
      • Pada tanggal 28 Oktober 2005, Pemernitah mengundangakan UU No. 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya).

  8. Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) Tahun 1966
    Membuktikan :
    1. Hak atas jaminan sosial diakui sebagai hak hukum (legal rights)
      • Pasal 9, Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial.
      • Pasal 11, 1. Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan, sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus menerus. Negara Pihak akan mengambil langkah-langkah yang memadai untuk menjamin perwujudan hak ini dengan mengakui arti penting kerjasama internasional yang berdasarkan kesepakatan sukarela.
        2. Negara Pihak pada Kovenan ini, dengan mengakui hak mendasar dari setiap orang untuk bebas dari kelaparan, baik secara individual maupun melalui kerjasama internasional, harus mengambil langkah-langkah termasuk program-program khusus yang diperlukan untuk;
        1. Meningkatkan cara-cara produksi, konservasi dan distribusi pangan, dengan sepenuhnya memanfaatkan pengetahuan teknik dan ilmu pengetahuan, melalui penyebarluasan pengetahuan tentang asas-asas ilmu gizi, dan dengan mengembangkan atau memperbaiki sistem pertanian sedemikian rupa, sehingga mencapai suatu perkembangan dan pemanfaatan sumber daya alam yang efisien;
        2. Memastikan distribusi pasokan pangan dunia yang adil yang sesuai kebutuhan, dengan memperhitungkan masalah-masalah Negara-negara pengimpor dan pengekspor pangan

  9. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 20 tahun 2002 tentang Pembentukan Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional
    Membuktikan :
    1. Jaminan sosial telah terkonsep sejak era pemerintah Presiden RI, Abdulrahman Wahid, hingga Megawati Sukarnoputri.

  10. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 101 tahun 2002 tentang Perubahan Keputusan Presiden No. 20 tahun 2002 tentang Susunan Keanggotaan Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional
    Membuktikan :
    1. Telah dibentuk susunan keanggotaan tim perumus konsepsi, naskah akademis Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

  11. Pertimbangan DPA RI No. 30/DPA/2000, tanggal 3 Oktober 2000
    Membuktikan :
    1. Dewan Pertimbangan Agung memerintahkan kepada pemerintah untuk perlu segera membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional

  12. Ketetapan MPR RI No. X/ MPR-RI Tahun 2001 butir 5.E.2, tanggal 9 November 2001
    Membuktikan :
    1. MPR RI telah memerintahkan kepada Presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu.

  13. Konvensi International Labour Organization (ILO) tentang Standar Minimal Jaminan Sosial tahun 1952
    Membuktikan :
    1. ILO, (dimana negara Indonesia terdaftar sebagai anggota), telah mengakui Jaminan sosial sebagai perlindungan sosial yang minimal harus memenuhi layanan kesehatan, tunjangan sakit, tunjangan untuk pengangguran, tunjangan hari tua, tunjangan kecelakaan kerja, tunjangan keluarga, tunjangan persalinan, tunjangan kecacatan, tunjangan bagi ahli waris (janda dan anak) akibat kematian pekerja.

  14. UU No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial
    Membuktikan :
    1. Indonesia telah menggagas Jaminan sosial dalam ketentuan Undang-Undang
      • Pasal 2 ayat (4) UU No. 6 Tahun 1974, "Jaminan Sosial" sebagai perwujudan dari pada sekuritas sosial adalah seluruh sistim perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi Warganegara yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial.

  15. UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
    Membuktikan :
    1. Jaminan sosial telah dilaksanakan oleh pemerintah secara terbatas bagi tenaga kerja formal, meliputi program jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan kematian.

  16. Peraturan Presiden No. 44 tahun 2008 tentang Susunan Organisasi & Tata Kerja, Tata Cara Pengangkatan, Penggantian dan Pemberhentian Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
    Membuktikan :
    1. Presiden diwajibakan oleh UU SJSN untuk membentuk 23 peraturan pelaksanaan, namun baru satu yang telah dibuat, yaitu: Peraturan Presiden No. 44 tahun 2008

  17. UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
    Membuktikan :
    1. Kelalaian Tergugat II, dan Tergugat IV sampai dengan Tergugat XI, yaitu tidak melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004
      • Pasal 18 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004, Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.
      • Pasal 18 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004, Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden, dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.

  18. Siaran Pers Gerakan Anti-Pemiskinan Rakyat Indonesia (GAPRI) berjudul: Khianati SJSN, Pemerintah Abaikan Kesejahteraan Rakyat.
    Membuktikan :
    1. Tahun 2009, 150 juta individu dalam 44 juta rumah tangga di Indonesia mengalami kesulitan finansial akibat beban biaya perawatan kesehatan
    2. Tahun 2009, 25 juta rumah tangga atau lebih dari 100 juta individu rentan menjadi miskin, karena tingginya biaya pelayanan kesehatan

  19. Artikel Situs Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia berjudul: Angka Kematian Ibu Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara.
    Membuktikan :
    1. Tahun 2002, Angka kematian Ibu melahirkan 307 per 100.000 kelahiran, atau 65 kali kematian ibu di Singapura, 9,5 kali dari Malaysia, atau 2,5 kali lipat dari indeks Filipina

  20. Tulisan Ace Suryadi (Universitas Krisna Dwipayana) berjudul Mengejar Peringkat HDI Negara-negara ASEAN: Benchmarking Indonesia dan Vietnam
    Membuktikan :
    1. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI) Indonesia tahun 2007 berada di urutan 107 dari 177 negara, tertinggal dibawah Filipina (peringkat 90) dan di bawah Vietnam (peringkat 105).

  21. Siaran Pers Gerakan Anti-Pemiskinan Rakyat Indonesia (GAPRI) berjudul: SJSN Mandeg, Indonesia Rugi Rp. 64,7 Triliun per Tahun.
    Membuktikan :
    1. Kerugian masyarakat akibat tidak adanya Jaminan kesehatan sesuai amanat UU No. 40 Tahun 2004, sebesar Rp 117,2 triliun per tahun, terdiri dari
      • pengeluaran biaya kesehatan sebesar Rp. 64,7 triliun
      • kehilangan produktifitas, sebesar Rp. 52,5 triliun

  22. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No. 007/PUU-III/2005 tentang Pengujian UU No. 40 TAHUN 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional terhadap UUD 1945
    Membuktikan :
    1. Uji Materiil melalui Mahkamah Konsitusi ini tidak membuat beberapa pembahasan mengenai RUU BPJS dan instrument hukum lain menjadi terhambat karena dicabutnya status 4 (empat) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sudah berjalan saat ini.
    2. Putusan Mahkamah Konstitusi yang diputus pada 18 Agustus 2005, seharusnya menjadi pemicu dipercepatnya pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dibuat sesuai dengan amanat UU No. 40 Tahun 2004.

  23. Naskah Akademik Sistem Jaminan Sosial Nasional, disusun oleh Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (Sekretariat Wakil Presiden RI, Jakarta, Februari 2004
    Membuktikan :
    1. Pokok-pokok pikiran UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu:
      • Substansi (kepersertaan bersifat wajib, kegotongroyongan/solidaritas sosial, nirlaba, dan pengelolaan dengan prinsip dana amanat),
      • Manfaat (jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian)
      • Kelembagaan (badan penyelenggara jaminan sosial yang dapat memenuhi prinsip the law or large number),
      • Mekanisme (perluasan kepesertaan dan penetapan iuran)

  24. Laporan Teknis untuk Penyusunan Peraturan Pelaksanaan UU tentang SJSN: Pemetaan dan Telaah Mendalam Peraturan Perundangan yang berkaitan dengan pengimplementasian UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, disusun oleh A.A. Oka Mahendra dan Tim Harmonisasi UU tentang SJSN (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Januari 2007)
    Membuktikan :
    1. Presiden telah mengabaikan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, dengan tidak ada tindak lanjut dari rekomendasi hasil pemetaan dan telaah, yaitu:
      • Agar Pemerintah memberikan perhatian khusus pada pengembangan sistem jaminan sosial nasional, dengan memberikan prioritas pada program pengembangan kapasitas kelembagaan dan perluasan program;
      • Agar Presiden segera mengangkat ketua dan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional sehingga dengan demikian kebijaksanaan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional ditangani secara kelembagaan;
      • Agar Menko Kesejahteraan Rakyat terus mengambil prakarsa untuk memantapkan koordinasi dalam pelaksanaan UU No. 40 Tahun 2004 termasuk dalam penyususnan program untuk mendukung peningkatan kapasitas kelembagaan, perluasan program dan kepesertaan serta dukungan dana yang lebih memadai.
      • Agar pemerintah pro-aktif melakukan konsultasi dengan badan legislative dalam rangka pembentukan undang-undang sebagai pelaksanaan UU No. 40 Tahun 2004 pasca putusan Mahkamah konstitusi, terutama agar Rancangan undang-undang dimaksud dapat dijadikan prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2007 dengan alasan menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi.
      • Pemerintah agar segera membentuk tim antar departemen dan lembaga pemerintah non-departemen untuk menyusun peraturan pelaksanaan UU No. 40 tahun 2004 dan untuk menyesuaikan peraturan perundangan-undangan di bidang jaminan sosial dengan UU No. 40 tahun 2004. Tim tersebut agar langsung dibawah koordinasi Menko Kesejahteraan Rakyat.

  25. Surat Menteri Keuangan dan Menteri hukum dan Hak Asasi Manusia No. S-17/MK.01/2011 M.HH.PP.01.02-06 kepada Ketua Panitia Khusus RUU BPJS DPR RI tanggal 12 Januari 2011 perihal Penyampaian Tanggapan Pemerintah terhadap Sifat Rancangan undang-undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
    Membuktikan :
    1. adanya keengganan Pemerintah cq Menteri Keuangan (Tergugat VI) dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Tergugat VII) untuk melaksanakan secara konsisten amanat Undang-undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (3) dan pasal 34 ayat (2) jo. UU No. 40 tahun 2004 pasal 5 ayat (1) dengan masih memperdebatkan persoalan semantik apakah RUU BPJS bersifat penetapan (beschikking) atau pengaturan (regelling)

  26. Siaran Pers Fraksi PDI Perjuangan DPR RI perihal Indikasi Pengganjalan secara Sistemik terhadap RUU BPJS oleh Pemerintah
    Membuktikan :
    1. Adanya indikasi pengganjalan secara sistemik, ketidakseriusan, keengganan, dan kebohongan Pemerintah menjalankan SJSN yang ditemukan oleh Fraksi PDI Perjuangan DPR RI. Melalui tindakan-tindakan sebagai berikut:
      • Tidak serius merespons RUU inisiatif DPR tentang BPJS dengan tidak memberikan DIM yang jelas bagaimana negara akan memberikan perlindungan bagi seluruh rakyat melalui SJSN yang diamanatkan oleh UUD 1945 dan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
      • Argumen-argumen yang dikemukakan pemerintah memperlihatkan adanya indikasi pengganjalan secara sistemis terhadap RUU BPJS, yang berarti memperlihatkan keengganan pemerintah menjalankan SJSN.
      • Ketidakhadiran delapan Menteri untuk membahas RUU BPJS, yang merupakan bentuk Contempt of Parliement (penghinaan terhadap parlemen).
      • Tidak menepati Inpres 1 tahun 2010 untuk menyelesaikan RUU BPJS selambat-lambatnya Desember 2010 dan merupakan tambahan bukti kebohongan pemerintahan SBY (Tergugat I).

  27. Pokok-pokok pikiran KAJS tentang RUU BPJS, tanggal 22 Juni 2010
    Membuktikan :
    1. Adanya inisiatif dan partisipasi rakyat, diwakili oleh Komite Aksi Jaminan Sosial yang merupakan aliansi puluhan organisasi masyarakat mulai dari serikat buruh, tani, nelayan, profesi, dan lain-lain, yang sangat mendambakan segera terwujudnya jaminan sosial bagi seluruh rakyat tanpa kecuali yang mewujud dalam bentuk masukan tertulis kepada DPR RI terkait RUU BPJS yang sedang dibahas di DPR RI.

  28. Transkrip Rapat Kerja Pemerintah dengan Pansus RUU BPJS tanggal 9 Februari 2011 yang menunjukkan bahwa pembahasan RUU BPJS mengalami deadlock
    Membuktikan :
    1. Itikad tidak baik pemerintah dalam membahas RUU BPJS bersama dengan Pansus RUU BPJS DPR RI. Dalam rapat kerja ini pemerintah tetap tidak bersedia untuk merevisi Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang sudah dibuat dan tetap bersikeras bahwa RUU BPJS hanya bersifat penetapan (beschikking), sesuai dengan surat Pemerintah kepada Pansus RUU BPJS tanggal 12 Januari (bukti P-25). Bahkan dalam rapat kerja ini berkesimpulan : pemerintah belum siap untuk membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU BPJS tentang badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sejak itu pembahasan RUU BPJS praktis berhenti, padahal pembahasan RUU BPJS dibatasi oleh waktu yakni 2x masa sidang dan perpanjangan untuk 1x masa sidang, dan apabila waktu itu terlewati maka pembahasan harus menunggu DPR periode berikutnya yakni tahun 2015. Yang artinya akan semakin banyak rakyat yang mengalami kerugian karena tidak terselenggaranya jaminan sosial.

  29. Daftar Inventaris Masalah (DIM) Rancangan Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
    Membuktikan :
    1. Pemerintah tidak memiliki itikad baik untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU BPJS dengan tidak melengkapi daftar inventaris masalah yang ada. Dari total 207 DIM, pemerintah baru membuat 12 DIM. Yang pada pokoknya pembahasan DIM berhenti pada DIM No. 11 yang bersifat semantik, yakni mempermasalahkan apakah UU BPJS akan bersifat penetapan (beschikking) atau pengaturan (regelling). Hal ini menandakan pemerintah sengaja tidak mau membahas hal-hal yang bersifat substansi. Perdebatan ini sudah menghabisi waktu 2x waktu masa sidang, tanpa membahas substansi sedikitpun. Dan pemerintah menolak untuk masuk dalam hal substansi selama belum ada penjelasan terkait penetapan (beschikking) atau pengaturan (regelling).

  30. Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam Tanya Jawab oleh Sulastomo
    Membuktikan :
    1. Tim Perumus UU SJSN sudah mempersiapkan mekanisme penyelenggaraan jaminan sosial dari sudut pandang filosofis sampai ke hal-hal yang bersifat teknis dan hal ini sangat mungkin diterapkan dengan kondisi sosial ekonomi Indonesia.

  31. Perkembangan Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial oleh Dewan Perwakilan Rakyat
    Membuktikan :
    1. Itikad tidak baik pemerintah selama pembahasan RUU BPJS dengan Pansus RUU tentang BPJS di DPR, dibuktikan dengan tidak hadirnya 8 menteri dalam rapat yang sudah disepakati bersama untuk membahas RUU BPJS, mengunci pembahasan RUU BPJS hanya dengan perdebatan semantik apakah UU BPJS bersifat penetapan (beschikking) atau pengaturan (regelling) tanpa membahas hal-hal yang bersifat substansial, dan menyatakan bahwa pemerintah belum siap untuk membahas RUU BPJS dalam rapat kerja terakhir dengan RUU Pansus BPJS tanggal 9 Februari (bukti P-28).

  32. Jaminan Kesehatan Universal: Menanti Buah Demokrasi (Presentasi Bpk Abdul Ghafur dalam persidangan tanggal 9 Maret 2011)
    Membuktikan :
    1. Pemerintah mampu untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional sesuai dengan konsep UU SJSN, dengan mekanisme iuran dari peserta. Penyelenggaraan jaminan sosial yang ada bersifat diskriminatif dan limitatif. Ada 139 juta rakyat Indonesia yang belum tercover oleh jaminan sosial.

  33. SJSN Pilar Negara Kesejahteraan (Presentasi Dr. H. Sulastomo, MPH., dalam persidangan tanggal 16 Maret 2011
    Membuktikan :
    1. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah titik awal bagi Indonesia untuk menuju negara kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. SJSN mampu menjawab kebutuhan riil rakyat Indonesia untuk mendapatkan kehidupan yang layak seperti jaminan kesehatan. Tak hanya itu SJSN dapat memberikan banyak manfaat bagi negara diantaranya menguatkan ekonomi negara dan membuka lapangan pekerjaan.
    2. Disamping itu paparan presentasi saksi menunjukan bahwa gagasan SJSN, mulai dari zaman pemerintahan BJ Habibie, Abdurrrahman Wahid (Gus Dur), sampai Presiden Megawati semuanya memiliki keinginan yang sama, yakni mewujudkan jaminan sosial bagi seluruh rakya Indonesia.

  34. Esensi Sistem Jaminan Sosial Nasional (Presentasi Prof. Hasbullah Thabrany pada persidangan tanggal 23 Maret 2011)
    Membuktikan :
    1. SJSN secara legal histories memiliki dasar yang kuat untuk dijalankan karena Deklarasi HAM PBB, Konvensi ILO 102 tahun 1952, UUD 1945, TAP MPR No. X/2001 sampai lahirlah KEPRES No. 20 tahun 2002 yang mengamanatkan tim pembentukan SJSN dan membuahkan UU. NO. 40 tahun 2004 tentang SJSN Disamping itu, paparan saksi menunjukan bahwa konsep penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional pada awalnya merupakan inisiatif dari pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Keppres No. 20 tahun 2002 tentang Pembentukan Tim SJSN. SJSN memberikan amanah bahwa seluruh rakyat tanpa terkecuali harus dicover oleh jaminan sosial dengan konsep penyelenggaraan yang bersifat nirlaba dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk peserta. Intinya, Paparan presentasi SJSN Prof. Thabrany secara keseluruhan juga menjelaskan mengenai dimensi pentingnya pelaksanaan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

  35. SJSN: Amanat Bukan Pilihan (Presentasi Faisal Basri dalam persidangan tanggal 13 April 2011)
    Membuktikan :
    1. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional dengan konsep iuran mampu menghimpun jumlah dana yang sangat besar dan mampu memperkuat sendi-sendi ekonomi negara. Jika mengacu pada APBN negara saat ini, pada dasarnya Indonesia mampu untuk menyelenggarakan SJSN, tinggal menunggu kemauan politik dari pemerintah untuk meng-alokasikan dana untuk penyelenggaraan SJSN. Politik anggaran dalam APBN perlu diperbaiki, karena alokasi anggaran APBN saat ini tidak berpihak kepada rakyat miskin, fakta ini terungkap dari bentuk pembayaran bunga pinjaman pemerintah lebih dari 100 T mampu dialokasikan, begitu juga subsidi BBM dan semacamnya yang belum tentu rakyat miskin menerimanya hingga ratusan triliun pemerintah mampu mengalokasikan dananya, namun untuk dana yang sifatnya neraca sosial dalam APBN yang bisa dipastikan tertuju kepada rakyat miskin hanya mengalokasikan puluhan Triliun.

Twitter Facebook Print this page Share via Email