Show
Perkembangan Kolonialisme Inggris di Indonesia (1811-1816) - Inggris atau negara dengan julukan "The Black Country" (banyak sekali industri) merupakan salah satu negara yang pernah menjajah di Indonesia (Nusantara saat itu). Pada artikel sebelumnya, kita telah mengulas mengenai sejarah penjajahan Belanda / Hindia Belanda yang terkenal dengan kongsi dagangnya bernama VOC dan juga kebijakan terkenal dengan sebutan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel). Selain penjajahan Belanda, ada juga artikel menarik lainnya terkait dengan negara yang pernah menjajah di Indonesia selain Belanda dan Inggris, yaitu mengenai masa pendudukan atau penjajahan Jepang di Indonesia. Bagi yang belum membacanya silahkan baca juga, agar wawasan kita semakin luas. Kembali ke topik pembahasan mengenai perkembangan kolonialisme Inggris di Indonesia, berikut ini penjelasan mengenai pembahasan tersebut secara singkat dan jelas. Baca Juga :
Sebuah pendudukan atau penjajahan yang dilakukan oleh sebuah kekuatan besar suatu negara terhadap negara atau daerah lain tentu memiliki sebab atau latar belakangnya. Lantas, apa latar belakang penjajahan Inggris di Indonesia? berikut ini beberapa hal yang menyebabkan Inggris menduduki Indonesia (Nusantara), meliputi : 1. Contingental Stelsel Contngental Stelsel merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Perancis pada masa Napoleon, kebijakan tersebut dikeluarkan untuk memblokade perdagangan Inggris di Eropa. Kebijakan diterapkan pada tahun 1806. Pada saat itu, Inggris merupakan negara industri yang sedang berkembang pesat sehingga membutuhkan daerah pemasaran yang luas. Dari kebijakan tersebut, Inggris kemudian menjadikan India dan Indonesia sebagai daerah tempat pemasaran barang-barang hasil Industri.
Baca Juga : Sejarah Revolusi Perancis 2. Penyerbuan Inggris di Pulau Jawa Pada saat Belanda menguasai Nusantara, tepatnya pada masa pemerintahan Daendels, Inggris menyerbu Pulau Jawa. Daendels kemudian dipanggil kembali ke Belanda, kekuasaannya digantikan dengan Gubernur Jenderal Janssens. Tetapi serangan yang dilakukan oleh pihak Inggris ternyata membuat Belanda menyerah. Dari kekalahan tersebut kemudian dibuatlah Kapitulasi Tuntang / Perjanjian Toentang yang ditandatangani pada tanggal 18 September 1811. Isi dari perjanjian tersebut meliputi :
Setelah perjanjian ditandatangani, maka pada tanggal 18 September 1811 merupakan tanggal dimulainya penjajahan atau kekuasaan Inggris di Indonesia (Nusantara). Thomas Stamford Raffles kemudian diangkat menjadi penguasa oleh Lord Minto (Raja Muda). Pusat pemerintahan kolonialisme Inggris di Indonesia berada di kota Batavia. Setelah menjadi penguasa baru di Hindia, Raffles kemudian melakukan langkah-langkah agar kedudukan Inggris di tanah jajahan lebih kuat. Raffles berpegang pada 3 prinsip dalam rangka untuk menjalankan pemerintahannya. Kebijakan dalam Bidang Pemerintahan
Kebijakan dalam Bidang Sosial dan Ekonomi
Kebijakan dalam Bidang Hukum
Perkembangan kolonialisme Inggris di Indonesia pada masa pemerintahan Thomas S. Raffles ternyata tidak berlangsung cukup lama. Tepatnya pada tahun 1816 atau 5 tahun setelah perjanjian Belanda dan Inggris, penjajahan / penguasaan berakhir. Apa sebabnya? Berakhirnya kekuasaan Inggris disebabkan karena kondisi politik di Eropa mulai memanas. Hal ini disebabkan karena penguasa besar pada saat itu Napoleon Bonaparte berhasil dikalahkan oleh raja-raja di Eropa pada tahun 1814. Dari kekalahan tersebut kemudian memunculkan apa yang disebut dengan "Convention of London" atau perjanjian lanjutan antara Belanda dan Inggris. Salah satu poin penting mengenai perjanjian tersebut adalah Belanda menerima kembali daerah jajahan yang sebelumnya diserahkan kepada pihak Inggris dalam perjanjian Tuntang. Dari penyerahan tersebut, maka kekuasaan Inggris di Indonesia / Nusantara / Hindia berakhir dan dilanjutkan kembali oleh Belanda. Baca Juga : Demikianlah penjelasan mengenai Perkembangan Kolonialisme Inggris di Indonesia (1811-1816) secara singkat dan jelas. Semoga bermanfaat bagi pembaca semua. Jangan lupa share dan like, supaya teman kita bisa membacanya juga. Sekian, terimakasih. Share ke teman kamu:Tags : Masa Penjajahan Related : Perkembangan Kolonialisme Inggris di Indonesia (1811-1816)
Seperti tercatat dalam sejarah, Indonesia pernah berada dalam jajahan Inggris. Inggris secara resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana perjanjian Tuntang memuat tentang kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada Inggris. Indonesia mulai tahun 1811 berada dibawah kekuasaan Inggris. Inggris menunjuk Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur jenderal di Indonesia. Pada saat Indonesia dijajah Inggris pusat kekuasaan Inggris di Timur jauh ialah Kalkuta dengan Lord Minto sebagai Gubernur Jenderalnya. Raffles ialah seorang liberalis, ia juga seorang terpelajar yang berusaha memajukan ilmu pengetahuan bagi masa depan. Dia tertarik pada sejarah, kebudayaan dan seni. Hasil penyelidikannya dikumpulkan dalam buku History of Java pada tahun 1817. Ia juga menghidupkan kembali perkumpulan para ahli ilmu pengetahuan, ( Bataviaasch Genootschap ). Ia juga membangun penelitian kebun pertanian ( sekarang Kebun Raya di Bogor ). Ia juga menemukaan bunga bangkai yang diberi nama Rafflesia arnoldii yang berada di Kebun Raya Bogor tersebut. Sejarah Penjajahan Inggris di IndonesiaSejarah penjajahan Inggris di Indonesia. Seperti tercatat dalam sejarah, Indonesia pernah berada dalam jajahan Inggris. Inggris secara resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana perjanjian Tuntang memuat tentang kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada Inggris. Baca Juga : Tujuan Tanam Paksa Namun sebelum perjanjian Tuntang ini, sebenarnya Inggris telah datang ke Indonesia jauh sebelumnya. Perhatian terhadap Indonesia dimulai sewaktu penjelajah F. Drake singgah di Ternate pada tahun 1579. Selanjutnya ekspedisi lainnya dikirim pada akhir abad ke-16 melalui kongsi dagang yang diberi nama East Indies Company (EIC). EIC mengemban misi untuk hubungan dagang dengan Indonesia. Pada tahun 1602, armada Inggris sampai di Banten dan berhasil mendirikan Loji disana. Pada tahun 1904, Inggris mengadakan perdagangan dengan Ambon dan Banda, tahun 1909 mendirikan pos di Sukadana Kalimantan, tahun 1613 berdagang dengan Makassar (kerajaan Gowa), dan pada tahun 1614 mendirikan loji di Batavia (jakarta). Dalam usaha perdagangan itu, Inggris mendapat perlawanan kuat dari Belanda. Belanda tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk mengusir orang Inggris dari Indonesia. Setelah terjadi tragedi Ambon Massacre, EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan mengarahkan perhatiannya ke daerah lainnya di Asia tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam sampai memperoleh kesuksesan. Inggris kembali memperoleh kekuasaan di Indonesia melalui keberhasilannya memenangkan perjanjian Tuntang pada tahun 1811. Selama lima tahun (1811 – 1816), Inggris memegang kendali pemerintahan dan kekuasaanya di Indonesia. Indonesia mulai tahun 1811 berada dibawah kekuasaan Inggris. Inggris menunjuk Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur jenderal di Indonesia. Beberapa kebijakan Raffles yang dilakukan di Indonesia antara lain:
Akibat dari kebijakan diatas, maka penggarap tanah harus membayar pajak kepada pemerintah sebagai ganti uang sewa. Sistem tersebut disebut Lnadrent atau sewa tanah. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain:
Sistem landrent ini diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau jawa, kecuali daerah-daerah sekitar Batavia dan parahyangan. Hal itu disebabkan daerah-daerah Batavia pada umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah sekitar Parahyangan merupakan daerah wajib tanam kopi yang memberikan keuntungan yang besar kepada pemerintah. Selama sistem tersebut dijalankan, kekuasaan Bupati sebagai pejabat tradisional semakin tersisihkan karena trgantikan oleh pejabat berbangsa Eropa yang semakin banyak berdatangan. Raffles berkuasa dalam waktu yang cukup singkat. Sebab sejak tahun 1816 kerajaan Belanda kembali berkuasa di Indonesia. Pada tahun 1813, terjadi prang Lipzig antar Inggris melawan Prancis. Perang itu dimenangkan oleh Inggris dan kekaisaran Napoleon di Prancis jatuh pada tahun 1814. Kekalahan Prancis itu membawa dampak pada pemerintahan di negeri Belanda yaitu dengan berakhirnya pemerintahan Louis Napoleon di negeri Belanda. Pada tahun itu juga terjadi perundingan perdamaian antara Inggris dan Belanda. Perundingan itu menghasilkan Konvensi London atau Perjanjian London (1814), yang isinya antara lain menyepakati bahwa semua daerah di Indonesia yang pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan lagi oleh Inggris kepada Belanda, kecuali daerah Bangka, Belitung dan Bengkulu yang diterima Inggris dari Sultan Najamuddin. Penyerahan daerah kekuasaan di antara kedua negeri itu dilaksanakan pada tahun 1816. Dengan demikian mulai tahun 1816, Pemerintah Hindia-Belanda dapat kembali berkuasa di Indonesia. Perlayaran orang-orang Inggris ke kawasan Asia Tenggara dan Dunia Timur umumnya tertinggal dibandingkan pada perlayaran orang-orang Portugis. Hal ini disebabkan perhatian orang-orang Inggris lebih ditumpahkan ke Benua Amerika dan rupa-rupanya mereka belum mengetahui jalan ke Timur melaui Tanjung Harapan. Pelaut-pelaut Inggris telah mencoba menempuh jalan melalui laut tengah sampai ke Siria. Tetapi, tidak dapat dilakukan untuk mengadakan hubungan dengan India dengan Dunia Timur. Pada akhir abad ke-6 Inggris menyadari bahwa satu-satunya jalan yang paling tepat untuk mengadakan hubungan dagang dengan Dunia Timur (Asia) adalah melalui Tanjung Harapan.Namun, pada waktu itu Inggris mengalami kesulitan karena belum dimilikinya kapal yang cukup besar yang mampu mengarungi Samudera sejauh 16.000 Km itu. Pelaut-pelaut Portugis nampaknya sudah terlebih dahulu mampu membuat kapal-kapal yang digunakan untuk menempuh rute pelayaran sejauh itu. Mungkin pula ada faktor lain, kenapa Inggris belum menggunakan rute pelayaran melalui TAnjung Harapan, yaitu : katanya Portugis merahasiakan jalan pelayaran melalui Tanjung Harapan tersebut. Pada tahun 1580 F. Drake dalam perjalanan keliling dunia singgah di Ternate setelah melayari lautan Pasifik. Dia melaporkan kepada pemerintahannya tentang pemerintahan Sultan Ternate agar diberi bantuan peralatan untuk melawan Portugis. Pada tahun 1586, Thomas Cavendis menggunakan rute pelayaran Selat Magelhaen-Samudera Pasifik. Sampai di Filiphina selanjutnya berlayar ke Maluku. Dia menerangkan bahwa di Maluku dilakukan perdagangan rempah-rempah secara bebas. Baca Juga : Sejarah PBB Pada waktu ituada dua pendapat tentang sikap yang bagaimana yang harus di ambil Inggris dalam menghadapi Portugis. Pendapat pertama meminta Inggris membantu Portugis agar Inggris memperoleh hak dari Portugis sehingga ada pembagian hak Monopoli diantara keduanya. Pendapat kedua mendesak agar Inggris segera merebut hak Monopoli perdagangan Portugis dan segera menggunakan jalur perdagangan laut melalui Tanjung Harapan. Pengaruh kedua nampaknya lebih kuat dan mempunyai pengaruh dalam menentukan kebijaksanaan Inggris dalam melebarkan dengan dunia luar. Pada tahun 1591 satu ekspedisi yang terdiri dari tiga buah kapal bertolak dari Plymouth dipimpin oleh George Raymond dan James Lancaster, tujuannya adaalh ke India Timur melalui Tanjung Harapan. Penjelajahan ini tidak begitu berhasil karena hanya satu kapal yang berhasil melanjutkan perjalanan yaitu kapal yang dipimpin oleh Lancaster. George Raymond tenggelam, sedangkan sebuah kapal terpaksa kembali. Lancaster melanjutkan perlayaran sampai ke Selat Malaka dan Pulau Pinang, tetapi beliau ditawan kapal oleh perampok dari Perancis. Pelayaran James Lancaster ini dinilai penting artinya bagi perkembangan pelayaran kemudian hari. Berita berhasilnya Cornelis de Houtman sampai di Banten menggugah semangat pelaut Inggris untuk menggunakan Tanjung Harapan kembali dalam perjalanan jauh ke Dunia Timur. Pada tanggal 31 Desember 1600 didirikan East India Company. Berdasarkan piagam raja Maskapai dagang mempunyai hak monopoli perdagangan antara Tanjung Harapan dan Selat Magelhaen selama 15 tahun. Perlayaran pertama dilakukan dengan modal 68.000 pounsterling, ekspidisi ini dipimpin oleh James Lancaster dan Jhon Davis. Ekspidisi ini berhasil sampai di Aceh pada tahun 1602 selanjutnya berlayar menuju Banten. Mereka sangat kaget karena kedatangan mereka di Nusantara disambut sebagai lawan oleh Belanda sedangkan di Eropa pada saat itu Belanda adalah sekutu Inggris. Ekspedisi kedua dibawah pimpinan Henry Middleton sampai di Banten pada tahun 1604. Middleton berlayar terus sampai ke Ambon dan berunding dengan Portugis untuk memperoleh hak dagang tapi armada Belanda melarangnya. Ketika Middleton berhasil mendapatkan muatan cengkeh di Ternate dan pala di Banda, armada Belanda memaksanya kembali ke Banten. Sejak tahun 1610 hubungan antara Inggris dan Belanda semakin memburuk. Nampak kekuatan Belanda semakin unggul dibandingkan dengan kekuatan yang dibangun oleh Inggris. Usaha untuk menghilangkan perselisihan antara VOC dan EIC dengan jalan perdamaian ternyata gagal. Walaupun Inggris berusaha menjelaskan kepada Belanda bahwa kedatangan Inggris lebih dahulu dibandingkan dengan kedatangan Belanda. Namun Belanda tiding menghiraukan pernyataan tersebut. Belanda mengemukakan bahwa alasan mereka mendapatkan hak perdagangan ini setelah mereka mengeluarkan cukup besar dalam persaingan melawan Portugis dan Spanyol. Sementara itu perhatian Inggris terbagi dua. Perhatian mereka lebih dicurahkan ke India. Pada tahun 1611 EIC telah membuka pusat perdagangan di Masuliptam dan kemudian membuka hubungan dagang dengan Siam dan Myanmar. Sementara itu Inggris telah berhasil menjalin hubungan dengan Aceh, Makasar, Pariaman, Jambi, Jayakarta, Jepara dan Sukadana. Mereka telah juga mendirikan kantor-kantor untuk perdagangan mereka. Diantara pemimpin perdagangan Inggris yang dianggap paling membahayakan kedudukan Belanda di Nusantara adalah Jhon Jourdei. Dialah yang paling banyak terlibat permusuhan dengan J. P. Ceon, gubernur jendral VOC. Dengan tegas Jordaen menegaskan bahwa perdagangan di Maluku adalah bebas baik untuk Belanda maupun Inggris. Permusuhan nantara VOC dan EIC terjadi ketika perlayaran George Cokayne dan George Ball dipimpin oleh Gerard Reynest, peristiwa itu terjadi pada tahun 1615. Dalam kontak senjata ini, Belanda mengalami kekalahan. Pada tahun1616 juga terjadi ketegangan antara kapal-kapal Inggris di bawah kepemimpinan Samuel Castleton dengan armada VOC dibawah pimpinann Jan Dirkszoon Lam. Karena kekuatan VOC lebih besar, maka Inggris pun mengalah. Ketika J.P. Ceon menjadi gubernur jendral ia berjanji mengusir semua kekuatan Portugis, Spanyol dan Inggris dari Maluku, Pulau Banda akan diduduki oelh komunis-komunis dari Belanda. Meskipun pada tahun 1619 tercapai perdamaian antara Inggris dengan Belanda pada kenyataanya Belanda tisak mau menepati isi perjanjian perdamaian tersebut. Pada tahun 1621 mereka mengusir Inggris dan Belanda. Tahun 1623 Belanda menuduh Inggris telah berkomplot untuk menentang Belanda. Tahun 1623 Inggris melaukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap beberapa orang Inggris, peristiwa ini kemudian dikenal dengan “Amboyna Massacre” (pembunuhan di Ambon). Tindakan kekerasan rupa-rupanya dimaksudkan Belanda agar Inggris segera keluar dari Maluku. Pemerintah Inggris rupanya tidak mempersiapkan peperangan untuk kepentingan EIC dikepulauan Nusantara. Inggris kemudian menarik diri dari kegiatan perdagangan di Asia Tenggara. Pada tahun 1628 kantor dagang Inggris dipindahkan dari Jayakarta ke Banten bahkan pada tahun 1628 Inggris di usir dari Banten oleh Belanda. Pada tahun 1684 Inggris mendirikan Port York di Bengkulu. Baca Juga : Penyebaran Islam Di Indonesia Inilah daerah kekuasaan Inggris yang tetap bertahan terhadap ancaman Belanda. Pada tahun 1417 karena kesulitan alam, Inggris terpaksa memindahkan kedudukannya dan mendirikan benteng baru Port Marlborough, tidak jauh dari tempat semula. Didaerah inilah kekuasaan Inggris tetap bertahan sampai tahun 1824. Pada tahun inilah setelah ditandatangani Treaty of London, Inggris keluar dari Bengkulu bertukar dengan Malaka yang semulanya telah diduduki Belanda. Langkah-Langkah Di Ambil RafflesAdapun langkah-langkah yang diambil Raffles sebagai berikut :
Pada tanggal 13 Agustus 1814, di Eropa ditanda tangani perjanjian London oleh Inggris dan Belanda yang isinya Belanda memperoleh kembali sebagian besar daerah koloninya, termasuk Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 1816, Raffles meninggalkan Indonesia dan Belanda kembali berkuasa di Indonesia. Masa kolonialisme dan imperialisme Inggris di Indonesia
Baca Juga : Revolusi Iran
Ketika Inggris menyerbu Pulau Jawa, Daendels sudah dipanggil kembali ke Belanda. Penggantinya, Gubernur Jenderal Janssens, tidak mampu bertahan dan terpaksa menyerah. Akhir dari penjajahan Belanda-Perancis itu ditandai dengan Kapitulasi Tuntang yang ditandatangani pada tanggal 18 September 1811 oleh S. Auchmuty dari pihak Inggris dan Janssens dari pihak Belanda. Isi perjanjian tersebut adalah sebagai berikut.
Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang, Raja Muda (Viceroy) Lord Minto yang berkedudukan di India, mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Wakil Gubernur (Liuetenant Governor) di Jawa dan bawahannya (Bengkulu, Maluku, Bali, Sulawesi, dan Kalimantan Selatan). Hal itu berarti bahwa gubernur jenderal tetap berpusat di Calcutta, India. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya Raffles berkuasa penuh di Indonesia. Pemerintahan Raffles di Indonesia cenderung mendapat tanggapan positif dari para raja dan rakyat Indonesia karena hal berikut ini.
Kebijakan Pemerintahan Thomas S. RafflesPada tanggal 3 Agustus 1811, Angkatan Laut Inggris mendarat di Teluk Batavia di bawah pimpinan Gilbert Eliot, Lord Minto, dan Thomas Stamford Raffles. Armada angkatan laut Inggris terdiri dari 100 kapal dengan membawa 1.200 orang. Pendaratan dipimpin oleh Jenderal Auchmuty pada tanggal 4 Agustus 1811. Pada tanggal 8 Agustus 1811, mereka berhasil menguasai Batavia. Jenderal Jumel yang ditugaskan mempertahankan Batavia terpaksa mundur hingga di garis pertahanan Meester Cornelis. Kemudian pimpinan pertahanan diambil oleh Jansens. Ia dihimbau agar Pulau Jawa diserahkan kepada Inggris tetapi ditolak. Segera terjadi pertempuran yang hebat di Meester Cornelis selama 16 hari. Tentara Belanda ternyata tidak sanggup bertahan sehingga Jansens mundur ke arah Bogor. Dari Bogor ia berangkat ke Semarang dengan harapan dapat mempertahankan PUlau Jawa dari sana. Ia juga mengharapkan raja-raja yang berkuasa dapat memberikan bantuan, tetapi hal itu tidak terpenuhi. Dalam menjalankan pemerintahan di Indonesia, Raffles didampingi oleh suatu Badan Penasihat (Advisory Council) yang terdiri atas Gillespie, Cranssen, dan Muntinghe. Tindakan-tindakan Raffles selama memerintah di Indonesia (1811-1816) adalah sebagai berikut:
Baca Juga : Manusia Purba Di Indonesia Bidang Perekonomian dan Keuangan
Sistem sewa tanah tersebut disebut Lnadrent atau sewa tanah. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain:
Sistem landrent ini diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau jawa, kecuali daerah-daerah sekitar Batavia dan parahyangan. Hal itu disebabkan daerah-daerah Batavia pada umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah sekitar Parahyangan merupakan daerah wajib tanam kopi yang memberikan keuntungan yang besar kepada pemerintah.Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.
Berakhirnya Kekuasaan Thomas S. RafflesBerakhirnya pemerintah Raffles di Indonesia ditandai dengan adanya Convention of London pada tahun 1814. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh wakil-wakil Belanda dan Inggris yang isinya sebagai berikut.
Baca Juga : Panitia Sembilan Raffles yang sudah terlanjur tertarik kepada Indonesia sangat menyesalkan lahirnya Convention of London. Akan tetapi, Raffles cukup senang karena bukan ia yang harus menyerahkan kekuasaan kepada Belanda, melainkan penggantinya yaitu John Fendall, yang berkuasa hanya lima hari. Raffles kemudian diangkat menjadi gubernur di Bengkulu yang meliputi wilayah Bangka dan Belitung. Karena pemerintahan Raffles berada di antara dua masa penjajahan Belanda, pemerintahan Inggris itu disebut sebagai masa interregnum (masa sisipan). Benteng Marlborough (Saksi Bisu Penjajahan Inggris)Benteng Marlborough merupakan peninggalan sejarah kolonial Inggris terbesar di kawasan asia. Benteng Marlborough berdiri dengan megahnya dan menghadap ke arah selatan, meliputi area 31,5 Ha. Salah satu daya tarik benteng ini mempunyai tipikal abad 18 yang berbentuk kura-kura. Lokasi benteng dipusat kota berbatasan dengan Perkampungan China, yang juga kawasan obyek wisata. Benteng ini dibangun tahun 1714 – 1719 di bawah pimpinan Gubernur Joseph Collet. Di salah satu kamar benteng ini pernah dihuni Presiden RI pertama Ir. Soekarno ketika menjalani hukuman buangan masa penjajahan Belanda. Setelah kemerdekaan Benteng Marlborough dipugar oleh pemerintah dan menjadi salah satu obyek wisata Kota Bengkulu. Bengkulu adalah salah satu provinsi di pulau Sumatera tepatnya di Sumatera bagian selatan. Di masa lalu daerah ini pernah menjadi ajang persaingan dagang antara Inggris dan Belanda. Mereka berusaha untuk menguasai komoditi (lada) yang ada di sana. Tahun 1664 Belanda dengan VOC-nya mendirikan kantor pelelangan di sana. Tahun 1670 Sultan Banten mengeluarkan peraturan transaksi lada yang baru. Peraturan itu membuat pihak Belanda mengalami kerugian. Untuk itu, pada tahun yang (1670) Belanda meninggalkan Bengkulu. Mereka pergi ke Banten dengan tujuan menguasainya. Di sana Belanda berhasil membuat Sultan Banten menandatangani perjanjian tentang hak monopoli perdagangan oleh Belanda. Perjanjian itulah yang kemudian membuat perhatian Belanda hanya tertuju pada Banten. Dan, kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Inggris, melalui EIC-nya, untuk masuk ke Bengkulu Setelah lebih kurang 140 tahun Pemerintah Inggris berada di Bengkulu, mereka banyak meninggalkan “warisan” peninggalan bersejarah. Salah satunya adalah Benteng Marlborough.Nama benteng ini menggunakan nama seorang bangsawan dan pahlawan Inggris, yaitu John Churchil, Duke of Marlborough I. Benteng ini tergolong terbesar di kawasan Asia. Peninggalan sejarah ini memiliki daya tarik yang besar karena kelangkaannya. Benteng ini dulunya merupakan pusat pemerintahan kolonial Inggris yang menguasai Propinsi Bengkulu selama lebih kurang 140 tahun (1685-1825). Baca Juga : Zaman Mesolitikum Konstruksi bangunan benteng Fort Marlborough ini memang sangat kental dengan corak arsitektur Inggris Abad ke-20 yang ‘megah’ dan ‘mapan’. Bentuk keseluruhan komplek bangunan benteng yang menyerupai penampang tubuh ‘kura-kura’ sangat mengesankan kekuatan dan kemegahan. Detail-detail bangunan yang European Taste menanamkan kesan keberadaan bangsa yang besar dan berjaya pada masa itu. Dari berbagai peninggalan yang masih terdapat di dalam bangunan benteng dapat pula diketahui bahwa pada masanya bangunan ini juga berfungsi sebagai pusat berbagai kegiatan termasuk perkantoran, bahkan penjara.
DAFTAR PUSTAKA http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia http://aalmarusy.blogspot.com/2011/03/sejarah-penjajahan-inggris-di-indonesia.html aalmarusy.blogspot.com › sejarah apentour.blogspot.com/2010/…/benteng-marlborough-saksi-bisu.htm www.scribd.com/doc/40214002/…/E-Penjajahan-Inggris-di-Indonesia… thisworldinsane.wordpress.com anakmadiun.wordpress.com/…/masa-kolonialisme-dan-imperialisme-i… http://buihkata.blogspot.com/2012/10/masa-penjajahan-bangsa-inggris-di.html Aziz, Maleha. 2005. Ihtisar Sejarah Indonesia II untuk Mahasiswa. Riau, Pekanbaru Kardiman.dkk.2004.Masa Kolonialisme Belanda.Jakarta : Yudhistira. Demikianlah pembahasan mengenai Penjajahan Inggris di Indonesia – Pengertian, Sejarah, Kebijakan semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂 |