Apa yang disebut sebagai negara seribu pagoda?

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Acara dibuka langsung oleh Rektor SUT Prof Dr Prasart Suebka diiringi dengan pukulan gong layaknya acara di Indonesia pada umumnya. Momen ini dihadiri oleh 13 negara yaitu sepuluh Negara ASEAN, Tiongkok, Jerman dan Perancis. Beberapa Negara undangan lainnya tidak dapat hadir karena masih dalam ujian akhir semester seperti Korea Selatan.

Dalam sesi diskusi Cultural Differences ASEAN Focus, beberapa peserta diminta mewakili negaranya untuk mempresentasikan budaya masing-masing. "Culture is a tool to control the behavior of a group of people for living togheter. Culture is change update or created which can be transferred, learn and emulated," ujar pemateri pada kuliah tamu sebelumnya.

Satu persatu perwakilan mempresentasikan mengenai negaranya dan tidak ada drama atau kebohongan yang ditutupi. Di Thailand misalnya, setiap bertemu orang baru mereka mengatakan Sawaddee yang berarti salam kenal, kemudian di belakang ditambahi Kha untuk menghargai dan lebih sopan.

Mereka menggunakan 4 nada intonasi saat berbahasa sehari-hari. Masyarakat Thailand selalu mengucapkan Khawp khun khap (untuk laki-laki) dan Khawp khun kha (untuk perempuan) dengan mengatupkan tangan sambil punggung membungkuk.

Thailand mempunyai luas 513.120 km2 dengan jumlah penduduk 65 juta jiwa dengan sebagian besar penduduk beragama Buddha. Pusat pedesaan di sana adalah sebuah biara. Buddhisme memiliki kekuatan yang luar biasa dalam masyarakat Thailand. Sesuai dengan tradisi, setiap pemuda harus meluangkan waktu di sebuah biara sebagai pemula.

Sejarah Asal Mula Tulisan

Thailand menggunakan bahasa Ratcha Anachak atau Prathet Thai. Jenis tulisan sehari-hari yang digunakan di Thailand terdiri dari 18 huruf vokal dan 44 konsonan. Jika kita perhatikan, jenis tulisan aksara Jawa, Bali, Thailand dan aksara Burma di Myanmar memiliki kemiripan aksen. Hal tersebut terjadi karena adanya evolusi bentuk tulisan dari suatu daerah ke daerah lain. Penyebaran tulisan ini dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan, pertukaran pelajar pada zaman kerajaan, kerajaan Hindu-Budha dari India Kuno berasal dari Aksara Pallawa atau Dinasti Pallava.

ISAAN Culture

ISAAN merupakan salah satu budaya Thailand. Para peserta dari berbagai negara sangat menikmati ketika diajari menari tradisional Thailand. Dimulai dari belajar gerakan dasar menari seperti gerakan malu (tangan lentur menutup wajah sambil menunduk dan tangan satunya kebelakang dengan jari kebawah), serta gerakan-gerakan lainnya seperti pengungkapan senang, sedih, menyatakan cinta. Peserta dari China sangat antusias dalam belajar menari Thailand. Saking senangnya, mereka tidak lelah untuk terus mencoba memperagakan tarian. Pada malam pementasan budaya Isaan, para penari yang hafal dan lentur badannya dipilih untuk mementaskan dipanggung.

Selain belajar menari, peserta Isaan juga dikenalkan dengan Pha Khao Ma. Pha Khao Ma merupakan maskot kain tradisional Thailand, kain ini memiliki banyak fungsi seperti bisa digunakan untuk baju, celana, penutup mandi, penutup kepala, shal, menggendong bayi dan lain sebagainya.

Di hari berikutnya, peserta Isaan belajar langsung dengan mengunjungi dan menginap di Desa Baan Taanprasart. Sebagian besar penduduknya merupakan petani dan mencintai budaya. Di desa tersebut, peserta tinggal bersama Yay (nenek) dan anak asuhnya. Mereka menyambut kami dengan memberikan kalung bunga khas Thailand berwarna putih.

Bahasa yang digunakan sehari-hari dengan Yay adalah bahasa tubuh, karena belum bisa menggunakan bahasa Thailand. Yay sangat baik dan selalu mengajak berbicara namun peserta Isaan tidak mengerti maksud dari pembicaraan itu. Peserta juga diajari membuat anyaman dari batang padi yang kering untuk membuat souvenir seperti topi untuk gantungan kunci.

Farewell Party

Penutupan acara ini dihadiri langsung oleh Rektor sambil memberikan sertifikat dan memberikan kenang-kenangan pada tiap negara. Tak lupa, peserta juga mengambil foto bersama Rektor SUT. Acara dinner pun menyediakan banyak makanan besar, membuat para peserta melepas rasa laparnya setelah seharian beraktivitas.

Peserta muslim seperti Indonesia cukup berhati-hati dalam memilih makanan yang tidak mengandung unsur babi. Nampak anggun dan ramah, dosen perempuan SUT memberitahu ke peserta muslim saat ada yang mau mengambil makanan yang mengandung babi, kemudian ia menyuruh pelayan untuk mengambil makanan tersebut. Budaya memahami dan kepedulian sepertinya sangat dijaga di Thailand.

Setiap negara menampilkan budayanya masing-masing. Indonesia menampilkan tari tradional serta menyanyikan lagu-lagu daerah seperti Rambadya, Ampar-ampar Pisang, Si Patok, Rasa Sayange dan Yamko Rambe Yamko.

Di akhir acara, peserta dari Thailand melingkari setiap peserta dari berbagai negara ada di tengah-tengah. Peserta dan panitia dari Thailand menyanyikan lagu Thailand dan memberikan salam sayang dengan membungkuk dan mengatupkan tangan untuk perpisahan. Semua peserta terharu dan saling berpelukan dalam sesi ini. Bertukar hadiah serta foto bersama takkan terlupakan untuk para peserta culture camp.

Pelajaran yang Dapat Dipetik

Sepanjang perjalanan kembali ke Indonesia, dalam sebuah renungan salah satu dari peserta Indonesia mengatakan bahwa sebenarnya budaya Thailand yang disuguhkan kepada kita tidak jauh berbeda dengan budaya Indonesia, bahkan Indonesia jauh lebih kaya akan budaya mulai dari mainan tradisional, tari-tarian, lagu daerah, bahasa dan lain sebagainya.

Bahkan Pha Khao Ma itu tidak lebih cantik dari tenun Indonesia, batik serta sarung dari banyak motif yang Indonesia punya. Perbedaan Indonesia dengan Thailand adalah bahwa bangsa Thailand sangat menjaga budaya. Mereka mencintai apa yang mereka miliki dan selalu merawatnya. Mulai dari hal tersebut pemuda yang merenung itu berkomitmen akan mencintai budaya Indonesia.

Iin Candrawati

Mahasiswa Kimia angkatan 2012

Peserta "The 3rd International ASEAN Culture Camp: ISAAN Culture" Programme 2016