Kapan hari kebangkitan Nasional dirayakan di Indonesia

HARI KEBANGKITAN NASIONAL (Harkitnas) yang jatuh pada tanggal 20 Mei adalah peristiwanya lahirnya sebuah organisasi pribumi dari golongan priayi, Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Peristiwa yang dianggap sebagai titik balik pertama pergerakan nasional terhadap kolonialisme Belanda.

Titik balik di mana spirit persatuan dan kesatuan serta nasionalisme hingga kesadaran untuk kemerdekaan Indonesia, muncul lewat organisasi yang didirikan dr Sutomo dan sejumlah tokoh lainnya itu.

Akan tetapi apakah sejak Boedi Oetomo lahir, di setiap tahunnya sudah diperingati tuh, Hari Kebangkitan Nasional? Jawabannya tidak. Malah kalau menengok catatan Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948), baru empat dekade atau 40 tahun berselang Hari Kebangkitan Nasional dirayakan.

Tepatnya, ketika republik ini baru berusia tiga tahun. Saat di mana republik di tahun 1948 tengah diterpa berbagai prahara politik dari dalam. Ketika Indonesia yang belum lama terikat Perjanjian Renville (17 Januari 1948), wilayahnya terus mengecil sampai cuma Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta dan sebagian besar Sumatera.

Kondisi di pemerintahan juga tak kalah kacau. Pasca-Kabinet Perdana Menteri Amir Syarifuddin jatuh dan diganti Mohammad Hatta, pergolakan di arus bawah hingga tataran elite tetap saja terjadi.

Terlebih ketika Hatta menerapkan kebijakan re-ra atau reorganisasi dan rasionalisasi di berbagai perangkat pemerintahan, termasuk golongan tentara. Tak sedikit yang menolak pangkatnya diturunkan akibat re-ra.

Oleh karenanya, demi membuat sejumlah kelompok partai dan lembaga lain bisa ngguyub dan bersatu lagi, dicetuskanlah satu hari peringatan yang mengambil hari lahir Boedi Oetomo, yakni 20 Mei. Kala itu momennya belum dinamakan Hari Kebangkitan Nasional, melainkan Hari Kebangunan Nasional.

Hari itu (20 Mei) menurut beliau (Presiden Soekarno) adalah hari yang patut dianggap mulia oleh bangsa Indonesia, ungkap Ki Hadjar Dewantara dalam buku Dari Kebangunan Nasional sampai Proklamasi Kemerdekaan: Kenang-kenangan Ki Hadjar Dewantara.

Karena pada hari itu, perhimpunan kebangsaan yang pertama, yaitu Boedi Oetomo didirikan dengan maksud menyatukan rakyat yang dulu masih terpecah belah, agar dapat mewujudkan suatu bangsa yang besar dan kuat, imbuhnya.

Ya, pertama kali Hari Kebangunan Nasional atau yang kita kenal sekarang sebagai Hari Kebangkitan Nasional dicetuskan, sebagaimana yang disebutkan Ki Hadjar Dewantara, adalah atas inisiatif Bung Karno. Digelar pertama kali pada 20 Mei 1948 di Yogyakarta sebagai ibu kota republik kala itu serta di berbagai daerah lain.

Di Yogyakarta, peringatan pertamanya dihelat di Istana Kepresidenan atau kalau sekarang kita bilangnya Gedung Agung. Lokasinya tepat di seberang Benteng Vredeburg di Jalan Malioboro sekarang.

Sebagaimana biasanya hari-hari perayaan, Bung Karno pun sumbang pidato. Namun tidak seperti pidato-pidato lainnya yang terdapat rekaman lengkap, pidato Bung Karno di peringatan perdana Hari Kebangkitan Nasional di Istana Kepresidenan Yogya, hanya sedikit yang tercatat.

Pidato yang cenderung merujuk pada kondisi republik yang tengah terancam, tidak hanya dari rongrongan Belanda (eksternal), tapi juga dari dalam akibat pergolakan politik yang memanas. Memanas sudah muncul bibit-bibit pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Kita tidak perlu khawatir. Insya Allah kitalah (yang akhirnya) yang menang, asal kita memenuhi beberapa syarat yang perlu untuk kemenangan itu...yaitu menyusun machtspolitik, yakni kekuatan massa untuk mendukung perjuangan politik dan menggalang persatuan nasional, cetus Bung Karno dalam (inti) pidatonya di buku yang sama.

Bercermin pada nilai sejarah dan semangat persatuan lahirnya Harkitnas itulah yang menjadi alasan kuat bangsa ini untuk introspeksi, dan mengedepankan nasionalisme dalam menghadapi problematika yang muncul.

Setiap individu ataupun kelompok di negara ini harus mulai berfikir jernih, tentang apa yang telah dan akan dilakukan, serta peran apa yang telah dan akan diambil dalam rangka mempercepat eskalasi kebangkitan nasional. Semua itu, hanya bisa diraih jika seluruh komponen bangsa bersatu, baik secara gagasan dan tindakan.