Apa yang dilakukan Aung San Suu Kyi dari segi demokrasi

JAKARTA - Aung San Suu Kyi adalah simbol perlawanan di Myanmar. DNA pejuang sudah ada dalam darahnya sejak kecil. Suu Kyi adalah putri dari pendiri Myanmar, Jenderal Aung San. Berkat memori kepahlawanan ayahnya, Suu Kyi muncul sebagai ikon oposisi utama menentang rezim militer. Yang menarik, perlawanan dilakukan tanpa kekerasan.

Atas jasanya, Suu Kyi mendapat Nobel Perdamaian pada 1991. Namun hal itu bersifat paradoks. Kemanusiaan Suu Kyi dipertanyakan karena ia diam saja ketika terjadi genosida terhadap etnis Rohingya.

Suu Kyi lahir dari pasangan Aung San dan Khin Kyi. Kelahiran Hmway Saung, 19 Juni 1945, Su Kyi adalah anak kedua dari empat bersaudara. Ayahnya berjuang memerdekakan Myanmar dari kolonialisme Inggris. Sementara, ibunya, Khin Kyi berasal dari keluarga terpandang nan terpelajar. Nasionalisme dalam diri Suu Kyi telah terbentuk sejak kecil.

“Sesungguhnya, sejak kecil, Suu dikejar pertanyaan: apa yang bisa saya lakukan untuk negeri saya. Tak pernah sedetik pun Suu melupakan keadaannya, bahwa ia putri pahlawan nasional Burma, Aung San," ditulis oleh Bunga Surawijaya yang mengutip perkataan suami Suu Kyi, Michael Aris dalam artikel berjudul Aung San Suu Kyi: Suara Nurani Rakyat Burma (1991) yang terbit di Majalah Tempo.

"Ayahnya adalah pemimpin perjuangan kemerdekaan yang memproklamasikan kemerdekaan Burma dari pemerintah kolonial Inggris dan pendudukan Jepang. Aung San dan teman-teman seperjuangannya dari kelompok legendaris ‘30 Sekawan’ masuk ke Burma dalam penyerbuan tentara Jepang ke negeri itu,” terlengkapi dalam artikel tersebut.

Apa yang dilakukan Aung San Suu Kyi dari segi demokrasi
Aung San Suu Kyi (Sumber: Wikimedia Commons)

Meski di kemudian hari ayahnya tewas sebagai korban kekuasaan, kehidupan Suu Kyi tetap berkecukupan. Hal itu dikarenakan sang ibu tengah memangku jabatan strategis sebagai duta besar. Lantaran itu Suu Kyi dapat bersekolah di luar negeri. Di Universitas Oxford, Inggris, tepatnya.

Selama masa studi itulah, Suu Kyi, yang awalnya hanya memiliki kenangan samar-samar akan ayahnya, mulai mencari tahu penokohan Aung San. Dalam pergulatannya dengan beragam literasi, Suu Kyi mencari kebenaran-kebenaran soal sang ayah.

Suu Kyi langsung menemukan nilai-nilai yang diperjuangkan pahlawan nasional Myanmar tersebut. Suu kyi menilai sang ayah tak pernah mementingkan diri sendiri dalam berjuang. Untuk itu, Suu Kyi menjadikan perjuangan yang sama sebagai pegangan hidupnya.

Di samping itu, Suu Kyi mendapatkan pula pandangan terkait Burma yang merdeka dan demokratis. Perlahan-lahan, Suu Kyi memupuk keinginan untuk mengembalikan Muruah Burma --merdeka dan demokratis-- selepas menamatkan studinya di Oxford.

Awal gerakan Suu Kyi

Apa yang dilakukan Aung San Suu Kyi dari segi demokrasi
Aung San Suu Kyi (Sumber: Wikimedia Commons)

Suu Kyi pulang ke Myanmar pada 1988. Kala itu, kepulangannya hanya untuk menjenguk sang ibu yang kebetulan sedang sakit keras. Singkat cerita, takdir berkata lain. Krisis politik kemudian terjadi di Myanmar, setelah diktator yang berkuasa selama 26 tahun, Jenderal Ne Win mengundurkan diri.

Seketika, unjuk rasa muncul dimana-mana. Para demonstran --mahasiswa dan aktivis politik-- menuntut sistem demokrasi dan menentang kembalinya rezim militer (junta militer). Para demonstran menangkat Suu Kyi sebagai simbol perlawanan nasional.

Kediaman Suu Kyi pun menjadi markas aktivis politik berkumpul dan pusat pergerakan. Siang-malam, rumah Suu Kyi selalu ramai didatangi banyak aktivitis politik, sekalipun jam malam diberlakukan. Suu Kyi bertindak sebagai pemimpin yang mampu menyatukan para aktivis beda generasi. Para aktivis, oleh Suu Kyi diajarkan hak asasi manusia (HAM) yang nyaris tak mendapat tempat di Myanmar.

“Mereka (para aktivis) sadar benar bahwa di tengah konflik antar-etnis dan represi militerisme, mesti ada satu sosok yang dapat disodorkan kepada publik sebagai tokoh pemersatu. Pilihan itu jatuh kepada Suu Kyi yang kebetulan sedang pulang menengok ibunya yang sakit berat. Panggung politik perdana Suu Kyi di hadapan rakyat Burma terjadi di Pagoda Shwedagon, setelah protes berdarah yang berlangsung 8-12 Agustus 1988. Diperkirakan hampir tiga ribu orang meninggal dunia dalam rangkai panjang demonstrasi yang hari ini dikenal sebagai Revolusi 8888,” tulis Andre Barahamin dalam buku Belalang Komunis (2019).

Pergerakan Suu Kyi pun dilirik junta militer. Aktivitas Suu Kyi diyakini akan membahayakan junta militer jika tak segera diredam. Oleh junta militer, Suu Kyi pada 1989 dijadikan tahanan rumah. Tak sebentar. Karena status Suu Kyi sebagai tahanan rumah berlangsung cukup lama.

Kendati demikian, Suu Kyi diizinkan meninggalkan Myanmar dengan syarat tak boleh kembali. Tapi Suu Kyi memilih sebaliknya. Ia tetap tinggal di Myanmar. Suu Ki ingin lebih dekat dengan Rakyat, meski harus berpisah jauh dengan suami dan dua putranya.

“Sebagai seorang ibu, pengorbanan terbesar adalah melepaskan anak-anak saya, tapi saya selalu sadar dengan kenyataan bahwa orang lain telah berkorban lebih banyak dari saya,” tulis Suu Kyi dalam buku The Voice of Hope: Conversations with Alan Clements (2009).

Jalan Myanmar menuju kebebasan

Setelah menanti lama, Suu Kyi dibebaskan pada 2010. Bebasnya Suu Kyi disambut dengan meriah oleh rakyat Myanmar. Sebaliknya, kebebasan Suu Kyi justru membuat junta militer makin melemah dan terpaksa memberi beberapa konsesi bagi lawan-lawan politiknya. Salah satu konsesi yang diberikan adalah pemilihan umum yang bebas dan rahasia.

Puncaknya, Suu Kyi dan partainya, National League for Democracy (NLD) menang dalam pemilihan umum dua tahun kemudian. NLD pun menguasai mayoritas kursi di parlemen. Akan tetapi, Suu Kyi tak dapat menjadi Presiden Myanmar. Alasan konstitusional melarang Suu Kyi karena telah menikah dengan pria Inggris, bukan pria Myanmar. Paling banter Suu Kyi lalu diangkat menjadi state counselor atau penasihat negara.

Meski begitu, penokohan Suu Kyi tak dapat dikalahkan. Ia terlalu kuat. Bagi rakyat Myanmar popularitas Suu Kyi melebihi presiden. Atas kemenangan Suu Kyi, sejarawan, Ong Hok Ham telah membahas perkara itu jauh-jauh hari pada 1990. Baginya, setidaknya ada dua faktor yang membuat Suu Kyi begitu kuat. Pertama, Suu Kyi adalah anak dari pahlawan nasional Myanmar. Kedua, Suu Kyi terlahir sebagai wanita.

Apa yang dilakukan Aung San Suu Kyi dari segi demokrasi
Aung San Suu Kyi kecil (Sumber: Wikimedia Commons)

“Yang paling menarik dari kenyataan itu, pemimpin NLD adalah Aung San Suu Kyi, seorang wanita 45 tahun. ia anak kedua Jenderal Aung San, pahlawan nasional Burma. Kemenangan NLD ini mengingatkan kita pada teori sejarawan yang sedikit chauvinistis.

"Yakni bila di suatu negeri muncul banyak fraksi politik yang satu sama lain bertentangan dengan kuat, maka seorang wanita –yang dianggap lemah dan mudah dimanipulasi atau dipengaruhi—mudah terpilih sebagai pemimpin,” cerita Ong Hok Ham dalam buku Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang (2018).

Seiring berjalannya waktu, apa yang dikatakan Ong Hok Ham menjadi kenyataan pada 2012. Walau Suu Kyi bersikukuh melawan rezim militer pada awal perjuangan, setelah terjun ke pemerintahan ia malah akrab dengan junta militer.

Karena itu, militer Myanmar tampil memegang kekuasaan besar dengan melancarkan persekusi dan pembantaian terhadap etnis minoritas Rohingya. Akibat peristiwa itu, ribuan orang Rohingnya mati terbunuh dan jutaan lainnya terpaksa mengungsi. Imbasnya, kepemimpinan Suu Kyi sebagai pemegang Nobel Perdamaian dipertanyakan karena diam saja.

Bukannya mengecam genosida, Suu Kyi malah membela mereka yang terlibat dan sedang diadili pengadilan internasional di Den Haag, Belanda. Senapas dengan itu, Suu Kyi terlihat berada di pihak militer, bukan kepada etnis Rohingnya.

Sebagai bentuk ketidakpuasan, warga dunia beramai-ramai menyerukan pencabutan Nobel Perdamaian yang pernah diberikan kepada Suu Kyi. Lebih lagi, Kanada yang sempat menjadikan Suu Kyi sebagai warga negara kehormatan, buru-buru mencabut keputusannya.

Tag: internasional sejarah kudeta myanmar aung san suu kyi myanmar

Tokoh demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, kembali ditahan bersama dengan para pemimpin lain dari partai politiknya dalam kudeta militer. Jauh sebelum berkuasa, ia telah menghabiskan 15 tahun dalam tahanan rumah dalam perjuangan membawa demokrasi ke Myanmar.

Sosok yang dikenal sebagai "The Lady" di Myanmar, Suu Kyi memenuhi impian jutaan orang saat partainya, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy/NLD), berhasil memenangkan pemilihan umum pada 2015. Kemenangan tersebut membentuk pemerintahan sipil pertama di negara Asia Tenggara itu dalam setengah abad.

Namun peraih penghargaan Nobel itu mengejutkan dunia dua tahun kemudian dengan menyangkal meluasnya tindakan represif pimpinan militer terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya. Kekerasan tersebut memaksa ratusan ribu orang Rohingya meninggalkan negara itu.

BACA JUGA: Aung San Suu Kyi dan Tokoh Lain Partai NLD Ditangkap

Di Myanmar, Suu Kyi tetap dipuja, tetapi dia gagal menyatukan berbagai kelompok etnis atau mengakhiri perang saudara yang telah berlangsung selama satu dekade. Dia juga mengawasi pengetatan pembatasan pers dan masyarakat sipil dan telah berselisih dengan banyak mantan sekutunya.

Putri pahlawan kemerdekaan Aung San, yang dibunuh pada 1947 ketika dia berusia dua tahun, Suu Kyi menghabiskan sebagian besar masa mudanya di luar negeri. Dia kuliah di Universitas Oxford, bertemu suaminya yang seorang akademisi Inggris Michael Aris. Pasangan itu memiliki dua putra.

Sebelum mereka menikah, dia meminta Aris berjanji dia tidak akan menghentikan aksi politiknya jika dia harus pulang. Pada 1988, dia mendapat telepon yang mengubah hidup mereka: ibunya sedang sekarat.

Di Ibu Kota Yangon, yang kemudian berganti nama menjadi Rangoon, dia terseret dalam revolusi yang dipimpin mahasiswa melawan junta militer yang telah merebut kekuasaan setelah kematian ayahnya.

Seorang pria memegang potret Jenderal Aung San, ayah dari pemimpin pro-demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi, selama pidatonya tentang pendidikan pemilih di kotapraja Hsiseng di negara bagian Shan, Myanmar, 5 September 2015. (Foto: REUTERS/Soe Zeya Tun )

Suu Kyi, yang sangat mirip dengan wajah pemimpin yang diidolakan Aung San, dan orator yang handal, menjadi pemimpin baru. Dia mengutip mimpi ayahnya untuk "membangun Burma yang merdeka."

Revolusi dihancurkan, para pemimpinnya dibunuh dan dibui, dan Suu Kyi dipenjarakan di rumah keluarganya di tepi danau. Bahkan menyebut namanya di depan umum bisa membuat pendukungnya dihukum penjara. Jadi mereka memanggilnya “the Lady.”

Dengan bersuara lembut, Suu Kyi memainkan peran penting untuk menarik perhatian dunia pada junta militer Myanmar dan catatan hak asasi manusianya. Ia berhasil memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada 1991. Suaminya, Aris, meninggal pada 1997 tetapi dia tidak menghadiri pemakamannya karena takut tidak diizinkan untuk kembali.

Selama bertahun-tahun, tentara memimpin kampanye kotor tanpa henti melawan Suu Kyi, yang mereka juluki sebagai "pemegang kapak dari Barat.”

BACA JUGA: Mengenal Sosok Panglima Militer Myanmar yang Ambil Alih Kekuasaan Negara

Selama pembebasan singkat dari tahanan rumah pada 1998, dia berusaha melakukan perjalanan ke luar Yangon untuk mengunjungi pendukung meskipun tindakan tersebut diadang oleh tentara. Dia duduk di dalam vannya selama beberapa hari dan malam, meskipun mengalami dehidrasi karena panas terik, dan dikatakan menadahi air hujan di payung terbuka.

Dia selamat dari upaya pembunuhan pada 2003 ketika orang-orang pro-militer yang memegang pasang dan tongkat menyerang konvoi yang dia tumpangi. Beberapa pendukungnya terbunuh atau terluka parah.

Tentara sekali lagi menempatkannya sebagai tahanan rumah. Dari balik pintu gerbang rumahnya, Suu Kyi memberikan pidato mingguan yang cerdas kepada para pendukung. Dia berdiri di atas meja reyot dan berbicara tentang hak asasi manusia dan demokrasi di bawah pengawasan polisi rahasia. Sebagai seorang Buddhis yang taat, dia terkadang berbicara tentang perjuangannya dalam istilah spiritual.

Pada 2010, militer memulai serangkaian reformasi demokrasi dan Suu Kyi dibebaskan di hadapan ribuan pendukung yang menangis dan bersorak sorai.

Presiden Barack Obama dan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi berjabat tangan saat berbicara dengan media pada akhir pertemuan di Oval Office Gedung Putih di Washington, Rabu, 14 September 2016. (Foto: AP/Carolyn Kaster)

Di Barat, dia dipuja. Barack Obama menjadi Presiden AS pertama yang mengunjungi Myanmar pada 2012, menyebutnya sebagai "inspirasi bagi orang-orang di seluruh dunia, termasuk saya.” Sanksi ekonomi AS terhadap Myanmar dikurangi, meskipun Suu Kyi tetap berhati-hati tentang reformasi.

Dengan kemenangan pemilu 2015, Suu Kyi menjadi penasihat negara, berjanji untuk mengakhiri perang saudara, meningkatkan investasi asing, dan mengurangi peran tentara dalam politik. Dia juga berjanji kepada sekutu Barat bahwa dia akan mengatasi penderitaan Rohingya yang telah menanggung beban bentrokan kekerasan dengan umat Buddha, dengan ratusan ribu orang ditahan di kamp-kamp interniran.

Pada Agustus 2017, militan Rohingya menyerang pasukan keamanan. Militer Myanmar menanggapi serangan tersebut dengan membakar ratusan desa hingga rata dengan tanah dan melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan berkelompok. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan itu dilakukan dengan "niat genosidal.”

BACA JUGA: Tentara Desersi Myanmar Akui Kekejaman terhadap Rohingya

Suu Kyi mengatakan, militer menerapkan "aturan hukum" dan tampak bingung dan tidak peduli tentang eksodus pengungsi. Dia tidak memiliki kekuasaan untuk mengarahkan operasi militer, pemerintahnya memerintahkan tanah yang terbakar menjadi tanah milik pemerintah dan mengawasi pembongkaran desa yang hancur.

Institusi global dan mantan advokat termasuk Dalai Lama secara terbuka mengecamnya dan banyak dari banyak penghargaan yang diberikan kepadanya dibatalkan.

Pada 2019, dia terbang ke Den Haag untuk menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional. Dia mengakui kemungkinan kejahatan perang telah dilakukan tetapi berkilah dengan mengatakan tindakan keras itu sebagai operasi militer yang sah terhadap teroris. [ah/ft]