1.Saha nu menyusun bahan Biantara nguatkeun huntu?2.naon inti/gurat badag bahan Biantara?3.kudu kumaha urang miara kasehatan huntu?4.dimana dokter gig … ukara: Budhe menehake dhele gedhe-gedhe, migunakake Purwakanthi...a. guru swarab. guru sastrac. guru basa/ wewileland. guru laguanti MAAF KALO SALAH contoh cangkriman irib iriban 1. kumaha sawah nu katinggal ku panyajak ayeuna ? 2. kumaha kaayaan sawah nu dicaritakeun ku nini panyajak ? 3. caritakeun deui ka hidep sajak diluhur … 1. apa isi tembang "sepuran" ing dhuwur? 2.apa tegese "wong iki sepur dhur bayare setali"? 3.kepriye akibate yen numpak sepur mung bonceng tanpa karci … 1.sebutna latar panggonan kang ana ing cerita ramayana! 2.ramayana kaperang dadi pirang kandha? sebutna! 3.gawea ukara migunakake tembung:a. aranb. pa … 28.01 - 2020januarib. sundaselasalatihan 2i lamun nitenan teks diluhur, kira-kira naon peranatowa pancen panumbu catur teh?| noon peran geung pancen p … 3. yen wus tinitah wong agung, tegesea. yen wis mlaku dadi pejabatb. yen wis ditakdirke jenenge agungc. yen wis ditakdirke dadi wong lemud. yen wis di … Adangiyah layang ing ngisor iki sing paling trep dicakakke dening wong tuwo marang putrane(anakke) yaiku.... *a. kanggo anakku sing taktresnanib. kage … Apa arti dari kata buri buri (bahasa sunda)?
“Manten Kucing” Ndudhuk, Ndhudhah, Lan Nggugah Warisan Tradisi Budaya Lokal Oleb Agus Ali Imron Al Akhyar* Prof. S. Budhisantoso mengungkapkan, bahwasanya setiap kali orang dapat berkata dengan bangganya, bahwa masyarakat Bangsa Indonesia yang majemuk ini sangat kaya dengan kebudayaan . Bahkan kebudayaan yang beraneka ragam itu dianggap sebagai modal utama yang dapat dipasarkan lewat pariwisata untuk meningkatkan penghasilan devisa. Namun demikian tidaklah banyak orang yang mampu menjelaskan dengan baik di mana ke-bhineka-an (keragaman) serta ke-unggul-an masyarakat dan kebudayaan di Indonesia yang tersebar di Nusantara, dari Sa bang sampai Merauke (Zulyani Hidayah, 1999:ix). Masyarakat yang dibantu oleh pemerintah , harus mampu menggali (Ndudhuk) potensi asset budaya daerah. Selain sebagai pendapatan daerah, tentunya budaya daerah tersebut dapat dijadikan sebagai simbol kedaerahan, atau cirri khas daerah. Ketika sudah menemukan (Ndudhah) tradisi yang ada maka untuk disegerakan pen gembangan dan memberdayakannya (Nggugah). Demikian pula seperti membangkitkan gairah pengembangan dan pemberdayaan tradisi lokal yang identik sebagai simbolisasi dalam memperkuat budaya Nasional. Manten Kucing, adalah tradisi budaya yang berada di Desa Pelem, Kecam atau Campurdarat, Kabupaten Tulungagung. Tradisi budaya Manten Kucing ini merupakan tradisi masyarakat untuk meminta diturunkannya hujan, ketika musim kemarau panjang. Se hingga simbolisasi Manten Kucing ini ialah ritual untuk meminta hujan. Tradisi yang terkemas dalam wujud budaya, tentunya bisa dijadikan sebagai media pembelajaran. Orang Jawa, dalam tradisi budayanya memiliki unsur nilai-nilai tinggi, dan juga penyampaian pesan moral yang biasanya terwujud dalam bentuk upacara tradisi, seperti halnya; Manten Kucing, tradisi budaya yang terdapat di Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat , Kabupaten Tulungagung ini dilaksanakan upacaranya setiap tahun oleh masyarakat sekitar, dan juga pemerintah peran serta didalam pelaksanaannya. Selain dijadikan media pembelajaran, tentunya upacara tradisi budaya yang ada di daerahdaerah dapat dijadikan sebagai focus objek wisata loka!. Menggali (Ndudhuk) potensi upacara tradisi tersebut sangatlah diperlukan, kalau perlu kita mempelajari nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Seperti apa yang diungkapkan oleh Prof. Ayu Sutarta (2004:176), untuk membangun ketahanan budaya, kita harus menggali dan kemudian memilah-milah produk-produk budaya yang kita warisi dari para leluhur kita. Tidak semua produk budaya yang kita miliki konstruktif dan produktif. Ada beberapa produk budaya yang harus kita tinggalkan, karena tidak lagi sesuai dengan kebutuhan zaman dan tidak lagi mampu menjawab kebutuhan zaman. Semakin majunya teknologi komunikasi di zaman sekarang, penulis merasa takut apabila warisan budaya tradisi leluhur hanya tersimpan dalam bentuk audio-vidio. Sedangkan wujud budaya aslinya sudah musnah ditelan perkembangan zaman. Sehingga melihat kondisi semacam itu, generasi muda juga harus menjadi objek didalam pembelajaran tradisi budaya. Pengembangan dan pemberdayaan tradisi budaya yang ada di daerah selayaknya mulai dini dikenalkan kepada generasi muda (pelajar), salah satunya dengan memuat kurikulum muatan lokal, sanggar budaya, cafe budaya dan festival budaya. Festival tersebut baru pertama kalinya diadakan di Kabupaten Tulungagung, hal itu untuk memperkenalkan kepada generasi muda, bahwasanya Manten Kucing adalah tradisi budaya khas Tulungagung. Tradisi Manten Kucing biasanya diadakan di Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat tersebut merupakan upacara tradisi untuk meminta diturunkan hujan. Uniknya di festival tersebut terdapat kolaborasi antara Manten Kucing dengan kesenian lain, antara Manten Kucing dengan Reog Gendang, Jaranan Jawa dan Hadrah (sholawatan). Sehingga kolaborasi tersebut mendapat sambuatan hangat dari masyarakat, begitu pula para pelajar saat festival itu juga ikut serta menonton. Secara tidak langsung akan menumbuhkan pengetahuan, pemahaman serta mengenali asset budaya tradisi Manten Kucing. Dalam satu sisi, diadakannya festival Manten Kucing ini memang baik untuk memperkenalkan asset wisata budaya daerah. Namun disisi lain, kesakralan upacara Manten Kucing didalam festiva l tersebut sudah tidak terasa kesakralannya lagi. Sebab budaya sudah menjadi tontonan, bukan lagi tuntunan. Penulis merasakan kesakralan upacara Manten Kucing saat mengikuti prosesi upacara di Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat. Sehingga simpulan sederhana adalah kita harus mampu untuk memilah-milah didalam mengembangkan dan memberdayakan asset wisata daerah, agar nilai-nilai dan pesan moralnya tidak hilang, bukan hanya sekedar hiburan. Pergeseran nilai yang sangat mengkhawatirkan tersebut dapat kita lihat jelas, karena menggejala secara mencolok di sekitar kita, yang antara lain adalah; (1). Nilai moral lebih murah daripada nilai materi; (2). Tuhan terasa jauh dan uang terasa dekat; (3). Produk-produk budaya asing lebih digandrungi daripada produk-produk budaya sendiri; (4). Kepentingan agama, politik, dan ekonomi dicampur adukan, sehingga batas-batasannya menjadi jelas; (5). Kekerasan sering digunakan untuk menyelesaikan perbagai persoalan dalam masyarakat (Ayu Sutarta, 2004:173). Sehingga untuk Ndudhuk, Ndhudhah dan Nggugah asset budaya daerah harus memiliki konsep yang matang. Mengembangkan dan memberdayakan asset budaya daerah tidak harus mengorbankan unsur nilai-nilai positif yang sudah ada. Dari dulu hingga sekarang, budaya adalah pembelajaran yang . konkrit dan fleksibel. Uniknya didalam upacara tradisi Manten Kucing ini adalah sepasang kucing jantan dan betina. Awalnya daerah Desa Pelem dan sekitarnya dahulu kala dilanda kemarau panjang, hingga warga kesulitan untuk mendapatkan air. Eyang Sangkrah adalah tokoh yang membabat Desa Pelem, suatu ketika Eyang Sangkrah mandi di sebuah telaga, yaitu Telaga Coban. Ketika Eyang Sangkrah mandi di Telaga Coban, Beliau membawa serta seekor kucing di telaga tersebut. Kucing Condro Mowo, sebutan kucing yang dibawa oleh Eyang Sangkrah, setelah di Telaga Coban kucing tersebut dimandikan. Anehnya, sepulang dari mandi di Telaga Coban, di kawasan Desa Pelem turun hujan deras. Warga yang lama menunggu turunnya hujan, tidak bisa menyembunyikan perasaan syukur dan bahagia. Saat itulah, warga menyakini turunnya hujan tersebut ada kaitannya dengan peristiwa Eyang Sangkrah yang memandikan Kucing Condro Mowo. Sehingga tradisi tersebut menjadi tradisi, yang setiap tahun diselenggarakan oleh warga Desa Pelem , dengan sebutan tradisi budaya “Manten Kucing”. Ketika Desa Pelem dijabat oleh Demang Sutomejo, tahun 1926, Desa Pelem , Kecamatan Campurdarat kembali dilanda kemarau panjang. Saat itu Demang Sutomejo mendapatkan wangsit (petunjuk) untuk mengadakan upacara memandikan kucing di Telaga Coban. Maka, dicarilah dua ekor kucing Condro Mowo. Kemudian, dua ekor kucing itu dimandikan di Telaga Coban . Akhirnya beberapa hari kemudian turunlah hujan mulai mengguyur di Desa Pelem dan sekitarnya. Prosesi Manten Kucing ini, awalnya warga Desa Pelem mempersiapkan uburampe atau persiapan untuk mengadakan upacara Manten Kucing. Setelah persia pan selesai, maka prosesi kemudian adalah mengkirap kucing Condro Mowo yang diwadahi didalam keranji. Adapun kucing yang dimaksud didalam prosesi tersebut adalah berwarna putih dan hitam, yang terdiri dari kucing lanang (jantan) dan kucing wadon (perempuan). Saat pengkirapan tersebut, kucing lanang lan wadon berada di barisan paling depan sendiri, setelah itu di-ikuti oleh para sesepuh dan tokoh desa. Para sesepuh dan tokoh desa tersebut juga memakai pakaian khas adat Jawa. Setelah sampai di Telaga Coban, kucing Condro Mowo dimandikan secara bergantian, sebelum ditemukan layaknya manten manusia. Kucing Condro Mowo tersebut dimandikan dengan air telaga yang dicampur dengan kembang setaman yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Usai dimandikan, kedua kucing itu diarak menuju lokasi pelaminan. Di pelaminan tersebut sudah disiapkan aneka uburampe, pasangan kucing jantan dan betina itu dipertemukan. Laki-Iaki dan perempuan yang membawa kucing Condro Mowo, duduk bersandingan di kursi pelaminan. Sedangkan kucingnya, berada di pangkuan laki-Iaki dan perempuan yang juga memakai pakaian pengantin. Upacara pernikahan “Manten Kucing” tersebut ditandai dengan pembacaan doa-doa yang dilakukan oleh sesepuh desa setempat. Kurang lebih 15 (lima belas) menit upacara tradisi budaya Manten Kucing sudah selesai. Uniknya pad a tahun 2007, atau tiga tahun yang lalu ketika upacara tradisi Manten Kucing digelar, terdapat kearifal lokal yang dimunculkan. Ketika dipertemukan antara kucing jantan dan kucing betina, orang yang sudah tua (sesepuh) duduk dipelaminan sambil menyanyikan lagu-Iagu tradisional, seperti; Sehingga mulai dari prosesi Manten Kucing, Tiban, dan Langen Tayub, merupakan kesatuan ritual untuk memohon diturunkannya hujan. Tradisi budaya semacam itu merupakan simbolisasi nilai-nilai kearifan lokal orang Jawa. Saat ini tradisi budaya Manten Kucing bukan semata-mata meminta hujan,melainkan sudah menjadi upacara tradisi yang diadakan setiap tahun. Kalau tidak diselenggarakan, maka warga takut kalau terjadi kemarau panjang, maupun bala bencana melanda.
Konsep Tradisi Budaya Masyarakat adalah salah satu pencipta budaya, setiap masyarakat memiliki budaya yang berbeda. Sehingga dengan budaya, dapat membedakan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Disetiap masyarakat yang berbudaya akan menampakkan ciri khas yang berbeda, seperti; Manten Kucing dari Tulungagung , didalam upacaranya . menggunakan kucing sebagai media upacara. Kebudayaan mencakup suatu pemahaman komprehensif yang sekaligus bisa diurai dan dilihat beragam variab le dan cara pemahamannya. Kebudayaan dalam arti suatu pandangan yang menyeluruh menyangkut pandangan hid up, sikap, dan nilai. Atau menurut deskripsi Raymond Williams, “General state or habit of the mind general state of intellectua’l development in a society or a whole”. Disebutnya pula, “The general body of arts. A whole way of life, material, intellectual, spiritual”. (Jakob Oetam~, 2009:9, dalam bunga rampai judul buku Kumpulan Tulisan Koentjaraningrat Memorial Lectures I-V/2004-2008, Perspektif Budaya). Budaya orang Jawa, selalu menitikberatkan akan pentingnya pembentukan moral yang baik. Moral merupakan kunci utama untuk membentuk kepriadian manusia yang berbudi luhur. Sehingga Nampak sudah budaya orang Jawa itu selalu menunjukkan nilai-nilai dan pesan moral positif. Dari berbudaya yang baik, maka akan menghasilkan nilai positif bagi masyarakat. Kebudayaan orang Jawa selalu menampakkan nilai norma-norma positif yang dipegang teguh dalam kehidupan keseharian . Kata budaya berasal dari kata Sankseke rta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa asing lainnya terdapat kata-kata seperti culture (Inggris), cultuur (Belanda), atau kultur (Jerman). Kata-kata itu sebenarnya berasal dari bahasa Latin colere yang berarti pemeliharaan, pengolahan , dan penggarapan tanah menjadi tanah pertanian. Dalam arti kiasan, katakata itu juga diberi arti “pembentukan dan pemurnian “, misalnya pembentukan dan pemurnian jiwa. Menurut kaidah bahasa, culture atau cultuur diartikan menjadi “budaya”, sedangkan cultural atau culturele menjadi “kebudayaan “. Budaya merupakan kata benda, sedangkan “kebudayaan” adalah kata sifat (Mochamoed Effendhie, 2000: 1). Tradisi Manten Kucing sendiri pad a tahun 2010 yang bertepatan dengan Hari Jadi Tulungagung ke-805, dijadikan festival budaya. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan tradisi budaya Manten Kucing kepada khalayak umum, khususnya pelajar bahwasanya di Tulungagung terdapat tradisi · budaya Manten Kucing. Adapun nilai-nilai yang dapat penulis tangkap dari prosesi Manten Kucing , diantaranya; Pertama, manusia memang diberi kelebihan oleh Sang Pencipta yang mempunyai, akal pikiran, budi pekerti, nalar, rasa dan karsa. Sehingga mewujudkan diri untuk memilik budaya positif. Sehingga dengan berbudaya yang baik, akan memberikan norma-norma positif di masyarakat. Kedua, dengan adanya tradisi budaya Manten Kucing tersebut, warga saling dapat tolong menolong, hormat menghormati diantaranya. Sehingga kerukunan dan keselarasan hidup menjadi damai, tenang, dan sejahtera. Didalam prosesi Manten Kucing sendiri masyarakat diajak untuk Guyup Rukun. Sebenarnya selain menjadi media pembelajaran, keberadaan Manten Kucing bisa dijadikan sebagai objek wisata loka!. Keberadaan asset wisata daerah itulah, maka akan menyokong keberadaan budaya Nasional. Dengan berbudaya yang baik, maka kita akan menjadi sosok manusia, masyarakat atau bahkan Negara yang berbudi luhur, saling menghormatu, tolong menolong, jujur dan sopan. Masyarakat Indonesia, khususnya di daerah-daerah dahulu terkenal dengan keramahtamahannya. Akankah dengan berbudaya baik, kita mampu mewujudkan sifat ramah dan tamah? Sehingga istilah Ndudhuk, Ndhudhah dan Nggugah, merupakan rangkaian dalam menggali, menemukan dan mengembangan serta memberdayakan potensi budaya yang ada di daerah. Perkembangan zaman seperti sekarang ini, membuat tantangan tersendiri bagi kita untuk mampu mengolah perkembangan zaman itu untuk menumbuhkan asset budaya loka!. Berkat akal, pengalaman, dan kesadaran nurani, maka kita harus bergerak untuk mengolah potensi daerah menjadi asset yang berharga dan mempunyai nilai pendidikan. Secara teoritis, kebudayaan akan mengajarkan nilai-nilai yang baik dan juga mencerminkan normanorma positif bagi generasi muda. Tinggal generasi muda (pelajar) mampu atau tidak untuk menangkap nilai yang terkandung didalam kebudayaan. Sebab kebudayaan sekarang ini sekedartontonan, bukan lagi sebagai tuntunan, realita yang ada. *Stat Peneliti Kajian Sejarah, BENDE, Media Informasi Seni dan Budaya, Edisi 87, Januari 2011, |