Apa tujuan adanya PEMBAGIAN KEKUASAAN dalam pemerintahan negara demokrasi

Apa tujuan adanya PEMBAGIAN KEKUASAAN dalam pemerintahan negara demokrasi

Apa tujuan adanya PEMBAGIAN KEKUASAAN dalam pemerintahan negara demokrasi
Lihat Foto

Kompas.com/Andreas Lukas Altobeli

Suasana saat Presiden Joko Widodo berpidato pada sidang tahunan MPR DPR DPD 2018 di Gedung DPR/MPR, Kamis (16/8/2018).

KOMPAS.com - Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri dari dua bagian. Yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian secara vertikal.

Pembagian tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Pembagian Kekuasaan Horizontal

Pembagian kekuasaan horizontal merupakan pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Dalam UUD 1945, kekuasaan secara horizontal pembagian kekuasaan negara dilakukan pada tingkatan pemerintah pusat dan pemberintah daerah. Pada pembagian kekuasaan di pemerintah pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara yang sederajat.

Namun adanya perubahana UUD 1945 terjadi pergeseran pembagian kekuasaan di pemerintah pusat.

Baca juga: Macam-macam Kekuasaan Negara

Dalam buku Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 (2010) karya Titik Triwulan, pada UUD 1945 hasil amandemen menetapkan empat kekuasaan dan tujuh lembaga negara.

Di mana pergeseranya adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis menjadi enam kekuasaan negara.

Kekuasaan konstitusi

Kekuasaan konstitusi merupakan kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan UUD. Kekuasaan ini dipegang oleh Majelis Permusyawarar Rakyat (MPR). Pada Pasal 3 ayat (1) UUD 45 menyatakan “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”

Dikutip situs Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau UUD yang mengatur pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan.

Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara.

 Indonesia saat ini menganut sistem pemerintahan Presidensil, dimana adanya pemisahan kekuasaan yaitu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif yang berdasarkan prinsip “checks and balances”, ketentuan ini tertuang dalam konstitusi, namun tetap diperlukan langkah penyempurnaan, terutama pengaturan atas pembatasan kekuasaan dan wewenang yang jelas antara ketiga lembaga Negara tersebut. Penulisan ini menggunakan metode dalam penelitian hukum yuridis-normatif, penulis mengumpulkan data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas kemudian dianalisis. Dalam penulisan ini, penulis ingin mengetahui dan membahas berbagai teori dan praktek berdasarkan UUD 1945 atas pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia. Secara teoritis kewenangan lembaga-lembaga negara di Indonesia mengarah pada sistem pemerintahan presidensil, namun kemudian secara praktek dalam menjalankan fungsi dan kewenangan, lembaga negara tidak mencerminkan bahwa sistem pemerintahan Indonesia menganut pemisahan kekuasaan yang ada dalam sistem pemerintahan presidensil akan tetapi lebih dekat pada sistem pembagian kekuasaan. Sehingga ketentuan yang diterapkan berdasarkan UUD 1945 diperlukan kembali upaya penyempurnaan, agar secara konsepsional dan prakteknya dapat berjalan secara ideal.

Teori; Praktek; Pemerintahan; Konstitusi; Indonesia

DOI: https://doi.org/10.54629/jli.v15i2.187


Page 2

Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely merupakan sebuah dalil Lord Acton yang berarti ”manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tidak terbatas pasti akan menyalahgunakannya”. Dalil ini menggambarkan pentingnya pembatasan kekuasaan dan pemisahan kekuasaan agar kekuasaan tidak berada dalam satu pihak yang absolut dan berujung pada kesewenang-wenangan.

A. Konsep Pembagiaan Dan Pemisahan Kekuasaan

Dalam konsep pembagian dan pemisahan kekuasaan ada dua tokoh penting yang pendapatnya bisa dijadikan acuan, yaitu John Locke dan Montesquieu. John Locke dalam buku Two Treatiesof Government membagi kekuasaan menjadi tiga macam kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif (membuat undang-undang), kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang), dan kekuasaan federatif (melakukan hubungan diplomatik dengan negara lain). Berbeda dengan pendapat John Locke, Montesquieu dalam buku L’esprit des Lois pada tahun1748, mengemukakan pemisahan kekuasaan negaradibedakan dalam tiga organ, yaitu lembaga legislatif (kekuasaan membuat undang-undang), lembaga eksekutif (kekuasaan melaksanakan undang-undang), dan lembaga yudikatif (kekuasaan mengadili pelanggaran undang-undang). Teori pemisahan kekuasaan menurut Montesquieu disebut Trias Politica. Berdasarkan pendapat Montesquieu, IvorJennings, Rektor Cambridge University, dalam bukunya berjudul The Law and the Constitution membedakan teori pemisahan kekuasaan dan pembagian kekuasaan. Menurut Ivor, pemisahan kekuasaan berarti pembagian kekuasaan dipertahankan dengan tegas. Artinya, tiap lembaga negara memiliki tugas dan organ yang berbeda satu dengan lainnya. Adapun pembagian kekuasaan berarti ketiga lembaga kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) dalam praktik penyelenggaraan negara tidak terdapat pemisahan kekuasaan, misalnya dalam pembuatan undang-undang dilakukan oleh legislatif dan eksekutif.

B. Pembagian Kekuasaan Di Indonesia

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan, tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan. Prof. Ismail Sunny, Guru besar Universitas Indonesia, juga mengemukakan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 tidak menganut pemisahan kekuasaan dalam arti materiel (separation of power), tetapi pemisahan kekuasaan dalam arti formil (division ofpower) atau pembagian kekuasaan. Sistem pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas tiga lembaga, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ketiga lembaga negara di Indonesia tidak dipisahkan secara mutlak, tetapi antaralembaga satu dan lainnya terdapat hubungan kekuasaan dan keterkaitan. Sistem pembagian kekuasaan negara Indonesia sangat dipengaruhi oleh teori Trias Politica dari Montesquieu, tetapi dalam pelaksanaannya tidak diterapkan secara murni dan mutlak. Adanya dinamika dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia mengakibatkan sistem pembagian kekuasaan negara juga mengalami perkembangan. Dalam sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia, kekuasaan negara dibagi dalam empat lembaga negara, yaitu lembaga legislatif, lembaga eksekutif, lembaga yudikatif, dan lembaga eksaminatif.

Sumber : buku Sistem Kekuasaan By Amin Suprihatini

Picture credit : (illustration from google.com belong to the owner)

Jakarta -

Indonesia adalah negara Republik dengan sistem pemerintahan presidensial, yang artinya dipimpin seorang presiden. Meski dipimpin presiden, bukan berarti ada penguasa tunggal di negara Republik Indonesia.

Sistem pembagian kekuasaan negara Republik Indonesia membedakan atas tiga hal yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketentuan yang tertuang dalam konstitusi ini untuk menjaga check and balances dalam menjalankan pemerintahan.

"Kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang, eksekutif untuk melaksanakannya, dan yudikatif untuk menghakimi pelaksanaan undang-undang atau aturan lain," ujar Ahmad Yani dalam paper berjudul Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam paper yang diterbitkan Jurnal Legislasi Indonesia tersebut, mahasiswa S3 ini juga menjelaskan fungsi check and balances. Istilah checks and balances adalah prinsip saling mengimbangi dan mengawasi antar cabang kekuasaan, biasanya dalam konteks kekuasaan negara.

Check and balances adalah prinsip ketatanegaraan yang menghendaki kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif sederajat serta saling mengontrol satu sama lain. Hasilnya kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi, bahkan dikontrol sebaik-baiknya.

Sistem pembagian kekuasaan negara Republik Indonesia memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan aparat penyelenggara negara dapat dicegah. Hal serupa juga bisa ditanggulangi secepatnya jika dilakukan pribadi yang sedang menduduki jabatan dalam lembaga negara.

Selain menanggulangi penyalahgunaan kekuasaan, sistem pembagian kekuasaan negara Republik Indonesia juga untuk menjamin kebebasan politik rakyat. Hal ini tertuang dalam teori pembagian kekuasaan negara dari Montesquieu.

Menurut Montesquieu kebebasan politik sulit dijaga bila kekuasaan negara tersentralisasi pada penguasa atau lembaga politik tertentu. Kekuasaan negara menurutnya perlu dibagi-bagi inilah yang kemudian dikenal sebagai gagasan pemisahan kekuasaan negara (separation of power).

Simak Video "Mahfud Bicara Islamofobia Hingga Trauma Politik"



(row/lus)