Apa syaratnya penyerahan barang Kena pajak yang terutang PPN?

Penyerahan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak merupakan istilah yang mengacu pada kegiatan penyerahan barang-barang yang meski masuk dalam kategori barang kena pajak, namun dikecualikan dari pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Penyerahan barang yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan PPnBM).

Dalam UU PPN dan PPnBM pada Pasal 1A Ayat (1) disebutkan bahwa yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak antara lain:

  1. Penyerahan barang kena pajak kepada makelar.
  2. Penyerahan barang kena pajak untuk jaminan utang-piutang.
  3. Penyerahan barang kena pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan barang kena pajak antar cabang dalam hal Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan pemusatan tempat pajak terutang.
  4. Pengalihan barang kena pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP.
  5. Barang kena pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan dan yang pajak masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.

Penyerahan Barang Kena Pajak Kepada Makelar

Penyerahan barang kena pajak kepada makelar merupakan bentuk penyerahan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak, dimana yang dimaksud dengan makelar dalam konteks ini adalah pedagang perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan berwenang sebagai makelar.

Makelar ini melakukan kegiatan usaha dengan mengerjakan pekerjaan yang mendatangkan upah atau provisi tertentu. Pekerjaan yang diambil oleh makelar ini dikerjakan atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang tidak memiliki hubungan kerja.

Penyerahan Barang Kena Pajak Untuk Jaminan Utang-Piutang

Penyerahan barang kena pajak untuk jaminan utang-piutang juga termasuk dalam klasifikasi penyerahan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak. Pasalnya, penyerahan barang kena pajak dapat terjadi karena perjanjian utang-piutang, utamanya sebagai jaminan.

Misalkan, jika seseorang mengajukan permohonan pinjaman ke bank, maka biasanya bank akan meminta jaminan. Nah, ketika orang tersebut, misalkan menyerahkan mobil atau motor sebagai jaminan, maka penyerahannya tidak terutang PPN.

Penyerahan Barang Kena Pajak Terkait Pemusatan Tempat Pajak Terutang

Bentuk penyerahan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak juga berlaku saat PKP melakukan pemusatan pajak terutang , meski memiliki lebih dari satu tempat kegiatan usaha. Tempat kegiatan usaha yang dimaksud ini dalam bentuk kantor pusat dan beberapa kantor cabang.

Jika PKP melakukan pemusatan tempat pajak terutang dan telah melaporkannya kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), maka pemindahan barang kena pajak dari satu tempat kegiatan usaha ke tempat kegiatan usaha yang lain, misalkan dari pusat ke cabang, dianggap sebagai penyerahan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak.

Pengalihan Barang Kena Pajak

Pengalihan barang kena pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha termasuk dalam penyerahan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak.

Namun, syarat kegiatan pengambilalihan tersebut masuk dalam kategori penyerahan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak adalah, pihak yang mengambil alih barang kena pajak tersebut juga berstatus PKP.

Pengalihan barang kena pajak yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak ini terjadi pada:

  1. Kesepakatan atau penetapan terjadinya penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha.
  2. Ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha oleh notaris.

Aktiva Tidak Untuk Diperjualbelikan

Terkait dengan penyerahan aktiva yang sejak awal tidak dimaksudkan untuk dijual, meski masuk dalam kategori penyerahan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak, namun tetap terutang PPN.

Pasalnya, kategori terakhir ini ada kaitannya dengan pembubaran perusahaan atau likuidasi yang mengharuskan perusahaan menjual aset-asetnya. Dalam proses likuidasi ini aspek PPN memiliki peranan penting, disamping Pajak Penghasilan (PPh). sebab, keduanya merupakan kewajiban yang harus diselesaikan sebelum merampungkan proses likuidasi.

Dipandang dari objek pajak, mengacu pada Pasal 16D UU PPN dan PPnBM, penjualan aset yang tersisa saat likuidasi perusahaan, dikenakan PPN meski keberadaan aset-aset tersebut sejak awal tidak untuk diperjualbelikan.

Apa syaratnya penyerahan barang Kena pajak yang terutang PPN?

Atas penyerahan aktiva yang termasuk dalam proses likuidasi ini, faktur pajak tetap harus dibuat, karena penjualan aktiva tersebut tetap dikenai PPN. Pihak yang berwenang untuk menandatangani faktur pajak dalam rangka likuidasi perusahaan ini adalah likuidator, sebagai pihak yang ditunjuk untuk membereskan persoalan likuidasi perusahaan.

Penyusunan faktur pajak untuk likuasi perusahaan ini menggunakan kode 09. Yang merupakan kode faktur pajak yang ditujukan untuk digunakan pada penjualan/penyerahan barang kena pajak yang masuk dalam kategori Pasal 16D UU PPN dan PPnBM.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (2)

Dalam sistem pajak pertambahan nilai (PPN), dikenal prinsip destinasi/tujuan (destination principle) dan prinsip tempat asal (origin principle). Indonesia menganut prinsip destinasi.

Prinsip destinasi ini diartikan bahwa PPN dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam negeri. Kebalikannya, prinsip tempat asal, berarti PPN dikenakan atas barang atau jasa yang berasal dari dalam negeri.

Di Indonesia, sesuai Pasal 4 Undang-Undang (UU) PPN, pengenaan PPN dilakukan atas penyerahan dan pemanfaatan di dalam daerah pabean dan impor dengan tarif tunggal 10%. Sementara ekspor dicantumkan sebagai objek pajak, namun dikenakan tarif 0%. Tarif itu diatur dalam Pasal 7 UU PPN.

Sementara itu, jika suatu negara menganut prinsip tempat asal, maka impor bukan temasuk objek PPN, atau objek PPN namun dengan tarif 0%, sedangkan ekspor dikenakan pajak sesuai tarif dalam negeri.

Pengertian Penyerahan Barang Kena Pajak

Secara garis besar, semua barang yang diserahkan di dalam daerah pabean adalah objek PPN, kecuali ditentukan lain dalam UU (bukan Barang Kena Pajak/BKP). Berdasarkan Pasal 1A UU PPN, yang termasuk dalam pengertian BKP adalah:

  • Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian

Perjanjian yang dimaksudkan meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.

  • Pengalihan BKP karena satu perjanjian sewa beli dan atau perjanjian sewa guna usaha (leasing)

Penyerahan BKP juga dapat terjadi karena perjanjian sewa beli atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Adapun yang dimaksud dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha adalah penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.

Meskipun pengalihan atau penyerahan hak atas BKP belum dilakukan dan pembayaran atas harga jual BKP tersebut dilakukan secara bertahap, tetapi karena penguasaan atas BKP telah berpindah dari penjual kepada pembeli atau dari lessor kepada lessee, maka penyerahan BKP dianggap telah terjadi pada saat perjanjian ditandatangani, kecuali apabila saatnya berpindahnya pengusaan secara nyata atas BKP tersebut terjadi lebih dahulu daripada saat ditandatanganinya perjanjian.

  • Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang

Pedagang perantara adalah orang pribadi atau badan yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya komisioner. Sedangkan yang dimaksud dengan juru lelang adalah juru lelang pemerintah atau yang ditunjuk oleh pemerintah.

  • Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas BKP

Pemakaian sendiri diartikan sebagai pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya. Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

  • BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan

Persediaan BKP dan aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan disamakan dengan pemakaian sendiri sehingga dianggap sebagai penyerahan BKP. Khusus untuk aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, hanya dikenakan PPN apabila memenuhi persyaratan, yaitu bahwa PPN yang dibayar pada saat perolehanya dapat dikreditkan.

  • Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antarcabang.

Apabila suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, yaitu tempat melakukan penyerahan BKP kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka UU PPN menganggap bahwa pemindahan BKP antartempat tersebut merupakan penyerahan BKP. Yang dimaksud dengan cabang dalam ketentuan ini termasuk antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan sejenisnya.

  • Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi.

Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, PPN yang sudah dibayar pada waktu BKP bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan BKP yang dititipkan tersebut.

Sebaliknya jika BKP titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik BKP pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian BKP (retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A UU PPN. Perlu diketahui bahwa penyerahan BKP secara konsinyasi oleh pengusaha kecil tidak dikenakan pajak sesuai ketentuan UU PPN.

  • Penyerahan BKP oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP

Dalam transaksi murabahah misalnya, bank syariah bertindak sebagai penyedia dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari PKP A atas pesanan nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip syariah, bank harus membeli dahulu kendaraan tersebut dan kemudian menjualnya ke Tuan B, berdasarkan UU PPN, penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh PKP A kepada Tuan B.

Pengecualian Penyerahan BKP

UU PPN juga mengatur apa saja yang tidak termasuk dalam penyerahan BKP sebagaimana diatur dalam Pasal 1A ayat 2 UU PPN, yaitu:

  • Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang;
  • Penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang;
  • Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antarcabang, dalam hal PKP tersebut telah memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang;
  • Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP; dan
  • BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.

Pengertian Penyerahan Jasa Kena Pajak

Selain itu, dalam membahas pengenaan PPN atas jasa kena pajak (JKP), perlu diketahui terlebih dahulu pengertian jasa. Definisi 'jasa' sesuai dengan Pasal 1 angka 5 UU PPN adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak sedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.

Selanjutnya, Pasal 4c  ayat 1 huruf c UU PPN menentukan bahwa konsumsi/penyerahan jasa yang dapat dikenakan PPN adalah penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha. Dalam memori penjelasannya, penyerahan jasa yang terutang PPN harus memenuhi syarat-syarat berikut:

  • Jasa yang dikenakan merupakan JKP;
  • Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean; dan
  • Penyeraha dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Sesuai ketentuan pasal tersebut, penentuan suatu penyerahan jasa kena pajak didasarkan kepada tempat terjadinya/dilakukannya penyerahan jasa atau tempat kegiatan/aktivitas/pengerjaan pelayanan (jasa) tersebut oleh pemberi jasa, dan tidak didasarkan kepada tempat kedudukan/domisili penerima jasa.

Dengan demikian, PPN dikenakan atas penyerahan JKP yang dilakukan dalam daerah pabean oleh PKP kepada pihak manapun termasuk kepada orang pribadi atau badan yang berada di luar negeri.*