Apa sebutan untuk aturan tidak tertulis berikan contohnya

Sejak dahulu, manusia hidup dengan berpegang pada aturan dan hukum. Hal tersebut dilakukan guna mewujudkan keadilan sosial, melahirkan ketertiban dan keteraturan, hingga menyelesaikan suatu pertikaian.

Melihat pentingnya peran hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, pemerintah pun memaktubkan konstitusi tersebut dalam suatu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun demikian, ada jenis konstitusi yang tidak tertulis dalam naskah yang disebut konvensi.

Sebelum membahas lebih lanjut terkait konvensi, ada baiknya untuk memahami definisi hukum terlebih dahulu.

Apa itu Hukum?

Hukum memiliki berbagai definisi. Berikut beberapa pemikir yang memberikan pengertian tentang hukum tersebut:

John Austin

Hukum merupakan perintah dari penguasa.

Hans Kelsen

Norma-norma adalah suatu tatanan hukum yang mengatur perilaku manusia.

Advertising

Advertising

Hukum adalah kontrol sosial yang dilakukan pemerintah.

Roscou Pound

Menurut Roscou, hukum adalah sarana untuk mengubah masyarakat.

Dari definisi para pemikir di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum adalah seperangkat norma/ kaidah atau aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur, mengontrol, mengubah dan melindungi kehidupan masyarakat agar tercapainya suatu kepastian, kemanfaatan, dan keadilan dalam hidup bermasyarakat, yang apabila norma tersebut dilanggar atau tidak dilaksanakan maka ada sanksinya.

Pengertian Konvensi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konvensi adalah permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi, dan sebagainya).

Konvensi juga bisa diartikan sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara (dilakukan terus menerus dan berulang-ulang), dalam praktik penyelenggaraan tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan pelengkap, atau pengisi kekosongan yang timbul dalam praktik penyelenggaraan negara.

Sedangkan, menurut buku Dasar-dasar Ilmu Politik oleh Miriam Budiarjo, konvensi adalah aturan perilaku kenegaraan yang tidak didasarkan pada undang-undang, melainkan kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan.

Konvensi terdapat dalam sistem UUD dan bisa dijadikan panduan apabila aturan formal tidak jelas atau tidak memadai.

Demikian, konvensi dapat mengisi kekosongan dalam hukum yang terkodifikasi. Ada pula konvensi yang berdasarkan putusan-putusan hakim. Konvensi memungkinkan UUD untuk beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan zaman.

Ciri-ciri Konvensi

Ada beberapa ciri-ciri konvensi yang mesti dipahami, yaitu:

  • Isi maupun praktiknya tidak bertentangan dengan UUD 1945.
  • Lahir karena kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan berulang kali dalam penyelenggaraan negara.
  • Bisa digunakan sebagai pelengkap UUD 1945 karena dapat diterapkan sesuai perkembangan zaman.
  • Konvensi tidak tertulis dan tidak dapat diadili.
  • Meskipun tidak tertulis, masyarakat memandang konvensi sebagai aturan dalam penyelenggaraan negara yang harus dipatuhi.

Contoh Konvensi

Adapun contoh konvensi bisa dilihat lewat proses pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat.

Walaupun menurut pasal 37 ayat (1) dan (4) UUD 1945 ditulis segala keputusan MPR diambil berdasarkan suara terbanyak, namun dalam praktik penyelenggaraan negara selalu diusahakan untuk mengambil keputusan berdasarkan musyawarah mufakat.

Apabila suatu musyawarah mengalami kesulitan untuk mencapai mufakat, barulah dilakukan pemungutuan suara guna menemukan solusi atau kesepakatan yang tidak merugikan salah satu pihak dan hanya menguntung segelintir pihak saja.

Faktor Patuh Hukum

Baik hukum tertulis maupun konvensi, perilaku manusia untuk mematuhi atau tidak mematuhi hukum dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Faktor internal (bersifat personal)

Faktor ini meliputi:

  • Naluri: hasrat,  keinginan, emosi, nafsu:  dorongan kehendak untuk menggunakan energi, bersifat aktif,  agresif, energik, mau berbuat, bersemangat.
  • Perasaan (rasa): merupakan ekspresi yang dihasilkan oleh indera seperti: rasa enak-sakit, senang-susah, gembira-sedih, benci-kasihan, takut-berani, sombong-rendah hati.
  • Akal (rasio): buah pikiran manusia yang menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi, mendorong perubahan.
  • Nurani/ hati nurani: merupakan ekspresi jiwa manusia yang bersifat batiniah.

Faktor eksternal (pengaruh luar)

Adapun faktor eksternal, yaitu:

  • Faktor waktu (dahulu, sekarang, akan datang)
  • Faktor lingkungan/tempat
  1. Lingkungan sosial dan,
  2. Lingkungan geografis.
  1. Pendidikan (pemahaman agama).
  2. Ekonomi.
  3. Informasi dan teknologi.
  4. Politik.
  5. Status sosial.
  6. Keamanan.

Apa sebutan untuk aturan tidak tertulis berikan contohnya

Apa sebutan untuk aturan tidak tertulis berikan contohnya
Lihat Foto

Bettmann via Getty Images

Ilustrasi Konvensi Seneca Falls 1948.

KOMPAS.com - Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dikenal ada hukum dasar tertulis yang disebut UUD. Ada juga hukum dasar tidak tertulis yang disebut konvensi.

Apa yang dimaksud dengan konvensi?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konvensi adalah permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi, dan sebagainya).

Konvensi merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara (dilakukan terus menerus dan berulang-ulang) dalam praktik penyelenggaraan negara tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan pelengkap atau pengisi kekosongan yang timbul dalam praktik penyelenggaraan negara.

Dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik (2008) karya Miriam Budiardjo, konvensi merupakan aturan perilaku kenegaraan yang didasarkan tidak pada undang-undang melainkan pada kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan dan preseden.

Baca juga: Kedudukan Pembukaan UUD 1945 

Konvensi menurut Edward M. Sait, kebiasaan-kebiasaan tersebut dijunjung tinggi baik oleh rasa kepatutan konstitusional (apa yang benar atau correct) ataupun oleh pertimbangan praktis (apa yang kemungkinan dapat dilaksanakan atau workble).

Konvensi ada dalam semua sistem UUD, dan biasanya memberikan panduan ketika aturan formal tidak memadai atau tidak jelas.

Dalam konteks UUD tidak tertulis, konvensi merupakan hal yang signifikan karena memberikan arahan tentang prosedur, kekuasaan, dan kewajiban dari institusi-institusi utama negara.

Dengan demikian konvensi mengisi adanya kekosongan dalam hukum yang terkondifikasi. Ada juga konvensi berdasarkan putusan-putusan hakim. Konvensi-konvensi ini telah memungkinkan UUD untuk menyesuaikan diri dengan perubahan atau perkembangan zaman.

Bahkan ada yang mengubah arti yang asli dari naskah UUD itu sendiri, itu seperti terjadi di Amerika Serikat.

Di AS, Mahkamah Agung telah menjadi lembaga yang mewarnai perkembangan UUD sepanjang sejarahnya.

Baca juga: Meteorologi, Ilmu yang Mempelajari tentang Keadaan Cuaca

Konvensi-konvensi diperlukan untuk melengkapi rangka dasar hukum UUD. Dalam penjelasan UUD 1945 bahwa untuk menyelidiki hukum dasar suatu negara tidaklah cukup hanya menyelidiki pasal-pasal dalam UUD saja.

Akan tetapi harus diselidiki pula bagaimana praktiknya dan latar belakang kebatinannya dari UUD itu.

Karena UUD dari negara mana pun juga tidak akan dimengerti kalau hanya sekedar dibaca naskahya saja.

Untuk dapat mengerti sungguh-sungguh mengenai arti dan maksud UUD suatu negara, perlu dipelajari juga bagaimana terjadinya naskah itu.

Ciri-ciri konvensi

Baca juga: Pengertian Lignifikasi

Adapun ciri-ciri konvensi sebagai berikut:

  • Isi dan praktik dari konvensi dapat berjalan sejajar dan tidak bertentang dengan UUD 1945.
  • Timbul karena kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan secara berulang kali dalam penyelanggaraan negara.
  • Konvensi dapat dipakai sebagai pelengkap UUD 1945 karena dapat diterapkan sesuai perkembangan zaman.
  • Konvensi tidak tertulis dan tidak dapat diadili. Sehingga pelanggaran yang dilakukan seperti oleh pemerintah tidak dapat diadili atas pelanggaran tersebut.
  • Meski bersifat tidak tertulis, masyarakat tetap menerima konvensi dan memandangnya sebagai aturan dalam penyelenggaraan negara yang harus dipatuhi. 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Jakarta -

Konstitusi adalah seperangkat aturan dasar dan berbagai ketentuan untuk mengatur fungsi serta struktur lembaga pemerintah, termasuk dasar hubungan kerja sama antara negara dan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Konstitusi Negara Republik Indonesia adalah Undang-Undang Dasar atau UUD 1945. UUD 1945 merupakan salah satu hasil sidang pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Konstitusi negara ini menjadi dasar atau pegangan dalam penyelenggaraan negara.

Konstitusi terbagi atas konstitusi tertulis dan konstitusi tertulis, seperti dikutip dari Pasti Bisa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMP/MTs Kelas VIII oleh Tim Ganesha Operation.

Konstitusi tertulis adalah aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara, dan tata negara yang mengatur peri kehidupan suatu suatu bangsa di dalam sistem hukum negara.

Konstitusi tertulis memuat hal-hal yang bersifat mendasar atau fundamental bagi suatu negara. Oleh karena itu, konstitusi tertulis lebih tegas jika dibandingkan dengan konstitusi tidak tertulis atau konvensi.

Konstitusi tertulis juga lebih menjamin adanya kepastian hukum daripada konvensi. Sebab, cara penyusunan konstitusi tertulis yaitu melalui lembaga-lembaga pemerintahan yang berwenang membuatnya.

Contoh konstitusi tertulis di Indonesia adalah UUD 1945, ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Peraturan Pemerintah.

- Ciri-ciri konstitusi tertulis

Ciri-ciri konstitusi tertulis atau Undang-Undang Dasar menurut pakar ilmu politik Prof. Dr. Miriam Budiardjo dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik adalah sebagai berikut:

1. Memuat tentang organisasi negara

Pemuatan tentang organisasi negara dalam konstitusi diantaranya yaitu

- pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif- pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara-negara bagian pada konstitusi negara federal

- prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya

2. Hak-hak asasi manusia

Hak asasi manusia dalam naskah terpisah biasanya disebut Bill of Rights.

3. Prosedur mengubah undang-undang dasar

4. Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar

Pemuatan larangan ini biasanya terdapat jika para penyusun undang-undang dasar ingin menghindari terulangnya kembali hal-hal yang baru saja diatasi, seperti munculnya diktator atau kembalinya sebuah monarki.


Contoh pemuatan larangan dalam konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar Federasi Jerman melarang untuk mengubah sifat federalisme dari undang-undang dasar karena dikhawatirkan sifat unitarisme dapat memudahkan jalan munculnya kembali diktator seperti Hitler.

5. Sering memuat cita-cita rakyat dan azas-azas ideologi negara

Ungkapan cita-cita rakyat dan azas-azas ideologi negara mencerminkan semangat dan spirit yang ingin diabadikan penyusun UUD dalam UUD, sehingga mewarnai seluruh naskah UUD tersebut.

Konstitusi tidak tertulis >>>

(twu/lus)