Apa persamaan dan perbedaan antara sekolah yang melaksanakan MBS dan yang tidak melaksanakan MBS

BAB I

PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah

Dewasa ini banyak upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak. Upaya-upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan watak bangsa (Nation Character Building) untuk kemajuan masyarakat dan bangsa. Harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Dalam konteks bangsa Indonesia, peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh.

Dengan memahami dan menyadari bahwa sekolah merupakan unit utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan formal serta dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, maka sekolah harus diberi otonomi yang lebih dalam mengelola dirinya. Salah satu upaya yang perlu dilakukan yaitu dengan menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan paradigma baru dalam suatu pendidikan yang di gunakan dalam perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan.

B.            Rumusan Masalah

1.             Apa yang di maksud dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

2.             Bagaimana Pola baru dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

3.             Prinsip-prinsip apa saja yang ada dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

4.             Apa saja Karakteristik dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

5.             Apa perbedaan antara Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

C.           Tujuan Masalah

1.             Untuk mengetahui serta memahami konsep dasar Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

2.             Untuk mengetahui serta memahami pola-pola Baru dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

3.             Untuk mengetahui serta memahami Prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

4.             Untuk mengetahui serta memahami Karakteristik dari suatu  Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

5.             Untuk mengetahui serta memahami perbedaan antara Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.


BAB II

PEMBAHASAN

A.           Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk meracang kembali pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa dan masyarakat.

Berikut ini terdapat beberapa definisi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut beberapa ahli diantaranya:

1.             BPPN dan Bank Dunia (1999) dalam Mulyasa, memberi pengertian bahwa MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat, dan dalam kerangka kebijakan nasional.

2.             Depdikbud dalam Mulyasa (2002), mengemukakan MBS adalah suatu penawaran bagi sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memadai bagi para peserta didik.

3.             Mulyasa (2002) mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah adalah pradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam rangka kebijakan pendidikan nasional.

4.             Menurut Wikipedia (2009) mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan  seluruh sumber  internal dan eksternal  dengan lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui  perluasan otonomi sekolah.  Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah kebijakan pemerintah yang diberikan masing-masing sekolah untuk mengelola dan mengoptimalkan pendidikan di daerahnya sesuai dengan karakteristik di daerahnya masing-masing dan keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan tujuan pendidikan.

B.            Pola Baru Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Bukti-bukti empirik lemahnya pola lama manajemen pendidikan nasional dan digulirkannya otonomi daerah, telah mendorong dilakukannya penyesuaikan diri dari pola lama manjemen pendidikan menuju pola baru manajemen pendidikan masa depan yang lebih bernuangsa otonomi dan yang  lebih demokratis. Tabel I. berikut menunjukkan dimensi- dimensi perubahan pola manajemen, dari yang lama menuju yang baru. 

Tabel 1 : Dimensi-dimensi Perubahan Pola Manajemen Pendidikan 

POLA LAMA

MENUJU

POLA BARU

Subordinasi

===è

Otonomi

Pengambilan keputusan terpusat

===è

Pengambilan keputusan partisipasif

Ruang gerak kaku

===è

Ruang gerak luwes

Pendekatan birokratik

===è

Pendekatan profesional

Sentralistik

===è

Disentralistik

Diatur

===è

Motivasi

Overegulasi

===è

Deregulasi

Mengontrol

===è

Mempengaruhi

Mengarahkan

===è

Memfasilitasi

Menghindari resiko

===è

Mengelola resiko

Gunakan uang semuanya

===è

Gunakan uang seefesien

Individual yang cerdas

===è

Teamwork yang cerdas

Informasi terpribadi

===è

Informasi terbagi

Pendelegasian

===è

Pemberdayaan

Organisasi herakis

===è

Organisasi datar

Pada pola lama, tugas dan fungsi sekolah lebih pada melaksanakan program dari pada mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan program peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh sekolah.

Sedangkan pada Pola Baru, sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolan lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipasif dan partisipasi masyarakt makin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan dari pada pendekatan birokrasi, pengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan sekolah didorong oleh motivasi diri sekolah dari pada diatur dari luar sekolah, regulasi pendidikan lebih sederhana peranan pusat bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi dan dari mengarahkan ke memfasilitasi, dari menghindari resiko menjadi mengolah  resiko, pengunaan uang lebih efesien karena sisa anggaran tahun ini dapat digunakan untuk anggaran tahun depan (Effesiensi-based budgeting), lebih mengutamakan teamwork, informasi terbagi  ke semua warga sekolah, lebih mengutamakan pemberdayaan, dan struktur organisasi lebih datar sehingga lebih efesien. 

C.           Prinsip – prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

1.             Otonomi

Otonomi dapat diartikan sebagai kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah (sustainabilitas). Istilah otonomi juga sama dengan istilah swa, misalnya swasembada, swakelola, swadana, swakarya, dan swalayan. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumberdaya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
     Dengan otonomi yang lebih besar, sekolah memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang
tentu saja lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan/potensi yang dimiliki.

2.             Fleksibilitas

Dengan fleksibilitas/keluwesan-keluwesannya, sekolah akan lebih lincah dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal.

Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan keluwesan-keluwesan yang lebih besar diberikan kepada sekolah, maka sekolah akan lebih lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdayanya. Dengan cara ini, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Namun demikian, keluwesan-keluwesan yang dimaksud harus tetap dalam koridor kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ada.

3.             Partisipasi

Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dan sebagainya.) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan mempunyai rasa memiliki terhadap sekolah, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya: makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula dedikasinya.

Partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan sekolah telah diatur dalam suatu kelembagaan yang disebut dengan Komite Sekolah. Secara resmi keberadaan Komite Sekolah ditunjukkan melalui Surat Keputusan Mendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam hal pembentukannya,  Komite Sekolah menganut prinsip transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi. Komite Sekolah diharapkan menjadi mitra sekolah yang dapat mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di sekolah. Tugas dan fungsi Komite Sekolah antara lain mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan; dan menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
       Selain itu, Komite Sekolah juga dapat memberikan masukan dan pertimbangan kepada sekolah tentang kebijakan dan program pendidikan, rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah. Pendeknya, Komite Sekolah diharapkan berperan sebagai pendukung, pemberi pertimbangan, mediator dan pengontrol penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

4.             Peningkatan mutu

pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriyah kebersamaan/kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah.

Kerjasama sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama bahwa output sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis. Akuntabilitas sekolah adalah pertanggungjawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Sedang demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak asasi manusia serta kewajibannya dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan.

 Dengan pengertian di atas, maka sekolah memiliki kemandirian lebih besar dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan sekolah. Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka sekolah akan merupakan unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedang unit-unit di atasnya (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional) merupakan unit pendukung dan pelayan sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.

Tidak hanya itu. Menurut Nurkolis (2005:52-55) Prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah itu terdiri dari Ekuifinalitas (equifinality), Desentralisasi (decentralisation), Pengelolaan mandiri (self-managing system), Inisiatif manusia (human initiative). prinsip-pinsip tersebut didasarkan sebagai pedoman yang digunakan manajemen berbasis sekolah (MBS) untuk mengelola sekolah dalam mendukung ketercapaian tujuan. Adapun penjelasan prinsip-prinsip tersebut yaitu:

1.             Ekuifinalitas (equifinality). Prinsip ini berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi masing-masing, walaupun sekolah yang berbeda dihadapkan masalah yang sama, cara penangannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang lain.

2.             Desentralisasi (decentralisation). Prinsip desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Desentralisasi pendidikan memberikan peluang yang luas kepada sekolah untuk mengelola sumber daya sekolah menurut strategi-strategi yang unik dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

3.             Pengelolaan mandiri (self-managing system). Prinsip pengelolaan mandiri memberikan kewenangan sekolah untuk mengelola secara mandiri dengan kebijakan yang telah ditetapkan secara kolaboratif. Dengan demikian, sekolah memiliki otonomi untuk mengembangkan tujuan pengajaran, strategi manajemen, distribusi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi masing-masing.

4.             Inisiatif manusia (human initiative). Prinsip inisiatif manusia, mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Karena itu potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan human resources development, yang memiliki konotasi dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.

Secara lebih operasional, Depdiknas (2001:6-7) menetapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS), yaitu keterbukaan, kebersamaan, berkelanjutan, menyuluruh, pertanggungjawaban, demokratis, kemandirian, berorientasi pada mutu, pencapaian standar pelayanan minimal, dan pendidikan untuk semua. Prinsip-prinsip dimaksud apabila dapat dipenuhi, maka implementasi manajemen berbasis sekolah dapat meningkatkan pelayanan dan mutu pendidikan di sekolah dengan melibatkan sumber daya sekolah dan masyarakat.

D.           Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan sebuah model yang mempunyai konsep dasar dalam pendidikan sehingga mempunyai karakteristik khas. Terdapat empat Karakteristik, diantaranya:

1.             Adanya otonomi yang luas kepada sekolah

2.             Adanya partisipasi masyarakat dan orang tua siswa yang tinggi

3.             Kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional

4.             Adanya team work yang tinggi, dinamis dan profesional

Dengan adanya karakteristik diatas maka Manajemen Berbasis Sekolah merupakan sebuah model dan program yang jelas.

Selain itu, disini juga terdapat beberapa karakteristik menurut beberapa ahli diantaranya:

1.             Mulyasa (2002): Karakteristik  dapat diketahui dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia dan pengelolaan administrasi.

2.             Nurkolis (2006): MBS memiliki karakteristik yang bertolak belakang dengan karakteristik MKE, yaitu dalam hal misi sekolah hakikat aktifitas sekolah, strategi-strategi manajemen, penggunaan sumber-suber daya, peran warga sekolah, hubungan interpersonal, kualitas para administrator dan indikator-indikator evektifitas.

3.             Departemen Pendidikan Nasional (2007): karekteristik MBS memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah secara efektif, yang dikatagorikan menjadi input, proses dan output.

4.             Menurut Umaedi dalam Suryosubroto (2010: 197-198): karakteristik MBS diantaranya:

a.              Lingkungan sekolah yang aman dan tertib

b.             Sekolah memiliki visi dan target yang ingin dicapai

c.              Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat

d.             Adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah

e.              Adanya pengembangan staf sesuai kemajuan iptek

f.              Adanya evaluasi yang terus menerus guna perbaikan mutupendidikan

g.             Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid dan masyarakat.

Tidak hanya itu, MBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam menerapkan MBS, maka sejumlah karakteristik MBS berikut perlu dimiliki. Karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Jika MBS merupakan wadah/kerangka, maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu, karakteristik MBS berikut memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses dan output.

1.             Output yang diharapkan

Sekolah harus memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic, achivement) dan ouput berupa prestasi non-akademik (non-academic achivement). Output prestasi akademi misanya, NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara-cara berfikir (kritis, kreatif/divergen, nalar, rasional, induktif, deduktf, dan ilmiah). Output non-akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedipsiplinan, kerajinan prestasi oleh raga, kesenian, dan keptamukaan. 

2.             Proses

Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai  berikut :

a.             Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi

Sekolah yang menerapkan MBS memiliki efektivitas proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Ini ditujukkan oleh sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik PBM bukan sekadar memorisasi dan recall, bukan  sekadar penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos) akan tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati (ethos) serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). PBM yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learnig to be)

b.             Kepemimpinan Sekolah yang Kuat

Pada sekolah yang menerapkan MBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersdia. Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimipinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah. 

c.              Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib

Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning). Karena itu, sekolah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim tersebut. Dalam hal ini, peranan kepala sekolah sangat penting sekali.

d.              Pegelolaan Tenaga Kependidikan yang efektif

Tenaga kependidikan, terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah merupakan wadah. Sekolah yang menerapkan MBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah.

Terlebih-lebih pada pengembangan tenaga kependidikan, ini harus dilakukan secara terus-menerus mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Pendeknya tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MBS adalah tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi, selalu mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik. 

e.              Sekolah memiliki Budaya Mutu

Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut: (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas tanggung jawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk kerjsama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan; dan (h) warga sekolah merasa memiliki sekolah. 

f.               Sekolah memiliki “Teamwork” yang kompak, Cerdas, dan Dinamis

Kebersaman (teamwork) merupakan karateristik yang dituntut oleh MBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. Karena itu budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah. 

g.             Sekolah memiliki Kewenangan (kemandirian)

Sekolah memiliki  kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan  kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumberdaya yang cukup untuk menjalankan tugasnya. 

h.             Partisipasi yang Tinggi dari Warga dan Masyarakat

Sekolah yang menerapkan MBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat prestasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa-memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab; dan makin besar rasa tanggung jawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.

i.               Sekolah memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen

Keterbukaan/transparansi dalam pengelolan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan MBS, Keterbukaan/transparansi ini ditunjukan dalam pengambilan keputusan,  perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagai alat kontrol. 

j.               Sekolah memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan  pisik)

Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh sekolah. Tentu saja yang dimaksud  perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.

k.               Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan.

Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting  adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan meyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus-menerus merupakan kebiasan warga sekolah.

Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumberdaya untuk menerapkan manajemen mutu. 

l.                Sekolah Responsi dan antisipatif terhadap Kebutuhan

Sekolah selalu tanggap /responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/ tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput bola, adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.

m.           Memiliki Komunikasi yang baik

Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baik terutama antar warga sekolah, dan juga sekolah-masyarakat sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat diketahui. Dengan cara ini, maka keterpaduan semua kegiatan sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran sekolah yang telah di patok. Selain itu komunikasi yang baik juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak dan cerdas, sehingga berbagai kegitan sekolah dapat dilakukan secara merata oleh warga sekolah. 

n.             Sekolah memiliki Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah bentuk pertanggung jawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk  laporan prestasi yang dicapaikan dan dilaporkan kepada pemerintah, orang tua siswa, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program ini, pemerintah dapat menilai apakah program MBS telah mencapai tujuan yang di kehendaki atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu membersihkan maka pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat. Demikian pula, para orang tua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara individual dan kinerja sekolah secara keseluruhan.

Jika berhasil, maka orang tua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningkatan program yang akan datang. Jika kurang berhasil, maka orang tua siswa dan masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban dan penjelasan sekolah atas kegagalan program MBS yang telah dilakukan. Dengan cara ini, maka sekolah tidak akan main-main dalam melaksanakan program pada tahun-tahun yang akan datang. 

o.             Sekolah memiliki Kemampuan Manajemen Sustainabilitas

Sekolah yang efektif juga memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik dalam program maupun pendanaannya. Sustainabilitas program dapat dilihat dari keberlanjutan program-program yang telah dirintis sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Sustainabilitas pendanan dapat ditunjukan oleh kemampuan sekolah dalam mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin besar jumlahnya. Sekolah memiliki kemampuan menggali sumberdana dari masyarakat, dan tidak sepenuhnya menggantungkan subsidi dari pemerintah bagi sekolah-sekolah negeri.

3.             Input Pendidikan

a.             Memiliki Kebijakan, Tujuan  dan Sasaran Mutu yang jelas

Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan oleh kepala sekolah dan disosialisasikan kepada  semua warga sekolah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah. 

b.      Sumberdaya Tersedia dan Siap

Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Tanpa sumberdaya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan berlangsung secara memadai, dan pada gilirannya sasaran sekolah tidak akan tercapai. Sumberdaya dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang peralatan, perlengkapan, bahan, dsb) dengan penegasan bahwa sumberdaya selebihnya tidak mempunyai arti apapun bagi perwujudan sasaran sekolah, tanpa campur tangan sumberdaya manusia.

Secara umum, sekolah yang menerapkan MBS harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya yang memadai untuk menjalanlan proses pendidikan. Artinya, segala sumberdaya yang diperlukan untuk menjalankan proses pendidikan harus tersedia dan dalam keadaan siap. Ini bukan berarti bahwa sumberdaya yang ada harus mahal, akan tetapi sekolah yang bersangkutan dapat memanfaatkan keberadaan sumberdaya yang ada dilingkungan sekolahnya. Karena itu, diperlukan kepala sekolah yang mampu memobilisasi sumberdaya yang ada disekitarnya. 

c.       Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi

Meskipun pada butir (b) telah disinggung tentang ketersedian dan kesiapan sumberdaya manusia (staf), namun pada butir ini perlu ditekankan lagi karena staf merupakan jiwa sekolah. Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu (kompeten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas, yaitu, bagi sekolah yang ingin efektifitasnya tinggi, maka kepemilikan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi merupakan keharusan. 

d.      Memiliki Harapan Prestasi yang tinggi

Sekolah yang menerapkan MBS mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat yang maksimal, walaupun dengan segala keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada disekolah.

Sedang peserta didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuaannya. Harapan tinggi dari ketiga unsur sekolah ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk selalu menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. 

e.       Fokus  pada Pelanggan (khususnya Siswa)

Pelanggan , terutama siswa, harus merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah. Artinya, semua input dan proses yang dikerahkan di sekolah tertuju utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi logis dari ini semua adalah bahwa penyiapan input dan proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan dari siswa. 

f.        Input manajemen

Sekolah yang menerapkan MBS memiliki input manajemen yang memadai untuk menjalankan roda sekolah. Kepala sekolah dalam mengatur dan mengurus sekolahnya menggunakan sejumlah input manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala sekolah mengelola sekolanya dengan efektif. Input manajemen yang dimaksud meliputi; tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sitematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas sebagai panutan bagi warga sekolahnya untuk bertindak, dan adanya sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien untuk meyakinkan agar sasaran yang telah disepakati dapat dicapai. 

E.            Perbedaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk meracang kembali pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa dan masyarakat.

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) merupakan Model MBS yang ada di Indonesia. MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

MPMBS merupakan bagian dari manajemen bebasis sekolah (MBS). Jika MBS bertujuan untuk meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas, kualitas/mutu, efesiensi, inovasi, relevansi, dan pemeratan serta akses pendidikan), maka MPMBS lebih difokuskan pada peningkatan mutu. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa mutu pendidikan nasional kita saat ini sangat memprihatinkan sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Itulah sebabnya MPMBS lebih ditekankan dari pada MBS untuk saat ini. Pada saatnya nanti MPMBS akan menjadi MBS.

MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Lebih rincinya, MPMBS bertujuan untuk  :

1.             Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibelitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainbilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.

2.             Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.

3.             Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.

4.             Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. 


BAB III

PENUTUP

A.           Kesimpulan

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk meracang kembali pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa dan masyarakat.

Pola Baru dalam Manajemen Berbasis Sekolah yaitu sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolan lembaganya, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan dari pada pendekatan birokrasi, pengelolaan sekolah lebih desentralistik, regulasi pendidikan lebih sederhana, peranan pusat bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi dan dari mengarahkan ke memfasilitasi, dari menghindari resiko menjadi mengolah  resiko dan lain sebagainya.

Prinsip – prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) meliputi:

1.             Otonomi

2.             Fleksibilitas

3.             Partisipasi

4.             Peningkatan mutu

Departemen Pendidikan Nasional (2007): karekteristik MBS memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah secara efektif, yang dikatagorikan menjadi input, proses dan output.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk meracang kembali pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa dan masyarakat. Sedangkan,  Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) merupakan Model MBS yang ada di Indonesia. MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

MPMBS merupakan bagian dari manajemen bebasis sekolah (MBS). Jika MBS bertujuan untuk meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas, kualitas/mutu, efesiensi, inovasi, relevansi, dan pemeratan serta akses pendidikan), maka MPMBS lebih difokuskan pada peningkatan mutu. 



Page 2