Apa peran laki-laki dalam keluarga?

Apa peran laki-laki dalam keluarga?

Pada umumnya konsep pembagian tugas domestik, atau pembagian tugas di dalam rumah tangga, cenderung menggunakan nilai-nilai gender yang tradisional. Biasanya pekerjaan domestik lebih banyak dibebankan kepada pihak perempuan, baik itu istri, anak perempuan, atau anggota keluarga perempuan lainnya yang tinggal serumah. Sedangkan laki-laki, baik itu suami ataupun anak laki-laki, atau anggota keluarga laki-laki lain yang tinggal serumah, tidak mendapatkan kewajiban melakukan tugas-tugas domestik.

Lalu bagaimana bila ada laki-laki yang turut terlibat dalam tugas domestik? Sebagian keluarga mendapatkan konsekuensi dicibir, bahkan dibully oleh masyarakat sekitar. Biasanya, suami akan mendapatkan label: Ikatan Suami Takut Istri (ISTI). Sementara perempuan, akan mendapatkan gunjingan sebagai istri yang tidak berbakti dan menyalahi aturan tidak tertulis yang sudah ada, yaitu membiarkan suami melakukan tugas domestik. Padahal, jika suami atau anak laki-laki turut mengerjakan tugas domestik, bukankah justru menunjukan rumah tangga tersebut membangun kerjasama yang baik? Sebagaimana pendapat Puspitawati, pembagian peran gender sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan keluarga dalam menjalankan fungsinya untuk menuju terwujudnya tujuan keluarga. Suami dan istri bersepakat dalam membagi peran dan tugas sehari-hari, bertanggung jawab terhadap peran dan tugasnya masing-masing, dan saling menjaga komitmen bersama. Pemikiran bahwa perempuan lah yang memiliki tanggung jawab pekerjaan domestik bisa dikatakan berawal dari budaya patriarki.

Baca juga: Kisah Inspiratif Laki-laki yang Berbagi Peran Domestik

Budaya patriarki menempatkan kedudukan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Sehingga, laki-laki diutamakan dalam segala bidang seperti pendidikan, peran di masyarakat, dan pembagian kerja. Dalam pembagian kerja, laki-laki bekerja sebagai pencari nafkah dan bekerja diluar domestik, sedangkan perempuan mengurus pekerjaan domestik (rumah). Sehingga laki-laki yang mengerjakan tugas domestik dianggap tidak wajar. Budaya patriarki ini sudah melekat pada masyarakat Indonesia yang sudah dianggap sebagai nilai atau aturan, sehingga sulit untuk menghilangkannya. Menurut Rahayu terdapat berbagai faktor budaya patriarki selalu melekat di masyarakat sehingga menyebabkan pola pembagian peran dalam keluarga yaitu:

Nilai-nilai tradisional yang sudah ada sejak dulu selalu yaitu budaya patriarki yang menganggap laki-laki superior, sedangkan perempuan sebagai subordinasi. Nilai-nilai ini kemudian melekat dalam kehidupan masyarakat sampai saat ini, sehingga berpengaruh terhadap pola pembagian peran yang ada di ranah domestik maupun ranah publik. Nilai yang sudah mengakar ini, berpengaruh di berbagai kehidupan manusia serta pada bagaimana perempuan dan laki-laki menghayati peran-perannya di masyarakat dan juga di rumah.

Persepsi masyarakat dalam menilai laki-laki dan perempuan tidak terlepas dari peran gender. Laki-laki digambarkan dengan maskulinitas, sedangkan perempuan digambarkan dengan feminin. Maskulinitas menggambarkan sifat laki-laki yang kuat, berani, tangguh, macho, dan lainnya. Sementara femininitas menggambarkan sifat perempuan lemah, lembut, cantik, dan lainnya.

Baca juga: Laki-laki dalam Peran Domestik: Apa Untungnya?

Masih terdapat kebijakan-kebijakan yang tidak berkeadilan gender dan masih menganut ideologi patriarki. Kebijakan pemerintah masih menempatkan perempuan dibawah laki-laki. Lemahnya perlindungan hukum terhadap kaum perempuan, sehingga menempatkan posisi perempuan menjadi termarjinalisasi.

Dalam sistem pendidikan di Indonesia, masih ada penekanan bahwa laki-laki akan menjadi sosok pemimpin, sedangkan perempuan akan menjadi ibu rumah tangga. Meskipun hal tersebut tidak terjadi di semua sekolah dan budaya pendidikan, namun masih cukup banyak yang menganut persepsi tersebut. Persepsi ini muncul dari budaya patriarki yang memandang perempuan dibawah laki-laki, sehingga membentuk pola pembagian peran. Misalnya, laki-laki biasanya dipilih untuk menjadi ketua kelas, sementara perempuan menjadi wakilnya. Dalam organisasi sekolah, yang biasa menjadi pemimpin atau ketua adalah laki-laki, sementara perempuan menempatkan posisi sekretaris, bendahara, ataupun posisi lain yang dinilai menjadi pekerjaan atau posisi bagi perempuan.

Perempuan dalam media massa seperti iklan digambarkan perempuan sebagai ibu rumah tangga yang akan mengurus rumah dan anak. Sedangkan laki-laki digambarkan sebagai pemimpin. Hal tersebut semakin memperkuat pembagian peran antara perempuan dan laki-laki, khususnya di ranah domestik.

Saat ini, peran perempuan semakin luas tidak hanya mengurus pekerjaan rumah tangga seperti mengurus rumah, dapur, anak, dan lainnya. Sekarang banyak perempuan yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan menambah penghasilan keluarga. Akan tetapi, pekerjaan wilayah domestik tetap dibebankan ke perempuan sehingga perempuan yang memiliki pekerjaan di luar wilayah domestik memiliki beban ganda yang dirasakannya. Menurut Claffey & Mickelson pasangan yang tidak membagi urusan rumah secara seimbang maka dapat menimbulkan stress atau tekanan pada salah satu pihak, terutama pada wanita yang memiliki peran ganda. Jika hal tersebut terjadi maka akan mengurangi keharmonisan dalam kehidupan pernikahan.

Lalu apa sih manfaatnya berbagi peran dalam rumah tangga?

Di dalam rumah tangga perlu adanya kerjasama antara suami dan istri. Jika pasangan lelah, maka pasangannya akan ambil bagian untuk menanganinya. Jika terjalin kerjasama dan saling membantu aktivitas sehari-hari maka beban yang ditanggung suami-istri akan lebih ringan, dapat menciptakan keluarga yang lebih harmonis, dapat mengurangi tingkat stress, menambah quality time, meningkatkan kualitas hubungan, dan membantu perkembangan anak secara positif karena anak membutuhkan peran ayah dalam tumbuh kembangnya.[]

Baca juga: Terlepas Dari Jerat Budaya Patriarki Melalui Masyarakat Peduli

By: Erisca Melia Safitri

Ed: FN, WS, JLP

Referensi

Claffey, S. T., & Mickelson, K. D. (2009). Division of Household Labor and Distress: The Role of Perceived Fairness for Employed Mothers. Sex Role, 819-831.

Puspitawati, H. (2010). Analisis Structural Equation Modelling Tentang Relasi Gender, Tingkat Stres, Dan Kualitas Perkawinan Pada Keluarga Penerima Program Keluarga Harapan (PKH). Jurnal Studi Gender & Anak, 5(2), 328-345.

Putri, D. P. K., & Lestari, S. (2015). Pembagian peran dalam rumah tangga pada pasangan suami istri jawa. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 16, No. 1, Februari 2015: 72-85

https://www.kompasiana.com/masykur_ideas/5d91afcd097f36636b5426e2/apa-pentingnya-berbagi-peran-dalam-keluarga

http://yayasanpulih.org/2018/09/banyak-manfaatnya-yuk-mulai-sekarang-kita-berbagi-peran/

berbagi peran domestik, domestik, istri, kesehatan mental, laki-laki berbagi peran, rumah tangga, suami