Apa maksud dari dunia ke 3

Indonesia masuk dalam golongan negara dunia ketiga atau negara berkembang. (Inibaru.id/Triawanda Tirta Aditya)

Kamu pasti tahu kan kalau Indonesia masuk dalam golongan negara dunia ketiga. Sementara, banyak negara maju seperti Amerika Serikat masuk dalam negara dunia pertama. Sebenarnya, dari mana sih asal penyebutan negara dunia ketiga dan lainnya, ini?

Inibaru.id - Selama ini kita cukup sering mendengar sebutan “negara dunia ketiga” untuk merujuk negara-negara yang kurang maju atau berkembang seperti Indonesia. Sementara itu, sejumlah negara di Eropa atau Amerika Serikat masuk dalam “negara dunia pertama” karena dianggap sudah maju dan kaya. Hanya, pernah terpikir nggak mengapa penyebutan “negara dunia kedua” hampir nggak pernah kamu dengar?

Ternyata, asal-usul penyebutan patron geopolitik tiga dunia itu kali pertama muncul pada pertengahan abad ke-20. Hal itu dilakukan sebagai pemetaan berbagai negara yang "bermain" dalam Perang Dingin.

Penyebutan itu juga merujuk pada ahli demografi asal Prancis bernama Alfred Sauvy. Dia membuat sebuah artikel yang terbit pada tahun 1952 dengan judul Three Worlds, One Planet.

IPelabelan negara maju dan berkembang sejak era perang dingin. (jaWikipedia)

Dalam artikel tersebut, Sauvy memasukan Amerika Serikat, Eropa Barat, Jepang, dan Australia dalam dunia pertama. Lalu Uni Soviet dan Eropa Timur pada dunia kedua. Sementara dunia ketiga mencakup semua negara yang tidak aktif memihak pada suatu kubu dalam Perang Dingin. Sejumlah negara Eropa yang miskin, Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin, dan sebagian besar negara Asia masuk dalam golongan terakhir.

Nah, kok bisa penyebutan negara dunia kedua sampai hilang? Hal ini disebabkan oleh runtuhnya Uni Soviet, negara yang dianggap sebagai pusat dari negara dunia kedua saat Perang Dingin. Meski negara-negara pecahannya masih ada sampai sekarang, mereka nggak lagi berperan sebagai rival langsung negara-negara dunia pertama sebagaimana saat Perang Dingin.

Belakangan, penyebutan negara dunia pertama bergeser dari salah satu kubu saat Perang Dingin menjadi negara maju yang memang biasanya berada di Eropa, Amerika Utara, dan Asia Timur. Sementara itu, negara dunia ketiga juga bergeser artinya dari awalnya adalah negara-negara non-blok jadi negara-negara berkembang.

Kalau dari sudut pandang akademisi, cap negara dunia ketiga sudah kuno. Mereka lebih menyarankan untk menggunakan istilah negera berkembang atau negara berpenghasilan menengah ke bawah.

Jadi seperti itu ya ternyata asal-usulnya sebutan negara dunia ketiga dan pertama, Millens. Sisi sejarahnya cukup unik juga, ya? (Nat/IB28/E07)

Berilah tanda (×) pada kolom yang sesuai Usaha pengawetan ikan di pantai Usaha budidaya rumput laut Jasa penyeberangan antar pulau Usaha pembuatan … kapal dan servis kapal

Berbagai tempat di dunia di pisahkan oleh daratan dan lautan namun karena modernisasi menyebabkan

berikan contoh kondisi alam dapat mempengaruhi keanekaragaman mata pencaharian masyarakatnya

Berikan contoh bahwa gaya dapat menyababkan perubahan bentuk pada benda

Bagaimana pendapat para tokoh ulama tentang pembaruan yang dilakukan Muhammad Ali pasha

Ceritakan lah tentang pelaksanaan perang Banjar! ​

Ceritakan lah tentang pelaksanaan perang Padri!​

Ceritakan lah Pelaksanaan perang Diponegoro!​

Apa dampak yg terjadi jika VOC menerapkan monopoli perdagangan rempah rempah ?

8. Tuhan Yesus adalah Juru Selamat yang selalu mengasihi kita, sebagai … a. Musuh b. Penguasa c. Saudara d. Pemimpin

Istilah Dunia Ketiga muncul selama Perang Dingin untuk menentukan negara-negara yang tetap tidak selaras dengan baik terhadap NATO (dengan Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat dan sekutu yang mereka wakili sebagai Dunia Pertama), atau Blok Komunis (dengan Uni Soviet, Cina, Kuba, dan sekutu yang mereka wakili sebagai Dunia Kedua).

Terminologi ini memberikan jalan luas dalam mengkategorikan negara-negara di bumi menjadi tiga kelompok berdasarkan divisi sosial, politik, budaya dan ekonomi. Dunia Ketiga biasanya dipandang untuk mengkategorikan banyak negara dengan masa lalu kolonial seperti di Afrika, Amerika Latin, Oceania dan Asia. Istilah ini juga kadang-kadang diambil yang identik dengan negara-negara dalam Gerakan Non-Blok.

Dalam apa yang disebut teori ketergantungan oleh pemikir seperti Raul Prebisch, Walter Rodney, Theotonio dos Santos, dan Andre Gunder Frank, Dunia Ketiga juga telah terhubung ke divisi ekonomi dunia sebagai negara “pinggiran” dalam sistem dunia yang didominasi oleh negara “inti”.

Karena sejarah yang kompleks dengan berkembangnya makna dan konteks, tidak ada yang jelas atau disepakati definisi dari Dunia Ketiga. Beberapa negara di Blok Komunis, seperti Kuba, juga sering dianggap sebagai “Dunia Ketiga”.

Karena banyak negara Dunia Ketiga yang sangat miskin, dan non-industri, itu menjadi stereotip untuk merujuk kepada negara-negara miskin sebagai “negara-negara dunia ketiga”, namun Istilah
"Dunia Ketiga" ini juga sering diambil untuk memasukkan negara-negara dengan pertumbuhan industri baru seperti Brasil atau China. Secara historis, beberapa negara Eropa adalah bagian dari gerakan non-blok dan beberapa sangat makmur, termasuk Swiss, Republik Irlandia dan Austria.

Selama beberapa dekade terakhir, istilah Dunia Ketiga telah digunakan bergantian dengan Negara Kurang Berkembang, Dunia Selatan dan Negara Berkembang untuk menggambarkan negara-negara miskin yang telah berjuang untuk mencapai pembangunan ekonomi yang stabil, sebuah istilah yang sering termasuk “Dunia Kedua” adalah negara-negara seperti Laos. Penggunaan ini, bagaimanapun, menjadi kurang disukai dalam beberapa tahun terakhir.

Apa maksud dari dunia ke 3
Istilah negara Dunia Ketiga marak didengungkan di media massa. Banyak yang menyitirnya meski tidak mengerti dengan betul apa yang dimaksud dengan istilah tersebut. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Dunia Ketiga?

Dewasa ini, frasa Dunia Ketiga ditujukan pada negara berkembang meski mulanya ditujukan untuk negara-negara yang tidak memiliki keberpihakan pada salah satu dari dua negara yang bertikai selama Perang Dingin. Di sini, negara Dunia Ketiga adalah negara yang pandangan negaranya tidak sepaham dengan NATO dan kapitalisme Amerika dan sekutunya, dan juga tidak sependapat dengan komunisme yang dibawakan oleh Uni Soviet atau Rusia. Terminologi Dunia Ketiga dimulai sejak Perang Dingin dan digunakan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergabung dengan Dunia Pertama – yakni NATO dan kapitalisme – dan Dunia Kedua – yang berarti Uni Soviet dan komunisme.

Seiring dengan perkembangan jaman, negara-negara yang bergabung dalam kelompok Dunia Ketiga ternyata banyak menyimpan masalah sehingga lebih layak dimasukkan dalam kategori negara miskin. Jika beruntung, mereka naik tingkat menjadi negara berkembang. Sulit sekali ditemukan alumni negara Dunia Ketiga yang naik kasta menjadi negara maju. Apa sebenarnya masalah di negara Dunia Ketiga yang membuat mereka sulit naik tahta dan hanya menjadi penonton di era globalisasi ini? Berikut ini adalah masalah-masalah yang mendominasi negara Dunia Ketiga dan menghambat kemajuan mereka.

1. Kemiskinan

Tidak dapat dipungkiri bahwa kemiskinan merupakan masalah utama dan mendominasi negara-negara tertentu sehingga mereka masuk dalam kategori negara Dunia Ketiga. Ada sekitar 1,3 miliar penduduk di negara Dunia Ketiga yang hidup cukup dengan 1,25 dolar Amerika Serikat per hari (kurang lebih 17.500 rupiah). Walaupun PBB telah menempuh langkah serius untuk memangkas jumlah penduduk miskin antara tahun 1990 hingga 2008, kenaikan harga pangan telah menjadi momok lanjutan sehingga kemiskinan tetap merajalela. Jutaan orang hidup dalam kelaparan dan kurang gizi, baik karena tidak punya uang untuk mengkonsumsi menu bergizi atau karena mereka tidak mampu menyediakan pangan atau menanam bahan pangan mereka sendiri.

2. Kekurangan listrik

Adalah suatu hal yang memprihatinkan bahwa di tengah gelimang gadget dan semarak dunia Internet, terdapat sejumlah negara di dunia ini yang kekurangan listrik. Riset PBB menunjukkan bahwa sekitar seperempat warga dunia mengalami kegelapan total di kala malam karena tidak memiliki akses memadai terhadap listrik. Jika listrik saja mereka tidak punya, maka jangan harap mereka punya media dan perangkat untuk mengakses informasi seperti televisi maupun radio, apalagi komputer atau ponsel.

3. Kondisi pertanian buruk

Lebih dari setengah populasi negara berkembang tergantung pada pertanian untuk bertahan hidup dan harus mengkonsumsi sedikitnya 2 (dua) kali makan. Akan tetapi, ada lebih dari 1,4 miliar orang di dunia ini yang kondisi pertaniannya buruk dan yang paling merana dalam hal ini adalah keluarga yang mendasarkan hidupnya dari bercocok tanam. Meski demikian, PBB dan banyak LSM di dunia ini yang mencanangkan pelatihan guna mengatasi persoalan kondisi pertanian yang buruk tersebut.

4. Air minum dengan kualitas buruk

Anda pernah kehausan, bukan? Tidak sulit untuk membayangkannya. Tapi, bisakah Anda membayangkan tengah kehausan namun tidak mampu menemukan sumber air yang layak dikonsumsi dan menghilangkan dahaga? Sulit, tentunya, untuk berimajinasi seliar itu. Hanya saja, bagi mereka yang hidup di negara Dunia Ketiga, hal tersebut sudah menjadi makanan sehari-hari. Kelangkaan air semacam ini dialami oleh dan menjadi agenda rutin tahunan sekitar 2,8 miliar orang di seluruh dunia dan berlangsung kurang lebih selama sebulan. Lebih buruk lagi, sekitar 1,8 miliar orang di dunia tidak punya akses ke air minum yang layak. PBB, melalui program Millenium Development Goals, gagal mencapai target agar setengah dari orang-orang ini punya akses ke air minum bersih per 2015.

5. Terorisme

Terorisme telah menjadi bagian dari dunia global dewasa ini. Insiden tersebut tidak hanya ada di Timur Tengah, Amerika Serikat atau Eropa Barat, tapi dimana pun manusia berada. Tidak mudah menuntaskan terorisme karena kompleksitasnya yang begitu tinggi. Lebih buruknya lagi, ada sejumlah negara dunia ketiga yang dipimpin dan dijalankan oleh organisasi teroris. Tak ayal lagi, warganya hidup dalam teror dan ketidakpastian akan nasib di masa depan.

6. Pekerja anak-anak di bawah umur

Beruntunglah mereka yang masa kecilnya bahagia dan dijalani secara normal. Betapa tidak, ada jutaan anak-anak yang kehilangan masa kecilnya karena harus bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Menurut riset yang dikeluarkan PBB, setiap harinya ada sekitar 168 juta anak-anak yang bekerja di ladang dan rumah tangga, direkrut sebagai tentara di medan perang, buruh di pabrik hingga menjadi pengemis di jalanan. Dari angka sebanyak itu, sekitar 85 juta di antaranya terlibat dalam pekerjaan berisiko tinggi dimana mereka terekspos bahan kimia dan pestisida yang karena harus menjadi buruh di lahan pertanian atau pabrik bahan kimia. Anak-anak ini tidak pernah berhasil lolos dari jeratan kemiskinan meski bekerja setiap hari. Kelaparan, kemiskinan, dan sakit adalah masa depan mereka, seberapa keras pun mereka bekerja. Pendidikan adalah hal yang mahal bagi mereka karena tidak ada waktu dan dana untuk memenuhi kebutuhan yang satu itu.

7. Sarana kesehatan yang buruk

Satu hal yang paling akrab dengan negara Dunia Ketiga adalah penyakit seperti HIV/AIDS yang sifatnya pandemik di negara tersebut. Perkiraan PBB menunjukkan sekitar 50 juta orang terkena penyakit HIV/AIDS dan 65 persen di antaranya adalah perempuan. Sekitar 90 persen anak-anak dan 60 persen wanita di selatan Gurun Sahara hidup dengan HIV. Sementara setiap tahunnya di negara Dunia Ketiga lebih dari 11 juta anak-anak meninggal karena diare, pneumonia dan malaria. Lebih buruknya lagi, sekitar 200 juta balita tidak punya akses ke sarana kesehatan paling mendasar sekalipun. Dan itu semua dialami mereka yang hidup di Dunia Ketiga.

Artikel Terkait

Demikianlah artikel tentang masalah mengapa Negara dunia ketiga jarang yang maju, semoga bermanfaat bagi Anda semua.