Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sekolah di tengah pandemi Covid-19: Tahun ajaran baru dan skenario kembali ke sekolah, mengapa ada penolakan dari orang tua siswa?

Keterangan gambar,

Dua siswa sedang mengikuti pelajaran sekolah di rumah, Jakarta, 18 Maret 2020, ketika sekolahnya dilliburkan saat pandemi virus corona.

Mengapa ada penolakan para orang tua siswa terhadap salah-satu skenario yang disiapkan pemerintah Indonesia tentang syarat dan prosedur ihwal sekolah yang diizinkan berupa belajar tatap muka?

Banyu Bening semula akan memulai pengalaman baru sebagai pelajar sekolah menengah pertama (SMP) di kota Depok, Jawa Barat, pada Juli 2020 mendatang.

Tapi, pandemi virus corona memaksa bocah 12 tahun itu menundanya hingga, setidaknya, satu tahun ke depan.

Banyu, yang lulus sekolah dasar pertengahan tahun ini, atas dukungan orang tuanya, mengaku khawatir terpapar virus corona apabila kembali bersekolah nanti.

"(Aku memilih sekolah) ditunda. Soalnya biar Abang tidak ketularan penyakitnya, supaya semua orang enggak kena virus corona, dan virus coronanya itu gak nyebar lebih banyak lagi," ujarnya.

"Kalau situasinya bagus sih Abang bisa (sekolah), kalau situasinya enggak aman, abang enggak bisa (sekolah)," tambahnya.

  • Virus corona: Beberapa hari dibuka, ratusan sekolah di Korea Selatan harus ditutup lagi karena lonjakan kasus
  • Virus corona: Sekolah, universitas meniadakan kelas, pemerintah Indonesia belum resmi liburkan sekolah
  • Virus corona: Tak semua pengajar, siswa siap terapkan 'sekolah di rumah'

Menurutnya, situasi bagus itu ditandai orang yang tertular virus corona hanya sedikit.

"Dan orang tertular virus coronanya itu sudah diamankan di rumah sakit," jelas Banyu, yang menyebut dirinya Abang.

Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sumber gambar, Dedy Sutisna/Getty

Keterangan gambar,

Suasana salah-satu ruangan klas di sebuah sekolah menengah atas di Pekanbaru, Riau, 16 Maret 2020, saat siswanya diliburkan karena pandemi virus corona.

Keputusan Banyu ini, tentu saja, didukung sepenuhnya oleh ayah dan ibunya, yang juga memiliki kekhawatiran yang sama.

Ibu Banyu, Dyah Christanti, mengaku belum siap memberangkatkan anaknya ke sekolah di tengah masih tingginya angka kasus positif Covid 19.

Dia kemudian menjelaskan alasannya.

"Karena kondisinya masih enggak tentu, itu satu. Kedua, berkaca dari kasus negara lain. Negara maju saja, ketika sekolah kembali dibuka itu, banyak siswa yang akhirnya positif," kata Dyah kepada wartawan Yulia Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia..

"Ketiga, belum ada upaya nyata pemerintah buat melindungi anak-anak kita, terutama kalau sekolah dibuka, mau apa nih pemerintah?" papar Dyah saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (29/05).

Padahal, Dyah mengaku telah membayar lunas semua biaya masuk sekolah anaknya.

Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sumber gambar, Dyah Christanti

Keterangan gambar,

Banyu Bening (atas) saat belajar daring di rumah. "(Aku milih sekolah) ditunda. Soalnya biar abang tidak ketularan penyakitnya, supaya semua orang enggak kena virus corona, dan virus coronanya itu gak nyebar lebih banyak lagi," ujarnya.

Tapi, Dyah sudah menyiapkan sejumlah skenario, jika sekolah nantinya mengharuskan anaknya belajar secara tatap muka.

Dyah juga mengaku siap, bahkan dengan konsekuensi terburuk, yakni anaknya tidak naik kelas.

"Nah, rencananya kita pending (setahun). Kalau (biaya) ke sekolah itu bisa jadi deposit tahun depan, kita enggak akan masuk dulu, masuknya baru tahun depan," ungkapnya.

"Atau kalau enggak bisa, tetap harus masuk sebagai siswa tahun ini juga, sekolahnya tetap memaksakan masuk sekolah pun, paling kita memilih alpa, anggap saja enggak naik kelas."

"Biar SPP tetap kita bayar tiap bulan. Kita memilih dua opsi terburuk itu. Anaknya sih enggak masalah, sudah paham risiko itu dan dia yang memilih risiko itu," ungkap Dyah.

Kendati harus menanggung kerugian materi dan waktu, Dyah mengaku rela dibanding mengorbankan kesehatan dan keselamatan anaknya.

Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sumber gambar, Mohamad Hamzah/Getty

Keterangan gambar,

Seorangh siswa sekolah yang menjadi korban gempa Palu dan tinggal di lokasi pengungsian sedang belajar di dalam tenda, di kamp pengunsian Balaroa, Palu, Sulteng, 18 Maret 2020, saat pandemi virus corona.

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca
Podcast
Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?
Dunia Pagi Ini BBC Indonesia

BBC Indonesia mengudara pada Pukul 05.00 dan 06.00 WIB, Senin sampai Jumat

Episode

Akhir dari Podcast

Ditambah lagi, Dyah tinggal bersama ibunya yang sudah sepuh dan mengidap diabetes yang berisiko tinggi jika terpapar virus corona.

"Di rumah ada dua orang yang kerja, ada ibu sudah sepuh menderita diabetes. Tambah lagi risikonya ketika ada anak yang harus ke sekolah. Anak saya bisa jaga diri pun, bisa jadi orang lain yang enggak bisa jaga diri. Intinya kita nggak mau tertular dan menularkan," kata Dyah.

Kekhawatiran yang sama diungkapkan Yuli Junaedi, ibu dari tiga anak perempuan.

Yuli ragu ketiga anaknya bisa aman dari paparan virus corona, apabila kembali ke sekolah.

Keraguan perempuan 45 tahun ini berpijak apa yang disebutnya sebagai "ketidaktegasan pemerintah" dalam mengatasi wabah virus SAR-Cov2 ini.

Pada saat pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), lanjut Yuli, banyak pelanggaran yang terjadi, seperti masih adanya kerumunan orang, warga abai mengenakan masker, dan arus mudik tetap terjadi meski ada larangan.

Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sumber gambar, Yulia Saputra

Keterangan gambar,

Belajar di rumah melalui aplikasi zoom meeting.

Menurutnya, kondisi itu bisa terjadi karena kurangnya pengawasan dari pemerintah.

"Kita berkaca pada pengalaman PSBB, udah kayak gitu. Tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengawasi. (Tapi) itu tidak terawasi, apalagi di sekolah-sekolah," kata Yuli.

Ketiga anaknya berada dalam jejang pendidikan yang berbeda. Si sulung yang baru lulus SMA sedang bersiap menghadapi ujian seleksi perguruan tinggi negeri.

Anak kedua masih duduk di jenjang pendidikan SMP, dan si bungsu kelas empat SD. Anak kedua dijadwalkan masuk sekolah pada 8 Juni 2020, sedangkan anak ketiga, masuk pada 3 Juli 2020.

Namun dengan kondisi Depok, kota dimana mereka tinggal, yang masih berada di zona kuning. Yuli memutuskan anak-anaknya tetap belajar di rumah, walaupun pihak sekolah telah mengumumkan proses belajar mengajar akan dimulai dalam waktu dekat ini.

Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sumber gambar, Muhammad Rifqi Riyanto/Getty

Keterangan gambar,

Seorang siswa sedang belajar di rumah saat pandemi virus corona, di salah kota di Provinsi Banten, 23 Maret 2020.

"Kita kayaknya milih homeschooling. Setahun homeschooling, kemudian mereka ikut kenaikan kelas dan nanti mereka ikut lagi ketika benar-benar surut kasus coronanya. Kita enggak mau gambling lah dengan kondisi kayak begini," tutur Yuli.

Sedangkan bagi si sulung, Yuli memutuskan akan menunda perkuliahan, jika ujian seleksi masuk perguruan tinggi harus dilakukan secara offline.

"Cuma saya dengar untuk SBMPTN (seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri), pemerintah maunya tetap ujian mengerjakan soal secara offline. Saya agak keberatan. Saya masih tanya-tanya soal itu, tapi kalau memang harus offline, mending enggak usah saja karena risikonya terlalu besar," ujar dia.

'Tetap pembelajaran jarak jauh atau tunda tahun ajaran'

Melihat kondisi saat ini, Dyah mengusulkan agar pemerintah tetap memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar di rumah hingga penyebaran virus corona bisa diatasi dan semua daerah masuk dalam kategori zona hijau.

Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sumber gambar, AGUNG SUPRIYANTO/AFP

Keterangan gambar,

Tiga siswa sekolah dasar sedang belajar jarak jauh dengan gurunya dan berupaya mengakses saluran internet di bukit Temulawak, Yogyakarta, 8 Mei 2020.

"Kalau boleh, tetap berlanjut PJJ sampai kondisi pandemi bisa teratasi, sampai benar-benar semuanya zona hijau," kata ibu satu anak ini.

Dyah mengungkapkan dirinya baru akan mengizinkan anaknya belajar di sekolah setelah vaksin dan obat Covid 19 sudah ditemukan.

Adapun Yuli meminta agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, lebih memahami kondisi para siswa yang berbeda di setiap daerah.

"Keputusan harus dikembalikan ke Mendikbud, kalau menteri sudah high-tech dan high-touch, mestinya mengenal pendidikan itu nggak mesti di kelas," ujar Yuli.

"Coba tolong deh, sekarang pikirkan apa yang lebih penting: kesehatan anak-anak atau memaksakan harus belajar di kelas hanya untuk memastikan Indonesia baik-baik saja."

Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sumber gambar, Yuli Saputra

Keterangan gambar,

Belajar di rumah melalui siaran TVRI

"Kalau angka kasus sudah turun, saya sih nggak apa-apa, tapi menteri bertanggung jawab kalau ada klaster-klaster baru di sekolah," ujarnya.

Yuli mengaku setuju jika ada usulan tahun ajaran baru diundur hingga Januari tahun depan.

"Saya setuju banget Januari jadi awal tahun ajaran. Ada yang terpotong mungkin satu semester. Kita rugi satu semester untuk kebaikan bersama masa depan Indonesia dengan anak-anak yang lebih sehat, why not?" ujarnya.

Petisi 'tunda ajaran baru'

Usulan memperpanjang PJJ dan menunda tahun ajaran baru, tampaknya, diinginkan pula oleh puluhan ribu orangtua siswa di Indonesia.

Melalui petisi "Tunda tahun ajaran baru sekolah selama pandemi corona" di www.change.org, hampir 50 ribu orangtua siswa menandatangai petisi itu hingga pukul 19.07 WIB, Jumat (29/05).

Selain orangtua siswa, guru-guru yang bernaung di berbagai organisasi guru mengajukan usulan serupa. Salah satunya Forum Aksi Guru Independen (FAGI).

Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sumber gambar, AGUNG SUPRIYANTO/AFP

Keterangan gambar,

Pemerintah diminta tetap memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar di rumah hingga penyebaran virus corona bisa diatasi dan semua daerah masuk dalam kategori zona hijau.

Ketua FAGI, Iwan Hermawan mengusulkan memperpanjang PJJ atau menunda tahun ajaran baru hingga Januari 2020.

Usulan kedua, menurut Iwan, bahkan memberi dampak positif, di samping menghindari munculnya klaster baru di sekolah.

"Setidaknya anggaran sekolah akan sama dengan anggaran keuangan pemerintah, tidak lagi kepala sekolah pinjam uang sana sini karena memang dana BOS belum cair karena tahun anggarannya berbeda," kata Iwan.

Iwan mengungkapkan sejumlah organisasi guru telah menyampaikan usulan tersebut ke Kemendikbud yang kemudian disikapi dengan diterbitkannya surat edaran dari Sekjen Kemendikbud nomor 15 tahun 2020.

Dalam surat edaran itu tercantum dua alternatif, yaitu masuk sekolah pada Juli atau PJJ sampai Desember 2020. Surat edaran itu juga mengatur penerapan PJJ dan belajar di sekolah.

Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sumber gambar, Mohamad Hamzah/ANTARA FOTO

Keterangan gambar,

Siswa mengerjakan tugas sekolah di rumahnya di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (30/05).

"Tetapi persyaratan yang harus disiapkan jika siswa masuk ke sekolah cukup berat. FAGI khawatir kalau dipaksakan sekolah menjadi klaster baru karena memang sekolah tempat berkumpulnya anak-anak," kata Iwan.

"Di SMK 6 saja terbanyak siswanya sekitar 2.500 siswa. Bayangkan bagaimana di masjid, di kantin, setidaknya pasti berkerumun.

"Dan kalau ada ODP bisa jadi klaster baru dengan kondisi kesehatan siswa yang tidak merata, apalagi banyak guru juga yang usianya sudah dekat masa pensiun di atas 50 tahun dan rawan terpapar," ungkap Iwan.

"Jadi mungkin strategi yang akan dibuat Kemendikbud adalah PJJ, tetapi harus betul dipersiapkan secara matang, ada FGD, need assessment, sampai ke pelatihan guru. Nanti ada uji coba. Prosesnya begitu, tidak didadak.

"Kemarin kan ketika PJJ, guru panik apa yang harus diperbuat. Jadi kalau Kemendikbud mau melaksanakan PJJ untuk semester ganjil tahun depan, tolong persiapkan dari sekarang," kata Iwan.

Seperti apa sikap Kemendikbud tentang tahun ajaran baru?

Pelaksana tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Hamid Muhammad, mengatakan keputusan membuka sekolah di tengah pandemi Covid-19, bukanlah kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Menurutnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim nantinya hanya menetapkan syarat dan prosedur ihwal sekolah yang diizinkan belajar tatap muka.

"Syarat utamanya, daerah itu harus zona hijau," kata Hamid melalui telekonferensi, Kamis (28/05) lalu.

Mengenai penetapan zona hijau, kuning dan merah, menurut Hamid, berada di tangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

"Jadi, Pemda tidak bisa menetapkan secara sepihak sebelum ada keputusan dari Gugas Tugas," ujarnya.

Hamid mengatakan, Menteri Nadiem akan mengumumkan detail syarat pembukaan sekolah pada pekan depan.

"Syarat-syarat seperti apa, mohon bersabar. Kemungkinan akan diumumkan sendiri oleh Pak Mendikbud pekan depan," katanya.

Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sumber gambar, Prasetia Fauzani/ANTARA FOTO

Keterangan gambar,

Kepala sekolah SD Katolik Frateran II Fx. Luhkita Heru Pratama memainkan wayang COVID-19 untuk disampaikan secara daring kepada murid-muridnya di Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat (22/05).

'New normal' di Jawa Barat, sekolah masih ditutup

Pemerintah Provinsi Jawa Barat mulai menerapkan new normal atau Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di 15 kabupaten kota yang masuk dalam zona biru atau wilayah yang penyebaran virus coronanya sudah dinyatakan terkendali.

Penerapan AKB mulai diberlakukan per 1 Juni 2020.

Penerapan AKB dilakukan secara bertahap, mulai dari dibukanya tempat ibadah, kemudian industri dan perkantoran, dan yang terakhir retail serta mall. Sementara, sekolah masih ditutup meski di zona biru.

"Khusus untuk sekolah itu belum boleh (dibuka) sama sekali walaupun sudah zona biru karena kami akan meneliti lebih mendalam. Anak-anak harus paling kita utamakan keselamatannya," kata Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat jumpa pers di Gedung Pakuan Jalan Otto Iskandardinata Kota Bandung, Jumat.

Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sumber gambar, FB Anggoro/ANTARA FOTO

Keterangan gambar,

Ayunan dikunci di sekolah TK Bhayangkara 1 yang ditutup sementara saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (27/05).

"Dari pentahapan AKB ini sekolah mungkin terakhir sampai kami betul-betul yakin tidak ada ancaman luar biasa," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Dewi Sartika mengatakan, keputusan kegiatan belajar mengajar mengikuti keputusan dari Satgas Covid 19 Jawa Barat.

Karena itu, seiring dengan diperpanjangnya PSBB parsial di sejumlah wilayah di Jawa Barat, maka masih diberlakukan PJJ atau belajar di rumah.

"Gubernur sudah mengatur PSBB sampai 12 Juni, sisanya sampai dengan pembagian rapor nanti pakai surat dari dinas pendidikan tetap BDR (belajar di rumah) dan dilanjut 20 Juni sampai 10 Juli 2020 itu sudah libur akhir semester," kata Dewi.

Kalender akademik, lanjut Dewi, memang menjadwalkan tahun ajaran baru dimulai pada 13 Juli 2020, namun hingga saat ini belum ada keputusan apakah akan tetap melanjutkan BDR atau belajar secara tatap muka di sekolah.

Apa kewajibanmu sebagai pelajar brainly?

Sumber gambar, Yuli Saputra

"Kita menunggu dari Satgas Covid 19 perkembangannya seperti apa," ujarnya.

Momen liburan, lanjut Dewi, harus dimanfaatkan oleh guru dan kepala sekolah untuk mempersiapkan apabila pemerintah memutuskan siswa harus masuk sekolah.

Seperti, pengaturan kelas, penyemprotan ruang kelas, pengaturan jaga jarak di kelas, toilet, kantin, perpustakaan, dan tempat ibadah.

"Jadi kita sudah menyusun SOP untuk persiapan, apabila Juli para peserta didik harus masuk sekolah," tutur Dewi.

Seperti orangtua siswa, Dewi juga mengaku khawatir, bila sekolah dibuka tanpa protokol kesehatan yang jelas.

Menurutnya, keselamatan dan kesehatan anak tetap yang terpenting.