Apa isi pernyataan ahok tentang surat al-maidah

Merdeka.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan kajian terkait polemik pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tentang surah Al Maidah. Dari hasil kajian tersebut MUI menilai pernyataan Ahok yang mengutip surah Al Maidah ayat 51, menghina Alquran dan para ulama.

Ketua MUI Maruf Amin menjelaskan, penghinaan itu karena Ahok menyebut kandungan dari surah Al Maidah itu sebuah kebohongan, maka hukumnya haram dan termasuk penistaan terhadap Alquran serta yang menyebarkan surah Al Maidah tersebut pembohong. Padahal MUI melihat orang yang kerap menyebarkan surah tersebut tak lain merupakan para ulama.

"Jadi MUI sudah membuat pendapat mengenai pernyataan Ahok beberapa waktu lalu. Menurut MUI ada penghinaan kepada Alquran dan ulama. Dan ulama dianggap melakukan pembohongan," kata Maruf Amin saat dihubungi merdeka.com, Rabu (12/10).

Pernyataan sikap MUI itu telah diserahkan kepada Bareskrim Polri untuk dijadikan bahan pemeriksaan Ahok atas laporan sejumlah elemen masyarakat. MUI meminta pihak kepolisian mengusut tuntas pelaporan terhadap Ahok tersebut.

"Ya diserahkan ke pihak kepolisian buat bahan pemeriksaan oleh pihak kepolisian," tandasnya.

Berikut kajian resmi MUI terkait pernyataan Ahok mengenai surah Al Maidah tersebut:

Bismillahirrahmanirrahim

Sehubungan dengan pernyataan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kabupaten Kepulauan Seribu pada hari Selasa, 27 September 2016 yang antara lain menyatakan, ”… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat Al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..” yang telah meresahkan masyarakat, maka Majelis Ulama Indonesia, setelah melakukan pengkajian, menyampaikan sikap keagamaan sebagai berikut:

1. Alquran surah Al Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin.

2. Ulama wajib menyampaikan isi surah Al Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah wajib.

3. Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah Al Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.

4. Menyatakan bahwa kandungan surah Al Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Alquran.

5. Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah Al Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.

Berdasarkan hal di atas, maka pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Alquran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.

Untuk itu Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan :

1. Pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2. Pemerintah wajib mencegah setiap penodaan dan penistaan Alquran dan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran atas perbuatan tersebut.

3. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Alquran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Aparat penegak hukum diminta proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan profesional dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap penegakan hukum.

5. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas penistaan agama dan melaporkan kepada yang berwenang.

Selasa, 11 Oktober 2016

MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua Umum

DR. KH. MA’RUF AMIN

Sekretaris Jenderal

DR. H. ANWAR ABBAS, MM, MAg

(mdk/gil)

Baca juga:

Permintaan maaf tak surutkan jeratan hukum buat Ahok

KPU sebut isu SARA di Pilkada picu konflik horizontal

PAN: Bupati sampai Presiden tak boleh gunakan SARA untuk kampanye

Ahok hina surah Al Maidah, polisi minta rakyat tak main hakim

Golkar sebut pernyataan Ahok kerap dipelintir padahal niatnya baik

Meski Ahok sudah minta maaf, proses hukum tetap berlanjut

Kasus dugaan penistaan agama, rumah dinas Ahok dilempar petasan

Calon Gubernur petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membantah dirinya telah menistakan agama Islam dengan melalui Alquran surat Al Maidah ayat 51, seperti yang dituduhkan banyak orang. Ahok mengatakan pernyataannya di Kepulauan Seribu pada September lalu, ditujukan bagi segelintir elit politik jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI dan bukan umat Islam secara keseluruhan.

Dalam sidang dakwaan perdananya hari ini, Ahok mengatakan elit-elit politik tersebut kerap menjadikan salah satu ayat dalam kitab suci sebagai senjata untuk menutupi kelemahannya. Baik itu dari sisi program, maupun integritasnya. “Banyaknya oknum elit yang pengecut dan tidak bisa menang dalam pesta demokrasi, akhirnya mengandalkan cara tersebut,” katanya di Gedung eks Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa (13/12).

(Baca Infografik: Bantahan Ahok Atas Dakwaan Penistaan)

Informasi yang dihimpun dari kerabat-kerabatnya umat Islam, sejarah ayat ini diturunkan saat ada umat Islam yang ingin membunuh Nabi Muhammad. Mereka berkoalisi dengan kelompok nasrani dan yahudi. Sehingga dalam pemahamannya, Surat Al Maidah 51, ditujukan untuk memilih pemimpin agama, bukan pemerintahan.

Dia pun mengutip salah satu bagian dari bukunya yang berjudul “Berlindung di Balik Ayat Suci” terbitan 2008. Dalam buku ini dia menjelaskan selama karir politiknya mendaftarkan diri mulai dari anggota partai politik sampai gubernur, ada ayat kitab suci yang digunakan untuk memecah belah rakyat. Tujuannya memuluskan jalan untuk meraih puncak kekuasaan.

(Baca: Isi 8 Halaman Nota Keberatan Ahok atas Kasus Penodaan Agama)

Advertising

Advertising

Bukan hanya agama Islam, dia juga menjelaskan oknum yang berlindung di balik ayat suci agama Kristen, dengan menggunakan surat Galatia 6:10. Isinya, selama kita masih ada kesempatan, marilah berbuat baik kepada semua orang, terutama kawan-kawan seiman.

Ahok mengatakan cara-cara ini akan bisa menyia-nyiakan potensi sumber daya manusia (SDM) serta ekonomi suatu daerah. Cara-cara menyinggung suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) seperti ini, hanya akan membuat suatu daerah sulit mendapatkan pemimpin terbaik.

Sebagai pribadi yang dibesarkan di lingkungan muslim, menyatakan tidak mungkin dirinya menghina Islam. Apalagi dia telah diangkat anak oleh keluarga muslim. Ahok memang terlahir dari pasangan keluarga nonmuslim. Namun dia juga diangkat anak oleh keluarga pasangan muslim H. Andi Baso Amier dan Hj. Misribu. Andi Baso Amier adalah mantan Bupati Bone, yang merupakan adik kandung dari mantan Panglima ABRI Alm. Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf.

"Ayah saya dan ayah angkat saya bersumpah untuk menjadi saudara sampai akhir hayatnya," kata Ahok. Bahkan, biaya kuliah pertamanya untuk S2 dibayarkan oleh kakak angkatnya. Dia merasa seperti orang yang tidak tahu berterima kasih, jika tidak menghargai agama dan kitab suci orang tua dan kakak angkatnya, yang merupakan muslim taat.

(Foto: Tuntutan Masa dan Tangisan Ahok di Ruang Sidang)

Dia juga mengaku mendapatkan pesan dari almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Seorang gubernur bukanlah pemimpin, melainkan pelayan masyarakat. Amanat ini pun menjadi bekalnya untuk ikut pemilihan kepala daerah. Apalagi di beberapa daerah yang muslimnya sangat banyak, memilih kepala daerah nonmuslim, seperti di Solo, Kalimantan Barat, dan Maluku Utara.

Saat menjadi Gubernur DKI Jakarta dalam dua tahun terakhir, Ahok mengaku telah melakukan sejumlah kebijakan yang menunjang kemaslahatan umat beragama, khususnya umat Islam. Kebijakan seperti membangun masjid Fatahillah di Balai Kota, serta mempercepat jam pulang kerja karyawan pada bulan Ramadhan. 

“Saya berharap penjelasan saya ini bisa membuktikan tidak ada niat saya untuk melakukan penistaan terhadap umat Islam, dan penghinaan terhadap para ulama,” ujar Ahok menutup pembelaannya dalam sidang tersebut.

tirto.id - Terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjelaskan alasan dirinya menyinggung Al Maidah ayat 51 saat berpidato di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 silam.

Saat itu, sebagai Gubernur DKI Jakarta, Ahok berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu untuk menyosialisasikan program budidaya ikan Kerapu sambil berdialog dengan warga. Tapi, di sela sosialisasi tersebut, Ahok melihat ada salah satu peserta perempuan yang menampakkan respon datar-datar saja mendengar pemaparannya.

Ahok mengaku heran dengan respon ibu tersebut yang tampak tak antusias. Padahal program budidaya ikan kerapu milik Pemprov DKI Jakarta memberikan bantuan bibit dan modal cuma-cuma.

"Dari situ lah terlintas jangan-jangan ini kayak di belitung," kata Ahok dalam persidangan ke-17 perkara penistaan agama di Aula Kementerian Pertanian, Jakarta, pada Selasa (4/4/2017).

Ahok seketika teringat dengan pengalaman dirinya ketika berkampanye di Pilgub Bangka Belitung tahun 2007. Saat itu ada salah satu warga dari kalangan ibu-ibu yang meminta maaf tidak bisa memilih Ahok sebagai Gubernur sebab khawatir murtad.

"Mohon maaf ya Ahok, ibu nggak pilih kamu. Kenapa? Karena ibu takut murtad meninggalkan agama ibu," ujar Ahok menirukan ucapan seorang warga Belitung ke dirinya.

Karena teringat kejadian 2007 lalu itu, Ahok kemudian menyangka ada warga di Pulau Pramuka yang enggan menerima program bantuan Pemrov DKI Jakarta sebab menganggap dirinya gubernur non-muslim.

Ia khawatir sikap seorang perempuan di Belitung ke dirinya juga dirasakan salah satu perserta sosialisasi program bantuan budidaya Ikan kerapu di Pulau Pramuka. Makanya, di pidatonya, Ahok kemudian menyinggung soal surat Al Maidah ayat 51 agar semua warga yakin mengikuti program itu.

"Namanya juga pidato. Kita lihat gitu dialog, kita ngomong ya terlintas saya ngomong. Apa yang terlintas di pikiran saya, saya sampaikan," kata Ahok.

Menanggapi penjelasan ini, Ketua Majelis Hakim, Dwiarso Budi Santiarto bertanya ke Ahok, "Apakah saudara bisa memastikan kalau dia (warga di Belitung) tidak memilih karena Al-Maidah?"

Ahok kemudian menjawab, "Dia ngomong karena takut murtad, ada selebarannya soalnya," kata Ahok.

Selebaran yang dimaksud oleh Ahok merupakan kampanye hitam yang menyudutkan dirinya di Pilgub Bangka Belitung Tahun 2007. Isinya juga memuat surat Al Maidah ayat 51 dan membahas seruan untuk tidak memilih calon gubernur non-muslim.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan menarik lainnya Andrian Pratama Taher
(tirto.id - thr/add)

Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom

Subscribe for updates Unsubscribe from updates