Apa alasan Abu Thalib sehingga sampai akhir hidupnya tidak beriman padahal beliau paman yang paling berjasa pada Nabi Muhammad SAW?

Ilustrasi Abu Thalib dan Nabi Muhammad saat kecil. https://www.freepik.com/

Ada banyak mutiara hikmah yang dapat diambil dari kisah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satunya adalah kisah paman Nabi Muhammad, Abu Thalib. Dikutip dari buku yang berjudul Nabi Muhammad SAW - KISAH MANUSIA PALING MULIA DI DUNIA karangan Neti S., ‎Aisyah Fad, ‎Endah W. (2017: 36) menjelaskan bahwa Abu Thalib adalah anak dari Abdul Thalib yang merupakan orang tua asuh pertama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salla.

Kisah Abu Thalib, Paman Nabi Muhammad

1. Pengasuh Nabi Muhammad

Setelah orang tuanya meninggal dunia, Nabi Muhammad diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. Abdul Muthalib adalah pemimpin di Makkah pada saat itu. Akan tetapi karena usianya sudah sangat tua yang berkisar 110 tahun, Abdul Muthalib hanya mengasuhnya selama 2 tahun. Abdul Muthalib menyuruh putranya Abu Thalib untuk mengasuh cucunya dengan syarat harus melindungi, melayani merawat dan mendidik Nabi Muhammad. Abu Thalib buakanlah orang yang sangat kaya, pendapatan beliau hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Beliau tidak menyuruh keponakannya untuk mencari penghasilan, namun Nabi Muhammad kecil meminta untuk diperbolehkan menggembala kambing bersama saudaranya.

Ilustrasi suasana Mekah pada saat Nabi Muhammad kecil. https://www.freepik.com/

2. Dukungan dan Pembelaan Kepada Nabi Muhammad

Abu Thalib membela Nabi Muhammad yang tidak henti-hentinya mendapat gangguan dari kaum Quraisy yang menolak dakwah Nabi Muhammad. Bahkan ketika Muhammad diutus menjadi Nabi dan Rasul, Abu Thalib tetap menjadi pembela terdepan padahal usia Abu Thalib adalah 75 tahun. Ia menyatakan secara terbuka dan terang-terangan dalam setiap pertemuan dengan para petinggi Quraisy bahwa dia mendukung sepenuhnya dan membela dakwah tauhid Nabi Muhammad. Ia pernah ditawari untuk menukar Nabi Muhammad dengan seorang pemuda Quraisy yang gagah, tampan, dan berfisik kuat. Namun Abu Thalib menolak dengan keras. Pembelaan Abu Thalib kepada Nabi Muhammad membuat tidak seorangpun dari kaum Quraisy berani mengusik Nabi Muhammad.

Kambing yang hidup di padang pasir. Nabi Muhammad ketika kecil adalah seorang pengembala kambing. https://www.freepik.com/

3. Meninggalnya Abu Thalib

Abu Thalib adalah seseorang yang telah banyak berjasa membantu dakwah Nabi Muhammad Shallallhu ‘alaihi wa sallam. Namun, Abu Thalib enggan untuk mengucapkan kalimat syahadat “laa ilaaha illallah” bahkan ketika Nabi Muhammad memerintahkan mengucapkan kalimat syahadat.

لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِى أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – لأَبِى طَالِبٍ « يَا عَمِّ ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ » . فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِى أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ ، أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ ، وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ الْمَقَالَةِ ، حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ .

“Ketika Abu Thalib hendak meninggal dunia, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya. Di sisi Abu Thalib ada Abu Jahal bin Hisyam dan ‘Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Thalib, “Wahai pamanku! Katakanlah ‘laa ilaaha illallah’, suatu kalimat yang dapat aku jadikan sebagai hujjah (argumentasi) untuk membelamu di sisi Allah”. Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah berkata, “Apakah Engkau membenci agama Abdul Muthallib?” Maka Rasulullah terus-menerus mengulang perkataannya tersebut, sampai Abu Thalib akhirnya tidak mau mengucapkannya. Dia tetap berada di atas agama Abdul Muthallib dan enggan untuk mengucapkan ‘laa ilaaha illallah’.” (HR. Bukhari no. 1360 dan Muslim no. 141)

Itulah kisah dari Abu Thalib paman dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengurusnya sejak kecil sampai kematiannya. Akan tetapi pada kematiannya beliau enggan untuk mengucapkan syahadat dan tetap bertahan dari agama sang ayah.

Ilustrasi paman Nabi Muhammad. Foto: pixabay

Banyak tokoh yang namanya diabadikan dalam sejarah Islam, salah satunya Abu Thalib. Ia merupakan paman Nabi Muhammad sekaligus anak dari Abdul Muthalib.

Sosoknya dikisahkan sebagai tokoh yang berpengaruh dalam kehidupan Rasulullah. Ia dikenal sebagai paman Nabi Muhammad yang paling membela.

Bagaimana sosok Abu Thalib? Dan pelajaran apa saja yang bisa diambil darinya?

Sosok Abu Thalib, Paman Nabi Muhammad

Abu Thalib memiliki nama asli Abdu Manaf bin Abdul Muthalib. Ia merupakan salah satu tokoh besar dari Bani Hasyim yang disegani oleh kaum Quraisy.

Sepeninggal ayahnya, Abu Thalib memutuskan untuk menggantikan posisi beliau untuk merawat Rasulullah. Tak hanya itu, ia juga bersedia mendukung serta membela persebaran agama tauhid dengan sepenuh hatinya

Atas keteguhan hatinya ini ia menjadi salah satu orang yang begitu dicintai Rasulullah. Bahkan di beberapa riwayat disebutkan bahwa kepergian Abu Thalib membawa duka yang sangat dalam bagi Rasulullah.

Ilustrasi paman Nabi Muhammad. Foto: pixabay

Mengutip dari jurnal berjudul Abu Thalib: Sebuah Model Bagaimana Muslim Mencintai Penyembah Berhala, ada hikmah yang bisa dipetik dari sosok Abu Thalib yaitu tentang hak prerogatif Allah SWT.

Allah berhak memberikan hidayah kepada siapapun yang Dia kehendaki. Begitu pula sebaliknya. Meskipun Abu Thalib berperan banyak dalam kehidupan Rasulullah, namun ia bukanlah orang yang dikehendaki oleh Allah untuk merasakan hidayah-Nya.

Dosa syirik yang dilakukan Abu Thalib menjadikannya sebagai orang yang tidak bisa diampuni oleh Allah SWT. Sebab Allah dapat mengampuni dosa lain, tapi tidak dengan dosa syirik. Begitu dahsyatnya dosa ini sampai Rasulullah pun tidak berhak memohon ampunan atasnya.

Dikisahkan saat Rasulullah menjenguk beliau di akhir hayatnya, Rasulullah bersabda:

“Wahai pamanku, katakanlah Laa ilahaa iallah, suatu perkataan yang bisa aku gunakan untuk membelamu di sisi Allah”

Saat itu hadir juga Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah bin Al-Mughirah yang juga membisikkan Abu Thalib

"Wahai Abu Thalib, apakah engkau menghiasi agamanya Abdul Muthalib?"

Mereka terus mengajak bicara Abu Thalib seolah tidak memberi Rasulullah kesempatan untuk menyampaikan ajakannya. Hingga akhirnya tibalah waktunya Abu Thalib wafat dalam keadaan masih memeluk agama nenek moyangnya, yaitu penyembah berhala

Maka dengan hatı sedih, Rasulullah pun berkata, "Sungguh, akan kupıntakan ampunan (kepada Allah) untukmu selama aku tıdak dilarang untuk melakukannya."

Kemudian turunlah ayat 113 Surat At-Taubah yang berbunyi:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ يَّسْتَغْفِرُوْا لِلْمُشْرِكِيْنَ وَلَوْ كَانُوْٓا اُولِيْ قُرْبٰى مِنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُمْ اَصْحٰبُ الْجَحِيْمِ

Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam.