Allah tidak membedakan Derajat Manusia kecuali

Islam memandang penting kesamaan derajat manusia

Republika/Agung Supriyanto

Ribuan Jamaah sedang melakukan shalat subuh berjamaah di Masjid Istiqlal, Jakarta (ilustrasi)

Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdul Muid Nawawi

"Manusia itu bagaikan gigi sisir, seseorang memiliki kelebihan atas yang lain hanya dalam amal baiknya."

Baca Juga

Masih menjadi perdebatan apakan aforisme di atas bisa dikategorikan hadits atau hanya ungkapan bijak ulama. Namun, Abu al-Syaikh al-Isfahani memasukkannya dalam jajaran hadits. Terlepas dari itu, ungkapan ini punya relevansi moral dan bisa dijadikan landasan bahwa Islam sangat mengagungkan semangat egalitarianisme (kesamaan derajat).Dibanding dengan ajaran-ajaran lain, Islam memang terkenal sebagai agama yang sangat teguh mempertahankan penegakan kesamaan derajat. Islam musuh bagi manusia yang merasa lebih mulia dari manusia atau makhluk lain jika alasannya berdasarkan hal yang sifatnya duniawi, bahkan pada persoalan yang sifatnya ukhrawi, semisal seseorang merasa lebih saleh dari manusia lain.Semua manusia berawal dari Allah SWT, dan akan kembali kepada-Nya. Hal ini sekaligus menghanguskan kemuliaan semu berdasarkan ras, jenis kelamin, keturunan, harta, jabatan, dan sebagainya. Firman Allah SWT, Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertaqwa. (QS Alhujurat: 13 )Sebagaimana perumpamaan deretan gigi sisir yang sama tinggi --meski ada yang lebih gemuk-- manusia di hadapan Allah setara. Bisakah Anda bayangkan seandainya di antara sisir itu ada satu yang labih tinggi? Bisa saja kepala yang disisir akan terasa sakit.Sebagaimana gigi sisir yang senantiasa bekerja sama, seorang Muslim dengan Muslim lainnya pun tidak boleh bercerai-berai, apatah lagi saling memusuhi. Rasulullah bersabda, ''Seorang Muslim dengan Muslim lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling memperkuat satu sama lain.''Hanya saja, adanya perbedaan perlu juga disadari dalam kerangka saling melengkapi. Ada adagium yang direkam oleh Ibn Qutaibah yang berbunyi, ''Manusia akan sejahtera jika mereka berbeda; jika mereka sama, niscaya akan binasa.''

Suatu umat berdiri kokoh jika segenap komponen masyarakat menyadari fungsinya dan bekerja sebagaimana tanggung jawab yang diembannya. Seorang pedagang kecil di pinggir pasar yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan profesionalisme jauh lebih mulia dari pada pejabat yang menduduki posisi penting, tetapi korup dan tidak bertanggung jawab.

  • islam
  • manusia
  • egaliter
  • hikmah

Allah tidak membedakan Derajat Manusia kecuali

sumber : Pusat Data Republika

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

 “Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki  seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. 49:13)

Ayat di atas  secara gamblang mendeskripsikan proses kejadian manusia. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari pasangan laki-laki dan perempuan. Kemudia dari pasangan tersebut lahir pasangan-pasangan lainnya.

Dengan demikian, pada hakekatnya, manusia itu adalah “satu keluarga”. Proses penciptaan yang “seragam” itu merupakan bukti bahwa pada dasarnya semua manusia adalah sama. Karena itu, manusia memiliki kedudukan yang sama.

Di dalam al-Qur’an ada sejumlah ayat yang juga menjelaskan persamaan antarmanusia, seperti surat al-Nisaa’/4:1, al-A’raf/7:189, al-Ztmar/39:6, Fathir/35:11, dan al-Mu’min/40:67.

Ayat-ayat itu, sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Husayn al-Thbathaba’I dalam tafsirnya al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an (Jilid VI, h. 134-135),  pada pokoknya hendak menjelaskan bahwa dari segi hakikat penciptaan, antara manusia yang satu dan manusia lainnya tidak ada perbedaan. Mereka semua sama, dari asal kejadian yang sama, yaitu dari tanah, dari diri yang satu, yakni Adam yang diciptakan dari tanah. Karena itu, tidak ada kelebihan seorang individu atas individu lainnya. Karena asal-usul kejadian manusia seluruhnya adalah sama. Oleh karenanya  tidak layak seseorang atau satu golongan menyombongkan diri terhadap yang lain atau menghina yang lain.

Prinsip persamaan antarmanusia ini juga dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam berbagai haditsnya, seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan juga sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Majah.

Lantas apakah yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya? Ayat di atas langsung menjawab bahwa yang membedakan antara orang satu dengan yang lainnya adalah taqwanya. Artinya Allah tidak membedakan berdasarkan nasab (keturunan), warna kulit, suku atau bangsa, maupun tampang yang dimiliki oleh seseorang.

Muncul pertanyaan, apakah prinsip persamaan yang dibawa Islam tersebut dengan paham persamaan (egalitarianisme) yang selalu didengungkan di Barat dewasa ini? Terhadap pertanyaan ini Muhammad Husein Haykal dengan tegas menyatakan bahwa paham persamaan yang dibawa Islam sangat berbeda dengan paham persamaan yang sering ditonjolkan dalam peradaban Barat.

Persamaan yang diajarkan Islam adalah persamaan dalam bentuk yang paling hakiki dan sempurna. Islam mengajarkan bahwa semua manusia dari segi harkat dan martabatnya adalah sama di hadapan Tuhan. Tidak ada perbedaan antara manusia yang satu dan lainnya kecuali dalam taqwanya kepada Tuhan. (Haikal, al-Faruq ‘Umar, h. 11-12. Juga Haikal, Hayah Muhammad, h. 416, lihat juga Musdah Mulia, Negara Islam, h. 96-97).

Adapun persamaan di Barat, tegas Haikal, hanya mengajarkan persamaan di hadapan hukum yang tidak lain adalah buatan manusia sendiri. Paham ini di Barat muncul sebagai akibat dari Revolusi Prancis (1789). Cita-cita kemanusiaan yang amat ditonjolkan dalam revolusi ini adalah kebebasan, persamaan, dan persaudaraan (liberte, egalite, fraternite). Aplikasi terpenting dari cita-cita tersebeut menurut Musdah adalah timbulnya system politik demokratis. [ ] Ahmad Nurcholish

Allah tidak membedakan Derajat Manusia kecuali
Padang pasir

Derajat Manusia Sama di Hadapan Tuhan?

Ada sebagian orang yang menyatakan,

Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, memiliki derajat yang saja di hadapan tuhan. Sehingga satu sama lain, tidak boleh saling merasa benar. Apalagi meremehkan orang lain.

Mohon kritik untuk kalimat ini…

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Salah satu upaya setan untuk menyesatkan manusia adalah dengan membisikkan kalimat-kalimat indah, namun menipu. Seolah itu benar, padahal isinya kesesatan. Itulah kalimat-kalimat racun, yang sedang diperjuangkan liberal untuk merusak aqidah kaum muslimin.

Allah mengingatkan,

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

“Demikianlah Kami jadikan musuh bagi setiap nabi, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, mereka saling membisikkan kepada yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS. al-An’am: 112)

Dari pernyataan yang anda sampaikan, isinya campuran. Ada yang baik dan ada yang sesat. Tentu saja dinilai berdasarkan dalil, bukan berdasarkan kaca mata liberal.

Kita akan lihat lebih dekat,

Pertama, “Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan”

Kalimat ini benar, diakui oleh semua manusia yang mengakui adanya Pencipta alam semesta. Ada banyak dalil dalam al-Quran yang menyebutkan hal ini. diantaranya firman Allah,

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

Allah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian kerjakan. (QS. as-Shaffat: 96)

Kedua, “memiliki derajat yang saja di hadapan tuhan”

Jelas ini tidak benar. Karena manusia tidak sama derajatnya di hadapan Allah.

Bahkan salah satu yang sangat banyak di bahas dalam al-Quran adalah membedakan antara penduduk surga dan penduduk neraka.

لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ

Tidaklah sama penghuni neraka dengan penghuni jannah; penghuni jannah itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Hasyr: 20)

Yang baik dan yang buruk jelas beda,

قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ

Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu. (QS. al-Maidah: 100)

Allah sebut orang mukmin dengan khoirul bariyah (makhluk terbaik) dan Allah sebut orang kafir dengan Syarrul bariyyah (makhluk terjelek),

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ . إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. (QS. al-Bayyinah: 6 – 7)

Bahkan Allah membedakan antara orang berilmu dan orang yang tidak berilmu,

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

Sampaikan, tidaklah sama antara orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui. (QS. az-Zumar: 9).

Ketiga, “Sehingga satu sama lain, tidak boleh saling merasa benar”

Tidak semua pembenaran layak dianggap meremehkan orang lain. Atau tidak menerima pendapat orang lain. Kita semua yakin 2 x 3 = 6. Ketika ada anak kelas 1 SD yang memberikan jawaban salah, kemudian Pak Guru meluruskan, tentu saja bukan berarti Pak Guru meremehkan anak itu atau tidak menerima pendapatnya.

Allah memberikan kita akal untuk menimbang setiap informasi yang kita terima. Sehingga manusia bisa mencapai derajat kebenaran mutlak. 3 + 1 = 4, itu kebenaran mutlak berdasarkan logika dasar manusia.

Demikian pula ini berlaku dalam masalah agama.

Setiap muslim wajib merasa benar dengan agama dan keyakinan yang dia miliki. Karena membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah, itu bukti iman.

Allah memuji orang mukmin yang tidak ragu dengan kebenaran imannya,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. al-Hujurat: 15)

Allah memuji orang mukmin yang membenarkan al-Quran,

وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَآَمَنُوا بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَأَصْلَحَ بَالَهُمْ

Orang-orang mukmin dan beramal soleh serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. (QS. Muhammad: 2)

Sebaliknya, Allah memerintahkan kita untuk memerangi orang yang menyimpang dari ajaran islam,

قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah (upeti) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS. at-Taubah: 29)

Ketika ada seorang mengaku mukmin, namun dia masih meragukan kebenaran rukun iman, meragukan kebenaran al-Quran dan hadis shahih, menganggap itu bukan kebenaran mutlak, maka dia belum mukmin.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!

KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial