Yang bukan merupakan keterampilan gerak dasar renang gaya dada adalah

(1)

ii ABSTRAK

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN PERORANGAN (INDIVIDUAL TEACHING)DAN KELOMPOK(GROUP

TEACHING)TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR RENANG GAYA DADA PADA SISWA

KELAS VIII-D SMP NEGERI 8 BANDAR LAMPUNG

Oleh

Okvian Eri Anggradinta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan gerak dasar renang gaya dada melalui model pembelajaran perorangan (individual teaching) dan kelompok (group teaching) terhadap keterampilan gerak dasar renang gaya dada pada siswa kelas VIII-D SMP Negeri 8 Bandar lampung. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti, pelatih, dan guru penjaskes dalam mengembangkan model pembelajaran bagi siswa-siswi sekolah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Objek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII-D yang berjumlah 30 orang.

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis data yang diperoleh dari tes pengukuran pada penelitian ini adalah: Rata-rata keterampilan gerak dasar renang gaya dada melalui model pembelajaran perorangan meningkat sebesar 36,900, demikian pula rata-rata keterampilan gerak dasar renang gaya dada dengan model pembelajaran kelompok meningkat sebesar 28,300. Hasil analisis uji beda ternyata keterampilan gerak dasar renang gaya dada menggunakan model pembelajaran perorangan lebih meningkat signifikan dari pada model kelompok maupun kontrol (tanpa perlakuan).

Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa keterampilan gerak dasar renang gaya dada menggunakan model pembelajaran perorangan (individual teaching) lebih baik dari pada menggunakan model pembelajaran kelompok (group teaching)pada siswa kelas VIII-D SMP Negeri 8 Bandar Lampung.


(2)

iii

DASAR RENANG GAYA DADA PADA SISWA KELAS VIII-D SMP NEGERI 8

BANDAR LAMPUNG

Oleh

OKVIAN ERI ANGGRADINTA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(3)

iv

Judul Skripsi : PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN PERORANGAN(INDIVIDUAL TEACHING)DAN KELOMPOK(GROUP TEACHING)TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR RENANG GAYA DADA PADA SISWA KELAS VIII-D SMP NEGERI 8 BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Okvian Eri Anggradinta Nomor Pokok Mahasiswa : 0913051062

Program Studi : Pendidikan Jasmani Jurusan : Ilmu Pendidikan

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Frans Nurseto M,Psi Drs. Suranto M.Kes

NIP. 19630926 198901 1 001 NIP. 19550929 198403 1 001

2. Ketua Jurusan Imu Pendidikan

Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd. NIP. 19510507 198103 1 002


(4)

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Frans Nurseto M,Psi ...

Sekretaris : Drs. Suranto M.Kes ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Drs. Ade Jubaedi , M.Pd ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si NIP. 19600315 198503 1 003


(5)

vi

PERNYATAAN

Bahwa saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Okvian Eri Anggradinta NPM : 0913051062

Tempat tanggal lahir : Malang, 23 Oktober 1991

Alamat : Kab. Tulungagung. Provinsi Jawa Timur

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul “PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN PERORANGAN (INDIVIDUAL TEACHING) DAN KELOMPOK (GROUP TEACHING) TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR RENANG GAYA DADA PADA SISWA KELAS VIII-D SMP NEGERI 8 BANDAR LAMPUNG”adalah benar-benar hasil karya penulis berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 12 Februari 2013. Skripsi ini bukan hasil plagiat, ataupun hasil karya orang lain.

Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenar-benarnya, apabila dikemudian hari terjadi kesalahan, penulis bersedia menerima sanksi akademik sebagaimana yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 19 April 2013


(6)

vii

Penulis bernama lengkap Okvian Eri Anggradinta, dilahirkan di Malang pada tanggal 23 Oktober 1991 sebagai anak kesatu dari dua bersaudara. Penulis dilahirkan dari pasangan Bapak Suhaeri dan Ibu Mamik Nurmeini.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis antara lain: Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Dharma Wanita dan selesai 1997. Kemudian Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Pakel masuk pada tahun 1997 dan selesai pada tahun 2003. Kemudian masuk SMP Negeri 1 Pakel pada tahun 2003 dan lulus pada tahun 2006. Kemudian masuk Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Pakel pada tahun 2006 dan selesai pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada Program Studi Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan melalui jalur Ujian Masuk Lokal (UML). Selama menjadi mahasiswa pernah menjadi Asisten mata kuliah Renang 1, juga mengikuti Organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Pendidikan (HIMAJIP)sebagai Koordinator Dana dan Usaha, dan juga mengikuti Organisasi UKMF FPPI FKIP sebagai Anggota. Pada tahun 2012 penulis mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang terintergrasi dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di SMP Negeri 2 Palas Desa Bumi Daya Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan.


(7)

viii MOTTO

Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum,sebelum mereka yang

mengubah nasib diri mereka sendiri.

(Q.S 13:11)

Man Jadda Wa Jada : Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil.

(Hadist)

Could be because it used...

(Penulis)


(8)

ix

Puji syukur penulis ucapakan ke pada Allah SWT atas semua anugerah yang telah diberikan kepadaku, karya tulis sederhana ini kupersembahkan kepada:

Ayah handa Suhaeri dan Ibunda Mamik Nurmeini, Adek ku Dhea Putri Ericasari

dan yang tercinta yang telah slalu mendampingiku dan mendukungku sampai saat ini serta seluruh keluarga, sahabat dan teman yang telah

membantu & mendoakan, selalu mengharapkan

hal yang terbaik untukku . Almamater Tercinta


(9)

x

SANWACANA

Puji Syukur penulis haturkan ke pada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Perbandingan Model Pembelajaran Perorangan (Individual Teaching) Dan Kelompok (Group Teaching) Terhadap Keterampilan Gerak Dasar Renang Gaya Dada Pada Siswa Kelas VIII-D Smp Negeri 8 Bandar Lampung” dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Unuversitas Lampung. Dalam proses penulisan skripsi ini terjadi banyak hambatan baik yang datang dari luar dan dari dalam diri penulis. Penulisan skripsi ini pun tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

✁.

Drs. Baharudin Risyak, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan dan segenap dosen dan karyawan FKIP Universitas Lampung.

3. Drs. Frans Nurseto M,Psi selaku pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis

4. Drs Suranto, M.Kes selaku pembimbing II dalam penulisan skripsi ini yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis.


(10)

xi

6. Kepala SMP Negeri 8 Bandar Lampung beserta dewan guru yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

7. Bapak dan ibu dosen Penjaskes yang telah membantu dalam proses perkuliahan, pembimbingan, pembinaan dan atas segala ilmu yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu di staf Tata Usaha FKIP Unila yang telah membantu proses terselesaikannya skripsi ini.

9. Mama dan Ayah. Terima kasih atas dukungan dan doa yang selalu Mama dan Ayah berikan.

10Saudara-saudariku dan keluargaku Trimakasih atas dukungan dan doanya.

11Kepada pak lek Tarkono, bu lek Ratna Widayati, adek Sari, Rofi Irfan dan Jihan terimakasih atas ketulusan dan keikhlasannya menjadi bagian dalam tugas studiku.

12 Motivatorku Esti Hayuningtyas terimakasih atas suport motifasi, kesabaran, serta curahan kasih sayangnya dan juga kesediaannya membantu dalam mengerjakan skripsi ini.

13Sahabatku I Wayan Nesha D, Adhie Dwi Nofyanto sp. Ricky Putra Alit, Aghata Dian A, Duhita Kurnia, Ali Fais, M. Najibul, Vitadi Setiawan, Susanto, Danang Wibowo, Stevian M, Cintia Larasati, Yika Dorti Simanjuntak dan Lengai Zulfa A trimakasih atas dukungan, doa, dan semangat yang diberikan terimakasih banyak.


(11)

xii

10Trimakasih kepada keluarga besar penjaskes angkatan 2009 yang selalu memberikan supot dan dukungannya.

11Trimakasih kepada kawan-kawan kosan griya 77, Mas Surya, Mas Fatoni, Mas Attak, Tito, Ricky, Salfa, Fajar, Dwi, Mas Indra, dan Embah yang telah member makna kekeluargaan selama ini.

12Rekan-rekan KKN dan PPL di SMPN 2 Palas Desa Bumi Daya Kec. Palas Kab. Lampung Selatan. Semoga jalinan kekeluargaan yang tercipta selama masa KKN dan PPL akan selalu terjalin.

13Semua pihak yang tidak dapat ditulis satu persatu.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan akan tetapi penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 19 April 2013 Penulis


(12)

xiii

Halaman

ABSTRAK ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN... v

PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ……… ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 2

C. Pembatasan Masalah ... 2

D. Rumusan Masalah ... 3

E. Tujuan Penelitian ... 3


(13)

x iv

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA FIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Proses Pembelajaran ... 5

B. Pengertian Belajar Gerak dan Keterampilan Gerak ... 6

C. Prinsip-Prinsip Latihan ... 8

D. Metode dan Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani ... 19

E. Sejarah Renang Gaya Dada ... 25

F. Gaya Datar dan Gaya Dada Bergelombang ……….. 27

G. Gaya dan Pola Kecepatan ………... 31

H. Grafik Kecepatan Maju ... 41

I. Tangan dan Grafik Kecepatan Kaki ... 47

J. Gerakan Lengan ... 50

K. Gerakan Kaki ……… 56

L. Meluncur dan Gerakan Kaki Kiri ……….. 59

M. Pernafasan ……… 60

N.Kerangka Pikir ……….. 63

O. Hipotesis ………... 64

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ……….. 66

B.Variabel Penelitian ……… 67

C.Definisi Operasional Variabel ………... 67

D.Rancangan Penelitian ……… 67

E. Objek Penelitian ... 69

F. Tempat Penelitian ……….. 70

G. Pelaksanaan Penelitian ……….. 70

H. Teknik Pengambilan Data ………. 70

I. Instrumen Penelitian ……… 71

J. Teknik Analisis Data ……… 76

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 79

B. Pengujian Hipotesis ... 84

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(14)

x v

Halaman Tabel 1. Format Analisis Penilaian Tes Gerak Dasar Renang

Gaya Dada ... 73

Tabel 2. Kisi-Kisi Penilaian Penilaian Renang Gaya Dada ... 74

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Data ... 79

Tabel 4.Hasil Analisis Homogenitas Data ... 80

Tabel 5.Kemampuan Gerak Dasar Renang Gaya Dada Pada Model Pembelajaran Perorangan ... 81

Tabel 6. Kemampuan Gerak Dasar Renang Gaya Dada Pada Model Pembelajaran Kelompok ………. 82

Tabel 7. Kemampuan Gerak Dasar Renang Gaya Dada Pada Model Pembelajaran Kontrol ………... 82

Tabel 8. Perbandingan Keterampilan Gerak Dasar Renang Gaya Dada Pada Masing-Masing Kelompok …………. 83


(15)
(16)

x v

Gambar Halaman

Gambar 1 : Curva, Volume, Intensitas Latihan dan Stress/Tekanan ... 11

Gambar 2 : Bagian Latihan Sistem Tangga(Step-Type Approach) ... 12

Gambar 3 : Denyut Nadi Maksimal dan Daerah Ambang Rangsang Latihan ... 14

Gambar 4 : PerbandinganDrag ResistifDihasilkan Oleh Pemulihan Kaki DiStylos Datardan Gelombang Dada... 28

Gambar 5 : Sebuah Perbandingan Gaya Datar dan Gelombang Dada... 30

Gambar 6 : Depan, Samping dan Pola Gaya Dada Bawah ……… 32

Gambar 7 : Propulsion Selama Dua Jenis Gaya Lengan ………. 35

Gambar 8 : Khusus Sisi, Depan, dan Bawah Pola Pandangan Gerak Untuk Menendang Dada. Pola-Pola Yang Ditarik Relatif Terhadap Air . 38 Gambar 9 : Ilustrasi Menunjukkan Bagaimana Propulsi Dapat Dihasilkan Oleh Kombinasi Kekuatan Mengangkat dan Menarik Selama Sapuan Lengan Kedalam Dari Tendangan .. 40

Gambar 10 : Maju Khas, Tangan, dan Pola Kecepatan Kaki Untuk Perenang Gaya Dada Glenn D. Mills ……… 43

Gambar 11 : Pola Kecepatan Untuk Pemegang Rekor Dunia Di Dada. Perenang Adalah Silke Homer, Mantan Pemegang Rekor Dunia Dalam 100 M Gaya Dada. Diadaptasi Dari Mssoi, Patton.. dan Newton 1.989 ………. 46

Gambar 12 : Sapuan Dalam Dari Gaya Dada ……..………... 53

Gambar 13 : Sebuah Dua Puncak Kecepatan Pola Maju Untuk Tendangan Dada ……….………. 56

Gambar 14 : Gerakan Kaki Sapuan Kelur Lengan Lurus Dan Kaki Kedalam Lengan Ditekuk Untuk Mengambil Jangkaun Kayuhan …… 59

Gambar 15 : Gerakan Kaki Dimana Saat Melakukan Luncuran ……….... 60

Gambar 16 : Gerakan Lengan dan Kepala Disaat Melakukan Pengambilan Nafas ……….………... 63


(17)

xv✄✄

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Keterampilan Gerak Dasar Renang Gaya

Dada Model Perorangan(Individu Teaching) ………… 91 Lampiran 2 : Uji Normalitas Data Tes Awal Keterampilan

Gerak Dasar Renang Gaya Dada Model Perorangan

(Individu Teaching)... 92 Lampiran 3 : Uji Normalitas Data Tes Akhir Keterampilan Gerak

Dasar Renang Gaya Dada Model Perorangan

(individu teaching) ……….…….. 93 Lampiran 4 : Analisis Homogenitas Tes Awal dan Tes Akhir

Keterampilan Gerak Dasar Renang Gaya Dada Model

Perorangan(Individu Teaching) ... 94 Lampiran 5 : Analisis Perbedaan Tes Awal dan Tes Akhir

Keterampilan Gerak Dasar Renang Gaya Dada

Model Perorangan(Individu Teaching) ……….……. 95 Lampiran 6 : Data Keterampilan Gerak Dasar Renang Gaya

Dada Model Kelompok(Group Teaching) ………….. 96 Lampiran 7 : Uji Normalitas Data Tes Awal Keterampilan

Gerak Dasar Renang Gaya Dada Model Kelompok

(Group Teachingi) ………..……….………. 97

Lampiran 8 : Uji Normalitas Data Tes Akhir Keterampilan Gerak Dasar Renang Gaya Dada Model Kelompok

(Group Teaching) …..………..……..………….. 98 Lampiran 9 : Analisis Homogenitas Tes Awal dan Tes Akhir

Keterampilan Gerak Dasar Renang Gaya Dada Model

Kelompok(Group Teaching) ……….………. 99 Lampiran 10 : Analisis Perbedaan Tes Awal dan Tes Akhir

Keterampilan Gerak Dasar Renang Gaya Dada Model

Kelompok(Group Teaching) ………...………. 100 Lampiran 11 : Data Keterampilan Gerak Dasar Renang Gaya Dada

Kelompok Kontrol …..……….. 101 Lampiran 12 : Uji Normalitas Data Tes Awal Keterampilan Gerak

Dasar Renang Gaya Dada KelompokKontrol ……….. 102 Lampiran 13 : Uji Normalitas Data Tes Akhir Keterampilan Gerak

Dasar Renang Gaya Ada Kelompok Kontrol ………… 103 Lampiran 14 : Analisis Homogenitas Tes Awal dan Tes Akhir

Keterampilan Gerak Dasar Renang Gaya Dada


(18)

xv☎☎ ☎

Lampiran 16 : Analisis Homogenitas Tes Akhir Model Perorangan (Individual Teaching) dan tes Akhir

Kelompok Kontrol ……….. 106

Lampiran 17 : Hasil Uji T Untuk Melihat Perbedaan Tes Akhir Antara Model Perorangan(Individual Teaching)dan Tes Akhir Kelompok Kontrol ……… 107

Lampiran 18 : Analisis Homogenitas Tes Akhir Model Kelompok (Group Teaching) dan Tes Akhir Kelompok Kontrol … 108 Lampiran 19 : Hasil Uji T Untuk Melihat Perbedaan Tes Akhir Antara Model Kelompok(Group Teaching)dan Tes Akhir Kelompok Kontrol ……….. 109

Lampiran 20 : Analisis Homogenitas Tes Akhir Model Perorangan (Individual Teaching) dan Tes Akhir Model Kelompok(Group Teaching) ……….. 110

Lampiran 21 : Hasil Uji T Untuk Melihat Perbedaan Tes Akhir Antara Model Perorangan(Individual Teaching) dan Tes Akhir Model Kelompok(Group Teaching) ……….. 111

Lampiran 22 : Program Latihan Renang Gaya Dada Model Pembelajaran Perorangan(Individu Teaching)... 112

Lampiran 23 : Program Latihan Renang Gaya Dada Model Pembelajaran Kelompok(Group Teaching) …………. 114

Lampiran 24 : Surat Izin Penelitian Pendahuluan ... 117

Lampiran 25 : Surat Izin Penelitian ... 118

Lampiran 26 : Surat Telah Melakukan Penelitian ... 119

Lampiran 27 : Daftar Hadir Seminar Usul ………. 120

Lampiran 28.. : Daftar Hadir Seminar Hasil ……… 121

Lampiran 29 : Peneliti Memberikan Penjelasan Tentang Pemanasan .. 122

Lampiran 30 : Siswa Melakukan Pemanasan ... 122

Lampiran 31 : Siswa Melakukan Pemanasan ... 123

Lampiran 32 : Tester Memberikan Contoh Bagaimana Melakukan Gerak Dasar Renang Gaya Dada ... 123

Lampiran 33 : Tester Memberikan Contoh Bagaimana Melakukan Gerak Dasar Renang Gaya Dada ... 124

Lampiran 34 : Siswa Melakukan Pengambilan Data Dengan Model Pembelajaran Perorangan ... 124

Lampiran 35 : Siswa Melakukan Pengambilan Data Dengan Model Pembelajaran Perorangan ... 125

Lampiran 36 : Siswa Melakukan Pengambilan Data Dengan Model Pembelajaran Kelompok ... 125

Lampiran 37 : Siswa Melakukan Pengambilan Data Dengan Model Pembelajaran Kelompok ……… 126

Lampiran 38 : Siswa Melakukan Pengambilan Data Dengan Model Pembelajaran Kelompok ……… 126

Lampiran 39 : Foto Bersama Siswa-Siswi Kelas VIII-D SMP Negeri 8 Bandar Lampung ………. 127


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Renang adalah olahraga yang menyenangkan karena semua otot tubuh bergerak sehingga otot tubuh bergerak dengan pesat dan kekuatan perenang bertambah (Muhajir 2004 : 166). Dalam cabang olahraga renang ada empat macam gaya renang yaitu gaya bebas, gaya dada, gaya kupu-kupu, dan gaya punggung. Olahraga renang salah satu olahraga yang terdapat dalam kurikulum pendidikan jasmani pada sekolah menengah pertama. Pelajaran termasuk olahraga yang disukai siswa-siswi sehingga banyak yang ingin melakukannya.

Gerakan dasar renang gaya dada meliputi gerakan (a). posisi badan, (b). gerakan lengan, (c). gerakkan kaki, (d). gerakan pengambilan nafas, dan (e). koordinasi gerakan keseluruhan.

Berdasarkan pengalaman dan observasi yang pernah dilakukan selama mengajar di SMP Negeri 8 Bandar Lampung khususnya pada cabang renang gaya dada, ternyata penguasaan gerak dasar renang relatif rendah, terutama pada gerak dasar renang gaya dada, kenyataan ini ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa tenggelam ketika sedang melakukan gerakan dasar renang gaya dada. Kenyataan ini dikaji lebih jauh dengan menggunakan pendekatan dua model pembelajaran, yakni model perorangan (individual teaching) dan model pembelajaran kelompok


(20)

(group teaching) terhadap peningkatan kemampuaan keterampilan gerak dasar renang gaya dada pada siswa kelas VIII-D SMP Negeri 8 Bandar Lampung.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Sulitnya penguasaan keterampilan gerak dasar renang gaya dada, karena itu perlu memperoleh pengalaman gerak dasar renang daya dada secara perorangan maupun kelompok.

2. Banyaknya model pembelajaran gerak dalam pendidikan jasmani yang perlu dipertimbangkan guru pendidikan jasmani di sekolah sebagai alternatif untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menguasai keterampilan gerak dasar renang gaya dada.

3. Rendahnya keterampilan gerak dasar renang terutama pada renang daya dada pada siswa kelas VIII-D di SMP Negeri 8 Bandar Lampung.

C. Pembatas Masalah

Untuk membatasi agar penelitian ini tidak meluas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Penulisan ini hanya akan membahas tentang model pembelajaran perorangan (individual teaching) dan kelompok (group teaching) terhadap ketrampilan gerak dasar renang gaya dada pada siswa kelas VIII-D di SMP Negeri 8 Bandar Lampung”.


(21)

3

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah keterampilan gerak dasar renang gaya dada dengan menggunakan model pembelajaran perorangan akan berhasil?

2. Apakah keterampilan gerak dasar renang gaya dada dengan menggunakan model pembelajaran kelompok akan berhasil?

3. Manakah model pembelajaran yang lebih efektif antara model pembelajaran perorangan dan berkelompok terhadap peningkatan keterampilan gerak dasar renang gaya dada pada siswa kelas VIII-D SMP Negeri 8 Bandar Lampung?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui besarnya pengaruh atau hasil keterampilan gerak dasar renang gaya dada setelah menggunakan model perorangan pada renang gaya dada siswa kelas VIII-D SMP Negeri 8 Bandar Lampung.

2. Mengetahui besarnya pengaruh atau hasil keterampilan gerak dasar renang gaya dada setelah menggunakan model kelompok pada renang gaya dada siswa kelas VIII-D SMP Negeri 8 Bandar Lampung.

3. Mencari model pembelajaran yang lebih efektif antara model pembelajaran perorangan dan berkelompok terhadap hasil keterampilann gerak dasar renang pada renang gaya dada siswa kelas VIII-D SMP Negeri 8 Bandar Lampung.


(22)

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Siswa :

Penelitian ini dapat meningkatkan ketrampilan siswa dalam menguasai gerak dasar renang gaya dada.

2. Bagi Peneliti :

Penelitian ini dapat memberikan pengalaman pembelajaran yang baik untuk peneliti, dan memberikan informasi tentang model pembelajaran yang baik yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketrampilan gerak dasar renang gaya dada. 3. Bagi Guru :

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam menentukan model pembelajaran yang tepat yang dapat digunakan dalam mengajarkan materi renang khususnya pada renang gaya dada yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan siswa sehingga dapat memaksimalkan kemampuannya dan tercapai keberhasilan pembelajaran.

4. Bagi Mahasiswa :

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang cara meningkatkan keterampilan gerak dasar renang gaya dada menggunakan model pembelajaran sehingga mengetahui model pembelajaran mana yang lebih efektif.


(23)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Proses Pembelajaran

Sekolah merupakan suatu tempat untuk melakukan proses pembelajaran, proses pembelajaran ialah kegiatan saling berhubungan antara siswa, pengajar, dan lingkungan. Proses pembelajaran dimulai dari masuknya siswa dan hasil berupa lulusan, seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi (1990:121): bahwa, “Belajar secara umum dapat diartikan sebagai proses perubahan prilaku akibat interaksi dengan lingkungan”. Demikian juga Sujana dalam Wijaya (1990:30) menjelaskan bahwa mengajar adalah mengatur dan mengkoordinasiikan lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat mendorong dan menimbulkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Dari pendapat kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa guru sebagai pengajar di kelas memiliki peran yang sangat penting karena guru merupakan pengelola lingkungan kelas supaya terjadi interaksi belajar antara siswa dengan lingkungan dapat berjalan secara baik yang pada akhirnya dapat meningkat hasil belajar siswa. Oleh karena itu, keberhasilan seorang guru di kelas banyak ditentukan oleh berbagai faktor, salah satu faktor yang paling dominan ialah faktor kreatifitas. Untuk mendukung kreatifitas para guru dalam mengajar yaiu bagaimana guru memiliki berbagai ide, dan ide sangat erat hubungannya dengan seni penyampaian. Salah satu upaya semaraknya cara mengajar bagi seorang guru ialah sejauh mana ia memiliki dan pandai menerapkan model


(24)

pembelajaran. Sejalan dengan hasil belajar gerak pada siswa atau atlet Rusli (1988) berpendapat bahwa “Belajar motorik adalah seperangkat proses yang bertalian dengan latihan atau pengalaman yang mengantarkan kearah perubahan permanen dalam prilaku terampil”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar gerak itu merupakan suatu proses yang berhubungan dengan pengalaman siswa untuk memperoleh perubahan prilaku terampil yang permanen atau keterampilan yang menetap sehingga keterampilan itu dapat digunakan sampai usia lanjut.

B. Pengertian Belajar Gerak dan Keterampilan Gerak

1. Belajar gerak

Menurut Hamalik (2007:52) belajar adalah modifikasi atau memperkuat tingkah laku melalui pengalaman dan latihan. Belajar adalah sebuah perilaku yang relatif permanen sebagai akibat latihan atau pengalaman masa lampau. Pengertian belajar gerak tidak terlepas dari pengertian belajar pada umumya. Belajar gerak merupakan bagian dari belajar. Belajar yang menekankan pada aktivitas gerakan tubuh disebut belajar gerak.

Menurut Schmid dalam Ma’mun (1999 : 45) ”Belajar gerak adalah suatu rangkaian proses yang berhubungan dengan latihan atau pengalaman yang mengarah pada terjadinya perubahan-perubahan yang relatif permanen dalam kemampuan seseorang untuk menampilkan gerakan-gerakan yang terampil”. Menurut Anita J. Harrow membedakan gerakan tubuh manusia menjadi enam klasifikasi yaitu : 1) gerak refleks, 2) gerak dasar fundamental, 3) kemampuan perseptual, 4) kemampuan fisik, 5) gerak keterampilan dan 6) komunikasi


(25)

7

diskursif. Keenam klasifikasi tersebut merupakan satu-kesatuan yang membentuk gerakan tubuh manusia, yang merupakan suatu urutan mulai dari yang bersifat bawaan sejak lahir sampai yang tarafnya paling tinggi yang bisa dilakukan oleh manusia.

Gerak dasar fundamental sendiri terbagi menjadi ; 1) Gerak Lokomotor yaitu gerak berpindah dari satu tempat ke tempat lainnnya (merangkak, berjalan, berlari, dan meloncat), 2) Gerak Nonlokomotor adalah gerak yang berporos pada sumbu persendian tubuh (menekuk lengan, menekuk kaki, dan membungkuk), dan 3) Gerak Manipulatif yaitu gerak memanipulasi atau meminkan objek tertentu menggunakan tangan, kaki, atau bagian tubuh lainnya. Gerak manipulatif ini bertujuan untuk koordinasi mata dan kaki, mata dan tangan.

2. Keterampilan gerak

Menurut Lutan (1998:367) pengembangan keterampilan gerak dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu ; 1) pendekatan psikologi : suatu bidang studi tentang prilaku manusia seperti mengindra, mempersepsi, memperhatikan, belajar, dan berbuat dengan gerak nyata, 2) pendekatan psikologi behaviors yaitu memfokuskan perhatiannya pada mekanisme stimulus dan respon, 3) pendekatan psikologi kognitif yang tekanannya pada ikhtiar memanipulasi lingkungan, 4) pendekatan fisiologis-psikologis yang mempelajari mekanisme fisiologis yang melandasi prilaku. Yang menjadi fokus perhatiannya adalah peristiwa neurofisiologis yang berkaitan dengan psikologis seperti berfikir, belajar, mempersepsi, dan motivasi, dan 5) pendekatan fungsional-intergratif yang menitikberatkan pada aspek neurofisiologis dan sosial budaya.


(26)

C. Prinsip-prinsip Latihan

Prinsip-prinsip latihan yang akan dikemukakan disini adalah prinsip dasar yang perlu diketahui serta diterapkan dalam setiap latihan cabang olahraga. Dengan mengetahui prinsip-prinsip latihan tersebut diharapkan prestasi seorang atlet akan cepat meningkat. Tanpa mengetahui hal ini seorang atlet/pelatih tidak mungkin dapat berhasil dalam latihannya.

Seluruh program latihan sebaiknya menerapkan prinsip-prinsip latihan (Bompa, 1990 : 29) sebagai berikut :

1. Prinsip beban lebih(overload)

Prinsip beban lebih adalah prinsip latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang lebih berat dari pada yang mampu dilakukan oleh atlet. Atlet harus selalu berusaha berlatih dengan beban yang lebih berat dari pada yang mampu dilakukan saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada di atas ambang rangsang. Kalau beban latihan terlalu ringan (dibawah ambang rangsang), walaupun latihan sampai lelah berulang-ulang dan dengan waktu yang lama, peningkatan prestasi tidak akan mungkin tercapai. Latihan beban ini bisa diterapkan terhadap semua unsur latihan, yaitu terhadap latihan tehnik, taktik, maupun mental.

Meskipun beban latihan harus berat, beban tersebut harus masih berada dalam batas-batas kemampuan atlet untuk mengatasinya. Kalau bebannya terlalu berat, maka perkembangan pun tidak akan mungkin karena tubuh tidak akan dapat memberikan reaksi terhadap beban latihan yang terlalu berat tersebut. Hal ini juga


(27)

9

bisa mengakibatkan cedera atauovertraining. Sistem faaliah tubuh membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan rangsangan-rangsangan latihan (adaptasi). Adaptasi adalah penyesuaian funsi dan struktur organisme atlet akibat beban latihan yang diberikan oleh pelatih. Tingkat adaptasi diwujudkan oleh penampilan kerja atlet ebagai berikut:

a. Superkompensasi (pretasi naik), karena: 1) Beban diatas ambang, teratur. 2) Istirahat cukup.

3) Metode dan bahan tetap. 4) Gizi makanan baik

b. Plateau (prestasi tetap), karena: 1) Beban tetap ambang rangsang. 2) Pelatih tak mampu.

3) Metode tidak sesuai. 4) Pembinaan prestasi salah. 5) Atlet motivasi lemah. 6) Umur prestasi habis

c. Prestasi turun (involusi), karena: 1) Umur prestasi telah lewat. 2) Latihan tak teratur.

3) Kemampuan pelatih terbatas. 4) Overtraining.


(28)

6) Kurang gizi makan 7) Istirahat kurang.

8) Metode dan beban latihan tidak tepat.

d. Pretasi naik-turun (fluktuasi)

Agar adaptasi terhadap latihan dapat dicapai dengan baik, maka penerapannya harus diselingi dengan masa-masa pemulihan atau penurunan intensitas dan volume latihan, oleh karena itu:

1) Istirahat yang cukup setiap hari sangat penting.

2) Hari-hari latihan berat harus diselingi dengan hari-hari latihan ringan. 3) Rencana latihan harus disusun dalam siklus-siklus, yaitu misalnya setelah


(29)

11 Gambar 1. Curva, volume, intensitas latihan dan stress/tekanan


(30)

Latihan beban lebih sebaiknya menganut sistem tangga (step-type approach), seperti nampak pada bagian dibawah ini agar efektiv hasilnya (Bompa, 1986)

2. Prinsip perkembanganmultilateral

Prinsip perkembangan menyeluruh atau multirateral sebaiknya diterapkan pada atlet-atlet muda. Pada permulaan belajar mereka harus dilibatkan dalam beragam kegiatan agar dengan demikian mereka memiliki dasar-dasar yang lebih kokoh untuk menunjang keterampilan sepesialisasinya kelat. Oleh karena itu, berdasarkan teori tersebut, pelatih sebaiknya janagn terlalu cepat membatasi atlet dengan perogram latihan yang menjurus kepada perkembangan spesialisasi yang yang sempit pada masa terlampau dini. Prinsip perkembangan multirateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada interdependensi (saling ketergantungan) antara semua organ dan sistem tubuh manusia, antara komponen-komponen biomotorik, dan antara proses-proses faalih dengan psikologis.


(31)

13

Banyak atlet didunia yang mengalami perkembangan prestasi mengagumkan karena mereka menganut prinsip perkembangan multilateral ini, seperti Bruce Jenner (juara dasa lomba Olimpiade Montreal), Nadia Comaneci (pesenam handal dari Rumania), Janet Evans (kampiun renang di Olimpiade Seoul), Chris Evans (petenis cantik dari USA)

3. Prinsip intensitas latihan

Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlet dilatih atau berlatih melalui suatu program latihan yang intensif, di mana pelatih secara progresif menambah beban kerja, jumlah pengulangan gerakan(repetition), serta kadar intensitas dari repitisi tersebut.

Untuk memperleh kemajuan atau perkembangan yang memuaskan, frekuensi latihan perminggu sebaiknya tiak kurang dari 4 kali. Kurang dari itu memang akan juga ada perkembangan, akan tetapi tidak cukup untuk menghasilkan prestasi dan optimal. Prestasi tinggi hanya bisa diperoleh melalui latihan yang keras, intensif, tekun, dan dedikasi yang tinggi. Atlet –atlet yang secara alamiah kuat sekalipun, dan yang sudah bisa menyesuaikan diri dengan beban latihan yang berat, tetap harus berlatih intensif. Terlebih lagi atlet-atlet yang jarang berpotensi. Mereka harus berlatih lebih intensif lagi.

Ada beberapa teori yang dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk menentukan kadar intensitas latihannya. Salah satunya ialah teori Katch dan McArdle (1993) sebagai berikut:


(32)

Intensitas latihan dapat diukur dengan cara sebagai berikut:

a. Mula-mula dihitung denyut nadi maksimal (DNM) dengan rumus: Denyut nadi maksimal (DNM) = 220–umur.

b. Kemudian ditentukan takaran intensitas latihannya, yaitu 80% - 90% dari DNM. (Untuk olahraga kesehatan, cukup antara 70% - 35% dari DNM). Jadi seorang atlet yang berumur 20 tahun dikatakan berlatih intensif kalau nadinya berdenyut di antara: 80% - 90% x (220–20 ) = 160–180 d.n. per menit. Ini menandakan bahwa atlet berlatih dalam training zone-nya (ambang rangsang). Untuk para atlet sebaiknya menggunakan rumus karvonen.

c. Lamanya berlatih dalam ambang rangsang juga menentukan intensif tidaknya latihan.

Untuk atlet : 45–120 menit Untuk olahraga kesehatan : 20–30 menit


(33)

15

4. Prinsip kualitas latihan

Berlatih secara intensif saja belumlah cukup apabila latihan itu tidak berbobot, bermutu, berkualitas. Orang bisa saja berlatih keras sampai habis nafas dan tenaga, akan tetapi isi latihannya tidak bermutu. Latihan yang berkualitas adalah: a. Apabila latihan dan dril-dril yang diberikan memang benar-benar bermanfaat

dan sesuai dengan kebutuhan atlet.

b. Apabila koreksi-koreksi yang tepat dan konstruktif sering diberikan.

c. Apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail gerakan, dan setiap kesalahan segera diperbaiki.

d. Apabila prinsip-prinsip overload diterapkan, baik dalam aspek fisik maupun mental.

Meskipun kurang intensif, latihan yang bermutu sering lebih berguna ketimbang latihan yang intensif tetapi tidak bermutu.

Kekeliruan banyak pelatih atau atlet biasanya mereka lebih menekankan pada lamanya latihan dan bukan pada mutu dan penambahan beban latihannya. Latihan sebaiknya berlangsung singkat tetapi berisi dan padat dengan kegiatan yang bermanfaat. Jika latihan berlangsung terlampau lama dan terlalu melelahkan maka atlet akan memandang setiap latihan sebagai siksaan sehingga akan enggan berlatih esok harinya.

5. Prinsip berfikir positif

Banyak atlet yang tidak mau atau tidak berani melakukan latihan yang berat yang melebihi ambang rangsangnya. Padahal tubuh manusia biasanya mampu untuk


(34)

memikul beban yang berat dari pada yang kita perkirakan.

Pada atlet biasanya masalah terletak pada kata hatinya, bisikan kalbunya (inner speaking-nya). Kalau bisikan kalbunya negatif (misalnya “saya lelah, otot-otot sakit, kalau lari terus bisa-bisa saya pingsan nanti”, dan sebagainya), maka memang dia akan lelah sakit, berhenti berlari. Tetapi kalau bisikan kalbunya berubah, menjadi positif, maka perilakunya biasanya berubah. Kalau misanya dia berkata “saya tidak mau kalah, tidak mau menyerah, sata kuat”, maka biasanya dia juga akan lebih kuat karena merasa lebih kuat.

Tidaklah baik kalau sebelum atau selama pertandingan, atlet memikirkan bahwa dia kurang tidur, maka agak pusing, mereka kaku, kurang gairah, atau berfikir negatif lainnya. Dia sebaiknya konsentrasikan perhatiannya pada hal-hal yang positif. Setelah gagal melakukan kegiatanpun dia harus tetap optimis dan melupakan kegagalan yang lalu, seraya berusaha untuk mengatasi segala rintangan psikologis. Karena itu konsentrasi harus dicurahkan kepada yang telah terjadi. Kualitas moral demikian harus dilatih secara sengaja oleh pelatih, dan dilaksanakan secara sistematis dan berencana.

6. Variasi dalam latihan

Latihan yang dilakukan dengan biasanya banyak menentukan waktu, fikiran, dan tenaga. Karena itu bukan mustahil kalau latihan yang intensif dan terus-menerus kadang-kadang bisa menimbulkan rasa bosan (boredom)pada atlet. Kalau bosan sudah berkecamuk dalam pada atlet, maka gairah dan motivasinya untuk berlatih biasanya menurun atau bahkan hilang sama sekali. Jelas bahwa keadaan demikian


(35)

17

dapat menyebabkan penurunan prestasinya.

Karena itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mencgah timbulnya kebosanan berlatih, misalnya dengan cara merencanakan dan menyelenggarakan variasi-variasi dalam latihan. Peran pelatih disini menjadi penting, yaitu harus kreatif dan pandai merancang seta menerapkan berbagai bentuk variasi latihan. Variasi latihan dapat berbentuk permainan rekreatif dengan bola, lari lintas alam yang menyenangkan, naik sepeda ke luar kota atau kegunung, berenang perlombaan estafet, berkemah mendaki gunung, dan sebagainya. Kecuali membawa kegembiraan berlatih, beberapa unsur fisik tetap akan berlatih, misalnya daya tahan, kekuatan, kelincahan, dan beberapa unsur lainya.

7. Prinsip individualisasi

Tidak ada dua orang yang rupanya sam persis sama; dan tidak ada pula dua orang (apalagi lebih) yang secara fisiologis maupun psikologis persis sama. Setiap orang mempunyai perbedaan individumasing-masing. Demikian pula setiap atlet berbeda dalam kemampuan, potensi, semangat, dan karakteristik belajarnya.

Oleh karena setiapindividu berbeda dalam segi fisik maupun mental, maka setiap individu akan memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap suatu beban latihan yang diberikan oleh pelatih. Ada yang merasakan bebannya terlalu berat, ada yang merasa terlalu ringan, dan ada juga yang merasa bebannya cukup. Oleh karena itu latihan akan selalu merupakan suatu persoalan pribadi bagi setiap atlet dan tidak dapat begitu saja dipukulratakan bagi semua atlet. Latihan haruslah


(36)

direncanakan dan sesuai bagi setiap individu agar dengan demikian dapat menghasilkan hasil yang paling baik bagi setiapindividutersebut.

8. Penetapan sasaran(goal setting)

Seringkali suatu tim atau atlet tidak berlatih dengan sungguh-sungguh, atau kurang motivasinya untuk berlatih disebabkan karena tidak ada tujuan atau sasaran yang jelas untuk apa tim atau atlet itu berlatih. Oleh karena itu menetapkan sasaran latihan untuk atlet sangat penting. Beberapa alasan mengapa penetapan sasaran sangat penting bagi atlet adalah:

a. Sasaran merupakan sumber motivasi dan sumber untuk kegiatan serta dapat membangkitkan kegairahan untuk berlatih.

b. Berlatih dengan tujuan tertentu dapat menambah konsentrasi, usaha, motivasi, dan semangat berlatih.

c. Atlet dapat mengatur rencana kegiatannya, siasat, serta usaha-usaha untuk mencapai sasaran tersebut.

d. Atlet secara mental terikat (committed) dan merasa wajib untuk mencapai sasaran tersebut

e. Mendidik sifat positif.

f. Merupakan umpan balik(feedback)bagi atlet maupun pelatih.

9. Prinsip perbaikan kesalahan

Kalau atlet sering melakukan kesalahan gerak, maka pada waktu memperbaiki kesalahan tersebut, pelatih harus menekankan pada penyebab terjadinya kesalahan. Pelatih harus berusaha untuk secara cermat mencari dan menemukan


(37)

19

sebab-sebab timbulnya kesalahan. Karena itu ada prinsip yang mengatakan coach causes, not symptoms. Maksudnya ialah, latihlah sebab-sebab terjadinya kesalahan, bukan gejalanya. Sebagai contoh, kalau atlet gagal smes dengan baik karena lompatannya tidak tinggi, jangan pelatih mengatakan kamu lompatannya kurang tinggi. Yang seharusnya dicariadalah penyebab mengapa lompatan atlet tersebut tidak bisa tinggi.

Kalau terjadi beberapa kesalahan sekaligus, misalnya pada waktu jerk pada olahraga angkat berat posisi togok tidak tegak, splitnya kurang lebar, dropnya salah, dan sebagainya sehingga angkatannya gagal, perbaikilah setiap teknik terlebih dahulu, dan jagan mencoba untuk memperbaiki posisi togoknya. Jika teknik ini sudak berhasil diperbaiki, barulah pindah ke teknik bagian yang lain, misalnya split-nya dulu, kemudian dropnya, atau yang lainnya. Metode ini disebutdrill-on-parts.

D. Metode dan Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Beberapa faktor yang dapat menunjang keberhasilan dari proses latihan atau pembelajaran antara lain guru, murid, sarana, lingkungan dan metode. Sedangkan model merupakan bentuk dari suatu kegiatan pembelajaran yang mendukung keberhasilan dari suatu pembelajaran pendidikan jasmani banyak ditemukan pada model pembelajaran yang disajikan oleh guru.

1. Metode

Menurut Dumadi dan Kasio (1992) bahwa metode adalah cara atau jalan yang ditempuh oleh guru pada waktu menyajikan bahan ajar agar dapat diterima dengan


(38)

mudah oleh siswa. Lebih lanjut Surakhmad (1982) menjelaskan bahwa metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan latihan. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Supandi (1991) bahwa kegiatan yang paling strategis dalam proses belajar mengajar adalah pemilihan dan penetapan metode pembelajaran sebelum proses tersebut dilaksanakan.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa metode merupakan suatu proseur yang dilaksanakan untuk mempermudah pencapaian tujuan latihan. Dalam pelaksanaan latihan ada berbagai macam metode yang dapat digunakan, diantaranya metode bagian dan metode global. Metode bagian Sugiyanto dan Mahendra (1998) mengemukakan :

“Metode bagian adalah suatu cara mengajar yang membagi keterampilan menjadibagian-bagian. Caranya dimulai dengan mengajarkan unit-unit terkecil dari suatu keterampilan dan pada akhirnya digabung menjadi suatu keterampilan yang utuh”.

Jadi metode bagian adalah pengajaran yang dimulai dengan mengajarkan unit-unit terkecil dari suatu keterampilan dan pada akhirnya menjadi suatu keterampilan yang utuh. Misalnya ada beberapa keterampilan yang terdiri dari beberapa gerakan kompleks, untuk mempelajari hal tersebut dimungkinkan untuk membagi-bagi unsur gerakan terlebih dahulu, kemudian disatukan setelah semua bagian terkuasai agar siswa memiliki keterampilan yang utuh. Pada cabang renang terdapat beberapa gerakan yang kompleks, seperti : pull, push, rekaveri, blocking dan dientri, untuk mempelajari hal tersebut dimungkinkan untuk membagi bagi gerakan terlebih dahulu, setiap bagian tersebut dilatih satu persatu sesuai urutan teknik dasarnya, kemudian disatukan setelah semua bagian terkuasai agar menjadi keterampilan yang utuh sehingga siswa yang bersangkutan bisa


(39)

21

melakukan renang.

Sedangkan metode keseluruhan Sugiyanto dan Mahendra (1998) menyatakan bahwa metode global atau metode keseluruhan adalah cara mengajar yang dilakukan dengan menampilkan seluruh gerakkan secara langsung. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan jika suatu keterampilan merupakan suatu keterampilan yang utuh dengan hubungan antara satu bagian dengan bagian yang lain demikian erat, maka lebih baik mengajarkan secara utuh. Irama dan waktu dari keterampilan itu akan terjaga, maka akan lebih baik memakai metode keseluruhan dan akan lebih memberikan pengalaman yang lebih banyak terhadap suatu gerakkan.

2. Model

Proses dan produk pembelajaran yang semula berorientasi pada guru (teacher centred) berubah menjadi berpusat pada siswa (student centred). Oleh karena itu Mosston dalam Lutan dan Toho (1997) mengklasifikasi model pembelajaran jasmani antara lain : (1) model komando (command style), (2) pembelajaran tugas (task teaching), (3) pembelajaran perorangan (individual teaching), (4) pembelajaran berpasangan (reciprocal teaching), (5) pembelajaran kelompok (group teaching), (6) penemuan terbimbing (guilded discovery) dan (7) pemecahan masalah (problem solving).

Dari ketujuh model tersebut, dua diantaranya yaitu model pembelajaran perorangan (individual teaching) dan model pembelajaran kelompok (group teaching), lebih sesuai untuk digunakan dalam keterampilan gerak dasar renang


(40)

daya dada, karena renang pada hakekatnya belajar atau berlatih secara individu dan kelompok. Model pembelajaran perorangan (individual teaching) dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan gerak dasar renang gaya dada yaitu siswa-siswa belajar atau berlatih sendiri berenang dengan gaya dada ke berbagai arah secara terus menerus. Sedangkan model pembelajaran kelompok (group teaching)dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan gerak dasar renang gaya dada siswa berinteraksi dengan kawanya dalam kelompok-kelompok kecil.

Supaya lebih jelas dan tidak salah pengertian maka model pembelajaran perorangan (individual teaching) dan model pembelajaran kelompok (group teaching)akan didefisinikan sebagai berikut :

a. Model pembelajaran perorangan(individual teaching)

Menurut Djamarah dan Zain (1996) pembelajaran perorangan atauindividuadalah pembelajaran yang bila mana terjadinya hubungan interpersonal antara pendidik dengan peserta didik, dan juga peserta didik. Jadi dalam pembelajarannya ini pendidik memantau satu persatu peserta didik dengan tujuan mengetahui dimana titik lemah atau kekurangannya dalam menguasai suatu pembelajaran.

b. Model pembelajaran kelompok(group teaching).

Menurut Djamarah dan Zain (1996) pembelajaran kelompok adalah pembelajaran yang dilakukan dengan secara berinteraksi dengan peserta didik dengan jumlah 4 siswa atau lebih baik laki-laki atau pun perempuan. Jadi di dalam pembelajaran kelompok peserta didik ini diupayakan untuk memperhatikan pendidik yang memberikan materi meskipun pendidik tidak dapat mengontrol atau memperhatikan semua anak didiknya.


(41)

23

Hasil penelitian melalui metode meta-analisis yang dilakukan oleh Johnson dan Johnson (1984) dalam Kunandar (2007) menunjukkan adanya berbagikeunggulan pembelajaran kelompok, yakni:

1) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial. 2) Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati.

3) Memungkinkan para siswa saling mengenal belajar mengenai sikap,keterampilan, informasi, prilaku sosial, dan pandangan.

4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai sosial dan komitmen. 5) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

6) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois dan egosentris. 7) Menghilangkan siswa penderita akibat kesendirian atau ketersaingan. 8) Acuan bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi. 9) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 10) Mencegak timbulnya ganguan kejiwaan.

11) Mencegah terjadinya kenakalan dimasa remaja. 12) Menimbulkan prilaku rasional dimasa remaja.

13) Berbagi keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkandan diperatikkan.

14) Meningkatkan saling percaya kepada sesama manusia.

15) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai persepektif.

16) Meningkatkan perasaan penuh makna mengenai arah dan tujua hidup. 17) Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri.


(42)

18) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lainyang dirasakan lebih baik.

19) Meningkatkan motifasi belajar.

20) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.

21) Mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan menjaga perasaan. 22) Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar. 23) Meningkatkan keterampilan bergotong royong.

24) Meningkatkan kepekaan psikologi. 25) Meningkatkan sikap tenggang rasa.

26) Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif.

27) Memungkinkan siswa mampu mengubah pandangan klise menjadi pandangan yang dinamis.

28) Meningkatkan rasa harga diri dan penerimaan diri.

29) Memberikan harapan yang lebih besar bagi terbentuknya manusia dewasa yang mampu menjalin hubungan positif dengan sesama, baik ditempat kerja maupun masyarakat.

30) Meningkatkan hubungan yang positif antara siswa dengan guru dan personel sekolah.

31) Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya sebagai penunjang keberhasilan akademik, tetapi perkembangan kepribadian yang sehat dan berintergritasi,


(43)

25

tetapi juga pendidik.

Menciptakan suasana belajar yang kooperatif bukan suatu pekerjaan yang mudah, tetapi diperlukan filosofi dan keilmuan cukup disertai dedikasi yang tinggi serta latihan yang serius dan terus menerus.

E. Sejarah Renang Gaya Dada

Gaya Dada memiliki sejarah yang kaya dan kompetitif. Gaya dada adalah gaya pertama yang digunakan dalam kompetisi setelah abad kegelapan dan semua gaya kompetitif tersisa dikembangkan sejak saat itu. Pada saat itu, perenang diizinkan bertanding untuk gaya dada bawah air. Itu terbukti terlalu berbahaya, namun, ada kasus yang tercatat banyak atlet pingsan karena tinggal di bawah air terlalu lama dalam balapan gaya dada. Aturan yang berubah di akhir 1950-an untuk memastikan bahwa mayoritas perenang ini akan berenang di permukaan. Saat ini, perenang gaya dada diijinkan untuk tinggal di bawah air hanya selama satu siklus gaya setelah awal dan setelah tiap giliran. Setelah itu, beberapa bagian dari tubuh, biasanya kepala, harus muncul di atas permukaan datar normal air sekali selama setiap siklus putaran. Perenang gaya dada menggunakan lengan pendek berbentuk setengah lingkaran dan tendangan yang berlangsung dengan berbagai nama, meskipun ini paling sering disebut tendangan cambuk.

Gaya Dada adalah gaya kompetitif yang paling lambat karena fluktuasi besar dalam kecepatan yang terjadi dalam setiap siklus putaran. Meskipun gaya menghasilkan kekuatan besar selama fase pendorong dari setiap siklus putaran, mereka juga mengurangi kecepatan nyata setiap kali mereka memulihkan kaki


(44)

dalam persiapan untuk tendangan berikutnya kembali. Perenang dalam gaya kompetitif lainnya kehilangan tenaga hanya sekitar sepertiga dari kecepatan maju mereka selama periode pemulihan dalam siklus putaran, sedangkan perenang gaya dada banyak hampir datang untuk berhenti sama sekali ketika mereka memulihkan kaki ke depan. Dengan demikian, gaya dada harus mengerahkan kekuatan lebih dari perenang di gaya lain hanya untuk mempercepat tubuh kembali ke balap kecepatan selama setiap siklus putaran dan ini membuat satu gaya sangat ketat untuk berenang.

Di masa lalu, kebanyakan ahli percaya bahwa dada harus berenang dengan posisi tubuh datar. Artinya, tubuh harus tetap horizontal di permukaan selama siklus gaya utuh. Sebuah gaya bergelombang dari dada diperkenalkan pada tahun 1970-an y1970-ang terlibat menggerakk1970-an tubuh dalam gerak1970-an lumba-lumba beberapa seperti gaya kupu-kupu selama tendangan. Gaya ini, disebut dengan banyak nama termasuk dada lumba-lumba dan dada Eropean tapi sekarang biasa disebut gaya dada gelombang, lambat untuk menangkap. Baru-baru ini, bagaimanapun, perubahan aturan yang memungkinkan perenang untuk menjatuhkan kepala bawah air selama bagian dari setiap siklus putaran yang telah mempercepat adopsi karena perenang telah menemukan bahwa mereka dapat meningkatkan perampingan saat tendangan dengan menurunkan kepala antara lengan. Mereka juga menemukan bahwa mereka dapat memanfaatkan aksi gelombang air untuk propulsi sambil memulihkan lengan dan kaki.

Namun, perubahan aturan yang memungkinkan perenang untuk menjatuhkan kepala bagian bawah air setiap siklus putaran yang dipercepat adopsi karena


(45)

27

perenang tahu bahwa mereka dapat meningkatkan perampingan saat tendangan dengan menurunkan kepala di antara lengan. Mereka juga menemukan bahwa mereka dapat memanfaatkan aksi gelombang pulsi, sambil memulihkan lengan dan kaki.

F. Gaya Datar dan Gaya Dada Bergelombang

Kedua gaya dada dikontraskan dalam rangkaian gambar dalam gambar 4 gaya datar dada ditandai dengan posisi tubuh horizontal di mana pinggul tetap berada didekat permukaan sepanjang siklus gaya utuh perenang bernapas. Dengan mengangkat dan menurunkan kepala sehingga posisi datar dari bagasi tidak terganggu dalam gaya gelombang, kepala dan bahu bangkit keluar dari air ketika perenang napas dan pinggul diturunkan selama pemulihan kaki ke depan.

Perbedaan utama antara keduanya dapat dilihat pada gambar 4, c dan d. Bahu perenang gaya datar bertahan dalam air, pinggulnya dekat permukaan ketika ia bernafas, dan dia tetap horisontal selama waktu ia sembuh kakinya ke depan. Bahu perenang gaya gelombang yang keluar dari air dan tubuhnya cenderung turun dari bahu ke lutut ketika ia bernafas dan pulih kakinya ke depan. Posisi tubuh yang sangat mirip untuk dua gaya dalam semua tahap lain dari semua gaya. Kedua perenang tetap horisontal dan efisien selama fase pendorong dari gaya lengan mereka, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4, a dan b. Mereka juga horisontal selama fase propulsive dari tendangan mereka, seperti yang ditunjukkan 4 e. Satu-satunya perbedaan lain antara dua gaya dapat dilihat pada gambar 4.f. Dalam gaya gelombang, dara cenderung menekan pinggul naik sedikit lebih dengan tendangan, mungkin dalam rangka gelombang tubuh terbalik.


(46)

Para pendukung gaya datar mendukung preferensi mereka dengan argumen bahwa gaya membentuk tarik berkurang dan lebih sedikit energi yang digunakan karena gaya dada tidak membuat gerakan asing naik dan turun ketika mereka berenang. Maju kecepatan menjiplak masa pusat perenang telah menunjukkan bahwa argumen ini tidak valid, namun, bukan menciptakan lebih tahan gerak, panjang, tarik sebenarnya secara signifikan ketika perenang mengangkat kepala dan batang keluar dari air dalam gaya gelombang. Memang, mereka menciptakan kurang tarik mendorong dengan kaki mereka dan mengurangi tarikan bentuk dengan asumsi lebih efisin selama sebagian besar pemulihan. Sebagai tambahan, Sebagaimana akan dibahas pada bagian kecepatan maju, mereka menerima fase penggerak depan gelombang ketiga pendorong ketika mereka mengangkat kepala dan bahu keluar dari air.

Gambar 4. Perbandingandrag resistifdihasilkan oleh pemulihan kaki distylos datardan gelombang dada


(47)

29

Gambar 4 menggambarkan mengapa gaya dada gaya datar membuat gaya dada gelombang gaya moderen kurang tarik pemulihan kak. Perenang gaya datar, (kiri, menghasilkan sejumlah besar mendorong tarik selama pemulihan kakinya, ia mendorong paha ke bawah dan ke depan terhadap air. Ini merupakan perlambatan pada grafik oleh lembah besar di akhir pemulihan kakinya. Kecepatan pengukuran banyak dada gaya datar telah menunjukkan bahwa merngurangi kecepatan depan mereka ternyata ketika mereka memulihkan kaki dengan cara ini. Bahkan, banyak yang berhenti dahulu selama fase siklus gaya ini (Maglischo 1999).

Hal ini ditunjukkan dalam gambar 4 oleh panah di bawah tubuh perenang menggambarkan arah relatif air rendah. Kepala dan bahu harus ditingkatkan untuk menurunkan pinggul dan mencapai posisi tubuh, yang sebagian dapat menjelaskan mengapa perenang gaya dada terampil banyak bahu keluar dari air ketika mereka memulihkan kaki. Di sisi lain, jika gaya datar dari gaya dada kaki membentuk permukaan dinding seperti rata dengan air mendekat akan menyebabkan turbulensi jauh lebih besar. Berlawanan dengan kepercayaan populer, perenang yang memulihkan kaki dengan menurunkan pinggul tidak akan meningkatkan bentuk tarikan dengan menjatuhkan kaki dalam ke air.

Perenang gaya gelombang, di sebelah kanan, mengurangi mendorong tarik dengan menurunkan panggulnya ketika ia pulih kakinya dan membawa kakinya rendah maju tanpa mendorong paha ke bawah. Kaki bagian bawah yang lebih kecil dan bergerak maju di belakang. Oleh karena itu, pemulihan kaki dengan cara ini menghasilkan tarikan kurang resistif daripada maju dengan paha besar. Grafik


(48)

kecepatan untuk perenang gelombang gaya b menggambarkan bahwa ia berkurang kecepatannya kurang dan untuk jangka waktu yang lebih singkat kecepatan pulih kakinya ke depan. Perhatikan bahwa perenang gaya datar berkurang kecepatannya dengan 0,20 m / detik sedangkan perenang di sebelah kanan berkurang kecepatannya hanya 0,80 m / detik.


(49)

31

Gelombang gaya dada juga menemukan tarikan kurang resistif karena mereka mempertahankan bentuk kemunculan dengan batang dan kaki selama pemulihan kaki. Tubuh cenderung sedikit ke bawah dari kepala ke lutut sehingga aliran air dapat mengubah arah secara bertahap sehingga tubuh dan kaki melewati mereka. Anda mungkin berpikir perenang Thailand dapat mengurangi tarikan resistif bahkan lebih dengan menggunakan posisi tubuh datar dan memulihkan kaki tanpa mendorong paha ke depan. Penyelesaian ini tidak mungkin, namun kaki akan keluar dari air jika dada Perenang yang berusaha untuk memulihkan kaki sambil tetap datar. Jika pinggul perenang tetap di permukaan, perenang tidak bisa menjaga kaki di bawah air ketika mereka memulihkan kaki ke depan kecuali mereka mendorong paha ke bawah dan ke depan. Di sisi lain, dalam gaya gelombang, perenang gaya dada mampu menjaga kaki di bawah air tanpa mendorong paha bawah dan depan karena mereka menurunkan pinggul.

G. Gaya dan Pola Kecepatan

Pada bagian ini adalah pola gaya lengan yang digunakan oleh perenang gaya dada. Ini diikuti dengan diskusi tentang pola menendang. Kecepatan kedepan dan pola kecepatan tangan akan dijelaskan berikutnya, dan akrena ini penting bagi penggerak propulsi.

1. Pola lengan

Pola-pola yang ditarik relatif terhadap air. Untuk tujuan menjelaskan, pola lengan telah dibagi menjadi empat tahap: sapuan keluar, menangkap,sapuan dalam dan pelepasan dan pemulihan.


(50)

Gaya dada menyapu lengan keluar dan ke depan selama sapuan keluar tersebut. Beberapa perenang juga mengarahkan lengan sedikit ke atas. Hal ini terutama berlaku dari mereka yang berombak tubuhnya saat mereka berenang gaya dada. Hasil tangkapan terjadi sebagai perjalanan lengan luar bahu, di mana mereka dapat mencapai orientasi mundur sapuan dalam adalah gerakan setengah lingkaran di mana tangan yang dibawa di bawah lengan terus bepergian keluar di bagian pertama dari sapuan dalam rangka inersia secara bertahap karena mereka juga mulai kembali dan ke bawah. Lengan terus keluar dan kedalam sampai mereka menyelesaikan paruh pertama sapuan kedalam, pada saat perubahan arah mereka untuk kembali, permukaan, dan ke dalam. Fase pendorong propulsi dari sapuan dalam berakhir ketika kembali ke arah perubahan tangan untuk meneruskan karena mereka datang bersama-sama di bawah bahu. Dari sana, lengan terus sampai, dalam, dan ke depan sampai mereka mencapai permukaan, pada saat itu mereka diperluas ke depan untuk gaya berikutnya.


(51)

33

a. Pandangan bawah menunjukkan bahwa tangan mulai menyapu keluar sebelum mereka secara sempurna diperpanjang. Tidak ada luncuran, meskipun luncuran secara tradisional telah diajarkan, hal ini tidak digunakan oleh sebagian besar kelas dunia perenang gaya dada. Ada istirahat periode untuk lengan, Namun, yang terjadi pada mereka adalah peregangan ke depan dan keluar gaya tersebut. Perenang menjaga tangan bergerak dari pemulihan ke sapuan luar dalam rangka mengatasi inersia depan mereka karena mereka mengubah arah untuk keluar.

b. Pola pandangan depan menunjukkan bahwa tangan menyapu sedikit selama sapuan luar tersebut. Ini arah ke atas adalah menipu, hal ini tidak benar-benar sebagai besar seperti yang muncul di sini, itu adalah karena pola yang ditarik dengan menelusuri pergerakan lengan tengah tangan. Jari tengah secara alami akan melakukan perjalanan ke atas seperti tangan putar selama sapuan luar, yang memberikan kemunculan bahwa lengan sudah melakukan sapuan lebih dari yang biasa dilakukan.

Perenang gaya dada Sebagian besar menyapu tangan langsung keluar ke samping. Namun perenang yang cenderung berombak tubuh akan menyapu tangan selama sapuan luar tersebut. Hal ini karena tangan yang ditekan agak seperti pinggul berombak akhir atas. Akibatnya mereka geser keluar selama sapuan keluar membuat tangkapan dekat permukaan.

c. Bagian depan dan pola melihat sisi gaya yang menunjukkan apa, untuk beberapa, mungkin mengejutkan sejumlah besar gerakan ke bawah selama paruh pertama sapuan dalam tersebut. Berenang tangan menyapu turun hampir


(52)

60 cm (sekitar 2 kaki) selama fase gaya lengan. Gerakan ke bawah ini melayani dua tujuan: Ini membawa lengan bawah, bahu di mana mereka dapat dipulihkan ke depan dengan tarikan mendorong minim, dan membantu dalam mengangkat kepala dan bahu sehingga kaki dapat dipulihkan dengan minimum mendorong tarik .

2. Variasi gaya lengan

Tampaknya ada dua gaya yang berbeda lengan menarik digunakan oleh perenang kelas dunia hari ini (Thayeretal. 1986). Beberapa menyapu tangan keluar dan ke depan pada bagian pertama dari gaya lengan dan kemudian masuk dan kembali selama bagian akhir. Ini adalah pola yang ditunjukkan pada gambar 6. Ini biasanya menghasilkan satu gelombang besar di kecepatan maju selama gaya lengan tersebut.

Gaya kedua adalah hampir kebalikan langsung dari gaya kesatu hanya penjelasan. Gerakan tangan menyapu keluar dan kembali selama sapuan luar dan dalam dan ke depan selama sapuan dalam tersebut. Pola ini, diilustrasikan di sisi kanan dari Gambar 7, juga menghasilkan satu besar gelora kecepatan depan. Dalam kasus ini, bagaimanapun, gelombang datang jauh lebih awal dalam gaya. Selama bagian terakhir dari sapuan luar dan bagian pertama dari sapuan dalam tersebut. Grafik kecepatan yang dalam gambar 7 menunjukkan bagaimana perenang mempercepat tubuh ke depan masing-masing gaya kontras. Grafik di sebelah kiri menunjukkan apa yang terjadi pada kecepatan kedepan ketika lengan ke depan dan melakukan perjalanan ke luar selama sapuan luar dan di saat sapuan ke dalam tersebut. Tubuh mulai untuk mempercepat maju akhir sapuan keluar dan terus


(53)

35

mempercepat ke depan seluruh sapuan dalam tersebut. Grafik di sebelah kanan menunjukkan efek pada kecepatan depan ketika perenang menyapu tangan keluar dan kembali selama sapuan keluar dan dalam dan ke depan selama sapuan dalam tersebut. Tubuh akan mulai mempercepat maju awal gaya lengan akselerasi juga berakhir lebih awal. Seperti ditunjukkan dalam grafik, maju kecepatan mempercepat paling selama bagian terakhir dari sapuan luar dan bagian pertama dari sapuan dalam, tangan yang mendorong kembali terhadap air. Kecepatan maju berkurang kecepatannya selama sebagian besar dari sapuan dalam, namun, setelah tangan mulai bergerak maju.

Gambar 7. Propulsion selama dua jenis gaya lengan.

Grafik di sebelah kiri menunjukkan pola menyapu tangan keluar selama berenang dan kembali ke sapuan dalam tersebut. Grafik di sebelah kanan menggambarkan


(54)

pola lain umum menyapu tangan keluar dan kembali selama sapuan tangan keluar dan dalam dan ke depan selama sapuan ke dalam tersebut.

Selama propulsi yang bersangkutan terkonsentrasi, perbedaan antara dua gaya yang ditunjukkan pada gambar 7 adalah sebagai berikut:

a. Sapuan keluar adalah nonpropulsi untuk perenang di sebelah kiri karena tangannya bergerak maju serta keluar. Seluruh sapuan dalam adalah propulsi pendorong, namun, karena perenang terus tangannya bergerak dan kembali sampai mereka berada di dalam bahunya.

b. Bagian kedua dari sapuan luar adalah pendorong untuk perenang di sebelah kanan karena dia mulai bergerak tangannya kembali selama fase gaya lengan nya. Propulsi ini akan terus berlangsung untuk poris kecil dari sapuan dalam tetapi berakhir sangat dini karena tangannya mulai bergerak maju.

Kedua metode ini bisa efektif. Memang, mereka telah terbukti menjadi begitu karena mereka telah digunakan oleh berbagai kelas dunia perenang. Namun demikian, saya percaya bahwa pola stroke yang diilustrasikan di sebelah kiri memiliki potensi untuk menjadi lebih efektif dari dua. Hal ini karena perenang mencapai kecepatan maksimum maju sebelum gaya lengan berakhir dan kaki mulai pulih ke depan. Karena pemulihan kaki adalah gerakan penghambat yang paling ampuh dalam gaya ini, berikut bahwa kecepatan maju dapat mengurangi kecepatan untuk cukup pada tingkat yang sama selama fase siklus pola jika perenang bepergian lebih cepat saat mulai. Dengan cara yang sama, kecepatan maju mungkin akan turun ke tingkat yang jauh lebih rendah jika perenang sudah


(55)

37

mulai melambat sebelum mereka mulai pulih kaki ke depan.

Setelah mengatakan hal ini, saya juga harus menyebutkan bahwa perenang paling suka gaya yang diilustrasikan oleh pola gaya pada sebelah kanan. Penekanan ini telah menyebabkan banyak perenang untuk menyapu tangan ke depan segera ketika mereka mulai menyapu mereka masuk saya percaya ini adalah kesalahan teknis serius yang menyebabkan banyak perenang kehilangan kecepatan dan jarak pendek. Perenang akan lebih baik disarankan untuk menyapu tangan dalam dan kembali selama sapuan dalam sehingga mereka dapat mempertahankan propulsi selama fase gaya lengan tersebut. Ini propulsi tambahan harus lebih dari kompensasi untuk propulsi mereka kehilangan selama sapuan luar tersebut. Selain itu, mendorong tangan untuk tahan terhadap air selama sapuan dalam hanya akan menyebabkan mereka melambat lebih dari mereka dinyatakan mungkin. Tubuh harus bepergian ke depan dengan kecepatan puncak pada akhir sapuan dalam sehingga mereka tidak akan melambat sebanyak ketika mereka pulih kaki ke depan.

3. Tendangan pola

Arah kaki bergerak selama tendangan dada diambil dari depan, samping, dan bawah pandangan dalam pola tendangan yang ditunjukkan pada gambar 8 tahapan tendangan adalah pemulihan, sapuan keluar tersebut, hasil tangkapan, sapuan dalam, serta mengangkat dan meluncur.


(56)

Gambar 8. Khusus sisi, depan, dan bawah pola pandangan gerak untuk menendang dada. Pola-pola yang ditarik relatif terhadap air.

Siklus Tendangan dimulai sebagai kaki dan kaki bagian bawah yang pulih ke depan. Ketika mereka mencapai bokong, kaki yang menyapu keluar serta ke depan sampai mereka mencapai luar bahu dan menghadap ke belakang. Di sinilah tangkapan berlangsung dan perenang memulai untuk menerapkan kekuatan pendorong. Pola pandangan depan menunjukkan dengan jelas bahwa propulsi fase komprehensif dari tendangan dada adalah gerakan melingkar. Dari hasil tangkapan, perenang menyapu kaki keluar, kembali, dan kemudian turun sampai mereka benar-benar diperpanjang pada lutut dan hampir bersama-sama. Dari sana, kaki naik ke dalam keselarasan dengan diadakan di posisi efisien sedangkan fase pendorong dari gaya dada dieksekusi.

Tiga poin teknis penting diilustrasikan oleh pola-pola tendangan ini. Kekhawatiran jumlah yang kaki menyapu ke bawah selama sapuan dalam dari sekitar 50 sampai 60 cm (20 sampai 24 cm). Komponen directional adalah tidak


(57)

39

dapat dipercaya. Sementara kaki melakukan perjalanan ke bawah selama sapuan dalam tersebut, jaraknya hanya setengah dari apa yang tampaknya berada dalam pola-pola ini.

Kaki tampaknya bergerak turun lebih dari yang sebenarnya mereka lakukan karena pola tendangan ditarik dengan menelusuri jalan dari jempol kaki. Dengan kaki tertekuk di lutut dan ditarik ke depan dan di pergelangan kaki, jari-jari kaki akan hampir di permukaan selama sapuan kedalam dimulai. Kaki kemudian akan memutar ke bawah sebagai kaki yang diperpanjang kembali. Berakhir pada ukuran kaki perenang tertentu, 15 sampai 30 cm (6 sampai 12 cm) dari jarak yang ditentukan kaki akan muncul untuk bergerak kebawah dengan mudah sehingga berkaitan dengan fakta bahwa kaki akan berotasi ke bawah selama sapuan lengan ke dalam.

fitur teknis kedua menyesatkan pola-pola hubungannya dengan pola ini harus dilakukan dengan sebagian kecil kaki muncul untuk melakukan perjalanan kembali selama sapuan lengan ke dalam tersebut. Kita mungkin berharap untuk melihat kaki bergerak kembali selama sapuan lengan kedalam jika mendorong air kembali adalah, sumber utama untuk melakukan propulsi kedepan.

Satu alasan yang jelas nyata bahwa kekuatan mengangkat dan tarikan berkontribusi hampir seimbang dengan kekuatan pendorong dari tendangan dada. Gambar 9 mengilustrasikan bagaimana propulsi dari tendangan dada mungkin merupakan hasil produksi hampir sama dari kekuatan mengangkat dan tarikan. Analisis vektor dari porsi sapuan lengan ke dalam antara bar horizontal menunjukkan bahwa sejumlah besar kekuatan pendorong bisa dihasilkan,


(58)

meskipun kaki bergerak turun lebih banyak dari kembali selama fase ini. Ketika kekuatan mengangkat dan tarikan dikombinasikan untuk membentuk kekuatan propulsi yang cukup wajar, itu juga merupakan gaya ke atas yang cukup besar di pinggul. Hal ini mungkin menjelaskan setiap gaya dada tampak besar di bagian pinggul itu sedikit selama fase ini.

Gambar 9. Ilustrasi menunjukkan bagaimana propulsi dapat dihasilkan oleh kombinasi kekuatan mengangkat dan menarik selama sapuan lengan kedalam dari tendangan.

Fitur teknis akhir dari pola-pola tendangan yang saya ingin mengomentari adalah sedikit perbedaan antara gerakan kaki kanan dan kiri. Di bawah pola tendangan kaki kanan menunjukkan bahwa perenang memiliki pola lebih lama dan lebih luas gerak dari kiri mereka. Asimetri jenis ini khusus dari perenang gaya dada sebagian besar (Czabanski dan Koszczyc 1979). Sama seperti semua perenang,perenang tampaknya memiliki satu lengan yang lebih efektif dari pada yang lain, begitu juga kaki berbeda dalam efisiensi pendorong. Kaki kiri biasanya merupakan anggota tubuh yang paling rendah (Czabanski 1975).


(59)

41

Tiga penjelasan yang paling logis untuk kaki asimetri pada dada adalah (1) kurang kekuatan dalam satu kaki dibandingkan dengan yang lain, (2) perbedaan dalam ukuran dari dua kaki, dan (3) rentang yang lebih besar gerak dalam satu kaki relatif terhadap lainnya. Penelitian menunjukkan penjelasan yang terakhir adalah lebih mungkin dari tiga jenis. Czybanski (1975) menemukan bahwa dua kelompok perenang, dengan tendangan dada yang baik dan miskin tedangan gaya dada, tidak mencetak perbedaan pada tes kekuatan kaki. Di sisi lain, Nimz dan rekan (1988) laporan menunjukkan perbedaan antara kaki kanan dan kiri dalam ukuran fleksi sendi lutut dan eversi (memutar kaki keluar). Kelompok kedua peneliti tidak menemukan perbedaan signifikan dalam ukuran panjang kaki, lebar, atau keliling, namun. Data ini menunjukkan bahwa latihan untuk meningkatkan jangkauan gerak pada lutut dan sendi pergelangan kaki dapat meningkatkan kecepatan dada.

H. Grafik Kecepatan Maju

Kecepatan maju dari pusat perenang gaya dada iniditampilkan selama satu siklus putaran yang sempurna dalam grafik yang lebih rendah dalam gambar 10. Ia berenang di 200 m kecepatan, selama data ini dikumpulkan. Grafik dimulai pada 0 detik pada bais waktu. Itu adalah inti dimana tangannya mulai menyapu setelah ia memulihkannya. Perenang melakukan pergerakan ke depan di sekitar 1,60 m / detik pada saat itu. Kecepatan majunya datang dari porsi akhir dari tendangan pada saat kaki yang datang bersama-sama. Setelah menyelesaikan fase pendorong dari tendangannya, kecepatannya menurun sedikit menjadi 1,30 m / detik, ketika ia menyapu lengannya ke posisi tangkapan. Dia membuat hasil tangkapannya di sekitar 0,18 detik.


(60)

Setelah menangkap, ia menyapu tangannya keluar, turun, dan masuk mencapai kecepatan maju tinggi sekitar 1,70 m / detik sebelum ia melepaskan tekanan pada air di ujung dari sapuan lengan dalam dengan tangannya. Tahap pendorong dari sapuan lengan terjadi ketika dia di sekitar 0,55 detik dalam siklus itu. Setelah sapuan lengan ke dalam tersebut, kecepatan maju berkurang kecepatannya untuk waktu yang singkat setelah ia pulih tangannya sampai ke permukaan dan pergerakan kaki untuk memulihkan kecepatan maju. Perhatikan, bagaimanapun, bahwa peningkatan ke depan nya kecepatan, sekali lagi tak lama setelah ia mulai pulih anggota tubuhnya dan terus meningkat sampai sekitar 0,90 detik dalam siklus putarannya. Peningkatan ini disebabkan propulsi gelombang.

Dia mengurangi kecepatan tajamnya ketika efek gelombang menghilang dan kecepatan majunya turun menjadi 1,00 m/detik selama tangannya bergerak maju dan kakinya melenturkan bahkan lebih selama pemulihan. Perlambatan ini terjadi ketika ia berada sekitar 1,10 detik dalam siklus putaran. Tingkat perlambatan cukup cepat dan dinyatakan karena ia melakukan tekanan antara kedua lengan dan kakinya kedepan melalui air. Sebagian besar kelas dunia perenang gaya dada melakukan perlambatan kecepatan sekitar 1.00 m / detik selama ini (Thayer et al. 1986). Kurangnya kemampuan perenang gaya dada sebenarnya dikarenakan berhenti bergerak maju untuk sesaat pemulihan. (Craig, Boomer, dan Skehan 1988).

Perenang pada gambar 10 pergerakan sangat cepat dari lembah ini dari fase perlambatan propulsi pada saat tendangannya dimulai. Dia mencapai kecepatan puncak nya sekitar 1.8 m/sec pertengahan dari sapuan kaki kedalam dan ia


(61)

43

mempertahankan kecepatan sampai ia berhenti mendorong kembali terhadap air dengan kakinya di fase propulsi. Dia berhenti mendorong kembali sekitar 1,49 detik ke dalam siklus putaran.

Gambar 10. Maju Khas, tangan, dan pola kecepatan kaki untuk perenang gaya dada Glenn D. Mills.

Perenang dunia mencapai kecepatan puncak yang sama dengan lengan dan kaki. Mereka memperlambat tubuh mereka ke depan untuk waktu yang lebih lama lagi dengan tangan mereka daripada yang mereka lakukan dengan kaki mereka. Namun, tendangan jelas merupakan pendorong dominant. Kecepatan maju perenang ini meningkat hampir 0.90 m/detik selama tendangan. Meningkat hanya 0,40 m/detik selama gaya lengan tersebut. Dengan demikian, perenang tidak menurunkan mecepatan maju sebanyak dengan lengan seperti yang mereka lakukan dengan kaki, meskipun kecepatan puncak serupa selama kedua fase gaya.


(62)

Itu karena propulsi dari tendangan dimulai ketika kecepatan maju berada pada titik terendah dalam siklus gaya, sedangkan mereka mulai mempercepat tubuh ke depan dengan lengan ketika mereka siap melakukan pergerakan lebih cepat.

Dua pengamatan tentang pola kecepatan maju dalam gambar 10 memberikan informasi penting mengenai teknik berenang gaya dada. Yang pertama adalah lembah perlambatan selama pemulihan kaki dan lengan. Salah satu yang paling penting berbeda antara kelas dunia dan kurang-sukses breaststrokers dapat dikaitkan dengan fase siklus stroke. Kelas dunia perenang gaya dada mengurangi kecepatan dan mereka menghabiskan lebih sedikit waktu di lembah ini. Para perenang terbaik tidak melambat lebih dari 1 m / detik selama waktu ini dan mereka tidak menghabiskan lebih dari 0,30 detik di lembah itu. Perenang gaya dada yang kurang terampil sering mengurangi kecepatan 1,50 m / detik atau lebih dan mereka akan menghabiskan 0,40-0,60 detik di lembah sebelum menyelesaikan pemulihan kaki.

Pengamatan kedua berkaitan dengan fase, ketiga, atau tengah pendorong selama siklus putaran, salah satu yang dihasilkan dari propulsi gelombang. Selama gaya lengan, perenang akan mendorong tubuh ke depan dinding besar air dan juga akan menarik air ke depan ketika memutar. Ketika kecepatan maju diperlambat dengan cepat pada akhir putaran lengan, bahwa air akan mengisi di belakang dan menghasilkan gelombang ke depan, mempercepat tubuh ke depan saat ia melakukannya. Percepatan kecepatan maju karena propulsi gelombang biasanya serupa dalam besarnya untuk meneruskan perlambatan dari putaran lengan tersebut, meskipun tidak dipertahankan untuk jangka waktu yang sama.


(63)

45

Hanya perenang gaya dada gelombang saja yang mendapatkan besarnya gelombang propulsi, diilustrasikan pada Gambar 10. Dada perenang yang menggunakan gaya datar tidak akan mengalami besarnya propulsi gelombang yang sama selama pemulihan lengan dan kaki, seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Jelas, propulsi gelombang dapat menjadi manfaat besar bagi perenang gaya dada. Untuk satu hal, menambahkan fase, besar pendorong ketiga secara signifikan akan meningkatkan kecepatan rata-rata per siklus putaran. Untuk yang lain propulsi gelombang, karena itu terjadi ketika perenang pulih pada lengan dan kaki, mengurangi kecepatan baik saat mereka menghabiskan perlambatan dan sejauh mana mereka mengurangi kecepatan selama lengan dan kaki pemulihan. Akhirnya, propulsi gelombang cukup ekonomis. Dalam arti, itu adalah propulsi bebas karena tidak memerlukan upaya otot.

Pola lain kecepatan yang menunjukkan efek propulsi gelombang adalah pembagian pada ilustrasi gambar 11. Perenang adalah Silke Horner, mantan pemegang rekor dunia pada gaya dada 100m. Perhatikan ketika propulsi gelombang berlangsung selama siklus putaran. Itu hanya terjadi pada saat pemulihan lengan dan kaki ber maju. Ini adalah ketika bagian atas tubuhnya berada di atas point air dan sebelum tangannya mulai mendorong maju melalui air. Para penggerak gelombang ditandai dengan daerah yang diarsir gelap pada kecepatan grafik itu. Posisi tubuhnya selama fase ini ditampilkan dalam sisipan.


(64)

Gambar 11 Pola kecepatan untuk pemegang rekor dunia di dada. Perenang adalah Silke Homer, mantan pemegang rekor dunia dalam 100 m gaya dada. Diadaptasi dari Mssoi, Patton.. Dan Newton 1.989

Waktu propulsi gelombang nya menunjukkan dengan jelas bahwa itu tidak disebabkan, karena beberapa orang percaya, oleh perenang menerjang ke depan ketika mereka memperpanjang lengan selama pemulihan mereka. Percepatan maju nya terjadi sebelum waktu itu dan dia sudah melambat sebelum ia memperluas lengannya ke depan. Ada kemungkinan bahwa menerjang maju dapat mengurangi sejauh mana perenang melambat sebagai mereka memperpanjang lengan ke depan. Percepatan Horner's dalam kecepatan maju dari propulsi gelombang disebabkan oleh mekanisme lain. Namun, kemungkinan besar gelombang air dari bangun bahwa lonjakan maju saat ia mulai mengurangi kecepatan setelah fase pendorong dari ujung tendangan nya.


(65)

47

I. Tangan dan Grafik Kecepatan Kaki

Kecepatan tangan diwakili oleh grafik berbayang gelap di atas angka 10. Tangan perenang bepergian di sekitar kecepatan yang sama seperti itu, tubuh mereka memulai menyapu keluar pada 0 detik pada baris waktu. Mereka sedikit mempercepat selama sapuan keluar dan kemudian lambat sampai mereka, sekali lagi, bepergian dengan kecepatan yang sama saat hasil tangkapan dibuat, sekitar 0,20 detik ke siklus putarannya. Perenang ini tampaknya menggerakkan tangannya perlahan-lahan melalui sapuan luar dan mengijinkan mereka untuk datang hampir benar-benar berhenti di tangkapan sebelum memulai sapuan dalam setelah menangkap dibuat, kecepatan tangannya mempercepat cepat sepanjang fase ini dari putaran lengan sampai ia berhenti mendorong kembali terhadap air di sekitar 0,55 detik dalam putaran siklus.

Kecepatan maksimum tangan perenang mencapai puncak selama sapuan dalam adalah menggandakan kecepatan mereka di tangkapan (1,30 vs 4,00 m / detik). Kecepatan tangan mulai menurun ketika ia mulai pulih tangannya ke depan dan mereka terus melambat tangkapan dibuat untuk siklus strokeberikutnya. Seperti halnya dengan kompetitif stroke, kenaikan dan penurunan perubahan cermin tangan kecepatan dalam selama putaran lengannya.

Kecepatan kaki perenang diilustrasikan oleh grafik berbayang cahaya di angka 7,7. Kakinya bergerak meluncur selama armstroke, sebagai indikasi bahwa mereka sedang ditarik ke depan pada kecepatan yang sama tubuhnya memotong selama waktu itu.


(1)

S2 = Varians

b = Jumlah sampel

∑ = Jumlah

X = Nilai data

3. Menguji homogenitas dari dua kelompok sebelum eksperimen, Sudjana (1992)

F =

4. Uji normalitas setiap tes dengan menggunakan uji kenormalan Liliefors. Sudjana (1992)

a. Pengamatan X1, X2 ……….Xn dijadikan bilangan baku Z, Z2, ……..Zn dengan menggunakan rumus:

Zi =

X dan S masing-masing merupakan rata-rata dan simpangan baku dari sampel

b. Untuk bilangan baku digunakan daftar disrtribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(F1) = P(ZZ1)

c. Selanjutnya dihitung proposi Z1,Z2,………..Zn jika proposi ini dinyatakan S (Zi), maka:

S(Zi) =

d. Menghitung selisih F(Zi)-(Zi) kemudian menentukan harga mutlak e. Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak slisih


(2)

78

bandingkan Lo dengan nilai kritis L yang diambil dari daftar untuk taraf nyata. Kreteria : tolak hipotesis jika Lo yang diperoleh dari data pengamatan melebihi L dari daftar tabel dan hipotesis nol diterima.

5. Berdasarkan jika hasil penelitian diperoleh data normal maka langkah pengujinya menggunakan kesamaan dua rata-rata uji : dua pihak :

t =

6. Bila hasil data penguji berdistribusi normal, maka langkah pengujiannya menggunakan uji t dengan rumus : untuk membedakan antar tes awal dan tes akhir pada dua kelompok penelitian.

t =

7. Pengujian Hipotesis

Untuk uji t kriteria pengujian adalah terima hipotesis, jika t < t 1 – a. untuk harga lain Ho ditolak. T tabel diperoleh dari distribusi t dengan tingkat kepercayaan 0,95 dan derajat kebebeasan (dk) = (n1 + n2–2).


(3)

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis yang didukung dengan kerangka pikir dan kemudian dibuktikan dengan analisis data maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran perorangan (individual teaching) dapat meningkatkan kemampuan keterampilan gerak dasar genang gaya dada dengan rata-rata keterampilan sebesar 36,900.

2. Model pembelajaran kelompok (group teaching) dapat meningkatkan kemampuan keterampilan gerak dasar renang gaya dada dengan rata-rata keterampilan sebesar 28,300.

3. Model pembelajaran perorangan lebih baik peningkatannya dari pada model pembelajaran kelompok terhadap keterampilan gerak dasar renang gaya dada pada siswa kelas VIII-D SMP Negeri 8 Bandar Lampung.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini maka dapat disarankan untuk dijadikan bahan masukkan bagi:

1. Guru pendidikan jasmani dan olahraga dalam melakukan pembelajaran agar dapat memilih model pembelajaran yang tepat sehingga hasil belajar gerak


(4)

87

pada setiap cabang olahraga akan meningkat secara efektif.

2. Untuk mengefektifitaskan model pembelajaran perorangan hendaklah pihak sekolah meningkatkan kegiatan ekstrakulikuler renang untuk latihan renang gaya dada.

3. Pada guru dan siswa, hendaknya memahami hukum-hukum mekanik, sehingga pelaksanaan model pembelajaran perorangan dapat menghasilkan kemampuan serta keterampilan renang terutama renang gaya dada lebih optimal

4. Peneliti, perlu dikaji lebih komperhensif dengan objek penelitian yang lebih banyak serta variabel yang berbeda.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V. Rineka Cipta. Jakarta.

Ahmadi, A. 1990. Diktaktik Metodik. C.V. Toha. Semarang.

Bompa, Tudor O. 1990. Theory and Methodology of. lm17 Training, Dubuque, lowa. Kendall/ Hunt, Publishing Company.

Djamarah Bahri Syaiful dan Zain Aswan. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Dumadi dan Kasiyo Dwijowinoto. 1992. Renang. Materi Metode Penelitian.

Depdikbud. Jakarta

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta

Lutan, Rusli. 1998. Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode.

Depdikbud. Jakarta.

Lutan, Rusli dan Toho Cholik M. 1996/1997. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

Maglisho, Ernest W. 2003. Swimming Fasttest. Human Kinetics. New Zealand. Muhajir. 2004. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan untuk SMA Kelas X.

Yudistira. Jakarta.

Setiadi Budi. 2009. Pengembangan Alat Ukur Untuk Keberhasilan Renang.

Semarang. Universitas Negeri Semarang.

Sugiyanto dan Agus Mahendra. 1998. Dasar–Dasar Belajar Gerak. Depdikbud. Jakarta.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.


(6)

89

Supandi. 1991. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani. Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Pendidikan Ilmiah Dasar Metode dan Teknik. Tarsito. Bandung.

Sumardi S. 1983. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Tim Penyusun. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung.