Urusan apa saja yang menjadi kewenangan dari pemerintah pusat yang tidak diberikan kepada pemerintah daerah?

Kewenangan Daerah Bisa Ditarik Pusat jika Ada Hambatan

kompas.id - 8 Oktober 2020

Urusan apa saja yang menjadi kewenangan dari pemerintah pusat yang tidak diberikan kepada pemerintah daerah?

Undang-undang Cipta Kerja yang baru disahkan DPR dinilai mencabut kewenangan pemerintah daerah tentukan kawasan strategis provinsi maupun kabupaten/kota. Kewenangan yang dinilai menjadi wilayah pemerintah pusat, mulai dari penentuan dan pengaturan tata ruang, kini harus merujuk pada norma, standar, prosedur, dan kriteria atau NSPK, yang ditetapkan pemerintah pusat.

Namun, sebenarnya, pemerintah pusat bukan menghilangkan kewenangan daerah, melainkan hanya memberikan limitasi atau batasan, yaitu mengambil alih kembali kewenangannya jika ada hambatan di daerah.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, yang dihubungi Rabu (7/10/2020) di Jakarta, menyatakan, ketentuan UU Cipta Kerja itu secara signifikan mengubah ketentuan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang. Pasal 10 dan Pasal 11 UU No 26/2007 tersebut, pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, diberi kewenangan mengatur, membina, dan mengawasi tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, serta pelaksanaan tata ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota.

Penghapusan kewenangan pemda dalam tata laksana kawasan strategis daerah itu, menurut Robert, sangat disayangkan. Sebab, pengambilan kewenangan oleh pusat berpotensi menimbulkan benturan kepentingan antara pusat dan daerah dalam penentuan dan pengawasan kawasan strategis di daerah. Di sisi lain, konsep kawasan strategis antara pemerintah pusat dan daerah itu bisa berbeda, sehingga berpotensi menimbulkan ketidaksesuaian antara kebutuhan daerah dengan kebijakan pusat.

Yang kami takutkan ialah tabrakan antara orientasi pembangunan daerah yang disusun oleh pemerintah daerah dan kewenangan pemerintah pusat dalam hal penentuan kawasan strategis daerah ini. Kalaupun kawasan strategis di daerah itu ditetapkan pusat, harus dipastikan konsultasi dengan pemda tetap jalan. Kalau tidak, pusat ingin mengatur kawasan strategis daerah, sementara itu tak sesuai visi-misi kepala daerah yang dituangkan di RPJMD, bisa kacau, kata Robert.

Dalam semangat otonomi daerah, kepala daerah yang dipilih rakyat punya visi-misi dalam RPJMD-nya. Di RPJMD akan termuat rencana detail tata ruang (RDTR) maupun rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Dalam konteks kawasan strategis daerah diterapkan pusat, tambah Robert, jangan sampai kebijakan yang diambil pusat akhirnya tak sesuai RPJMD yang disusun pemda. Jika perbedaan itu terjadi, justru tak baik bagi investor karena mereka akan kebingungan, apakah mengikuti desain kawasan pusat atau pemda.

Setiap kepala daerah kan punya program. Misalnya, dia ingin mengembangkan kawasan ini sebagai sentra produksi, lalu di lain tempat dijadikan kawasan industri, itu kan atas dasar visi-misi dan perspektifnya sebagai kepala daerah. Akan tetapi, jika kewenangan tata laksana kawasan strategis di daerah kini jadi kewenangan pusat, boleh jadi, itu tak sesuai dengan RPJMD, dan kebutuhan daerah tersebut. Pemda yang paling mengerti potensi dan kebutuhan daerah, tutur Robert.

Di sisi lain, lanjut Robert, jika terjadi ketidaksesuaian pusat dan pemda dalam penentuan kawasan strategis daerah, investor cenderung akan memilih mengikuti desain yang ditetapkan daerah. Alasannya, mereka sehari-hari akan bertemu dengan pemda untuk kebutuhan apa pun. Oleh karena itu, penting bagi pusat dengan adanya aturan itu untuk tetap melibatkan pemda menentukan kawasan strategis daerah.

Hal senada diungkapkan Anggota Gerakan untuk Indonesia Adil dan Demokratis (GIAD) Kaka Suminta. Pemda dalam hal perizinan dan tata ruang telah terlemahkan. Pengaturan di dalam UU Cipta Kerja seolah memutar balik yang semua telah diupayakan oleh Reformasi, katanya.

Tak ada resentralisasi

Sementara, dalam keterangan pers yang digelar pemerintah bersama 10 menteri lainnya, dan ditayangkan Youtube, kemarin, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengatakan, tidak ada resentralisasi dalam UU Cipta Kerja. Dalam kluster administrasi pemerintahan, pemda tetap diberi hak dan kewenangan terbitkan perizinan berusaha. Kewenangan itu tak dihilangkan, tetapi diberi batas waktu.

Perizinan tetap ada di daerah sesuai kewenangannya, tetapi diberi batas waktu. Perlu diberi batas waktu. Kalau tidak jalan, ya, memang harus ditarik ke pusat, tentu dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK). Ini yang tolong diluruskan, jadi jangan diputarbalikkan seolah resentralisasi. Tak ada resentralisasi, katanya.

Merujuk konstitusi, menurut Yasonna, Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan. Dalam kaitannya dengan kewenangan pemda, itu adalah delegasi kekuasaan pemerintah pusat kepada daerah. Pendelegasian itu adalah proses desentralisasi kekuasaan berdasarkan UU.

Namun, saat kondisi tertentu, misalnya, untuk percepatan perizinan berusaha, Presiden dapat gunakan diskresinya menarik kewenangan yang didelegasikan kepada daerah tersebut demi kepentingan jalannya pemerintahan. Kebijakan diskresi presiden, dipandang konstitusional, karena presiden pemegang kekuasaan pemerintahan. Sekarang lewat UU ini, kalau bisa dipermudah mengapa harus dipersulit. Ini dia yang kita lakukan, ujarnya

Adapun Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Abdullah Azwar Anas belum bisa merespons karena APKASI belum menerima draf resmi UU Cipta Kerja. Kami belum dapat merespons banyak. Namun, apa pun itu, UU ini semoga tak timbulkan kegaduhan. Niat pemerintah menarik investasi semoga bisa terlaksana dan daerah juga bisa berkembang. Rakyat juga bisa lebih sejahtera, kata Anas, yang juga Bupati Banyuwangi, Jawa Timur.

Menyangkut kewenangan daerah dan pusat dalam penetapan kawasan strategis daerah, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Nasdem Willy Aditya mengatakan, kewenangan penetapan kawasan strategis dibagi di tingkat pusat dan daerah. Jadi, tidak benar sepenuhnya diambil pusat. UU Cipta Kerja ini hanya menegaskan kembali praktek peraturan sebelumnya namun terserak dalam satu payung hukum, ujar Willy.

Sumber:https://kompas.id/baca/polhuk/2020/10/08/kewenangan-daerah-bisa-ditarik-pusat-jika-ada-hambatan/

You must enable Javascript on your browser for the site to work optimally and display sections completely.

Dibaca 3020 kali