Tidak semua salat fardu diperbolehkan untuk dijamak salat fardu yang dibenarkan untuk dijamak yaitu

Tidak semua salat fardu diperbolehkan untuk dijamak salat fardu yang dibenarkan untuk dijamak yaitu

Umroh.com – Agama Islam sangat meringankan pada beberapa pemeluknya dalam recana lakukan beragam ibadah dan amal sholeh. Berbicara mengenai beribadah, terutama sholat lima waktu saat dalam perjalanan yang cukup panjang dan jauh, umpama pergi mudik atau kepentingan lainnya. kadang-kadang seringkali mengalami masalah berbentuk sakit yang buat kita tidak bangun berdiri untuk kerjakan sholat fardhu jamak ini. Walau sebenarnya sholat keharusan setiap umat muslim yang tak bisa ditinggalkan dalam kondisi apa pun. Maka Islam memberikan keringan dengan cara meminimalisir sholat dengan di jamak dengan kriteria spesifik.

Sholat Fardu Jamak yang Bisa Dilakukan

Sholat jamak adalah mengumpulkan dua  sholat dalam satu waktu. Contohnya, pada sholat dzuhur dilaksanakan pada waktu ashar. Hal ini dapat dilakukan jika seseorang tersebut terdesak atau sedang dalam perjalanan yang tidak ada tempat pemberhentian sehingga tidak bisa melakukan sholat dzuhur, maka bisa melakukan sholat jamak pada saat sholat ashar. Caranya, setelah masuk waktu ashar lakukanlah sholat dzuhur terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan sholat ashar.

Adapun sholat – sholat fardhu jamak yakni dzuhur dijamak dengan ashar, dan sholat maghrib dijamak dengan isya. Sementara untuk sholat subuh tidak bisa dijamak dengan sholat apapun.Hukum mengerjakan sholat Jamak adalah mubah (boleh) bagi orang-orang yang memenuhi persyaratan.

“Rasulullah apabila ia bepergian sebelum matahari tergelincir, maka ia mengakhirkan salat duhur sampai waktu asar, kemudian ia berhenti lalu menjamak antara dua salat tersebut, tetapi apabila matahari telah tergelincir (sudah masuk waktu duhur) sebelum ia pergi, maka ia melakukan salat duhur (dahulu) kemudian beliau naik kendaraan (berangkat),” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah pernah menjamak sholat karena ada suatu sebab yaitu bepergian.

Pembagian Sholat Jamak

Tidak semua salat fardu diperbolehkan untuk dijamak salat fardu yang dibenarkan untuk dijamak yaitu

source: shutterstock

Sholat jamak sendiri terdiri dari dua macam yakni sholat jamak takdim dan jamak takhir. Jamak taqdim adalah menggabungkan atau melaksanakan dua sholat wajib sekaligus dalam satu waktu dan dikerjakan pada sholat yang pertama. Sedangkan jamak takhir, sama seperti halnya jamak taqdim, namun kita mengerjakan sholatnya pada sholat yang terakhir. Cara menjamak sholat fardhu dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu :

1. Jamak Takdim

Sholat ini merupakan jamak yang didahulukan, yaitu dengan cara menjamak dua shalat pada waktu yang pertama. Jika kamu akan sedang menjamak sholat dzuhur dan ashar, maka cara menjamak sholat fardhu tersebut ia dilaksanakan pada waktu dzuhur. Hal ini dilakukan pula dengan sholat 4 rakaat dzuhur kemudian 4 rakaat ashar, seperti sedang melakukan sholat fardhu seperti biasanya, hanya saja waktunya yang berubah. Lalu untuk cara menjamak sholat maghrib dan isya pada jamak takdim yaitu berada pada waktu maghrib. Dengan melakukan 3 rakaat untuk maghrib dan 4 rakaat untuk sholat isya.

2. Jamak Takhir

Untuk sholat jamak takhir dilakukan pada waktu sholat kedua. Hal ini tentu kebalikan dari sholat jamak takdim. Namun kamu bisa tetap melakukan urutan sholat seperti biasanya, yaitu mengurutkan sholat pertama terlebih dahulu, meskipun kamu melakukan diwaktu yang kedua.

Orang yang Diperbolehkan Sholat Jamak

Tidak semua orang diperboleh sholat jamak. Hanya orang-orang tertentu saja yang mendapatkan keringanan ini, diantaranya yaitu:

1. Melakukan perjalanan (safar)

Musafir atau orang-orang yang melakukan perjalanan jauh diperbolehkan melakukan sholat jamak. Dengan ketentuan jarak yang ditempuh melebihi 2 marhalah atau lebih dari 81 kilometer.

2. Orang yang sakit

Seseorang yang sakit parah, sehingga tidak memungkinkan berdiri atau duduk. Bahkan kondisinya sangat lemah untuk digerakkan, maka diperbolehkan melakukan sholat jamak.

2. Ada udzur yang mendesak

Untuk orang yang memiliki udzur sangat mendesak, maka diperbolehkan melakukan sholat jamak. Misalnya saja hendak melakukan operasi atau pemeriksaan di dokter yang mana ia tidak mungkin meninggalkan maka solatnya boleh dijamak. Namun, perlu dicatat bahwa hal ini sebaiknya tidak dijadikan kebiasaan.

Pendapat ini didasari oleh hadist:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak shalat Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya’ di Madinah padahal tidak ada rasa takut, tidak pula ada hujan” (HR Bukhari dan Muslim).

Abu az Zubair bertanya kepada Sa’id bin Jubair tentang mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuat demikian. Kata Sa’id, “Hal itu sudah kutanyakan kepada Ibnu Abbas. Jawaban Ibnu Abbas, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin untuk tidak  menyusahkan satupun dari umatnya’.

3. Jamaah Haji yang Hendak ke Muzdalifah

Umroh.com merangkum, orang – orang yang menunaikan haji dan kesulitan melakukan sholat tepat waktu, maka diperbolehkan melakukan sholat jamak. Khususnya saat hendak berpergian ke Muzdalifah. Hal ini didasari hadist:

“Dari Abi Ayyub al-Anshari ra. Bahwa Rasulullah SAW menjama` Maghrib dan Isya` di Muzdalifah pada haji wada`.” (HR Bukhari ).

4. Saat Hujan

Tidak semua salat fardu diperbolehkan untuk dijamak salat fardu yang dibenarkan untuk dijamak yaitu

Terdapat sebuah hadist yang memperbolehkan kita untuk melakukan sholat fardhu jamak di saat hujan. Namun sholat yang boleh dijamak hanya Maghrib dan Ashar. Sedangkan untuk sholat Dzuhur dan Ashar tidak ada keterangannya.

Pendapat ini didasari hadist:

“Dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah SAW menjama` zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya` di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun hujan.” (HR Muslim 705).

Dari Nafi` maula Ibnu Umar berkata, ”Abdullah bin Umar bila para umaro menjama` antara maghrib dan isya` karena hujan, beliau ikut menjama` bersama mereka”. (HR Ibnu Abi Syaibah).

Dari Ibnu Abbas RA. Bahwa Rasulullah SAW shalat di Madinah tujuh atau delapan. Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya`”. Ayyub berkata, ”Barangkali pada malam turun hujan?”. Jabir berkata, ”Mungkin”. (HR Bukhari dan Muslim).

Tidak semua salat fardu diperbolehkan untuk dijamak salat fardu yang dibenarkan untuk dijamak yaitu

Tidak setiap shalat yang dapat dijamak secara langsung dapat dilaksanakan dengan cara diqashar. Tidak setiap shalat yang dapat dijamak secara langsung dapat dilaksanakan dengan cara diqashar.

Jamak dan qashar sama-sama merupakan bentuk keringanan (rukhshah) dalam menjalankan ibadah shalat. Keringanan ini berlaku kepada setiap orang yang mengalami sebab-sebab tertentu (illat) sehingga dapat melaksanakan shalat dengan cara jamak atau qashar.

Namun pertanyaannya, apakah setiap shalat yang dapat dijamak secara langsung boleh juga untuk diqashar?

Dalam menjawab pertanyaan tersebut dapat kita telisik berdasarkan sebab-sebab yang memperbolehkan melaksanakan shalat dengan cara jamak dan qashar apakah sama atau berbeda.

Qashar dapat dilaksanakan hanya pada saat perjalanan. Hal ini berdasarkan firman Allah:

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأرض فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصلاة إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الذين كفروا

Artinya, “Apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu mengqashar shalat, jika kamu takut di serang orang kafir,” (Surat An-Nisa’ ayat 101).

Diksi “takut diserang orang kafir” dalam ayat di atas bukan suatu syarat dalam bolehnya melaksanakan qashar sehingga melaksanakan qashar tetap boleh meski tidak ada kekhawatiran atas serangan oleh pihak tertentu.

Namun perjalanan yang dimaksud dalam ayat di atas hanya terkhusus pada perjalanan jauh saja (safar thawil) sehingga shalat qashar tidak dapat dilaksanakan dalam perjalanan dalam jarak pendek. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam kitab Raudhatut Thalibin:

وأما كون السفر طويلا، فلا بد منه

Artinya, “Adapun jarak perjalanan yang jauh (dalam shalat qashar) merupakan suatu keharusan,” (Lihat An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz I, halaman 471).

Dalam membatasi jarak suatu perjalanan disebut sebagai perjalanan yang jauh, para ulama mengalami perbedaan pendapat. Syekh Wahbah Az-Zuhaili, ulama kenamaan asal Syiria misalnya, memberikan batasan suatu perjalanan disebut perjalanan jauh ketika berjarak tempuh 89 Km seperti yang dijelaskan dalam kitab tafsirnya:

وبينت السنة أن المراد بالسفر : الطويل وهو أربعة برد وهي مرحلتان تقدر ب

Artinya, “Dalam hadits dijelaskan bahwa maksud bepergian (dalam ayat tersebut) adalah bepergian jarak jauh, yaitu perjalanan dengan jarak tempuh empat barad yaitu dua marhalah yang dikira-kirakan sekitar 89 km,” (Lihat Syekh Wahbab Az-Zuhaili, Tafsirul Munir, juz V, halaman 235).

Perjalanan jauh yang dijelaskan di atas, selain memperbolehkan seseorang untuk mengqashar shalat, perjalanan jauh tersebut juga dapat memperbolehkan untuk menjamak shalat sehingga “perjalanan jauh” sama-sama merupakan sebab diperbolehkannya menjamak dan mengqashar shalat.

Namun apakah sebab diperbolehkannya menjamak shalat apakah hanya “perjalanan jauh”?

Menurut sebagian ulama syafi’iyyah, menjamak shalat tidak hanya berlaku dalam perjalanan jauh, tapi juga boleh dilakukan dalam perjalanan jarak dekat (safar qashir), pendapat ini dapat dijadikan pijakan dan boleh untuk diamalkan. Misalnya yang dijelaskan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin:

فائدة : لنا قول بجواز الجمع في السفر القصير اختاره البندنيجي

Artinya, “Dalam Madzhab Syafi’i ada ulama’ yang membolehkan menjamak shalat dalam perjalanan pendek, pendapat ini dipilih oleh Imam Al-Bandaniji,” (Lihat Syekh Abdurrahman bin Muhammad bin Husein Ba’lawy, Bughyatul Mustarsyidin, halaman 160).

Sedangkan dalam mengqashar shalat, memang terdapat ulama yang memperbolehkan qashar ketika perjalanan dekat, namun pendapat tersebut dianggap syadz dan tidak dapat diamalkan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam Kitab Raudhatut Thalibin:

وحكي قول شاذ: أن القصر يجوز في السفر القصير، بشرط الخوف

Artinya, “Menurut qaul yang syadz (tidak dapat dijadikan pijakan) bahwa qashar dapat dilakukan pada perjalanan pendek dengan syarat adanya rasa takut,” (Lihat Syekh Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz I, halaman 471).

Selain dapat dilakukakn ketika perjalanan dekat, menjamak shalat juga dapat dilakukan ketika hujan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Ibnu Abbas RA:

صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا ، وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا فِى غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ سَفَرٍ قَالَ مَالِكٌ أُرَى ذَلِكَ كَانَ فِى مَطَرٍ

Artinya, “Rasulullah SAW melaksanakan shalat zuhur dan asar dengan cara jamak. Shalat maghrib dan isya dengan cara jamak tanpa adanya rasa takut dan tidak dalam keadaan perjalanan.” Imam Malik berkata, “Saya berpendapat bahwa Rasulullah melaksanakan shalat tersebut dalam keadaan hujan,” (HR Baihaqi).

Namun para ulama membatasi bolehnya menjamak shalat ketika hujan dengan berbagai ketentuan-ketentuan tertentu (untuk lebih jelasnya simak penjelasan pada link berikut ini: Batasan Boleh Menjamak Shalat karena Hujan).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak setiap shalat yang dapat dijamak secara langsung dapat dilaksanakan dengan cara diqashar. Sebab bolehnya mengqashar shalat hanya dengan sebab bepergian jarak jauh, sedangkan menjamak shalat sebabnya tidak hanya itu saja, tapi juga dapat dilaksanakan ketika perjalanan jarak dekat dan ketika hujan.

Namun hal yang perlu diperhatikan terkhusus menjamak shalat ketika perjalanan pendek, hendaknya hal tersebut tidak dilakukan kecuali memang dalam keadaan mendesak atau merasa kesulitan (masyaqqah), agar kita tidak tergolong sebagai orang yang mengambil pendapat ulama yang ringan-ringan dengan motif menggampangkan urusan agama (tasahhul fid din). Wallahu a’lam.

Ustadz M. Ali Zainal Abdin

Berita Terkini Haji 2022