Sikap yang harus dimiliki masyarakat dalam menyikapi pluralitas di indonesia ditunjukka oleh angka *

Indonesia adalah Negara dengan kemajemukan dan pluralitas yang sangat
kompleks, membentang dengan gagahnya dari Sabang sampai Merauke. Hal inilah yang membuat Indonesia kaya akan suku, agama, ras, bahasa, budaya dan istiadat. Pluralitas tersebut seharusnya tidak dijadikan sebagai perbedaan yang akanmenghambat terciptanya persatuan. Secara historis berulang kali bangsa Indonesia berhasil mewujudkan cita-citanya sebagai Negara karena sebuah persatuantanpa memandang latar belakang yang penuh perbedaan.

Pernyataan tentang pluralitas bangsa Indonesia seringkali terselip kesan
bahwa seolah-olah hal tersebut merupakan satu keunikan dikalangan masyarakat- masyarakatlain. Dan karena keunikannya, masyarakat kita memerlukan perlakuan yangunik pula, perlakukan berdasarkan paham kemajemukan (pluralisme).

Tetapi, jika kita periksa lebih jauh, kemajemukan bukan keunikan suatu
masyarakat atau bangsa tertentu.
Karena nyatanya, tidak ada suatu kelompok masyarakat pun yang benar-
benar tunggal tanpa adanya unsur-unsur perbedaan didalamnya.

Ada masyarakat yang bersatu, tidak terpecah-belah. Tetapi keadaan bersatu (being united) tidakdengan sendirinya berarti kesatuan atau ketunggalan yang mutlak. Sebab, persatuanitu dapat terjadi dan justru banyak terjadi dalam keadaan yang berbeda-beda.

Kemajemukan bukan merupakan keunikan suatu masyarakat atau bangsa
tertentu. Dalam Al-Quran terdapat petunjuk yang tegas bahwa kemajemukan itu merupakan suatu kepastian. Oleh karena itu, yang diharapkan dari masyarakat
adalah menerima kemajemukan sebagaimana adanya, kemudian menumbuhkan sikapbersama yang sehat dalam kemajemukan itu sendiri. Sikap bersama tersebut akantermanifestasikan kedalam bentuk toleransi serta penghargaan yang besar
terhadap seluruh perbedaan yang ada.

Secara harfiah dalam Al-Quran disebutkan bahwa sikap yang sehat dalam menyikapipluralitas adalah menggunakan segi-segi kelebihan kita masing-masing untuksecara maksimal saling mendorong dalam usaha mewujudkan berbagai kebaikan dalam masyarakat. Sementara itu, kita serahkan persoalan perbedaan tersebutkepada Tuhan semata.

Sebagai ketentuan illahi, kemajemukan termasuk kedalam kategori sunnatullah yang tak terhindarkan kepastianya, tentu saja dan tidak perlu dijelaskan kembali tentunya bahwa perbedaan yang dapat ditenggang ituadalah yang tidak membawa kepada kerusakan kehidupan manusia.

Islam adalah agama kemanusiaan terbuka (open humanism) dan agama
terbuka (open religion) yang dapat menjadi agama masa depan manusia modern, begitulah kira-kira ungkapan seorang jurnalis asal Perancis Emil Dermenghem pernyataantersebut tentunya bisa menjadi angin segar serta menjadi motivasi agar umatmuslim bisa mengejawantahkan nilai-nilai universalitas Islam kedalam
kehidupan yang plural.

Sebagai bahan refleksi, kita meski berkaca pada kejadian historis bahwa
Islam pernah mempunyai peradaban maju yang sanggup menjadi peradaban
global, hal itu berdasar pada sebuah pondasi kuat yaitu terciptanya ekosistem
kosmopolitanisme. Kosmopolitansme Islam pernah menjadi kenyataan sejarah
yang meratakan bagi terbentuknya warisan kemanusiaan yang tidak dibatasi oleh pandangan-pandangankebangsaan sempit dan parokialistik.

Kosmoplitanisme peradaban Islam itu muncul dalam sejumlah unsur dominan, seperti halnya batasan etnis serta kuatnya pluralitas budaya dan heterogenitas politik. secara eksplisit kosmopolitanisme itu muncul dan menampakan diri dalam unsur dominan yang menakjubkan, yaitu kehidupan beragama yang elektik selama berabad-abad. Dengan begitu kemajemukan dan
pluralitas yang hadir ditengah-tengah masyarakat bisa bertransformasi menjadi sebuahkesatuan demi terwujudnya sebuah peradaban dengan dilandasi sikap keterbukaan, saling menghargai serta tumbuhnya nilai toleransi.

Universalitas Islam juga pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW ketika
beliau hijrah ke Madinah, heterogenitas Madinah pada waktu itu mampu
ditransformasikan beliau menjadi kesatuan yang kuat sehingga Madinah
mempunyai peradaban yang maju, Rasulullah membentuk satu aturan dasar yang disebutdengan piagam madinah sehingga berbagai suku serta agama yang terdapatdi kota Madinah bisa hidup rukun dan penuh toleransi. Piagam madinah tersebutjuga dikenal dengan konstitusi modern pertama.

Islam adalah agama yang terbuka, ajaran Islam tidak pernah memaksakan
pemeluk agama lainya untuk mengikuti ajaran Islam, ditengah lajunya
perkembangan zaman secara pesat, seharusnya umat muslim menyikapi dan
menyambut hal tersebut dengan baik jika semuanya paham dan sadar untuk bisa
mengimplementasikan nilai-nilai subtantif dari ajaran Islam tersebut, namun pada kenyataanyaberbeda, umat muslim hari ini lebih cenderung melakukan perdebatan karena berbeda pandangan dalam masalah fiqih. Hal itu memang bukanlah sesuatu yang frontal, namun tanpa disadari masalah tersebut memberikan efek yang cukup besar, umat muslim hari ini terkesan stagnan dalam menyikapi kemodernan yang tengah terjadi. Bagaimana umat Islam bisa menumbukan sikap terbuka dan toleransi kepada umat beragama lainya jika dalam internal umat Islam itu sendiri banyak sekali perdebatan dan ketegangan yang terjadi?

Permasalahan lain yang muncul yaitu semakin maraknya fenomena
terorisme yang terjadi, pernyataan yang sering kali muncul dari golongan-
golongan orientalis bahwasanya Islamlah yang menjadi faktor utama, ternyata hal
itu juga tidak dapat dipungkiri bahwa kaum-kaum radikalis muncul dari orang-
orang yang skripturalis dan literalis dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran Mereka cenderung tekstual dalam mereduksi dalil-dalil Al-Quran apalagi ayat yangberkaitan dengan jihad. Maka penilaian nya sangatlah jauh dengan nilai-nilai universalitas Islam yang memiliki sikap keterbukaan, saling menghargai serta sikappenuh toleran.

Permalahan-permasalahan tersebut perlu dibenahi, integrasi umat yang
hari ini dianggap mapan perlu didobrak apalagi ditengah-tengah kondisi bangsa
Indonesia yang mempunyai tingkat kemajemukan yang sangat tinggi. Karena hal itulahumat muslim harusnya sadar dan bisa belajar agama secara lebih
kontekstual. Tidak mustahil, hal demikian akan melahirkan sikap terbuka yang
penuh dengan toleransi. Berbeda halnya jika permasalahan tersebut terus dirawat
dan dianggap sebagai sebuah integrasi yang sudah mapan maka masalah tersebut akan kembali hadir dengan skala yang lebih besar.

Ajaran universalitas Islam dalam menyikapi pluralitas sangatlah luas,
Islam adalah agama dengan vitalitas tertinggi ditengah kemodernan ini, dengan perkembangan yang jauh lebih cepat dari pada agama-agama lain manapun, tidak hanya dalam lingkungan bangsa-bangsa yang ekonominya terbelakang tetapi juga dalam lingkungan bangsa-bangsa maju. Hal ini tentu harus menjadi satu kenyataan yang bisa dimanfaatkan dengan baik oleh umat muslim, karena hal itu juga bisa menjadi pemantik ghirah dalam menginternalisasikan nilai-nilai ke-
Islaman terutama dalam ajaran universalitas.

Umat muslim harus segera menyiapkan diri untuk hal tersebut, karena dapat berarti peranan besar dan langsung dalam usaha bersama menyelamatkan umat manusia dan kemanusiaan. Umat Islam juga harus sepenuhnya kembali percaya kepada kemanusiaan, kemanusiaan yang tidak terbatas oleh perbedaan-perbedaan yang ada. Dan sebelum itu sebagai sebuah landasan, umat Islam harus kembali menangkap semangat dari ajaran Islam yang termanifestasikan kedalam sikap terbuka, saling menghargai serta sikap toleransi.

Ajaran universalitas Islam dalam menyikapi pluralitas bermuara pada
harmonisasi yang terdiri dari unsur-unsur yang berbeda, selain itu hal hal
demikian juga bertujuan demi terciptanya Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah
Insaniyah serta Ukhuwah Wathoniyah. Dalam menyikapi heterognitas serta
kemajemukan umat muslim mesti memiliki sikap terbuka, saling menghargai serta bisamenumbuhkan sikap toleransi.Hal itu bisa tercapai jika umat muslim mampu menciptakan ekosistem kosmopolitanisme,menghilangkan pandangan-pandangan kebangsaanyang sempit dan juga parokialistik.

Peradaban Islam yang dulu menjadi sebuah kenyataan bisa kembali diulang jika seluruh komponen-komponen terlibat mampu menumbuhkan hal tersebut. Sikap tersebut juga akan menghadirkan kesadaran untuk bisa membangunperadaban besar yang diciptakan lewat bangunan intelektual. Nilai subtantif dari Islam adalah kemanusiaan, nilai-nilai kemanusiaan tersebut mesti dijaga dan dirawat.

Video

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA