Siapakah yang mengusulkan agar pemerintah Belanda menerapkan politik balas budi etische politic brainly?

Jakarta -

Politik etis adalah kebijakan balas budi yang dibuat untuk mengganti kerugian masyarakat Hindia Belanda (Indonesia) atas eksploitasi yang dilakukan pemerintah Belanda.

Secara garis besar, politik etis memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Hindia Belanda.

Kebijakan politik etis ini tentu tidak dibuat secara tiba-tiba tanpa alasan. Untuk mengetahui sejarah latar belakang, tokoh pelopor, dan dampak untuk Hindia Belanda, detikers bisa baca penjelasannya di bawah ini, nih.

Latar Belakang Politik Etis

Selama masa kolonial, Belanda telah menerapkan berbagai kebijakan ekonomi berbasis sistem kapitalisme Barat. Salah satu kebijakan ekonomi yang mengakibatkan penderitaan terparah rakyat Hindia Belanda adalah cultuurstelsel atau sistem tanam paksa pada 1830.

Baca juga: Cultuurstelsel Adalah Sistem Tanam Paksa, Ini Sejarah dan Kebijakannya

Kebijakan ini bahkan mendapat kritik berbagai kalangan, termasuk dari politikus dan intelektual Belanda sendiri, lho.

Mereka adalah Pieter Brooshooft dan C. Th. Van Deventer. Kedua tokoh ini merasa semua kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah Belanda merupakan tindak eksploitasi dan menurunkan kesejahteraan rakyat.

Dengan begitu, Pieter Brooshooft dan C. Th. Van Deventer merasa pemerintah Belanda memiliki hutang tanggung jawab moral untuk menyejahterakan rakyat Hindia Belanda.

Bermula dari kritikan inilah, akhirnya pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan politik etis sebagai bentuk balas budi kepada masyarakat Hindia Belanda.


Tokoh Pelopor Politik Etis

Pieter Brooshooft dan C. Th. Van Deventer merupakan tokoh yang berada di balik kebijakan politik etis. Dikutip dari buku Sejarah Indonesia yang diterbitkan Kemdikbud, sebagai bentuk kekecewaannya terhadap kebijakan pemerintah Belanda, Van Deventer memuat kritiknya dalam tulisan berjudul "Een Eereschlud' (hutang kehormatan), yang dimuat di majalah De Gids (1899).

Dalam tulisannya, Van Deventer mengatakan, pemerintah Belanda telah mengeksploitasi wilayah jajahannya untuk membangun negeri mereka sendiri dan memperoleh keuntungan yang besar.

Ternyata banyak kalangan yang sependapat dengan kritikan Van Deventer tersebut. Mendengar banyak kritikan dan tuntutan yang masuk, Ratu Wihelmina akhirnya bertindak dengan mengeluarkan kebijakan baru yang disebut politik etis.

Dampak Politik Etis

Adanya kebijakan politik etis ternyata membawa dampak besar bagi Hindia Belanda, lho, detikers.

Praktik politis etis telah membawa perubahan dalam arah kebijakan politik Belanda atas negeri jajahannya. Pada era itu pula muncul simbol baru yang disebut "kemajuan". Memang apa saja sih bentuk kemajuannya?

Pemerintah Belanda mulai memerhatikan pembangunan infrastruktur dengan membangun jalur kereta api Jawa-Madura. Sementara di Batavia, lambang kemajuan ditunjukkan dengan adanya trem listrik yang mulai beroperasi pada awal masa itu.

Tak hanya itu, di bidang pertanian, pemerintah Belanda mulai membangun irigasi atau sistem pengairan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pangan. Selain itu, sebagai upaya meratakan kepadatan penduduk di Hindia Belanda, pemerintah melakukan emigrasi di perkebunan-perkebunan daerah di Sumatera.

Kebijakan politik etis ini berakhir ketika Belanda menyerah kepada Jepang pada 1942 dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Dunia Kedua.

Itu dia sejarah singkat mengenai politik etis pada masa kolonial di Indonesia. Gimana detikers, sekarang jadi lebih mengenal tentang politik etis, kan?

Baca juga: Bangsa yang Pertama Kali Membawa Bir ke Nusantara, Ini Asal Usulnya


Simak Video "Gegara Omicron Belanda Lockdown Lagi"

(pal/pal)

Video

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA