Siapakah teladan terbaik dalam masalah kejujuran

Nabi Muhammad SAW adalah Contoh Teladan bagi Umat Manusia

Rabu, 28 November 2018

Jakarta

Siapakah teladan terbaik dalam masalah kejujuran
– Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam memberi penegasan bahwa perikehidupan Nabi Muhammad SAW adalah Uswatun Hasanah atau contoh teladan bagi umat manusia, yaitu: Siddiq (jujur/benar), Amanah (bisa dipercaya), Tabligh (menyampaikan), dan Fathonah (cerdas). Oleh karenanya, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan di Kemhan, Rabu (28/11) adalah bentuk ungkapan penghormatan dan kecintaan yang mendalam pada kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Peringatan ini juga sebagai upaya untuk mengenal lebih dekat sosok keteladanan, kedisiplinan, perjuangan, semangat pantang menyerah serta kepribadian yang sempurna pada diri Nabi Muhammad SAW. Untuk itu Sekjen Kemhan Marsdya TNI Hadiyan Sumintaatmadja saat membacakan sambutan Menhan mengajak pegawai Kemhan untuk selalu meneladani sifat dan perilaku Nabi Muhammad SAW ini dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut Sekjen mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW juga memiliki Akhlakul Karimah yang baik, yang perlu kita contoh dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu melalui peringatan Maulid Nabi ini diharapkan dapat meningkatkan Akhlakul Karimah dan kinerja pegawai Kemhan sebagai cerminan revolusi mental dalam pelaksanaan tugas.

Hal

Siapakah teladan terbaik dalam masalah kejujuran
ini sesuai dengan tema yang diangkat yaitu, “Dengan Hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW Tahun 1440 Hijriah/2018 Masehi, Kita Tingkatkan Akhlakul Karimah Pegawai Kemhan dalam Kehidupan Berkeluarga di Lingkungan Kerja, Berbangsa dan Bernegara”.

Sementara itu Penceramah KH. Drs. Tengku Maulana SM mengatakan ada beberapa konsep yang diajarkan Nabi Muhammad jika ingin bahagia dunia akherat yaitu pertama, miliki rumah yang luas atau baitun wasiun artinya hati yang tenteram. Kedua, miliki lampu yang terang atau musbihun artinya hendaknya memiliki ilmu yang bermanfaat karena orang yang berilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah. Dan ketiga adalah miliki istri yang sholeha yang jika dipandang suami menyenangkan hati atau zauzatun sholihatun.  (ERA/SGY)

Sikap jujur dan kejujuran harus berangkat dari individu. Jujur ini sudah tentu berdampak pada kehidupan secara luas, karena ke mana pun melangkah, apapun yang terucap, dan bagaimana pun berperilaku, penting bagi manusia menjunjung tinggi kejujuran.


Dalam buku Khutbah-khutbah Imam Besar (2018), Prof Dr KH Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa Nabi Muhammad pernah menegaskan 'ibda’ bi nafsik (mulailah dari diri sendiri). Dalam Al-Qur’an juga ada penegasan, kafa bi nafsik al-yauma hasiba (cukuplah dirimu sendiri sebagai penghisab, penentu terhadapmu).


Dari penegasan Nabi Muhammad dan wahyu Allah swt tersebut menggambarkan bahwa pada akhirnya diri pribadi manusia yang lebih tahu, apakah sesungguhnya diri pribadi manusia menjadi faktor terjadinya sebuah konflik dikarenakan kebohongan yang kita sebarkan. Apalagi di era digital seperti sekarang di mana informasi mudah kita dapat, mudah kita buat, dan mudah kita sebarkan sendiri.


Oleh kaum Quraisy pra-Islam, Nabi Muhammad saw mendapat julukan Al-Amin, orang yang dapat dipercaya, artinya manusia yang sangat jujur hingga mendapat predikat terhormat di antara kaumnya. Muhammad memulainya dari sendiri dan berdampak pada kebaikan untuk orang lain dan orang-orang di sekitarnya.


Muhammad muda (12 tahun) kerap mengikuti pamannya Abdul Muthalib untuk berdagang. Bahkan kadang-kadang ia ikut berdagang hingga ke negeri jauh seperti Syam (Suriah). Diceritakan dalam Sirah Nabawiyah, tidak seperti pedagang pada umumnya, dalam berdagang Muhammad dikenal sangat jujur, tidak pernah menipu baik pembeli maupun majikannya.


Muhammad juga tidak pernah mengurangi timbangan atau pun takaran. Muhammad juga tidak pernah memberikan janji-janji yang berlebihan, apalagi bersumpah palsu. Semua transaksi dilakukan atas dasar sukarela, diiringi dengan ijab kabul. Muhammad pernah tidak melakukan sumpah untuk meyakinkan  apa yang dikatakannya, termasuk menggunakan nama Tuhan.


Pernah suatu ketika Muhammad berselisih paham dengan salah seorang pembeli. Saat itu Muhammad menjual dagangan di Syam, ia bersitegang dengan salah satu pembelinya  terkait kondisi  barang yang  dipilih oleh pembeli tersebut. Calon pembeli berkata kepada Muhammad, “Bersumpahlah demi Lata dan Uzza!” Muhammad menjawab, “Aku tidak pernah bersumpah atas nama  Lata dan Uzza  sebelumnya.”


Kejujuran Muhammad kala itu cukup sebagai prinsip kuat yang dipegang secara mandiri tanpa melibatkan Tuhan sekali pun. Karena baginya, orang akan melihat dan merasakan sendiri terhadap kejujuran yang dipegangnya selama berdagang.


Prinsip Muhammad muda ini tentu saja bertolak belakang dengan fenomena keagamaan simbolik di zaman sekarang. Agama hanya dijadikan simbol, bukan diwujudkan dalam akhlak mulia sehari-hari. Memahami agama secara hitam dan putih dengan menawarkan murahnya surga. Bahkan, Allah SWT dibawa-bawa dalam aktivitas duniawi seperti politik praktis demi kepentingan kelompoknya.


Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Muhammad Faizin

Siapa teladan terbaik dalam masalah kejujuran?

– Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam memberi penegasan bahwa perikehidupan Nabi Muhammad SAW adalah Uswatun Hasanah atau contoh teladan bagi umat manusia, yaitu: Siddiq (jujur/benar), Amanah (bisa dipercaya), Tabligh (menyampaikan), dan Fathonah (cerdas).

Siapakah teladan kejujuran bagi umat Islam?

Oleh kaum Quraisy pra-Islam, Nabi Muhammad saw mendapat julukan Al-Amin, orang yang dapat dipercaya, artinya manusia yang sangat jujur hingga mendapat predikat terhormat di antara kaumnya. Muhammad memulainya dari sendiri dan berdampak pada kebaikan untuk orang lain dan orang-orang di sekitarnya.

Siapakah nabi yang terkenal dengan kejujurannya?

Abu Bakar mendapat gelar ash Shiddiq karena kejujurannya Ketika ia masuk Islam, Rasulullah SAW mengganti namanya dengan Abdullah. Abu Bakar digelari ash-Shiddiq karena sifatnya yang jujur dan dapat dipercaya.

Siapakah suri teladan kita untuk bersikap baik dan berkata jujur?

Nabi Muhammad saw. sebagai seorang utusan bagi umat manusia, tentu mempunyai perilaku atau akhlak yang terpuji yang layak ditirukan oleh umatnya. Diantaranya perilaku atau akhlak terpuji Nabi Muhammad saw. adalah jujur.