Siapakah pimpinan pemberontakan di Sulawesi Selatan pada tahun 1950 yang menolak dasar negara Pancasila sebagai dasar negara Indonesia?

Menjelang kekalahan Tentara Kekaisaran Jepang di akhir Perang Pasifik, tentara pendudukan Jepang di Indonesia berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan" atau BPUPK, yang kemudian menjadi BPUPKI, dengan tambahan "Indonesia").

Badan ini mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei (yang nantinya selesai tanggal 1 Juni 1945). Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Rapat pertama ini diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (bahasa Indonesia: "Perwakilan Rakyat").

Setelah beberapa hari tidak mendapat titik terang, pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan ide serta gagasannya terkait dasar negara Indonesia, yang dinamai “Pancasila”. Panca artinya lima, sedangkan sila artinya prinsip atau asas. Pada saat itu Bung Karno menyebutkan lima dasar negara Indonesia, yakni Sila pertama “Kebangsaan”, sila kedua “Internasionalisme atau Perikemanusiaan”, sila ketiga “Demokrasi”, sila keempat “Keadilan sosial”, dan sila kelima “Ketuhanan yang Maha Esa”. Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal "Pancasila" pertama kali dikemukakan oleh Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan "Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPKI.

Untuk menyempurnakan rumusan Pancasila dan membuat Undang-Undang Dasar yang berlandaskan kelima asas tersebut, maka Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk sebuah panitia yang disebut sebagai Panitia Sembilan, berisi Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Abikoesno Tjokroseojoso, Agus Salim, Wahid Hasjim, Mohammad Yamin, Abdul Kahar Muzakir, Bapak AA Maramis, dan Achmad Soebardjo.

Setelah melalui beberapa persidangan PPKI, pada tanggal 18 Agustus 1945, Pancasila ditetapkan sebagai dasar ideologi negara Indonesia bersamaan dengan penetapan Rancangan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Pada sidang tersebut, disetujui bahwa Pancasila dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara Indonesia yang sah.

Adapun bunyi Pancasila yang berlaku hingga kini adalah:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang DIpimpin Oleh Hikmat, Kebijaksanaan, dalam Permusyawaratan/Perwakilan
  5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sejak tahun 2017, tanggal 1 Juni resmi menjadi hari libur nasional untuk memperingati hari "Lahirnya Pancasila" 

Negara Islam Indonesia
دار الإسلام إندونيسيا


DI/TII

1949–1962

Bendera

Lambang

StatusTidak diakuiIbu kotaJakartaPemerintahanDarul Islam, IslamismeImam 

• 1949–1962

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo Sejarah 

• Didirikan

1949

• Dideklarasikan

7 Agustus 1949

• Pemberontakan Daud Beureueh di Aceh

1953-1962

• Pemberontakan Amir Fatah di Jawa Tengah

1950-1959

• Pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan

1950-1965

• Pemberontakan Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan

1950-1962

• Dibubarkan

2 September 1962

Didahului oleh
Digantikan oleh
NICA
Republik Indonesia
Republik Indonesia

Bagian dari seri mengenai

Sejarah Indonesia

Prasejarah

Manusia Jawa 1.000.000 BP
Manusia Flores 94.000–12.000 BP
Bencana alam Toba 75.000 BP
Kebudayaan Buni 400 SM

Kerajaan Hindu-Buddha

Kerajaan Kutai 400–1635
Kerajaan Tarumanagara 450–900
Kerajaan Kalingga 594–782
Kerajaan Melayu 671–1375
Kerajaan Sriwijaya 671–1183
Kerajaan Sunda 662–1579
Kerajaan Galuh 669–1482
Kerajaan Mataram 716–1016
Kerajaan Bali 914–1908
Kerajaan Kahuripan 1019–1045
Kerajaan Janggala 1045–1136
Kerajaan Kadiri 1045–1221
Kerajaan Singasari 1222–1292
Kerajaan Majapahit 1293–1478

Kerajaan Islam

Penyebaran Islam 800–1600
Kesultanan Peureulak 840–1292
Kerajaan Aru 1225–1613
Kesultanan Ternate 1257–1914
Kesultanan Samudera Pasai 1267–1521
Kesultanan Gorontalo 1300–1878
Kesultanan Gowa 1320–1905
Kerajaan Pagaruyung 1347–1833
Kerajaan Kaimana 1309–1963
Kesultanan Brunei 1368–1888
Kesultanan Melaka 1405–1511
Kesultanan Sulu 1405–1851
Kesultanan Cirebon 1445–1677
Kesultanan Demak 1475–1554
Kesultanan Bolango 1482–1862
Kesultanan Aceh 1496–1903
Kesultanan Banten 1526–1813
Kesultanan Banjar 1526–1860
Kerajaan Kalinyamat 1527–1599
Kesultanan Johor 1528–1877
Kesultanan Pajang 1568–1586
Kesultanan Mataram 1586–1755
Kerajaan Fatagar 1600–1963
Kesultanan Bima 1620–1958
Kesultanan Sumbawa 1674–1958
Kesultanan Kasepuhan 1679–1815
Kesultanan Kanoman 1679–1815
Kesultanan Siak 1723–1945
Kesunanan Surakarta 1745–1946
Kesultanan Yogyakarta 1755–1945
Kesultanan Kacirebonan 1808–1815
Kesultanan Deli 1814–1946
Kesultanan Lingga 1824–1911

Kerajaan Kristen

Kerajaan Bolaang Mongondow 1320–1950
Kerajaan Larantuka 1515–1904
Kerajaan Siau 1510–1956
Kerajaan Sikka
Kerajaan Manado 1500–1670
Kerajaan Tagulandang 1570–1942

Kolonialisme Eropa

Portugis 1512–1850
VOC 1602–1800
Jeda kekuasaan Prancis dan Britania 1806–1815
Hindia Belanda 1800–1949

Kemunculan Indonesia

Kebangkitan Nasional 1908–1942
Pendudukan Jepang 1942–1945
Revolusi Nasional 1945–1949

Kemerdekaan

Hari Patriotik 23 Januari 1942 1942
Revolusi Nasional Indonesia 1945–1949
Masa Kemerdekaan 1945–1949
Republik Indonesia Serikat 1949–1950
Demokrasi liberal 1950–1957
Demokrasi terpimpin 1957–1965
Transisi 1965–1966
Orde Baru 1966–1998
Reformasi 1998–sekarang

Menurut topik

  • Arkeologi
  • Mata uang
  • Ekonomi
  • Militer

Garis waktu
 Portal Indonesia

  • l
  • b
  • s

Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan[1] nama Darul Islam atau DI yang artinya adalah "Rumah Islam") adalah kelompok Islam di Indonesia yang bertujuan untuk pembentukan negara Islam di Indonesia. Ini dimulai pada 7 Agustus 1949 oleh sekelompok milisi Muslim, dikoordinasikan oleh seorang politisi Muslim, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampang, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Kelompok ini mengakui syariat islam sebagai sumber hukum yang valid. Gerakan ini telah menghasilkan pecahan maupun cabang yang terbentang dari Jemaah Islamiyah ke kelompok agama non-kekerasan.

Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Syariat Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Al Hadist". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syariat Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Al Quran dan Al Hadits, yang mereka sebut dengan "hukum kafir".

Pergerakan

Naskah proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia.

Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat (berikut dengan daerah yang berbatasan di Jawa Tengah), Sulawesi Selatan, Aceh dan Kalimantan selatan .[2][3] Untuk melindungi kereta api, Kavaleri Kodam VI Siliwangi (sekarang Kodam III) mengawal kereta api dengan panzer tak bermesin yang didorong oleh lokomotif uap D-52 buatan Krupp Jerman Barat. Panzer tersebut berisi anggota TNI yang siap dengan senjata mereka. Bila ada pertempuran antara TNI dan DI/TII di depan, maka kereta api harus berhenti di halte terdekat. Pemberontakan bersenjata yang selama 13 tahun itu telah menghalangi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Ribuan ibu-ibu menjadi janda dan ribuan anak-anak menjadi yatim-piatu. Diperkirakan 13.000 rakyat Sunda, anggota organisasi keamanan desa (OKD) serta tentara gugur. Anggota DI/TII yang tewas tak diketahui dengan tepat.[4]

Gerakan DI/TIITanggalLokasiHasil
• Pemberontakan Daud Beureueh di Aceh (1953-1962)
• Pemberontakan Amir Fatah di Jawa Tengah (1950-1959)
• Pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan (1950-1965)
• Pemberontakan Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan (1950-1962)
Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan
Kemenangan Indonesia
Pihak terlibat Negara Islam Indonesia

 Indonesia

  • ABRI (TNI/POLRI)
Tokoh dan pemimpin
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo
Daud Beureueh
Ibnu Hadjar 

Amir Fatah (POW)(membelot)
Kahar Muzakkar 
Soekarno
Mohammad Hatta
Makarowong
WongsoatmojoKorban Tak diketahui dengan tepat Diperkirakan 13.000 rakyat Sunda, anggota organisasi keamanan desa (OKD) serta tentara gugur

Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dinyatakan sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.[5][6]

Gerakan DI/TII Daud Beureueh

Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai dengan "Proklamasi" Daud Beureueh bahwa Aceh merupakan bagian "Negara Islam Indonesia" di bawah pimpinan Imam Kartosuwirjo pada tanggal 20 September 1953.

Daued Beureueh pernah memegang jabatan sebagai "Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh" sewaktu agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai Gubernur Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Sebagai seorang tokoh ulama dan bekas Gubernur Militer, Daud Beureuh bisa memperoleh pengikut. Daud Beureuh juga berhasil mempengaruhi pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie. Untuk beberapa waktu lamanya Daud Beureuh dan anak-buahnya dapat mengusai sebagian daerah Aceh.

Sesudah bantuan datang dari Sumatra Utara dan Sumatra Tengah, operasi pemulihan keamanan ABRI (TNI-POLRI) segera dimulai. Setelah didesak dari kota-kota besar, Daud Beureuh meneruskan pemberontakannya di hutan-hutan. Penyelesaian terakhir Pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan dengan suatu " Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan Desember 1962 atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel Jendral Makarawong.[7]

Gerakan DI/TII Ibnu Hadjar

Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga tercatat melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pos-pos kesatuan ABRI (TNI-POLRI). Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan damai kepada Ibnu Hadjar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota ABRI. Ibnu Hadjar sempat berpura-pura menyerah, akan tetapi setelah menyerah dia kembali melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi sehingga pemerintah akhirnya terpaksa menugaskan pasukan ABRI (TNI-POLRI) untuk menangkap Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dihukum mati.[8][9][10]

Gerakan DI/TII Amir Fatah

Amir Fatah merupakan tokoh yang membidani lahirnya DI/TII Jawa Tengah. Semula ia bersikap setia pada RI, namun kemudian sikapnya berubah dengan mendukung Gerakan DI/TII. Perubahan sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, terdapat persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu keduanya menjadi pendukung setia ideologi Islam. Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu perjuangan umat Islam. Ketiga, adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan TNI dianggap tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan kepda TNI di bawah Wongsoatmojo. Keempat, adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor Wongsoatmojo.[11]

Gerakan DI/TII Kahar Muzakkar

Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakkar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan dalam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak di antara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakkar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakkar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI (TNI-POLRI) dalam sebuah baku tembak.[12]

Referensi

  1. ^ Arifianto, Bambang. "'Mekkah' dan 'Madinah' di Kabupaten Tasikmalaya, Jejak Pilu Konflik DI/TII dan TNI di Kawasan Cigalontang - Pikiran-Rakyat.com - Halaman all". www.pikiran-rakyat.com. Diakses tanggal 2022-05-29. 
  2. ^ Robert Cribb. 2000. Historical Atlas of Indonesia. Halaman 162.
  3. ^ "Relevansi Darul Islam Untuk Masa Kini". crisisgroup.org. 16 Agustus 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-12-05. Diakses tanggal 28 November 2014. 
  4. ^ "History of Railways in Indonesia". keretapi.tripod.com. Diakses tanggal 28 November 2014. 
  5. ^ "NII Has New Target, Pattern". Kompas.com. kompas.com. 25 April 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-22. Diakses tanggal 28 November 2014. 
  6. ^ "Q&A: Indonesia's Terrorism Expert on the Country's Homegrown Jihadis". world.time.com. 26 Agustus 2013. Diakses tanggal 28 November 2014. 
  7. ^ "Keterangan Pemerintah tentang peristiwa Daud Beureuh : [diutjapkan dalam rapat pleno terbuka Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia tanggal 28 Oktober 1953] ; Djawaban Pemerintah [atas pemandangan umum Dewan Perwakilan Rakjat mengenai keterangan Pemerintah] tentang peristiwa Daud Beureuh : [diutjapkan oleh Perdana Menteri dalam rapat pleno terbuka Dewan Perwakilan Rakjat tanggal 2 Nopember 1953] / [Ali Sastroamidjojo]" (PDF). 1953. 
  8. ^ Saputra, Dheny Irwan (25 Juni 2013). "Mencari Ibnu Hajar dalam Sejarah". Tribunnews.com. banjarmasin.tribunnews.com. Diakses tanggal 28 November 2014. 
  9. ^ Singh, Bilveer (2007). The Talibanization of Southeast Asia. Greenwood Publishing Group, Inc. hlm. 31. 
  10. ^ Sjamsuddin, Nazaruddin (1985). The Republican Revolt: A Study of the Acehnese Rebellion. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 247. 
  11. ^ "Gerakan DI/TII Amir Fatah 1949-1950 : suatu pemberontakan kaum Santri di Daerah Tegal-Brebes" (PDF). University of Indonesia Library. Diakses tanggal 28 November 2014. 
  12. ^ Zurbuchen, Mary (2005). Beginning to remember : The past in the indonesian present. Seattle: University of Washington Press. 

Catatan kaki

  • Dijk, C. van (Cornelis) Rebellion under the banner of Islam: the Darul Islam in Indonesia The Hague: M. Nijhoff,1981.ISBN 90-247-6172-7

Pranala luar

  • (Indonesia) "Beban Sejarah Umat Islam Indonesia" Diarsipkan 2005-05-07 di Wayback Machine., Pikiran Rakyat, 18 September 2004
  • (Indonesia) NII Gaya Baru
  • (Indonesia) Ahmad Sudirman page Diarsipkan 2006-10-22 di Wayback Machine.
  • (Indonesia) Pemberontakan DI/TII Daud Beureuh Diarsipkan 2006-05-15 di Wayback Machine.
  • (Indonesia) [tt_news=795#.VHiQCMkucn5 Malaysia Announces the Arrest of 12 Darul Islam Members]
  • (Indonesia) Akhir Hidup Sang Imam Negara Islam Indonesia Diarsipkan 2014-12-18 di Wayback Machine.

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Negara_Islam_Indonesia&oldid=21920069"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA