DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN
PETUNJUK UMUM
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut :
- Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
- SPT Tahunan ditandatangani oleh pengurus, direksi, atau orang yang diberi kuasa untuk menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.
- SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan serta Surat keterangan dan/atau Dokumen Yang Harus Dilampirkan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ./2001 tentang Keterangan dan/atau Dokumen Yang harus Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan.
- Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan ke Kantor Pelayanan pajak (KPP)/Kantor Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau dengan cara mengunduh (download) melalui website www.pajak.go.id dan menyampaikannya paling lambat 4 (empat) bulan setelah Tahun Pajak berakhir.
- Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak meliputi Pojok Pajak, Mobil Pajak dan Tempat Khusus Penerimaan Surat Pemberitahuan (Drop Box) atau dapat dikirimkan melalui pos dengan tanda bukti penerimaan surat atau dengan cara lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan.
- Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
- Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi).
- Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan (PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 tentang Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran pajak, permohonan harus diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, dengan menggunakan formulir tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut.
- Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 2 (dua) bulan. Pemberitahuan harus disertai penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). - Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan beserta lampirannya dalam bahasa Indonesia (kecuali lampiran berupa laporan keuangan) dan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat. Persetujuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2007.
- Setiap orang yang karena kealpaannya atau dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
PETUNJUK PENGISIAN
SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2009 menggunakan format yang dapat dibaca dengan menggunakan mesin scanner, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Jika WP membuat sendiri formulir SPT Tahunan, jangan lupa untuk membuat ■ (segi empat hitam) di keempat sudut sebagai pembatas dokumen agar dokumen dapat di-scan.
- Ukuran kertas yang digunakan F4/Folio (8.5 x 13 inch) dengan berat minimal 70 gram.
- Kertas tidak boleh dilipat atau kusut.
- Kolom Identitas
Bagi Wajib Pajak yang mengisi menggunakan mesin ketik, dalam mengisi isian yang tidak terstruktur (seperti: Nama Wajib Pajak, Jenis Usaha dan Negara Domisili Kantor Pusat (khusus BUT)) kotak-kotak dapat diabaikan sepanjang tidak melewati batas samping kanan. Sedangkan untuk isian yang terstruktur (seperti: NPWP, Nomor Telepon) isian harus didalam kotak.
Contoh Pengisian:
Catatan: Untuk yang menggunakan komputer atau tulis tangan, semua isian harus dalam kotak.
Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat wajib menggunakan Formulir 1771 /
$.
- Dalam mengisi kolom-kolom yang berisi nilai rupiah atau US dollar, harus tanpa nilai desimal.
Contoh:
- dalam menuliskan sepuluh juta rupiah adalah: 10.000.000 (BUKAN 10.000.000,00).
- dalam menuliskan seratus dua puluh lima rupiah lima puluh sen adalah: 125 (BUKAN 125,50).
LAMPIRAN – I
( FORMULIR 1771 – I dan FORMULIR 1771 – I / $
)
PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO FISKAL
Angka 1 : PENGHASILAN NETO KOMERSIAL DALAM NEGERI
Yang dimaksud dengan penghasilan neto komersial dalam negeri adalah penghasilan neto menurut prinsip akuntansi komersial Indonesia, yakni semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha di Indonesia, termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak,
dikurangi dengan pengeluaran/biaya-biaya sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial Indonesia yang dianut secara taat azas, sebelum dilakukan penyesuaian-penyesuaian fiskal berdasarkan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya.
Huruf a - PEREDARAN USAHA
Diisi dengan jumlah penerimaan/perolehan bruto dari kegiatan usaha di Indonesia, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan bagi perusahaan dagang
dan perusahaan industri.
Huruf b - HARGA POKOK PENJUALAN
Diisi dengan biaya-biaya yang merupakan harga pokok penjualan bagi kegiatan usaha Wajib Pajak. Apabila sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial yang dianut Wajib Pajak tertentu (misal : bank, dana pensiun, reksadana, organisasi sosial, perkumpulan dan sebagainya) tidak terdapat pemisahan atau pengelompokan biaya untuk harga pokok penjualan, maka seluruh biaya-biaya dilaporkan pada huruf c biaya usaha
lainnya.
Huruf c - BIAYA USAHA LAINNYA
Diisi dengan biaya-biaya usaha yang tidak termasuk ke dalam kelompok harga pokok penjualan.
Huruf d - PENGHASILAN NETO DARI USAHA (1a-1b-1c)
Penghasilan neto tersebut diperoleh dari Peredaran Usaha dikurangi Harga Pokok Penjualan dikurangi Biaya Usaha Lainnya.
Huruf e - PENGHASILAN DARI LUAR USAHA
Diisi dengan jumlah Penghasilan Bruto Dari Luar Usaha yang diterima dan/atau
diperoleh dari luar kegiatan usaha tersebut pada huruf a, seperti : penghasilan dari penyertaan modal di Indonesia, penghasilan dari penjualan/pengalihan/persewaan harta, serta penghasilan lainnya yang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha atau tidak ada kaitannya dengan kegiatan usaha.
Huruf f - BIAYA DARI LUAR USAHA
Diisi dengan biaya-biaya langsung yang terkait dengan penghasilan dari luar usaha tersebut pada huruf e.
Huruf g - PENGHASILAN NETO
DARI LUAR USAHA (1e-1f)
Diisi dengan hasil pengurangan huruf e dengan huruf f.
Huruf h – Jumlah (1d+1g)
Cukup jelas.
Angka 2 : PENGHASILAN NETO KOMERSIAL LUAR NEGERI
Diisi dengan penghasilan neto yang diterima atau diperoleh di luar negeri, sesuai dengan lampiran khusus 7A/7B kolom (4) 'Jumlah Neto'.
Angka 3 : JUMLAH PENGHASILAN NETO KOMERSIAL (1h+2)
Diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial Dalam Negeri dan
Luar Negeri.
Angka 4 : PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Untuk menghitung penghasilan neto fiskal yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum, penghasilan dari sumber di Indonesia yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak harus dikeluarkan kembali, sehingga dengan pengurangan penghasilan tersebut pada jumlah penghasilan neto fiskalnya (angka 8) akan menjadi nihil/netral. Diisi dengan jumlah
penghasilan neto komersial atas penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final dan penghasilan neto komersial atas penghasilan yang tidak termasuk objek pajak yang telah dimasukkan dalam angka 1 formulir 1771 - I dan dalam hal mengalami kerugian komersial, diisi sesuai dengan jumlah kerugian komersialnya.
Angka 5 : PENYESUAIAN FISKAL POSITIF
Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur
penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan dan/atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.
Huruf a. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf b UU PPh, pengeluaran perusahaan untuk pembelian/perbaikan rumah atau kendaraan pribadi, biaya perjalanan pribadi/keluarga, biaya premi asuransi pribadi/keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota, tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Huruf b. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh, pembentukan atau pemupukan dana cadangan secara fiskal tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun untuk jenis-jenis usaha tertentu yang secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban atau kerugian yang akan terjadi di kemudian hari, secara fiskal diperkenankan, yang terbatas pada:
1) | cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; |
2) | cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; |
3) | cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; |
4) | cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; |
5) | cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan |
6) | cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri. |
Lihat : | * Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya. |
Huruf c. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan (benefit in-kind) bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan. Namun pemberian natura berupa penyediaan makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura dan kenikmatan di daerah terpencil yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, serta pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya (seperti : pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan kerja, pakaian seragam
petugas keamanan, antar-jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Lihat : * | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 tentang tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai serta Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja. |
Huruf d. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh, pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran tersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba.
Huruf e. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, bantuan atau sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Lihat : | Keputusan Menteri Keuangan Nomor 604/KMK.04/1994 tentang Badan-Badan Dan Pengusaha Kecil Yang Menerima Harta Hibahan Yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan. |
Zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, dengan syarat :
- Penghasilan yang dikenakan zakat merupakan Objek Pajak yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan;
- Pembayaran zakat dilakukan kepada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan pembentukannya oleh Pemerintah Pusat/Daerah;
Dengan demikian zakat atas harta selain penghasilan dan zakat atas penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan (perlakuan pajaknya sama dengan sumbangan).
Huruf f. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh, Pajak Penghasilan badan serta kredit pajak bukan merupakan biaya perusahaan.
Huruf g. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh, bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi bukan merupakan penghasilan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh, bagi perseroan komanditer tersebut pembayaran gaji kepada para anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Huruf h. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan.
Huruf i. Diisi dari Lampiran Khusus I A/I B Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.
Huruf j. Diisi dari Lampiran Khusus I A/I B Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.
Huruf k. Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.
Lihat : | * | Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-184/PJ./2002 tentang Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non Performing; |
* | Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/2002 tentang Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non-Performing. |
Huruf l. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal:
- terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial akan tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final;
- terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang diakui secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara fiskal;
- terdapat kerugian usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap (BUT) ataupun bukan BUT, setelah dilakukan penyesuaian fiskal positif dan negatif.
Lihat : | * | Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri; |
* | Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.42/2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak; | |
* | Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.33/2005 tentang Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak. |
Angka 6 : PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF
Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan/atau menambah biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.
Huruf a. Diisi dari Lampiran Khusus I A/I B Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.
Huruf b. Diisi dari Lampiran Khusus I A/I B Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.
Huruf c. Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan penghasilan dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.
Lihat : | * | Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-141/PJ./1999 tentang Pengakuan Penghasilan Dari Pengalihan Harta/Agunan Berupa Tanah Dan/Atau Bangunan Bagi Wajib Pajak Tertentu; |
* | Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-563/PJ./2001 tentang Saat Pengakuan Penghasilan Berupa Keuntungan Karena Pembebasan Utang Yang Diperoleh Debitur Tertentu Dari Perjanjian Restrukturisasi Utang Usaha; | |
* | Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-184/PJ./2002 tentang Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non Performing; | |
* | Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/2002 tentang Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non Performing. |
Huruf d. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara komersial akan tetapi dapat diakui secara fiskal.
Angka 7 : FASILITAS PENANAMAN MODAL BERUPA PENGURANGAN PENGHASILAN NETO
Angka 7a diisi tahun ke-berapa fasilitas tersebut telah digunakan.
Angka 7b diisi dengan jumlah fasilitas penanaman modal berupa pengurangan penghasilan neto yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana terdapat dalam daftar fasilitas penanaman modal angka 5b (lampiran khusus 4A/4B).
Angka 8 : PENGHASILAN NETO FISKAL
Diisi dengan hasil perhitungan angka 3 dikurangi angka 4 ditambah angka 5m dikurangi angka 6e dikurangi angka 7b.
( FORMULIR 1771 – II dan FORMULIR 1771 – II / $ )
PERINCIAN HARGA POKOK PENJUALAN, BIAYA USAHA LAINNYA
DAN BIAYA DARI LUAR USAHA SECARA KOMERSIAL
Lampiran ini diisi dengan perincian Harga Pokok Penjualan, Biaya Usaha Lainnya dan Biaya Dari Luar Usaha secara komersial sesuai dengan Lampiran 1771-I angka 1 huruf b, c dan f.
Kolom (1) | : | nomor urut | |
Kolom (2) | : | perincian | |
Kolom (3) | : | diisi dengan biaya yang merupakan Harga Pokok Penjualan | |
Kolom (4) | : | diisi dengan Biaya Usaha Lainnya yang bukan merupakan Harga Pokok Penjualan | |
Kolom (5) | : | diisi dengan Biaya-biaya langsung yang terkait dengan penghasilan dari luar usaha | |
Kolom (6) | : | diisi dengan jumlah kolom (3) ditambah dengan kolom (4) ditambah dengan kolom (5) |
( FORMULIR 1771 - III dan FORMULIR 1771 – III / $ )
KREDIT PAJAK DALAM NEGERI
Lampiran ini diisi dengan rincian bukti pungut PPh Pasal 22 dan bukti potong PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang telah dibayar melalui pemungutan/pemotongan pajak oleh pihak lain, atas penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final yang diterima/diperoleh dan dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak ini.
Pemotongan PPh Pasal 26 yang dapat dikreditkan dengan PPh Terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan adalah pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) UU PPh.
Kolom (1) | : | diisi dengan Nomor Urut untuk masing-masing jenis pajak | |
Kolom (2) | : | diisi dengan Nama dan NPWP Pemotong/Pemungut Pajak. Dalam hal PPh Pasal 22 dibayar sendiri kolom ini diisi dengan Nama dan Alamat Bank tempat pembayaran. | |
Kolom (3) | : | diiisi dengan: - Untuk PPh Pasal 22 diisi dengan Jenis Transaksi atau Pembayaran - Untuk PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 diisi dengan jenis penghasilan yang dipotong PPh | |
Kolom (4) | : | diisi dengan jumlah yang menjadi Dasar Pemotongan/Pemungutan | |
Kolom (5) | : | diisi dengan jumlah PPh yang dipotong/dipungut | |
Kolom (6) dan (7) | : | diisi dengan Nomor dan Tanggal Bukti Pemotongan/Pemungutan. Untuk PPh Pasal 22 yang dibayar sendiri kolom (6) diisi dengan kata 'SSP' atau “SSPCP”. |
Wajib Pajak wajib memperlihatkan serta menyerahkan bukti-bukti pemungutan/ pemotongan pajak oleh pihak lain apabila diminta untuk keperluan pemeriksaan kewajiban perpajakan.
( FORMULIR 1771 – IV DAN FORMULIR 1771 – IV / $ )
PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Lampiran ini diisi dengan penghasilan-penghasilan tertentu yang dikenakan PPh final baik melalui pemotongan oleh pihak lain atau dengan menyetor sendiri serta penghasilan-penghasilan tertentu yang tidak termasuk sebagai objek pajak yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak ini, sesuai dengan jumlah bruto atau nilai transaksinya. Wajib Pajak wajib memperlihatkan serta membuat daftar rincian bukti-bukti pemotongan/pembayaran pajaknya apabila diminta untuk keperluan pemeriksaan kewajiban pajak.
LAMPIRAN - V
( FORMULIR 1771 – V dan FORMULIR 1771 – V / $ )
- DAFTAR PEMEGANG SAHAM/PEMILIK MODAL DAN JUMLAH DIVIDEN YANG DIBAGIKAN
- DAFTAR SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS
Bagian A : DAFTAR PEMEGANG SAHAM/PEMILIK MODAL DAN JUMLAH DIVIDEN YANG DIBAGIKAN
Kolom (1) | : | diisi dengan Nomor Urut | |
Kolom (2) | : | diisi dengan Nama dan Alamat Lengkap Pemegang Saham atau Pemilik Modal sesuai dengan kartu identitas | |
Kolom (3) | : | diisi dengan NPWP Pemegang Saham atau Pemilik Modal. Untuk pemegang saham/modal yang tidak memiliki NPWP (misalnya WP Luar Negeri, WP yang penghasilannya di bawah PTKP) diisi dengan 'Tidak Ada’ | |
Kolom (4) | : | diisi dengan jumlah modal yang disetor | |
Kolom (5) | : | diisi dengan persentase kepemilikan | |
Kolom (6) | : | diisi dengan jumlah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham. |
Bagian B : DAFTAR SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS
Kolom (1) | : | diisi dengan Nomor Urut | |
Kolom (2) | : | diisi dengan Nama dan Alamat Lengkap Pengurus dan Komisaris sesuai dengan kartu identitas | |
Kolom (3) | : | diisi dengan NPWP Pengurus dan Komisaris. Untuk Pengurus dan Komisaris yang tidak memiliki NPWP (misalnya WP Luar Negeri, WP yang penghasilannya di bawah PTKP) diisi dengan 'Tidak Ada’ | |
Kolom (4) | : | diisi dengan jabatan pengurus atau komisaris. |
Catatan:
Wajib Pajak yayasan dan badan-badan lain yang tidak dimiliki atas dasar penyertaan modal, serta KIK Reksa Dana dan KIK–EBA, cukup mengisi Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal dengan pernyataan : “Tidak Ada”, pada kolom (2). | |
Wajib Pajak perusahaan masuk bursa, pemegang saham publik tidak perlu dirinci per nama (dapat dinyatakan secara kumulatif) kecuali apabila kepemilikan sahamnya berjumlah 5% atau lebih dari jumlah modal disetor. | |
Daftar Susunan Pengurus Dan Komisaris diisi lengkap tetapi tidak termasuk tingkat manajer. | |
Lihat : | Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.42/2003 tentang kewajiban Mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Bagi Pemegang Saham/Pemilik Modal, Pengurus dan Komisaris. |
LAMPIRAN - VI
( FORMULIR 1771 – VI dan FORMULIR 1771 – VI / $ )
_____________________________________________________________________________________
- DAFTAR PENYERTAAN MODAL PADA PERUSAHAAN AFILIASI
- DAFTAR UTANG DARI PEMEGANG SAHAM DAN/ATAU PERUSAHAAN AFILIASI
- DAFTAR PIUTANG KEPADA PEMEGANG SAHAM DAN/ATAU PERUSAHAAN AFILIASI
Ketiga daftar diisi dengan angka saldo akhir tahun berdasarkan transkrip kutipan elemen-elemen dari laporan keuangan komersial yang dilampirkan pada SPT Tahunan. | |
Penyertaan modal yang dicantumkan adalah penyertaan modal yang memenuhi kriteria hubungan istimewa baik langsung maupun tidak langsung. | |
Utang/Piutang yang dicantumkan adalah utang dari/piutang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa baik langsung maupun tidak langsung. | |
Wajib Pajak yang tidak mempunyai penyertaan modal atau penyertaan modalnya tidak memenuhi kriteria hubungan istimewa, serta Wajib Pajak yang tidak mempunyai utang/piutang pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, cukup mengisi daftar dengan pernyataan : “Tidak Ada”, pada kolom (2). |
INDUK SPT
( FORMULIR 1771 dan FORMULIR 1771 / $ )
TAHUN PAJAK | : | Isilah kotak yang tersedia dengan angka tahun buku dan periode tahun buku perusahaan.
| |||
Jika Wajib Pajak menyampaikan Pembetulan SPT, maka isilah kotak SPT Pembetulan dengan tanda silang (X) dan isilah titik-titik dengan angka banyaknya melakukan pembetulan. Namun jika Wajib Pajak menyampaikan SPT normal maka kotak SPT Pembetulan dan titik-titik tersebut tidak perlu diisi. |
BAGIAN IDENTITAS | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
NPWP | : | Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum dalam Kartu NPWP | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
NAMA WAJIB PAJAK | : | Diisi sesuai dengan nama yang tercantum dalam Kartu NPWP | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
JENIS USAHA | : | Diisi sesuai dengan jenis kegiatan usaha yang dilakukan. Apabila jenis kegiatan usaha lebih dari satu, maka yang dipilih adalah jenis kegiatan usaha yang utama/inti. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA | : | diisi sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-34/PJ./2003 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
NO. TELEPON | : | Diisi dengan nomor telepon Wajib Pajak | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
NO. FAKS. | : | Diisi dengan nomor faksimili Wajib Pajak | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
PERIODE PEMBUKUAN | : | Diisi sesuai dengan periode pembukuan Wajib Pajak. Misalnya: Periode Pembukuan Januari - Desember: Periode Pembukuan April - Maret: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
NEGARA DOMISILI KANTOR PUSAT (KHUSUS BUT) | : | Diisi sesuai dengan nama negara domisili fiskal kantor pusat BUT di luar negeri sesuai ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, atau dalam hal belum ada P3B, berdasarkan ketentuan Undang-undang Perpajakan Indonesia. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAGIAN PEMBUKUAN/LAPORAN KEUANGAN | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PEMBUKUAN/LAPORAN KEUANGAN | : | Dalam hal menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, sebutkan Nomor dan Tanggal Surat Persetujuan Direktur Jenderal Pajak, serta Tahun dimulainya. Nyatakan apakah pembukuan/laporan keuangan untuk tahun buku ini “Diaudit” atau “Tidak Diaudit” oleh Akuntan Publik, dengan mengisi kotak yang sesuai dengan tanda (X). Jika diaudit, isilah Opini Akuntan dalam kotak yang tersedia dengan kode opini akuntan sebagai berikut:
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||
NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK | : | Diisi dengan nama Kantor Akuntan atau nama Konsultan yang menandatangani laporan audit. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
NPWP KANTOR AKUNTAN PUBLIK | : | Diisi dengan NPWP Kantor Akuntan Publik apabila laporan keuangan perusahaan diaudit oleh Akuntan Publik. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
NAMA AKUNTAN PUBLIK | : | Diisi dengan Nama Akuntan Publik yang menandatangani laporan audit. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
NPWP AKUNTAN PUBLIK | : | Diisi dengan NPWP Akuntan Publik apabila laporan keuangan perusahaan diaudit oleh Akuntan Publik. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
NAMA KANTOR KONSULTAN PAJAK | : | Diisi dengan nama Kantor Konsultan Pajak sesuai surat kuasa khusus. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
NPWP KANTOR KONSULTAN PAJAK | : | Diisi dengan NPWP Kantor Konsultan Pajak apabila dalam rangka melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya Wajib Pajak menggunakan jasa Konsultan Pajak. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
NAMA KONSULTAN PAJAK | : | Diisi dengan nama Konsultan Pajak sesuai surat kuasa khusus. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
NPWP KONSULTAN PAJAK | : | Diisi dengan NPWP Konsultan Pajak sesuai surat kuasa khusus. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf A. PENGHASILAN KENA PAJAK Angka 1 - PENGHASILAN NETO FISKAL
Angka 3 - PENGHASILAN KENA PAJAK Diisi dengan hasil perhitungan angka 1 dikurangi dengan angka 2. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf B. PAJAK PENGHASILAN TERUTANG Angka 4 - PPh TERUTANG
Angka 5 - PENGEMBALIAN/PENGURANGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (PPh Ps. 24) YANG TELAH DIPERHITUNGKAN TAHUN LALU Dalam hal memperoleh pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang terutang/dibayar di luar negeri (PPh Pasal 24), yang sebelumnya telah diperhitungkan sebagai kredit PPh yang terutang pada tahun pajak yang lalu, diisi sebesar jumlah pengurangan atau pengembalian pajak tersebut. Lihat: Pasal 24 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri. Angka 6 - JUMLAH PPh TERUTANG | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf C. KREDIT PAJAK Angka 7 - PPh DITANGGUNG PEMERINTAH (Proyek Bantuan Luar Negeri)
Angka 8 – Kredit Pajak Dalam Negeri & Kredit Pajak Luar Negeri
Angka 9 – PPh yang harus Dibayar Sendiri / PPh yang lebih Dipotong/Dipungut Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 6 dengan jumlah pada angka 7 dan angka 8c. Angka 10 – PPh yang Dibayar Sendiri
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf D. PPh KURANG/LEBIH BAYAR Angka 11 – PPh yang kurang Dibayar / PPh yang lebih Dibayar Angka 12 Angka 13
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf E. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN Penghitungan besarnya angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun berjalan untuk semua Wajib Pajak, atas penghasilan yang dikenakan PPh yang tidak bersifat final. Angka 14
Huruf b - KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom (9) “Tahun Berjalan” (lampiran khusus 2A/2B). Huruf c - PENGHASILAN KENA PAJAK Huruf d - PPh YANG TERUTANG Huruf e - KREDIT PAJAK
TAHUN PAJAK YANG LALU ATAS PENGHASILAN YANG TERMASUK DALAM ANGKA 14a YANG DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN Huruf f - PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI Huruf g - PPh PASAL 25
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf F : PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK Angka 15 Huruf b - PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf G : PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA Angka 16 Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan karena:
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf H. LAMPIRAN a - Surat Setoran Pajak lembar ke-3 PPh Pasal 29 b – Laporan Keuangan c - Transkrip Kutipan Elemen-Elemen
dari Laporan Keuangan d - Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal e - Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal f - Daftar Fasilitas Penanaman Modal g - Daftar Cabang Utama Perusahaan h - Surat Setoran Pajak lembar ke 3 PPh Pasal 26 Ayat (4) i - Perhitungan PPh Pasal 26 Ayat (4) j - Kredit Pajak Luar Negeri k - Surat Kuasa Khusus l - Lampiran-lampiran Lainnya
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PERNYATAAN Beri tanda (X) pada kotak yang tersedia. Isilah selengkapnya tempat dan tanggal pengisian SPT Tahunan serta nama lengkap, NPWP dan tanda tangan pengurus perusahaan yang berwenang. Dalam hal SPT Tahunan diisi oleh Kuasa Wajib Pajak, isilah dengan nama lengkap, NPWP dan tanda tangan Kuasa Wajib Pajak serta dibubuhi cap perusahaan. |