Sebutkan dua ciri yang menyebutkan bahwa alquran merupakan wahyu allah subhanahu wa taala

Al-Qur’an diturunkan dalam tempo, menurut satu riwayat, 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai dari malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi, sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada` tahun tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H.Proses turunnya al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw melalui tiga tahapan, yaitu:Pertama, al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh al-mahfuzh , yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah. Proses pertama ini diisyaratkan dalam Q.S. al-Buruj (85) ayat 21–22, “Bahkan yang didustakan mereka ialah Al-Qur’an yang mulia. Yang (tersimpan) dalam lauh al-mahfuzh”.Diisyaratkan pula oleh firman Allah surat al-Waqi`ah (56) ayat 77—80, “Sesungguhnya Al Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam.”Tahap kedua, al-Qur’an diturunkan dari lauh al-mahfuzh itu ke bait al-izzah (tempat yang berada di langit dunia). Proses kedua ini diisyaratkan Allah dalam surat al-Qadar [97] ayat 1, “sungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malan kemuliaan.”Juga diisyaratkan dalam Q.S. Surat ad-Dukhan [44] ayat 3, “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.”Tahap ketiga, al-Qur’an diturunkan dari bait al-izzah ke dalam hati Nabi dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya satu ayat, dua ayat dan bahkan kadang-kadang satu surat. Mengenai proses turun dalam tahap ketiga diisyaratkan dalam Q.S. asy-Syu`ara’ [26] ayat 193–195, “……Dia dibawa turun oleh ar-ruh al-`amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas”.Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, tidak secara sekaligus melainkan turun sesuai dengan kebutuhan. Bahkan sering wahyu turun karena untuk menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi atau untuk membenarkan tindakan Nabi saw. Di samping itu banyak pula ayat atau surat yang diturunkan tanpa melalui latar belakang pertanyaan atau kejadian tertentu.Dalam kenyataan tersebut terkandung hikamah dan faidah yang besar, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran itu sendiri dalam Surat al-Furqan [25] ayat 32, “Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).Di samping hikmah yang telah diisyaratkan ayat di atas, masih banyak hikmah yang terkandung dalam hal diturunkannya al-Qur’an secara berangsur-angsur, antara lain adalah:1. Memantapkan hati NabiKetika menyampaikan dakwah, Nabi kerapkali berhadapan dengan para penentang. Maka, turunnya wahyu yang berangsur-angsur itu merupakan doroaikan dakwah. Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah, Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar). (QS. al-Furqan [25]:32).2. Menentang dan melemahkan para penentang al-Qur’anNabi kerapkali berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan sulit yang dilontarkan orang-orang musyrik dengan tujuan melemahkan Nabi. Maka, turunnya wahyu yang berangsur-angsur itu tidak saja menjawab pertanyaan itu, bahkan menentang mereka untuk membuat sesuatu yang serupa dengan al-Qur’an. Dan ketika mereka tidak mampu memenuhi tantangan itu, hal itu sekaligus merupakan salah satu mu`jizat al-Qur’an.3. Memudahkan untuk dihapal dan difahamiNabi Muhammad sangat merindukan turunnya wahyu. Saking rindunya, suatu ketika mengikuti bacaan wahyu yang disampaikan Jibril sebelum wahyu itu selesai dibacakannya. Karena itu, Allah berfirman, “Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Thaha [20]:114) Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (QS. al-Qiyamah [75]:6—9).Di lain pihak, al-Qur’an pertama kali turun di tengah-tengah masyarakat Arab yang ummi, yakni yang tidak memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Maka, turunnya wahyu secara berangsur-angsur memudahkan mereka untuk memahami dan menghapalkannya.4. Mengikuti setiap kejadian (yang karenanya ayat-ayat al-Qur’an turun) dan melakukan pentahapan dalam penetapan aqidah yang benar, hukum-hukum syari`at, dan akhlak mulia. Hikmah ini diisyaratkan oleh firman Allah, “Dan Al Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. al-Isra’ [17]:106).5. Membuktikan dengan pasti bahwa al-Qur’an turun dari Allah Yang Maha Bijaksana.Walaupun al-Qur’an turun secara berangsur-angsur dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, tetapi secara keseluruhan, terdapat keserasian di antara satu bagian dengan bagian al-Qur’an lainnya. Hal ini tentunya hanya dapat dilakukan Allah yang Maha Bijaksana.

H.M. Wiharto, S.Sy., S.Pd., M.A.

وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ ٱلْقُرْءَانُ جُمْلَةً وَٰحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِۦ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَٰهُ تَرْتِيلًا

“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil.” (QS. Al-Furqan/25: 32)

            Dahulu orang-orang kafir sering menanyakan banyak hal kepada Rasulullah, tidak lain untuk merendahkan beliau. Mereka berharap bahwa Rasulullah tidak mampu menjawab apa yang menjadi pertanyaan mereka. Sampai menyangsikan al-Quran yang tidak turun sekaligus dalam satu waktu. ‘Mengapa al-Quran tidak diturunkan sekaligus saja, kalau engkau memang benar-benar Rasulullah?’. Dari sini kemudian Allah membantah mereka melalui firman-Nya, QS. Al-Furqan/25: 32, bahwa al-Quran tidak turun sekaligus tidak lain untuk meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW.

            Menurut para ulama ulumul quran, proses turunnya al-Quran melalui tiga tahapan. Dalam kitab al-Burhan fi ulumil Quran juga kitab Manahilul Irfan fi ulumil Quran menyebutkan tiga tahapan tersebut ialah: Pertama, turun sekaligus/ idzhar ke lauhul mahfudz. Tahap kedua, turun dari lauhul mahfudz ke baitul izzah, juga berwujud idzharul quran/ secara utuh. Tahap ketiga barulah diturunkan kepada Rasulullah dari baitul izzah tidak secara keseluruhan, tetapi berangsur-angsur dan bertahap selama kurun waktu sekitar 23 tahun, atau dalam suatu riwayat selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Adapun, al-Quran yang turun secara bertahap tersebut memiliki beberapa hikmah, antara lain:

  1. Meneguhkan Rasulullah dalam berjuang menghadapi orang-orang kafir Quraisy dan siapapun yang menentang dakwah beliau.
  2. Sebagai mukjizat. Mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi oleh Rasulullah SAW, termasuk beragam pertanyaan yang bernada memojokan. Mereka menanyakan tentang alam ghoib, masalah haid, masalah hilal/ bulan sabit, hingga urusan ruh, serta hal-hal yang sangat rumit. Maka dalam QS. Al-Furqan/25 : 33, Allah berfirman yang artinya: Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
  3. Dalam rangka memelihara ayat-ayat-Nya. Dengan berangsur-angsur itulah pemahaman terhadap setiap ayat dapat dicerna dengan baik serta mudah untuk dihafalkan.
  4. Memberi solusi hukum. Wahyu al-Quran yang turun merupakan solusi umat yang diberikan secara bertahap. Contohnya dalam masalah penghapusan beberapa tradisi Arab seperti minum-minuman keras.
  5. Sebagai bukti bahwa al-Quran bukan rekayasa nabi atau manusia biasa. Akan tetapi benar-benar wahyu dari Allah SWT yang telah menciptakan segala yang ada di alam raya ini.

            Wahyu pertama kali yang turun yakni QS. Al-‘Alaq/96: 1-5, hal ini sebagai penanda diangkatnya Nabi Muhammad sebagai Nabi/ Rasul. Ketika sedang bertahanuts di Goa Hira, Rasulullah didatangi oleh Malaikat Jibril as., kemudian disuruh membaca, “Iqra’!,”: bacalah hai Muhammad, lalu Rasulullah menjawab maa anaa biqari? (HR. Bukhari) atau maa aqra’? (HR. Muslim). Matan atau redaksi hadis tersebut terkesan kontradiksi, namun sejatinya tidak menurut ulama ahli hadis/ muhadisin. Jawaban Rasulullah dalam Shahih Bukhari menunjukkan bahwa Rasulullah sama sekali tidak bisa membaca apa yang diinginkan oleh Malaikat Jibril as., sementara dalam Shahih Muslim, menunjukkan bahwa Rasulullah ingin mencari tahu pembacaan apa yang dikehendaki Malaikat Jibril as. Selanjutnya, setelah Rasulullah menjawab demikian, Malaikat Jibril as. membacakan QS. al-’Alaq ayat 1-5 tersebut.

            Setelah selesai turun wahyu yang pertama, lalu tidak turun kembali selama tiga hari. Rasulullah mengalami rasa sakit, namun bukan karena suatu penyakit tertentu, melainkan karena dampak dari keterkejutan beliau saat didatangi oleh Malaikat Jibril as. yang notabene belum pernah bertemu sebelumnya. Melihat keadaan yang demikian serta pengalaman yang Rasulullah alami, maka istrinya yakni Khadijah ra. pergi menemui pamannya yang merupakan seorang ahli kitab yang taat (Waraqah bin Naufal).

Khadijah radhiyallahu ‘anha menyampaikan tentang keadaan Rasulullah, lalu dijawab bahwa suaminya telah dipilih Allah sebagai utusan-Nya yang terakhir. Mendengar hal demikian, Khadijah ra. bergegas pulang dan menyampikan informasi tersebut kapada Rasulullah. Baru setelah itu berkuranglah demam dan rasa sakitnya. Imam ar-Razi menyebutkan bahwa setelah peristiwa tersebut, sore hari ba’da asar datanglah Malaikat Jibril pada saat Rasulullah masih berbaring dan berselimut. Malaikat Jibril as. datang melaksanakan perintah Allah SWT dengan membacakan QS. al-Mudassir.

            Hai orang yang berselimut!. Maka pada saat ituNabi terjaga. Bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah. Hal tersebut Nabi diminta untuk menanggalkan pakaian jahiliyah yang kadang membanggakan status sosial, keturunan. Namun sebelumnya Tuhanmu hendaknya diagungkan terlebih dahulu.

            Demikianlah bahwa kurikulum pertama risalah dakwah para Nabi termasuk Nabi Muhammad SAW ialah tentang masalah tauhid. Setelah itu malaikat Jibril pergi, kemudian datang kembali pada malam harinya pada hari yang sama. Muhammad Abduh menyebutkan malaikat tersebut datang pada waktu sepertiga malam terakhir, datang membawa wahyu ketiga, yakni QS. al-Muzammil.

            Dalam ayat tersebut dijelaskan salah satunya bahwa Nabi Muhammad SAW agar lebih bersiap diri bahwa sesungguhnya ucapan-ucapan yang berbobot akan turun terus menerus secara berangsur angsur (qaulan tsaqiilaa). Di sinilah dapat diketahui bahwa ternyata perintah qiyamu lail muncul lebih dulu dibandingkan dengan salat fardhu. Begitulah seterusnya selama kurang lebih 23 tahun, ayat-ayat al-Quran terus turun hingga mewujud dalam hafalan-hafalan Rasulullah dan para sahabat. Namun ayat-ayat al-Quran tersebut sampai wafatnya Rasulullah belum terhimpun dalam satu mushaf dan masih terpisah-pisah baik dalam pelepah kurma, batu, kulit binatang dan sebagainya.

            Adapun dalam proses pengharaman tradisi yang sudah mendarah daging seperti kebiasaan meminum minuman keras, al-Quran turun dalam empat tahap. Tahap pertama, Allah turunkan QS. An-Nahl/16: 47. Setelah itu muncul respon dari masyarakat yang kemudian menanyakan masalah khamr. Dijawablah oleh Allah yang kemudian diturunkan QS. Al-Baqarah/2: 219. Tahap ketiga yakni dengan menurunkan QS. An-Nisa/4: 43. Barulah tahap terakhir, tahap penghapusan tradisi minuman keras yang ada di masyarakat (Madinah) tersebut dengan turunnya QS. al-Maidah/5: 90. Betapa al-Quran turun menjawab pertanyaan secara bertahap. Hal itu menjadi perhatian bagi para dai/ mubaligh ketika menyampaikan agama kepada masyarakat. Agar memperhatikan aspek tahapan-tahapan tersebut, sehingga umat tidak lari. خَاطِبُ النَّاسَ عَلَى قَدْرِ عُقُوْلِهِمْ (Ali bin Abi Thalib): berbicaralah kepada audiens sesuai kadar akal mereka, sehingga mereka dapat memahaminya dengan mudah. Semoga para aktifis dakwah memahami bahwa dakwah adalah persoalan proses, tidak instan. The everything need a process, segala sesuatu membutuhkan proses dan tidak semudah membalik telapak tangan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA