Kelompok dan Tim dalam Organisasi. Kelompok dan Tim adalah dua konsep berbeda. Kelompok atau group didefinisikan sebagai 2 atau lebih individu yang saling bergantung dan bekerjasama, yang secara bersama berupaya mencapai tujuan bersama. Kelompok kerja (work group) adalah kelompok yang berinteraksi utamanya untuk saling berbagi informasi untuk membuat keputusan guna membantu satu sama lain dalam hal wilayah kewenangannya masing-masing. Kelompok kerja tidak memiliki kebutuhan ataupun kesempatan guna terlibat di dalam kerja kolektif yang memerlukan upaya gabungan. Akibatnya, kinerja mereka sekadar totalitas kontribusi dari seluruh individu anggota kelompok. Tidak ada sinergi positif yang menciptakan tingkat kinerja keseluruhan yang lebih besar ketimbang totalitas input yang mereka berikan. Sementara itu, Tim Kerja mengembangkan sinergi positif melalui upaya yang terkoordinasi. Upaya individual mereka menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar ketimbang totalitas input para individunya. Nilai dan Norma – Kelompok mengembangkan pola hubungan sosialnya sendiri, termasuk kode dan praktek (norma) yang patut ditunjukkan lewat perilaku kelompok tersebut. Norma yang ada dalam kelompok yang sifatnya informal misalnya : • Tidak menghasilkan output yang terlalu besar dibandingkan para anggota lain atau melebihi batasan produksi yang ditetapkan kelompok. • Tidak menghasilkan produksi atau output yang lebih rendah ketimbang yang diberlakukan kelompok. • Tidak mengatakan sesuatu pada supervisor atau manajemen yang bisa membahayakan anggota kelompok lainnya. • Orang dengan otoritas atas anggota kelompok lain, semisal inspektur, seharusnya tidak mengambil keuntungan dari senioritasnya tersebut atau menjaga jarak sosial dengan kelompok. Kelompok punya sistem sanksinya sendiri, termasuk tindakan kasar, merusak hasil pekerjaan, menyembunyikan peralatan kerja, meliciki inspektur, dan menghambat pekerjaan para anggota yang dianggap tidak sesuai dengan norma-norma kelompok. Ancaman kekerasan fisik juga kerap terjadi, dan kelompok telah mengembangkan sistem penghukuman terhadap para pelangga dengan meninju bagian atas tangan si pelanggar. Metode seperti ini telah dikenal sebagai pengendalian konflik di dalam kelompok. Suatu penelitian yang dilakukan Economic & Social Research Council memberi perhatian pada pentingnya norma-norma sosial di antara para pekerja. Mereka menanyakan apakah pekerja dibimbing tidak hanya oleh insentif uang tetapi juga tekanan rekan kerja. Peran – Kelompok beda butuh peran beda dari anggotanya. Kita bisa memahami perilaku seseorang di situasi khusus jika kita tahu apa peran yang orang itu mainkan. Sehubungan dengan peran, sejumlah penelitian menyatakan kesimpulan berikut : (1) Orang punya beragam peran; (2) Orang belajar peran dari rangsangan di sekitar mereka seperti teman, buku, film, dan televisi; (3) Orang punya kemampuan berganti peran secara cepat tatkala mereka mengenali suatu situasi dan menuntut perubahan utama yang jelas; (4) Orang kerap mengalami konflik peran tatkala peran di satu situasi bertabrakan dengan peran di situasi lainnya. Kohesivitas – Kelompok saling beda dalam hal kohesivitas. Kohesivitas adalah derajat mana anggota tertarik pada anggota lainnya dan termotivasi untuk tetap bertahan di dalam kelompok. Contoh, suatu kelompok adalah kohesiv karena para anggotanya meluangkan sejumlah besar waktu bersama. Ukuran – Ukuran menentukan perilaku keseluruhan dari suatu kelompok. Kelompok berukuran kecil lebih cepat menyelesaikan tugas ketimbang kelompok yang besar. Jika suatu kelompok terlibat dalam penyelesaian masalah, bagimanapun, kelompok besar secara konsisten dapat nilai yang lebih baik ketimbang yang lebih kecil. Kelompok besar lebih baik dalam beroleh masukan-masukan berbeda. Jadi jika sasaran kelompok adalah menemukan fakta, kelompok besar akan lebih efektif. Di sisi lain, kelompok kecil lebih baik dalam melakukan sesuatu yang produktif dalam hal inputnya. Kelompok yang terdiri atas 7 anggota cenderung lebih efektif dalam melakukan tindakan. Komposisi – Hampir sebagian kegiatan kelompok butuh variasi keahlian dan pengetahuan. Dengan demikian masuk akan guna menyimpulkan kelompok heterogen lebih mungkin punya kemampuan dan informasi berbeda dan sebab itu lebih efektif ketimbang kelompok yang homogen. Status – Status adalah tingkat prestise, posisi, atau peringkat di dalam kelompok. Status bisa secara formal diterapkan oleh kelompok. Namun, kerap kita bicara status dalam konteks kelompok informal. Status bisa bersifat informal dan diperoleh berdasarkan pendidikan, usia, jenis kelamin, keahlian, ataupun pengalaman. Segala status bisa punya nilai status jika orang lain di dalam kelompok memandang status tersebut berharga. Harus dipahami bahwa status informal tidak kurang penting ketimbang status formal. Kelompok secara sengaja direncakan dan diciptakan oleh manajemen selaku bagian dari struktur organisasi formal. Kendati begitu, kelompok juga muncul lewat proses sosial dan organisasi informal. Organisasi informal muncul lewat interaksi antar pekerja di dalam organisasi dan perkembangan kelompok dengan tata hubungan dan norma perilaku mereka sendiri, kendati tidak digariskan lewat struktur formal organisasi. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara kelompok formal dan informal. Kelompok Formal – Kelompok ini dibangun selaku akibat dari pola struktur organisasi dan pembagian kerja. Contoh, pengelompokan kegiatan-kegiatan yang serupa ke dalam satu kelompok. Kelompok merupakan hasil dari sifat teknologi yang diterapkan perusahaan dan cara dalam mana pekerjaan dilakukan. Contoh, mengelompokkan sejumlah orang yang pekerjaannya berhubungan dengan pelaporan keuangan dan perakitan komponen. Kelompok juga terjadi tatkala sejumlah orang di tingkat atau status yang sama dalam organisasi memandang diri mereka sebagai satu kelompok. Contoh, kepala-kepala departemen suatu perusahaan industri baja atau kepala-kepala dinas suatu kabupaten. Kelompok formal tercipta guna mencapai tujuan organisasi tertentu dan amat memperhatikan kegiatan kerja yang terkoordinasi. Orang disatukan bersama berdasar peran yang telah ditentukan di dalam struktur organisasi. Sifat dari pekerjaan yang dilakukan adalah sifat dominan dari kelompok formal. Sasaran diidentifikasi oleh manajemen, dan aturan-aturan tertentu, selanjutnya aturan-aturan tertentu, hubungan dan norma perilaku tercipta. Kelompok formal cenderung relatif permanen, kendati terdapat perubahan keanggotaan aktualnya. Kendati demikian, kelompok formal temporer ini juga diciptakan oleh manajemen, misalnya penggunakan tim-tim proyek dalam organisasi bersifat matriks. Kelompok kerja formal dapat dibedakan lewat sejumlah cara, semisal berdasar keanggotaan, tugas yang dilakukan, sifat teknologi, atau posisi di dalam struktur organisasi. Kelompok Informal – Di dalam struktur organisasi formal, selalu terdapat struktur informal. Struktur organisasi formal dan siste hubungan peran, peraturan, dan prosedur di antara para anggotanya, akan ditambahi oleh penafsiran dan pengembangan di tingkat informal. Kelompok informal didasar lebih pada hubungan dan persetujuan informal di antara para anggota kelompok ketimbang hubungan peran yang telah ditentukan manajemen. Hubungan informal tersebut guna memuaskan kebutuhan sosial dan psikologis yang tidak mesti berhubungan dengan tugas yang harus mereka laksanakan. Kelompok mungkin saja menggunakan aneka cara guna memuaskan afiliasi anggota dan motivasi sosial lainnya yang dianggap kurang dalam situasi kerja, utamanya dalam organisasi industri. Keanggotaan dalam kelompok informal dapat lintas struktur formal. Mereka terdiri atas individu dari bagian organisasi yang berbeda ataupun tingkatan yang berbeda pula, baik vertikal, diagonal, dan horisontal. Kelompok informal dapat serupa dengan kelompok formal, ataupun bisa pula terdiri atas sebagian kelompok formal. Anggota kelompok informal mengangkat pemimpin informalnya sendiri yang nantinya menjalankan otoritas dengan persetujuan dari para anggota. Pemimpin informal dipilih dengan kriteria bahwa mereka mewakili nilai dan sikap para anggota, membantu menyelesaikan konflik, memimpin kelompok dalam memuaskan kebutuhannya, atau bernegosiasi dengan manajemen atau orang lain di luar kelompoknya.
Kelompok informal punya beberapa fungsi berikut :
Stephen Robbin melakukan pembedaan antara Kelompok Kerja dan Tim Kerja berdasarkan 4 variabel yaitu : Sasaran, Sinergi, Akuntabilitas, dan Keahlian. Perbedaannya sebagai berikut : Sementara itu, penulis lain seperti Laurie J. Mullins membedakan Kelompok dan Tim berdasarkan 6 variabel yaitu : Ukuran, Seleksi, Kepemimpinan, Persepsi, Gaya, dan Semangat. Taksonomi beda lengkapnya sebagai berikut :
Tim dapat diklasifikasikan berdasar tujuannya. Terdapat 4 bentuk umum dari tim yang biasa kita temukan sehari-hari yaitu : Tim Problem-Solving, Tim Self-Managed Work, Tim Cross-Functional, dan Tim Virtual.
Tim Self-Managed Work – Tim Problem-Solving sudah ada di jalur yang benar, tetapi mereka tidak beranjak jauh dalam hal pelibatan pekerja dalam proses pembuatan keputusan yang berhubungan dengan suatu pekerjaan. Kekurangan ini mendorong eksperimen dari tim yang benar-benar otonom yang tidak hanya bercorak problem-solving melainkan juga menerapkan penyelesaian dan punya kewenangan penuh atas hasil-hasilnya. Tim Work Self-Managed umumnya terdiri atas 10 hingga 15 orang yang ambil tanggung jawab dari supervisornya. Khususnya, tanggung jawab ini termauk kendali menyeluruh atas kecelakaan kerja, menentukan penilaian pekerjaan, pemecahan organisasi, dan pilihan prosedur-prosedur pemeriksaan secara kolektif. Tim ini bahkan memilih sendiri anggotanya. Xerox, General Motors, Coors Brewing, PepsiCO, Hewlett-Packard, Honeywell, M&M/Mars, dan Aetna Life adalah sejumlah nama populer yang telah mengimplementasikan tim self-managed work. Perkiraan menyebut sekitar 30% pekerja Amerika Serikat menggunakan bentuk tim, dan diantara firma-firma besar, jumlah tersebut mendekati angka 50%. Tim Cross-Functional – Custom Research, Inc, firma riset pemasaran di Minneapolis, Amerika Serikat telah secara historis mengorganisir departemen-departemen yang bersifat fungsional, tetapi manajemen senior menyimpulkan bahwa departemen-departemen tersebut tidak memenuhi kebutuhan yang berubah dari klien-klien firma. Jadi, gagasan dibalik tim adalah memiliki segala aspek kerja yang dibutuhkan klien dan dipegang oleh satu tim ketimbang tersebar di aneka departemen. Tujuannya untuk meningkatkan komunikasi dan penelusuran catatan kerja, yang akan membawa pada peningkatan produktivitas dan kepuasan klien. Organisasi di atas mencerminkan Tim Cross-Functional. Tim ini terdiri atas pekerja-pekerja dari tingkat hirarki yang serupa tetapi beda wilayah pekerjaannya. Mereka bergabung bersama guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Banyak organisasi sudah menggunakan Tim Cross-Functional seperti ini semisal IBM membentuk gugus tugas tahun 1960-an yang terdiri atas pekerja lintas departemen dalam perusahaan guna mengembangkan Sistem 360 yang sukses. Gugus tugas tiada lain melainkan Tim Cross-Functional yang sifatnya temporer. Namun, ledakan penggunaan Tim Cross-Functional terjadi di tahun 1980-an yang dilakukan oleh Toyota, Honda, Nissan, BMW, General Motors, Ford, dan DaimlerChrysler. Sebagai contoh, antara tahun 1999 hingga Juni 2000 manajemen senior IBM menarik 21 pekerja dari sekitar 100 ribu staf teknologi informasinya guna beroleh saran bagaimana perusahaan bisa cepat menyelesaikan proyek dan memasarikan produk secara cepat ke pasar. Ke 21 anggota dipilih karena mereka punya karakteristik yang serupa dimana mereka pernah berhasil memimpin proyek-proyek berjangka cepat. “Speed Team”, demikian julukan tim tersebut, bekerja selama 8 bulan saling berbagi informasi, menguji perbedaan antara proyek-proyek berjangka cepat dan lambat, dan bahwa melahirkan rekomendasi-rekomendasi seputar bagaimana IBM bisa mempercepat produksinya.
Desain kerja – Kategori desain kerja termasuk variabel-variabel seperti kemerdekaan dan otonomi, kesempatan menggunakan aneka keahlian dan bakat, kemampuan menyelesaikan pekerjaan atau menciptakan produk, dan mengerjakan tugas atau proyek yang punya dampak signifikan atas orang lain. Komposisi – Kategori ini terdiri atas variabel-variabel yang berhubungan dengan bagaimana tim harus diisi, lewat: (1) Kemampuan, dalam tim dibutuhkan orang yang ahli dalam membuat keputusan dan problem solving, teknis, dan interpersonal skill; (2) Personalitas, yaitu The Big Five personality seperti ada dalam pendekatan sifat dalam kepemimpinan; (3) Pengalokasian peran dan keragaman, yaitu tim harus memiliki 9 peran, yaitu : • creator-inovator – menginisiatif gagasan kreatif; • explorer-promoter – juara gagasan setelah dimulai; • assessor-developer – menganalisa pilihan keputusan; • thruster-organizer – menyediakan struktur; • concluder-producer – menyediakan arah dan mengikutinya; • controller-inspector – memeriksa rincian; • upholder-maintainer – bertarung di pertempuran luar; • reporter-adviser – menjadi informasi seluas-luasnya; • linker – mengkoordinir dan mengintegrasikan. (4) Fleksibilitas anggota – Tim terdiri atas individu-individu fleksibel yang anggotanya dapat saling melengkapi tugas satu sama lain. Ini nyata berguna bagi suatu tim karena secara signifikan mampu meningkatkan adaptabilitas dan membuatnya kurang kaku bagi anggota tertentu. Jadi, pemilihan anggota dilancarkan atas mereka yang memiliki nilai fleksibilitas, laku latih secara silang guna saling mengerjakan pekerjaan anggota lain. Konteks – Tiga kontekstual faktor yang muncul paling signifikan sehubungan dengan kinerja tim adalah adanya sumber daya yang mencukupi, kepemimpinan yang efektif, dan evaluasi kinerja dan sistem reward yang mencerminkan kontribusi tim. • Sumber daya mencukupi. Kelompok kerja adalah bagian kecil dari bagian besar sistem organisasi. Seluruh tim kerja bersandar pada sumber daya di luar kelompok agar tetap hidup. Kelangkaan sumber daya langsung mengurangi kemampuan tim untuk bekerja secara efektif. Faktor yang paling penting dari sumber daya ini adalah dukungan dari organisasi secara keseluruhan. • Kepemimpinan dan Struktur. Anggota tim harus setuju siapa melakukan apa dan memastikan seluruh anggota berkontribusi secara sama dalam berbagi beban kerja. Selaku tambahan, tim butuh menentukan bagaimana jadual dirancang, skill apa dibutuhkan untuk maju, bagaimana kelompok menyelesaikan konflik, dan bagaimana kelompok membuat dan memodifikasi keputusan. Kepemimpinan tidak selalu dibutuhkan. Contoh, bukti-bukti menunjukkan bahwa tim yang bekerja secara mandiri (self-managed work team) kerap menunjukkan kinerja yang lebih baik kenimbang tim yang punya pemimpin yang secara formal diangkat. Pemimpin dapat merusak kinerja baik tatkala mereka ikut campur dalam tim self-managed work. Dalam Tim Self-Managed Work, anggota tim menyerap banyak pekerjaan yang diasumsikan oleh manajer. • Evaluasi Kinerja dan Sistem Reward. Secara tradisional, evaluasi berorientasi individu dan sistem reward harus dimodifikasi guna merefleksikan kinerja tim. Evaluasi kinerja individu seperti upaya resmi per jam, insentif individu, dan sejenisnya tidak konsisten dengan perkembangan kinerja tinggi yang ditunjukkan tim. Jadi, selaku tambahan guna pengevaluasian dan mereward pekerja bagi kontribusi individualnya, manajemen harus mempertimbangkan appraisal berdasar kelompok, pembagian keuntunga, perolehan sahan, insentif kelompok kecil, dan modifikasi sistem lainnya yang akan menguatkan upaya dan komitmen tim. Proses – Kategori terakhir berhubungan dengan efektivitas tim adalah variabel proses. Variabel-variabel proses terdiri atas komitmen anggota terhadap tujuan, pembentukan sasaran tim secara khusus, efikasi tim, manajem konflik yang terorganisasi baik, dan pengurangan social loafing. • Tujuan Bersama. Tim yang efektif harus punya tujuan bersama dan bermakna yang menyediakan arahan, momentum, dan komitmen di antara anggoanya. Tujuan ini sebuah visi. Ia lebih luas ketimbang sasaran tertentu saja. • Sasaran Spesifik. Tim yang sukses menerjemahkan tujuan bersama mereka ke dalam sassaran kinerja yang realistik, spesifik, dan bermakna. • Efikasi Tim. Tim yang efektif punya kepercayaan diri. Mereka yakin mereka akan berhasil. Sukses melahirkan sukses. Tim yang telah sukses meningkat keyakinan mereka untuk meraih sukses di masa datang. Ia akan memotivasi mereka lebih keras lagi. • Tingkat Konflik. Konflik dalam tim tidak selamanya buruk. Tim yang sama sekali tidak pernah terlibat konflik akan mandek dan apatis. Jadi, konflik sebenarnya meningkatkan efektivitas tim, kendati tidak semua konflik. Konflik hubungan yang berdasarkan ketidaknyamanan antar individu, ketegangan, dan permusuhan terhadap orang lain selalu bersifat disfungsi, merugikan. Kendati begitu, pada tim yang menunjukkan kegiatan nonrutin, ketidaksetujuan antar anggota seputar pekerjaan tidak merusak. • Social Loafing. Individu dapat bersembunyi di dalam kelompok. Mereka dapat terlibat dalam social loafing dalam upaya kelompok karena kontribusi individu tidak bisa diidentifikasi secara mudah. Tim yang efektif menggarisbawahi kecenderungan ini dengan menahan mereka yang akuntabel baik di tingkat individu ataupun tim. -----------------------------------
Page 2 |