Sebutkan ajaran sunan drajat yang dikenal dengan ajaran pepali pitu

Sebutkan ajaran sunan drajat yang dikenal dengan ajaran pepali pitu
Makam Sunan Drajat dan pesan sosialnya. (foto jejakpiknik)

PWMU.CO-Sunan Drajat suatu hari berjalan menuju masjid untuk shalat berjamaah. Di perjalanan, dia mendengar seseorang mengeluh kelaparan di rumahnya.

Esok hari, sebelum berangkat ke masjid, dia mengambil bungkusan nasi dan lauk. Kemudian diletakkan di depan pintu rumah orang yang mengeluh kelaparan. Begitu dia lakukan tiap hari. Bukan hanya satu rumah tapi di rumah-rumah lainnya.

Masyarakat Paciran dan Tanjung Kodok Lamongan ada tradisi arak-arakan makanan, ketupat, dan lepet usai Lebaran atau Riyaya Kupat. Tradisi ini disebut berasal dari Sunan Drajat. Semua rakyat kaya miskin, tua muda berkumpul, bersilaturahim dan berbagi makanan.

Tradisi kesalehan sosial Sunan Drajat ini masih hidup diteruskan hingga kini. Kalau di Muhammadiyah kesalehan sosial itu disebut spirit al-Maun yang diajarkan oleh KH Ahmad Dahlan. Inti ajarannya, orang Islam jangan cuma hafal ayat al-Quran tapi diamalkan.

Di makamnya yang terletak di Desa Drajat Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan terpampang tulisan tujuh ajaran sosial Sunan Drajat yang mencolok mata bisa dibaca setiap pengunjung.

Tujuh Ajaran Sunan Drajat

Tujuh ajaran itu berbahasa Jawa. Pertama, Memangun Resep Tyasing Sasama. Artinya, kita selalu membuat senang hati orang lain.

Kedua, Jroning Suka Kudu Eling Lan Waspodho. Maknanya, dalam suasana gembira hendaknya selalu ingat Tuhan dan selalu waspada.

Ketiga, Laksitaning Subrata Lan Nyipta Marang Pringga Bayaning Lampah. Artinya, dalam upaya menggapai cita-cita luhur jangan menghiraukan halangan dan rintangan.

Keempat, Meper Hardaning Pancadriya. Artinya, senantiasa berjuang menekan gejolak-gejolak nafsu duniawi.

Kelima, Heneng-Hening-Hanung. Artinya, di dalam diam akan dicapai keheningan dan di dalam keheningan akan mencapai jalan kebebasan mulia.

Keenam, Mulya Guna Panca Waktu. Artinya, pencapaian kemuliaan lahir batin dicapai dengan shalat lima waktu.

Ketujuh, Wenehana teken marang wong kang wuto. Wenehana mangan marang wong kang luwe. Wenehana busana marang wong kang wuda. Wenehana pangiyupan marang wong kang kudanan.

Artinya, berikan tongkat pada orang buta, berikan makan pada orang lapar, berikan pakaian pada orang yang telanjang, berikan tempat berteduh pada orang yang kehujanan.

Itu kalimat metafora. Maknanya, berilah ilmu agar orang menjadi pandai. Sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin. Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu. Berikanlah perlindungan pada orang-orang yang menderita.

Begitulah cara berdakwah Sunan Drajat. Tidak berceramah saja tapi praktis sosial memberi makan kepada orang miskin. Setelah perut rakyat kenyang kemudian diberi ajaran Islam. Perut kenyang memudahkan ajaran meresap ke otak dan perasaan rakyat. Lewat ajaran Islam kemudian diajak mencapai kesejahteraan bersama dengan ilmu dan perlindungan hukum.

Silsilah Sunan Drajat

Sunan Drajat lahir dengan nama Raden Qosim. Diperkirakan lahir pada tahun 1470 Masehi. Dia putra bungsu Sunan Ampel dengan Nyi Ageng Manila.

Menurut Babad Risaking Majapahit dan Babad Cerbon, Raden Qasim adalah adik Nyai Patimah bergelar Gede Panuran, Nyai Wilis alias Nyai pengulu, Nyai Taluki bergelar Nyai Gede Maloka, dan Raden Mahdum Ibrahim bergelar Sunan Bonang.

Garis nasabnya sama dengan Sunan Bonang dari Sunan Ampel putra Ibrahim Asmarakandi. Ibrahim Asmarakandi adalah orang Samarqand yang menikah dengan putri Champa kemudian menetap di Jawa. Anak cucunya kemudian menikah dengan perempuan Jawa dan memakai tradisi Jawa.

Menurut sumber lain, Sunan Ampel menikah dengan Dyah Siti Manila binti Arya Teja, lahirlah tiga orang putra. Seorang laki-laki yaitu Sunan Bonang dan dua orang putri yaitu Nyi Gede Maloka dan Nyi Gedeng Pancuran.

Kemudian Sunan Ampel kawin lagi dengan seorang putri lain. Dari perkawinan ini lahir Masaih Munat, yang kemudian dikenal sebagai Sunan Drajat. Dari sumber ini Sunan Bonang dan Sunan Drajat putra Sunan Ampel berlainan ibu.

Menurut Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo, Sunan Drajat sempat belajar agama kepada ayahnya hingga berumur delapan tahun. Setelah kematian ayahnya belajar kepada Sunan Gunung Jati di Cirebon.

Kisah Sunan Drajat dalam Babad Cerbon mengungkapkan, setelah berguru ke Sunan Gunung Jati,  dia menikah dengan putri Sunan Gunung Jati bernama Dewi Sufiyah. Di kemudian hari, Sunan Drajat juga menikah dengan Nyai Kemuning putri Kiai Mayang Madu dan menikah juga dengan Nyai Kediri. (*)

Penulis Teguh Imami  Editor Sugeng Purwanto

Khazanah Minggu, 23 Februari 2020 02:15 WIB

Like

Lamongan -

Ajaran Sunan Drajat yang paling dikenal adalah pepali pitu atau tujuh dasar tujuan. Yang menggambarkan teladan dalam sikap, yang mencakup 7 falsafah yang dijadikan pijakan dalam kehidupan.

Pemerhati budaya Lamongan Navis Abdul Rouf memaparkan, Pepali Pitu itu adalah membangun resep tyasing sasama atau selalu membuat senang hati orang lain. Lalu jroning suka kudu eling lan waspodo atau dalam suasana gembira hendaknya tetap ingat Tuhan dan selalu waspada. Laksitaning subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah atau dalam upaya mencapai cita-cita luhur jangan menghiraukan halangan dan rintangan.

Pepali keempat, menurut Navis, adalah meper hardening pancadriya atau senantiasa berjuang menekan gejolak nafsu-nafsu indrawi. Kelima adalah heneng-hening-henung atau dalam diam akan dicapai keheningan dan di dalam hening akan mencapai kebebasan yang mulia.

"Pepali keenam adalah mulya guna panca waktu atau pencapaian kemuliaan lahir batin dicapai dengan menjalani salat lima waktu," paparnya.

Pepali ketujuh, kata Navis, adalah menehono teken marang wong kang wuto, menehono mangan marang wong kang luwe, menehono busana marang wong kang wuda, menehono pangiyup marang wong kang kaudanan. Dalam bahasa Indonesia, pepali ketujuh ini artinya berikan tongkat kepada orang buta, berikan makan kepada orang yang lapar, berikan pakaian kepada orang yang tak memiliki pakaian dan nerikan tempat berteduh kepada orang yang kehujanan.

"Pepali Pitu yang terakhir ini berisi tentang bagaimana seharusnya manusia bersikap terhadap manusia lainnya. Ajaran yang kental akan kepedulian sosial ini menjadi puncak dalam ajaran Sunan Drajat," sebut Navis.

Ajaran ini, beber Navis, berfokus pada masalah sosial seperti ilmu pengetahuan dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Ajaran ini mengajarkan tentang cara hidup bersama sebagai makhluk sosial dengan menekankan untuk saling menghargai dan membantu sesama.

"Pepali Pitu tercermin dalam undakan menuju Makam Sunan Drajat yang jumlahnya ada tujuh undakan," jelasnya.

Simak Video "Makna Dibalik Nama Drajat, Lamongan"


[Gambas:Video 20detik]
(sun/sun)

tirto.id - Raden Qasim atau Sunan Drajat adalah salah seorang anggota Wali Songo, majelis penyebar agama Islam dalam sejarah Jawa pada abad ke-14 Masehi. Putra bungsu Sunan Ampel ini melakukan dakwah Islam dengan prinsip Pepali Pitu atau 7 Dasar Ajaran, selain melalui seni dan budaya.Sunan Drajat lahir di Ampeldenta, Surabaya, pada 1470 M dengan nama Raden Qasim sebagai putra termuda Sunan Ampel dengan Nyi Ageng Manila. Ia adalah adik dari Raden Maulana Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang.Selain Raden Qasim, Sunan Drajat memiliki banyak nama atau julukan lainnya, seperti Masaikh Munat, Raden Syarifuddin, Maulana Hasyim, Pangeran Kadrajat, atau Sunan Mayang Madu.

Sejarah Hidup Sunan Drajat

Raden Qasim memperoleh ilmu keislaman langsung dari ayahnya, Sunan Ampel, yang memimpin pondok pesantren Ampeldenta, Surabaya. Setelah beranjak remaja, Raden Qasim merantau ke Cirebon untuk berguru kepada Sunan Gunung Jati. Di Cirebon, Raden Qasim menikahi putri Sunan Gunung Jati yang bernama Dewi Sufiyah. Hingga kemudian, Raden Qasim kembali ke Ampeldenta bersama istrinya. Sesampainya di Ampeldenta, Sunan Ampel meminta Raden Qasim untuk berdakwah di daerah Gresik. Raden Qasim menuruti perintah ayahnya, meneruskan perjalanan menuju Gresik. Ia menetap di Desa Banjarwati dan disambut baik oleh sesepuh kampung yang bernama Kiai Mayang Madu dan Mbah Banjar.

Di Desa Banjarwati, Raden Qasim dinikahkan dengan putri Kiai Mayang Madu yang bernama Nyai Kemuning.

Di wilayah yang bernama Jelag, daerah yang memiliki medan lebih tinggi dari tempat lainnya di Desa Banjarwati, Raden Qasim mendirikan surau dan mengajar penduduk setempat. Kendati tergolong bangsawan, ia amat dekat dengan rakyat. Jiwa sosialnya tinggi serta mengutamakan kesejahteraan penduduk.

Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo (2016) menjelaskan bahwa ajaran Islam yang didakwahkan Raden Qasim menekankan pada etos kerja keras dan empati berupa kedermawanan, sikap tenggang rasa, saling peduli, pengentasan kemiskinan, gotong royong, dan solidaritas sosial.

Ketika turun langsung ke masyarakat, Raden Qasim mengajarkan banyak hal kepada warga, dari cara membangun rumah, membuat alat-alat untuk memikul orang seperti tandu atau joli, dan lain sebagainya.Pada akhirnya, Raden Qasim dijadikan imam pelindung oleh penduduk di pedukuhan Drajat. Sejak itulah, Raden Qasim mulai dikenal dengan nama Sunan Drajat.

7 Dasar Ajaran Sunan Drajat

Jika Sunan Ampel berdakwah dengan ajaran Moh Limo, Sunan Drajat berdakwah dengan Pepali Pitu atau 7 Dasar Ajaran.

Berikut ini Pepali Pitu sebagai pijakan kehidupan sehari-hari yang disampaikan oleh Sunan Drajat:

  1. Memangun resep tyasing sasama (Membuat senang hati orang lain).
  2. Jroning suka kudu eling lan waspada (Dalam suasana gembira, hendaknya tetap ingat Tuhan dan selalu waspada).
  3. Laksitaning subrata tan nyipa marang pringga bayaning lampah (Dalam mencapai cita-cita luhur, jangan menghiraukan halangan dan rintangan).
  4. Meper hardaning pancadriya (Senantiasa berjuang untuk menekan hawa nafsu duniawi).
  5. Heneng-Hening-Henung (Dalam diam akan dicapai keheningan, dalam hening akan dicapai jalan kebebasan mulia).
  6. Mulya guna panca waktu (Pencapaian kemuliaan lahir batin dicapai dengan menjalani salat lima waktu).
  7. Menehono teken marang wong kang wuto. Menehono mangan marang wong kang luwe. Menehono busana marang wong kang wuda. Menehono pangiyup marang wong kang kaudanan (Berikan tongkat kepada orang buta. Berikan makan kepada orang lapar. Berikan pakaian kepada orang tak berpakaian. Berikan tempat berteduh kepada orang kehujanan).

Berdakwah Lewat Seni Budaya

Sebagaimana ulama Wali Songo lainnya yang berdakwah lewat seni dan budaya, Sunan Drajat juga mahir menggubah sejumlah tembang.

Tembang terkenal yang digubahnya adalah tembang tengahan macapat pangkur untuk menyampaikan ajaran falsafah kehidupan kepada masyarakat.

Sunan Drajat juga pandai mendalang serta sesekali mementaskan pertunjukan wayang untuk sarana dakwahnya. Peninggalan Sunan Drajat yang masih disimpan hingga sekarang adalah seperangkat gamelan yang disebut "Singo Mengkok" serta benda-benda seni lainnya.

Suhailid dalam Sejarah Kebudayaan Islam (2020) mengungkapkan, di masa tuanya, Sunan Drajat pindah ke kawasan Dalem Wungkur, arah selatan dari Desa Drajat. Ia menghabiskan masa tuanya dengan berdakwah di sana.

Pada 1522 M, Raden Qasim atau Sunan Drajat tutup usia. Makamnya terletak di Desa Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timur.