Sasando sampek dan siter merupakan alat musik tradisional yang cara memainkanya dengan cara

Sasando adalah salah satu alat musik tradisional dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sasando ini merupakan alat musik berdawai tanpa mempunyai cord dan dimainkan dengan cara dipetik dengan menggunakan jari. Alat musik satu ini hampir sama dengan alat musik tradisional seperti Kecapi atau Harpa, namun memiliki bentuk dan suara yang sangat khas. Sasando merupakan salah satu alat musik yang sangat terkenal, tidak hanya di Indonesia saja, namun juga sampai luar negeri.

Sejarah Sasando

Sasando merupakan alat musik tradisional yang berasal dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). ada beberapa versi cerita yang mengisahkan tentang awal mula Sasando ini. Salah satu cerita yang banyak berkembang di masyarakat adalah kisah Sangguana yang terdampar di Pulau Ndana dan jatuh cinta dengan putri Raja. Mengetahui Sangguana jatuh cinta kepada putrinya, sang Raja pun memberikan syarat untuk menerima Sangguana. Sangguana diminta untuk membuat alat musik yang berbeda dengan alat musik lainnya.

Pada suatu ketika, Sangguana pun bermimpi. Dalam mimpi tersebut dia memainkan alat musik yang berbentuk indah dan memiliki suara yang merdu. Dari situlah Sangguana membuat alat musik yang disebut dengan Sasando dan diberikan kepada sang Raja. Raja pun kagum dengan alat musik yang dibuat oleh Sangguana, dan kemudian Raja menikahkan putrinya dengan Sangguana.

Secara harfiah nama Sasando berasal dari bahasa Rote, yaitu “Sasandu” yang berarti “bergetar atau berbunyi”. Sasando ini sering dimainkan untuk mengiringi nyanyian, syair,tarian tradisional dan menghibur keluarga yang berduka. Pada saat ini, Sasando tidak hanya terkenal dan terdapat di daerah Pulau Rote saja, namun juga terdapat di daerah lain di Nusa Tenggara Timur seperti Kupang dan daerah lainnya.

Fungsi Dan Makna Sasando

Sasando ini merupakan salah satu alat musik yang memiliki suara bervariasi, sehingga dapat dimainkan dalam genre yang bervariasi seperti musik tradisional, pop, dan genre musik lainnya yang bukan musik elektrik. Dalam masyarakat Rote sendiri, Sasando sering dimainkan untuk mengiringi tarian, lagu, syair dan acara hiburan lainnya.

Bentuk Sasando

Sasando ini memiliki bentuk yang sangat unik dan berbeda dengan alat musik berdawai lainnya. Pada bagian utama Sasando ini berbentuk tabung panjang yang terbuat dari bambu khusus. Bagian bawah dan atas bambu terdapat tempat untuk memasang dan mengatur kencangnya dawai. Pada bagian tengah  bambu biasanya diberi senda (penyangga) dimana dawai direntangkan. Senda ini digunakan untuk mengatur tangga nada dan menghasilkan nada yang berbeda di setiap petikan dawai. Sedangkan wadah untuk resonansi berupa anyaman daun lontar yang sering disebut haik.

Cara Memainkan Sasando

Walaupun merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik, namun sasandu memiliki cara yang berbeda dengan alat musik petikan lainnya. Sasando biasanya dimainkan menggunakan kedua tangan dengan arah yang berlawanan. Tangan kanan berperan untuk memainkan accord, sedangkan tangan kiri sebagai melodi atau bass.

Untuk memainkan Sasando ini tentu tidak mudah, karena di butuhkan harmonisasi perasaan dan teknik, sehingga menghasilkan nada yang pas dan merdu. Selain itu keterampilan jari dalam memetik sangat diperlukan. Hampir sama dengan alat musik Harpa keterampilan dalam memetik dawai sangat mempengaruhi suara apalagi bila memainkan nada tempo cepat maka  keterampilan tangan sangat diperlukan.

Jenis Sasando

Sasando ini memiliki jenis yang berbeda-beda. Menurut perkembangannya, Sasando dibagi menjadi dua tipe yaitu tradisional dan elektrik. Sasando tradisional merupakan bentuk Sasando aslinya dan dimainkan tanpa alat elektronik seperti amplifier atau akustik. Sedangkan Sasando elektrik merupakan jenis Sasando yang bisa dimainkan dengan alat elektronik. Biasanya Sasando elektrik dimainkan dalam panggung besar atau pertunjukan modern.

Berdasarkan suaranya, Sasando juga dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya seperti Sasando engkel, Sasando dobel, Sasando gong dan Sasando biola. Sasando engkel merupakan jenis Sasando yang memiliki 28 dawai. Untuk Sasando dobel biasanya memiliki 56 atau 84 dawai, sehingga memiliki lebih banyak jenis suara. Untuk Sasando gong, merupakan jenis Sasando yang memiliki suara hampir menyerupai suara gong. Sedangkan Sasando biola merupakan Sasando yang memiliki suara hampir sama dengan suara biola. Tentunya penggunaan setiap jenis Sasando disesuaikan dengan keahlian setiap pemain dan kebutuhan pertunjukan.

Perkembangan Sasando

Alat musik Sasando masih terus dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang. Seperti yang dikatakan sebelumnya, saat ini Sasando telah dikembangkan menjadi beberapa jenis, baik dalam segi suara bahkan juga dibuat musik elektrik. Saat ini Sasando juga masih sering dimainkan untuk mengiringi lagu, syair, dan tarian tradisional. Selain itu Sasando juga sering ditampilkan dalam bentuk orkestra maupun pertunjukan solo. Suaranya yang merdu dan indah membuat banyak orang tertarik akan musik tradisional satu ini. Bahkan pesona suara musik Sasando tidak hanya dikenal di masyarakat lokal saja, namun juga dikenal baik dalam negeri maupun manca negara.

Grace Eirin Sabtu, 13 November 2021 | 13:30 WIB

Alat musik Sasando, alat musik tradisional dari Nusa Tenggara Timur. (Creative Commons/Fakhri Anindita)

Bobo.id - Di Indonesia juga terdapat bermacam-macam alat musik tradisional yang menjadi ciri khas dan keunikan bagi masing-masing daerah. 

Musik merupakan salah satu hal yang dekat dengan masyarakat. Musik dapat kita temukan pada berbagai kesempatan dan aktivitas. 

Di Indonesia, hampir setiap acara tradisi seperti upacara adat, pertunjukan kesenian daerah, hingga permainan tradisional menggunakan musik.

Alat musik tradisional memiliki peran dan fungsi yang penting dalam tradisi masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Hati-Hati Timbulkan Kerusakan, 4 Benda Ini Tidak Bisa Dibersihkan dengan Air, Salah Satunya Alat Musik

Alat musik tradisional maupun alat musik modern, sama-sama dimainkan dengan cara yang beragam. 

Ada alat musik petik, alat musik tiup, alat musik pukul, dan sebagainya. 

Nah, saat ini kita akan mengenal alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara dipetik.

Berikut jenis alat musik petik tradisional asli Indonesia beserta asal daerahnya.

1. Sasando dari Nusa Tenggara Timur

Sasando adalah alat musik tradisional dari daerah Nusa Tenggara Timur.

Sasando merupakan alat musik petik yang cara memainkannya, yaitu memetik dawainya dengan dua tangan. 

Sasando memiliki jumlah senar atau dawai, yaitu 28 dawai dan 58 dawai. 

Page 2

Page 3

Creative Commons/Fakhri Anindita

Alat musik Sasando, alat musik tradisional dari Nusa Tenggara Timur.

Bobo.id - Di Indonesia juga terdapat bermacam-macam alat musik tradisional yang menjadi ciri khas dan keunikan bagi masing-masing daerah. 

Musik merupakan salah satu hal yang dekat dengan masyarakat. Musik dapat kita temukan pada berbagai kesempatan dan aktivitas. 

Di Indonesia, hampir setiap acara tradisi seperti upacara adat, pertunjukan kesenian daerah, hingga permainan tradisional menggunakan musik.

Alat musik tradisional memiliki peran dan fungsi yang penting dalam tradisi masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Hati-Hati Timbulkan Kerusakan, 4 Benda Ini Tidak Bisa Dibersihkan dengan Air, Salah Satunya Alat Musik

Alat musik tradisional maupun alat musik modern, sama-sama dimainkan dengan cara yang beragam. 

Ada alat musik petik, alat musik tiup, alat musik pukul, dan sebagainya. 

Nah, saat ini kita akan mengenal alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara dipetik.

Berikut jenis alat musik petik tradisional asli Indonesia beserta asal daerahnya.

1. Sasando dari Nusa Tenggara Timur

Sasando adalah alat musik tradisional dari daerah Nusa Tenggara Timur.

Sasando merupakan alat musik petik yang cara memainkannya, yaitu memetik dawainya dengan dua tangan. 

Sasando memiliki jumlah senar atau dawai, yaitu 28 dawai dan 58 dawai. 

Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. Mohon bantu kami mengembangkan artikel ini dengan cara menambahkan rujukan ke sumber tepercaya. Pernyataan tak bersumber bisa saja dipertentangkan dan dihapus.
Cari sumber: "Sasando" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR
(Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini)

Sasandu (bahasa Rote) atau Sasando (bahasa Kupang) adalah alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara dipetik menggunakan jari-jari tangan. Sasando merupakan alat musik tradisional dari kebudayaan Rote. Alat musik Sasando bentuknya sederhana bagian utamanya berbentuk tabung panjang dari bambu, bagian tengah melingkar dari atas ke bawah diberi penyangga (Bahasa Rote: senda) dimana dawai-dawai atau senar yang direntangkan ditabung bambu dari atas ke bawah bertumpu. Penyangga ini memberikan nada yang berbeda-beda pada setiap petikan dawai, lalu tabung sasando diberi sebuah wadah yang terbuat dari anyaman daun lontar(haik). Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando. Bentuk sasando mirip dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola dan kecapi. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Konon sasando digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7.

Ada 2 macam versi cerita rakyat yang pertama, awal mulanya Sasando ditemukan oleh seorang anak muda bernama Sangguana, yang terdampar di Pulau Ndana. Kemudian ia di bawa ke hadapan raja Takalaa yang berdiam di istana Nusaklain. Kebiasaan di istana pada malam hari sering diadakan permainan kebak (kebalai) yaitu tarian masal muda-mudi dengan cara bergandengan tangan membetuk sebuah lingkaran dengan seorang yang berperan sebagai manahelo (pemimpin syair) yang berada di tengah lingkaran. Syair-syair ini menceritakan silsilah keturunan mereka. Dalam permainan ini Sangguana yang menjadi tumpuan perhatian karena ia mempunyai bakat seni, tanpa disadari putri raja jatuh hati pada Sangguana dan bertemu dengan putri raja, Sangguana diminta untuk menciptakan alat musik yang belum pernah ada. Apabila berhasil berhak mempersunting putri raja. Suatu malam Sangguana bermimpi sedang memainkan satu alat musik yang indah bentuk dan suaranya. Kemudian Sangguana berhasil menciptakan alat musik ini diberi nama Sandu (artinya yang berani bergetar). Putri raja menamai alat ini sesuai dengan bahasanya sya, yaitu hitu (tujuh), karena alat tersebut terdapat tujuh dawai dan lagu yang dimainkan dinamai depo hitu yang artinya sekali dimainkan ketujuh dawai bergetar. Dawai ini terbuat dari akar pohon beringin kemudian diganti dengan usus hewan yang telah dikeringkan.

 

Cerita rakyat versi kedua berawal dari kisah dua orang sahabat yaitu Lunggi Lain dan Balok Ama Sina. Kedua sahabat ini sehari-harinya bekerja sebagai gembala domba dan penyadap tuak. Ide membuat alat musik sasando ketika mereka sedang membuat haik (wadah penampung air tuak) yang terbuat dari daun lontar  diantara jari-jari dari daun lontar terdapat semacam benang (bahasa rote fifik) tanpa disengaja fifik atau benang itu dikencangkan kemudian dipetik menimbulkan bunyi yang berbeda, namun benang atau fifik ini mudah putus. Awal kejadian ini mendorong Lunggi Lain dan Balok Ama Sina untuk mengembangkannya, mereka ingin adanya alat musik yang dapat menirukan nada-nada yang ada pada gong. Akhirnya berhasil menciptakan bunyi-bunyian atau nada-nada yang ada pada gong yaitu dengan mencungkil tulang-tulang dari lembaran daun lontar yang kemudian diganjal dengan batang kayu. Karena nada-nada yang dihasilkan selalu berubah-ubah dan suaranya sangat kecil kemudian lembaran daun lontar diganti dengan bambu yaitu dengan cara mencungkil kulit bambu sebanyak nada yang ada pada gong yang kemudian diganjal dengan batangan kayu. Ide ini berlanjut terus kemudian dawai-dawainya diganti dari dari serat pelepa daun lontar dan ruang resonansinya dari haik.

Ada beberapa jenis sasando yaitu Sasando Gong, Sasando Biola dan Sasando Elektrik:

Sasando Gong

Sasando gong biasanya dimainkan dengan irama gong dan dinyanyikan dalam bentuk syair untuk mengiring tari, menghibur keluarga yang berduka dan yang sedang mengadakan pesta.  Bunyi sasando gong nadanya pentatonik. Sasando gong berdawai tujuh  kemudian berkembang menjadi sebelas dawai. Sasando gong lebih berkembang  di Pulau Rote sejak abad ke 7.

Sasando Biola

Sasando ini memakai putaran dawai (senar) atau sekrup dawai yang terbuat dari kayu yang dibentuk seperti biola. Sasando diperkirakan mengalami perkembangan akhir abad ke-18 yang kemudian berkembangnya Sasando Biola. Sasando biola lebih berkembang di Kupang. Sasando biola nadanya diatonis dan bentuknya mirip dengan sasando gong tetapi bentuk bambu diameternya lebih besar dari sasando gong dan jumlah dawai  pada  sasando  biola  lebih banyak berjumlah 30, 32, dan 36 dawai. Sasando biola ada 2 bentuk yaitu sasando dengan bentuk ruang resonansinya terbuat dari daun lontar dan sasando biola dengan bentuk ruang resonansinnya terbuat dari (kotak atau peti dari papan). Sasando biola yang terbuat dari kotak kurang mengalami perkembangan karena dianggap kurang praktis. Pada saat pengeteman  nada mengalami kesukaran, sekrup kayu harus diputar dan diketok untuk bisa mendapatkan nada-nada yang pas.

Terjadi perkembangan dengan masuknya sekrup besi maka putaran dawai di ganti dengan sekerup besi yang lebih mudah di putar dengan memakai kunci sasando pada saat pengeteman nada. Sasando biola memakai daun lontar lebih  berkembang dari pada sasando biola memakai kotak / peti kayu.  Karena sasando biola dengan memakai daun lontar terkesan lebih unik dan natural. Sehingga orang mengenal dengan nama sasando tradisional. Sasando biola yang terbuat dari daun lontar  mempunyai ciri khas diatas kepala sasando ada hiasan mahkota daun lontar ada 7 mahkota, yang bermula dari sasando gong yang mempunyai 7 dawai. Sasando biola ini lebih berkembang di Kupang.

Sasando Elektrik (Electric Sasando)

 

Sasando Elektrik 1980

 

Arnoldus Edon

Sasando biola mengalami perkembangan dari sasando tradisional menjadi sasando modern atau yang dikenal sasando listrik atau sasando elektrik. Sasando elektrik ini diciptakan oleh Arnoldus Edon, sasando elektrik  termasuk dalam salah satu jenis Sasando biola yang mengalami perkembangan teknologi. Sasando tradisional mempunyai beberapa kekurangan dan kelemahan antara lain, daun lontar  mudah pecah dan pada saat musim hujan sering timbul jamur di atas permukaan daun, dan daunnya juga mengalami kelembaban dan lembek sehingga dapat mempengaruhi perubahan suara dan ketika dipetik suaranya sangat kecil.

Sasando elektrik yang diciptakan ini tidak menggunakan wadah dari daun lontar  peti kayu/kotak/dari papan/box, karena tidak membutuhkan ruang resonansi yang berfungsi sebagai wadah penampung suara.  Bunyi  langsung dapat di perbesar lewat alat pengeras suara (sound system/speaker aktif).

Ide pembuatan sasando elektrik, berawal dari peristiwa  kerusakan sasando biola yang terbuat dari peti kayu/kotak milik ibu mertua dari Arnoldus Edon pada tahun 1958, sasando yang rusak itu di perbaikinya dan menjadi baik. Dari situlah awal mulanya Arnoldus Edon mendapatkan ide dan mulai bereksperimen membuat sasando elektrik. Ia berpikir kalau memetik sasando yang posisi sasandonya tertutup dengan daun lontar yang lebar dan bunyinya hanya bisa di dengar oleh segelintir orang saja yang ada disekitarnya dan  petikan serta  kelentikan jari-jemari tidak dapat dinikmati atau dilihat oleh orang lain karena tertutup daun lontar. Alangkah indahnya apabila sasando itu dipetik dan  di dengar dengan suara yang besar, dinikmati oleh banyak orang dari kejauhan dan petikan jari-jemari yang lemah gemulai dapat dilihat keindahannya, karena sasando dipetik dengan menggunakan 7 sampai 8  jari.

Pada tahun 1958 diciptakanlah Sasando listrik/elektrik, eksperimen demi eksperimen dilakukannya untuk mendapatkan bunyi yang sempurna yang sama dengan bunyi asli dari sasando. Tahun 1959 Arnoldus Edon hijrah ke Nusa Tenggara Barat (Mataram) sebagai seorang Kepala Sekolah di Mataram. Berbekal ilmu pengetahuan sebagai seorang guru IPA/Fisika, maka pada tahun 1960 Sasando Elektrik ini berhasil dirampungkan dan mendapatkan bunyi yang sempurna sama dengan suara aslinya. Bentuk sasando elektrik ini dibuat sebanyak 30 dawai.  Inilah awalnya Arnoldus Edon membuat sasando listrik yang hasilnya pertamanya langsung di bawah ke Jakarta.  Jadi Sasando elektrik di buat pertama kali pada waktu Arnoldus Edon masih berada di Mataram.[1] Pembuatan Sasando Elektrik dibuat lebih modern dari Sasando tradisional ada perbedaan dalam cara pembuatannya. Komponen sasando elektrik lebih ruwet, sebab banyak unsur yang menentukan kualitas suara yang dihasilkan pada alat musik tersebut. Selain badan sasando dan dawai. Alat yang paling penting pada sasando elektrik adalah spul yang merupakan sebuah transducer yang akan mengubah getar dawai menjadi energi listrik, lalu diteruskan melalui kabel dan masuk kedalam amplifier.

Perkembangan Sasando Elektrik

Tahun 1972 Arnoldus Edon bersama keluarga kembali ke Kupang dan di Kota Kupang Sasando elektrik  mulai dikenal dan berkembang, dari berita ke berita tentang pembuatan sasando elektrik ini tersiar sehingga banyak teman terutama pemain sasando mulai berdatangan untuk meminta dibuatkan sasando elektrik bagi mereka, antara lain : Eduard Pah dengan ciri khas petikan sasando irama pop dan daerah, Ely Koamesah irama pop rohani dan pop, Pdt. Sam Koli dengan irama pop dan dangdutnya, Buang Bunda dengan irama keroncongnya, Keang Ndun dengan irama popnya, mereka inilah orang-orang yang sangat mahir dalam memainkan sasando yang sampai sekarang ini belum ada satu orang pemain yang  mahir seperti mereka karena setiap pemain  punya ciri khas tertentu. Berikut nama-nama pemain sasando pada waktu itu,  antara lain :  Ibu Nale, Ibu Thedens-Likadja (seorang guru sasando), Ir. Ekres Saudale, Chirst Ndaumanu, Iyam Pelokila, Fred E. Lango, Sam Mandala, Eben Hermanus.Sasando elektrik pada waktu itu dimainkan untuk mengiring penyanyi, penari dan menghibur tamu Gubernur. Eduard Pah adalah salah satu pemain sasando yang mendapat kehormatan dari Gubernur NTT (dr. Ben Mboi) untuk menghibur tamu gubernur yang datang mengunjungi NTT.

Satu demi satu pembeli mulai berdatangan dari Indonesia bahkan sampai ke luar negeri (Belanda, Australia, Amerika, Kanada dan Jepang). Sasando elektrik mulai  mendapatkan perhatian dari Pemerintah Daerah NTT, khususnya di masa kepemimpinan Gubernur NTT (dr. Ben Mboi) pada tahun 1978-1988. Setiap tamu atau pembesar yang datang ke Kupang – NTT, selalu membawa pulang oleh-oleh berupa cindera  mata  Sasando elektrik. Ada juga pembeli yang berasal dari kalangan musisi dan penyanyi ditanah air sendiri, antara lain Koes Plus, Obi Messakh dan Ingrid Fernandez.[2]

 

Seorang pemain sasando

  •  

    Sasando

  •  

    Sasando pada uang kertas Rp. 5.000,- emisi tahun 1992

  • Pemain sasando dari Kupang

  •  

    Sasando di Meksiko grup Indra Swara

  1. ^ //edonsasando.wordpress.com/category/sejarah-sasando
  2. ^ //edonsasando.wordpress.com/category/sejarah-sasando/

  • Indonesia's Got Talent - Djitron Pah - Sasando

 

Artikel bertopik budaya ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sasando&oldid=21493042"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA