Salah satu tokoh aliran Pencak Silat yang berada di daerah Tenabang Tanah Abang adalah

Salah satu tokoh aliran Pencak Silat yang berada di daerah Tenabang Tanah Abang adalah

Jakarta memang gudangnya tokoh pencak silat tradisional khas Betawi, mulai dari si Pitung, si Jampang hingga yang menarik Sabeni. Sabeni sendiri merupakan jawara silat yang memiliki jurus khusus dan memukau tentara Jepang hingga ditunjuk menjadi pelatih para pasukan Jepang.

Jika kita kembali ke masa lampau dan mengingat kota Jakarta, pasti yang terpikir oleh kita adalah jagoan silatnya. Jakarta memang terkenal sebagai tempat dari beragam tokoh bela diri tradisional khas Indonesia. Seperti si Pitung, lalu ada juga Si Jampang dan terakhir adalah Sabeni.

Sabeni sendiri merupakan jagoan silat yang berasal dari Kawasan Tenabang (sekarang Tanah Abang) Jakarta dan lahir pada tahun 1860 -1945. Ia terkenal seantero Jakarta karena mengenalkan jenis silat baru bernama silat Sabeni. Namanya kemudian dijadikan nama dari sebuah jalan di kawasan Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Iklan – Artikel dilanjutkan di bawah

Berhasil Mengalahkan Tokoh-tokoh Besar

Seperti dikutip dari akun Sabenitenabang.com, pada saat itu Sabeni menjadi terkenal karena berhasil mengalahkan tokoh penguasa di kawasan Kemayoran, Jakarta (lebih dikenal Macan Kemayoran). Saat itu, anak Macan Kemayoran hendak dilamar oleh Sabeni.

Selain berhasil menumbangkan Jawara asal Kemayoran, Sabeni juga mengalahkan Jagoan Beladiri Kuntao asal negeri Tiongkok yang didatangkan langsung oleh Penjajah Belanda.

Iklan – Artikel dilanjutkan di bawah

Hal itu karena pihak Belanda tidak suka dengan kebiasaan Sabeni melatih silat pada anak-anak muda Jakarta pada masa itu.

Memiliki Aliran Silat Khusus

Salah satu tokoh aliran Pencak Silat yang berada di daerah Tenabang Tanah Abang adalah

Iklan – Artikel dilanjutkan di bawah

2020 Merdeka.com

Seperti yang dilansir dari Merdeka.com, Sabeni juga diketahui memiliki jenis aliran bela diri khusus, yaitu seni Bela Diri Sabeni. Sesuai dengan namanya, pada saat itu hanya dia yang menguasa seni bela diri tersebut. Ia juga berupaya mengajarkan kepada para pemuda setempat.

Aliran Sabeni sendiri diketahui memiliki banyak cabang setelah diturunkan kepada keturunannya. Dari sana kemudian dibentuk aliran Silat Sabeni Cing Mus.

Aliran Sabeni Cing Mus dikatakan berasal dari nama Mustofa yang menelurkan dan mengajarkan keturunannya hingga masih ada sampai saat ini.

Ada lima jurus yang dipelajari dari Silat Sabeni Cing Mus. Jurus pertama yang merupakan jurus dasar yaitu cara China.

Lalu jurus kelabang nyebrang, empat persegi dan empat lima pancar. Dari ke empat jurus tersebut, jurus pamungkas aliran Cing Mus yaitu jurus selat bumi.

"Jurus selat bumi itu paling lengkap, makin tinggi kita belajar, makin susah," ujarnya.

Selain itu, terdapat pula Jurus unik lainnya yang dikembangkan oleh keturunan ke 7 Almarhum Sabeni, yaitu Jurus Maen Pukulan. Jurus tersebut dikembangkan oleh M. Ali Sabeni.

Ciri khasnya aliran Maen Pukul Sabeni memiliki 15 teknik pukulan. Pertama, Jalan Jurus I, Jalan Jurus Kotek, Jalan Jurus Sikut, Jalan Jurus Tampar Monyet, Jalan Jurus Sendok, Jalan Jurus Pulir, Jalan Jurus China 1 dan China 2, Jalan Jurus Genggang, Jalan Jurus Tangkis Sangkolan/Pukulan Lawan, Jalan Jurus Kelabang Nyebrang, Jalan Jurus Empat Kalima Pancer, Jalan Jurus Longok, Jalan Jurus Merak Ngigel, Jalan Jurus Naga Ngerem dan Jalan Jurus Selat Bumi.

Mirip Kisah IP Man

Salah satu tokoh aliran Pencak Silat yang berada di daerah Tenabang Tanah Abang adalah

Ilustrasi Sabeni

sabenitenabang.com 2020 Merdeka.com

Pada saat itu Sabeni mencoba menebus anaknya Syaei yang menjadi tawanan tentara Jepang. Sehingga Sabeni ditahan di Markas Kampetai.

Saat Sabeni ditahan, pemimpin Jepang di Jakarta saat itu mengetahui bahwa Sabeni merupakan jawara silat. Pemimpin terebut mencoba mengetahui kemampuannya dengan mengerahkan jagoan taekwondo dan sumo dan dinyatakan menang.

Kemahiran dalam atraksi bela diri, membuat pemimpin Jepang tertarik. Ia ingin mengajak kerja sama dengan Sabeni untuk melatih tentara jepang di negeri matahari tersebut.

Namun usia Sabeni yang saat itu menginjak 80-an tahun akhirnya Sabeni mengutus salah satu muridnya. Hal ini juga menjadi sejarah, di mana Sabeni menjadi orang Betawi pertama yang mengajarkan silat kepada pasukan Jepang.

"Tetapi karena umur engkong Sabeni yang sudah tua 85 tahun, akhirnya diutusnya salah satu muridnya untuk ke Jepang," ujar Zul, salah satu keturunan Sabeni.

Hal tersebut mirip dengan kisah IP Man di mana pendekar tersebut ditantang oleh ahli Taekwondo dan berhasil mengalahkannya. Setelah itu IP Man dikagumi dan dipercaya untuk melatih pasukan Jepang di negara asalnya.

Silat Sabeni Asli Tanah Abang Nyaris Punah. Banyak aliran-aliran silat yang tumbuh dan lahir dari tanah Betawi, seperti Beksi yang lahir di daerah Kebayoran Lama dan silat Cingkrik dari Condet. Namun, dari jenis aliran silat yang ada, silat Sabeni kini berada di ambang kepunahan. Tokoh aliran silat Sabeni, Zul Bachtiar, mengatakan bahwa aliran silat Sabeni ini memang tak setenar ilmu silat lain yang ada di Betawi. Karena kesohorannya, nama H Sabeni diabadikan sebagai nama sebuah jalan di Tanah Abang, h Sabeni wafat pada 1945 dan dimakamkan di Gang Kubur, Tanah Abang, berdekatan dengan rumahnya.Bela diri silat begitu lekat di masyarakat Betawi. Banyak aliran-aliran silat yang tumbuh dan lahir dari tanah Betawi, seperti Beksi yang lahir di daerah Kebayoran Lama dan silat Cingkrik dari Condet.Tanah Abang pun menjadi tempat lahirnya satu.aliran silat yang diberi nama, Sabeni. Namun, dari jenis aliran silat yang ada, silat Sabeni kini berada di ambang kepunahan.

Tokoh aliran silat Sabeni, Zul Bachtiar, mengatakan bahwa aliran silat Sabeni ini memang tak setenar ilmu silat lain yang ada di Betawi. Sebab, saat ini hanya satu perguruan atau padepokan silat Sabeni yang masih tersisa di Tanah Abang. Itu pun hanya beranggotakan tak lebih dari 30 orang.

"Dulu ada beberapa perguruan, itu pun diasuh oleh cucu-cucu H Sabeni, yakni Ramdhan) Mustofa dan Taufik. Tapi sekarang cuma saya, yang lain udah pada bubar," kata salah satu cucu H Sabeni ini. Sabtu (18/12).

Zul menjelaskan aliran silat ini lahir pada awal abad ke-20. Pencipta aliran ini adalah H Sabeni yang merupakanjago silat Betawi dari Tanah Abang, dekat dengan pasar Kambing. "Haji Sabeni mendapatkan ilmu silat dari dua orang berbeda, yakni H Suud dan H Mail, keduanya tokoh Tanahabang," katanya.

Ciri khas silat Sabeni adalah serangan pukulan dengan sontokon pada bagian punggung telapak tangan. Tak hanya itu, kuda-kuda aliran Sabeni pun lebih rendah antara kaki satu dan lainnya yang sedikit merapat.

Di silat Sabeni ada LS jurus dasar yang terdiri atas jurus dasar 1 hingga jurus dasar 15. Keseluruhan jurus dasar yang ada, lanjut Zul Bachtiar, terfokus padapenyerangan. "Kaga ada istilah nunggu diserang lawan, tapi kityang dahulu memulai serangan terhadap lawan," kata pria yang kini bermukim di Bogor dengan logat Betawinya yang masih kental.

Zul menuturkan, minimnya penerus ajaran silat Sabeni karena kurangnya minat dari generasi muda Betawi. Seni bela diri silat ini, lanjut Zul, kalah pamor dengan jenis bela diri lain dari luar daerah atau pun luar negeri. "Usaha saya untuk terus mengajarkan ini juga, sebagai upaya pelestarian kesenian silat," ujarnya.Padahal, katanya, Ilmu silat ini pernah tenar sekitar tahun 1940-an saat H Sabeni mengalahkan jagoan karate dan jagoan sumo asal Jepang dengan mudah. Akhirnya banyak warga yang berguru ke H Sabeni. Karena kesohorannya, nama H Sabeni diabadikan sebagai nama sebuah jalan di Tanah Abang, h Sabeni wafat pada 1945 dan dimakamkan di Gang Kubur, Tanah Abang, berdekatan dengan rumahnya. Namun beberapa tahun kemudian, makamnya dipindahkan ke TPU Karet Bivak, Tanah Abang. Nggak ade yang tersisa dari H Sabeni, hanya sebuah makam yang terletak di Karet Bivak," kata Zul.

sumber: bataviase


JAKARTA - Sabeni tak sama dengan jago lain. Ilmu silatnya melampaui kerendahan hati aliran lain. Di situlah keistimewaan Sabeni dan silatnya. Mengganggu kekuasaan kolonial tanpa pertumpahan darah. 

Dalam sejarah Jakarta, seorang pandai pencak silat atau biasa disebut 'maen pukulan' memiliki peran khusus sebagai penjaga ketertiban tanah Betawi. Mereka kerap disebut 'jago' karena kiprah mereka membela kaum lemah. Dari banyaknya jago Betawi yang menonjol, Sabeni bin Canam adalah salah satunya.

Sabeni yang lahir pada 1860 adalah guru bagi banyak anak muda sekitar Tanah Abang dan kampung-kampung sekitarnya. Ia mengabdikan diri untuk melatih dan mengajari anak-anak muda itu 'maen pukulan'. Meminjam pendapat Margreet Van Till dalam buku Batavia Kala Malam: Polisi, Bandit, dan Senjata Api (2006), dijelaskan bahwa sebutan jago memiliki konotasi positif.

Mereka bukan golongan preman. Sabeni, misalnya. Ia adalah orang yang kehidupannya begitu dekat dengan agama. Selain di arena latihan 'maen pukulan', waktu Sabeni dihabiskan di masjid dan majelis taklim.

”Jago merupakan pelindung masyarakat. Dalam hal ini jago tidak menggunakan kekuatannya untuk menundukkan wilayahnya sendiri dari otoritas resmi. Tetapi mereka muncul sebagai seorang kampiun dari orang-orang yang tertindas,” tulis Margreet.

Perlahan, aktivitas Sabeni mengajar 'maen pukulan' kepada anak-anak muda mulai mengganggu pemerintah kolonial Belanda. Kompeni sadar, semakin banyak orang yang menguasai ilmu 'maen pukulan' adalah ancaman terhadap hagemoni kekuasaan mereka di Batavia (Jakarta).

Sebagai bentuk kebencian kompeni akan Sabeni, komandan polisi Belanda turut mengutus seorang jawara untuk menghabisi Sabeni. Namun, tiap jawara yang dikirim selalu dengan mudah dikalahkan Sabeni. Kompeni pun tak menyerah. Mereka mencoba berbagai siasat untuk menghentikan kiprah pemilik jurus 'Jalan Cara Cina' itu.

Sabeni belajar silat

Kehebatatan Sabeni dalam 'maen pukulan' tak lepas dari pengaruh dua gurunya, H. Syuhud dan H. Ma’il. Dikutip G. J Nawi dalam buku Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi (2016), untuk melengkapi ilmu silat, Sabeni mempelajari ilmu agama yang dipelajarinya dari Habib Sayid Alwi Al Habsyi.

Berbekal bakat alam dan kecerdasan, Sabeni berhasil mengkreasikan ilmu 'maen pukulan'. Setelahnya, kreasi itu diberi nama Sabeni atas saran dari guru-gurunya. "Kalu ude jadi, aliran ini lu namain ye ... Sabeni, name lu!"

“Didikan maen pukulan Sabeni sarat nilai-nilai agama. Ilmu padi menjadi petuah yang selalu diajarkan, mengutamakan sabar dan pemaaf terhadap musuh yang sudah tidak berdaya. Ajaran lainnya, tidak boleh sembarangan memukul orang, tidak boleh takabur, senantiasa menghormati orang lain, karena dengan menghormati orang lain kita akan dihormati orang lain,” ungkap G.J Nawi.

Berbekal prinsip itu, Sabeni menjadi ahli silat yang jauh dari kesan mematikan. Namun, kemampuannya menaklukkan adalah persoalan lain. Sabeni bahkan disebut-sebut tak pernah membunuh orang. Hal itu memberi perbedaan antara dirinya dan sosok-sosok jago Betawi lain, seperti Jampang atau bahkan Entong Gendut, yang kisahnya telah kita bahas dalam Kala Entong Gendut Mengangkat Keris: Ketika Petani Melawan Polisi dan Ketidakadilan.

Suatu hari, kehebatan Sabeni diuji kala dirinya akan menyunting anak gadis dari jago Betawi Sya’ban. Sya'ban memberi syarat, Sabeni baru bisa maju ke pernikahan jika berhasil mengalahkannya. Sya’ban jatuh tiga kali berturut-turut dan mengakui kehebatan Sabeni. Atas kekalahannya, Sya’ban mengangkat sabeni sebagai mantu sekaligus guru.

Namun, pernikahan tersebut tak membuahkan keturunan. Dalam tradisi Betawi dan pencak silat kala itu, garis keturunan adalah hal penting sebagai pengukuhan kehebatan sang jago di dalam komunitasnya. Kelak Sabeni menikah untuk kali kedua dengan gadis bernama Siti Khadijah, anak dari jagoan Betawi, Murtado, yang kemasyhurannya pernah kami kisahkan dalam Kisah Murtado: Jagoan Betawi di Balik Julukan Persija 'Macan Kemayoran'.

Lewat pernikahan itu, Sabeni memiliki satu anak. Kemudian Sabeni menikah untuk kali ketiga dengan Piah, perempuan asal Bogor dan dianugerahi 12 orang anak: Sofiah, Safe'i, H. Masnan, M. Sani, Fatimah, Mustofa Sabeni, M. Ali Sabeni, Jamani, Rusli, Moch. Arfan, Moch. Tamim, dan Siti Khadijah.

'Ip Man dari Betawi'

Kisah Sabeni mengingatkan kami dengan Ip Man. Seperti Ip Man, Sabeni dikisahkan sebagai jago yang mampu mengalahkan lawan dari segala kalangan. Komandan kepolisian Hindia-Belanda (Hoofd beurau van politie) yang kehabisan akal untuk mengalahkan Sabeni kemudian mengirim orang.

Komandan tersebut mendatangkan seorang petinju dari negerinya plus seorang jago kungfu untuk diadu dengan Sabeni. Pertandingannya diadakan di Prince Park --sekarang Taman Lokasari, Jakarta Barat-- dengan disaksikan ratusan kaum bumiputra yang datang dari Tenabang, warga Belanda, maupun kalangan etnis China.

“Dalam pertandingan tersebut Sabeni berhasil mengalahkan kedua lawannya dengan mudah. Hal ini membuat sang komandan polisi Belanda bertambah kesal dan galau. Sebaliknya warga Betawi semakin menaruh kagum pada Sabeni,” ungkap Abdul Chaer dalam buku Tenabang Tempoe Doeloe (2017).

Pada zaman Jepang, Sabeni juga pernah diadu oleh komandan kempetai Jepang dengan seorang jago karate dan seorang atlet sumo. Hal itu terlaksana karena anak dari Sabeni, Syafei yang ikut dalam barisan heiho --pasukan bantuan tentara Jepang-- melarikan diri dari kesatuannya di Surabaya. Pelarian itu membuat Jepang marah dan mencari Syafei.

Karena Syafei tak kunjung ditemukan, kempetai justru menangkap dan menahan Sabeni, dengan janji jika Syafei tertangkap, Sabeni akan dilepaskan. Semasa Sabeni ditahan, komandan kempetai mendapat informasi bahwa Sabeni merupakan seorang jago 'maen pukulan' dan dirinya bermaksud menguji kemampuan Sabeni. Sang jago pun diadu dengan anak buah si komandan.

Sabeni yang kala itu telah berusia 80 tahun menyanggupi permintaan itu. Komandan kempetai berjanji akan membebaskan Sabeni jika menang dalam pertarungan. Sebaliknya. Jika kalah, Sabeni akan duduk di kurungan dalam waktu yang lebih panjang. Sabeni menyanggupi permintaan itu dengan syarat: keluarga dan rekan-rekannya di Tenabang dapat menyaksikan langsung pertarungan tersebut. Kempetai pun menyanggupi.

“Tiba pada waktunya, ternyata yang harus dihadapi Sabeni ada dua orang, yaitu seorang karateka dan seorang pemain sumo yang berbadan sangat besar. Mula-mula Sabeni harus menghadapi si karateka. Dengan mengucap 'Bismillah,' Sabeni maju ke depan,” Abdul Chaer mengisahkan.

Sabeni memenangi pertarungan tersebut. Kehebatan Sabeni berhasil menghibur setiap penonton, termasuk komandan kempetai. Saking terhiburnya, komandan sampai berdecak kagum. Lalu, sesuai perjanjian, Sabeni dibebaskan dan boleh pulang ke rumahnya.

Dari titik itu Sabeni memulai perjuangan baru. Hingga akhir hayat, Sabeni turut serta mengumpulkan kekuatan untuk mengusir penjajah dari kampung halaman dan negerinya. Sabeni wafat pada Jumat, 15 Agustus 1945 atau dua hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI. Ia wafat di usia 85 tahun.

Atas jasanya, Pemerintah DKI Jakarta, pada ulang tahun Jakarta ke-480 lalu mengganti nama Gang Kubur Lama menjadi Jalan Sabeni. Tak hanya itu. Pemerintah Jakarta turut memindahkan makamnya dari kuburan Gang Kubur Lama ke Pemakaman Umum Karet Bivak, yang mana berdekatan dengan makam pejuang kemerdekaan kesohor lain dari tanah Betawi, Mohammad Husni Thamrin.

Kini orang-orang dapat mengenang Sabeni dalam satu lagu berjudul Sabeni Jago Tanah Abang. Lagu tersebut ditulis langsung oleh putra Sabeni yang tumbuh menjadi seniman, M. Ali Sabeni bersama Suhaeri Mufti. Lagu ini diisi dengan irama gambang kromong yang diiringi Naga Mustika yang populer pada 1970-an. Berikut penggalan liriknya:

Kalu ade Sayuti Jago Cengkareng

Eh... ade lagi Sabeni Jago Tenabang

Muridnya banyak, die dikenal orang

Nggak Perne die bikin sale duluan.