Proses uji materi suatu peraturan terhadap peraturan yang tingkatnya lebih tinggi adalah

Proses uji materi suatu peraturan terhadap peraturan yang tingkatnya lebih tinggi adalah

Dalam dunia hukum dikenal istilah uji materi. Uji materi ini penting diajukan ketika seseorang merasa hak-hak konstitusionalnya telah dirugikan oleh pemberlakuan undang-undang tertentu. Simak pembahasan tentang uji materi berikut ini dan mengapa mesti menggandeng law firm.

Pengertian Uji Materi

Dalam teori pengujian atau toetsing, dikenal istilah wet in formele zin dan wet in materiile zin. Wet in formele zin adalah undang-undang dalam arti formal sedangkan wet in materiile zin adalah undang-undang dalam arti materiil. Undang-undang dalam bentuk kedua inilah yang membentuk uji materi.Uji materi adalah proses pengujian atas materi-materi yang bermuatan undang undang (UU) yang sedang berlaku dan berkaitan dengan hak-hak konstitusional seseorang. Selain itu pengujian ini juga dikenal sebagai uji materiil (materiile toetsing).

UU yang Mengatur

Ada dua mahkamah yang memiliki wewenang dalam melakukan pengujian materi yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Dasar hukum pembagian kewenangan MK dan MA dalam uji materi terkutip dalam Pasal 24C ayat (1) UUD, Pasal 28 ayat (1) UU MA, dan Pasal 31 ayat (1) UU 3/2009.

Uji materi di MK mencakup pengujian UU terhadap UUD 1945 dan menyelesaikan sengketa kewenangan lembaga yang diatur UUD. Selain itu uji materiil MK juga mencakup pemutusan pembubaran partai politik dan penyelesaian perselisihan mengenai pemilihan umum.

Sementara itu cakupan kewenangan MA dalam uji materi adalah memeriksa dan memutuskan permohonan kasasi, penyelesaian sengketa kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan, serta menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap UU.

Selain cakupan kewenangan, ada sedikit perbedaan pada sifat putusan MK dan MA. Definisi dan perbedaan sifat putusan MA dan MK berdasar pada penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU 8/2011, Pasal 66-76 UU MA, dan Pasal 2 ayat (1) UU 5/2010.

Meski keputusan kedua mahkamah itu bersifat final, putusan MA dapat ditinjau kembali dan menerima grasi. Keputusan MK sebaliknya bersifat final and binding dimana putusan MK memperoleh kekuatan hukum semenjak diucapkan dan bersifat mengikat.

Hak uji materi diberikan kepada individu, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat, dan lembaga negara yang merasa hak atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh pemberlakuan UU tertentu. Syarat dasar ini didasari oleh Pasal 51 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003.

Baca Juga : Panduan Permohonan Pailit pada Pengadilan Niaga

Prinsip Uji Materi

Ada dua prinsip dalam uji materi yaitu uji formil dan uji materiil. Dalam pengujian materiil, terjadi pengujian terhadap materi-materi yang mengandung undang-undang tertentu. Setiap UU akan dilihat, direview dan diuji apakah ada dari pasal-pasal atau ayat-ayatnya dalam UU Tersebut yang melanggar UUD 1945.

Pada pengujian formil, pengujian dilakukan untuk melihat apakah pembentukan UU sudah sesuai secara aturan hukum dalam UU. Tata cara membuat perundang-undangan termaktub dalam UU Nomor 11 tahun 2012 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Judicial Review

Judicial review adalah kewenangan yang dimiliki lembaga yudikatif untuk melakukan pengujian terhadap sah atau tidaknya peraturan perundang-undangan terhadap UU yang tingkatannya lebih tinggi. Judicial review sering juga disebut Hak Uji Materiil atau HUM.

Dalam judicial review, pemohon dan termohon harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang disebutkan dalam PERMA No. 1 tahun 2004. Kriteria-kriteria permasalahan yang dapat diajukan ke judicial review terdapat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011/PUU-V/2007.

Proses judicial review terdiri dari:

  • Pengajuan permohonan
  • Pendaftaran permohonan
  • Penjadwalan sidang
  • Pemeriksaan pendahuluan
  • Pemeriksaan persidangan
  • Putusan

Alasan Pentingnya Menggunakan Firma Hukum untuk Melakukan Uji Materi

Uji materi seringkali terdengar asing karena awamnya masyarakat mengenai hukum Indonesia. Terlebih karena MK sendiri baru didirikan pada masa awal reformasi yaitu pada tanggal 17 Agustus tahun 2003. Berikut ini ada beberapa alasan yang mendasari diperlukannya bantuan firma hukum dalam melakukan uji materi yaitu

  • Uji materi membutuhkan pengetahuan hukum yang relevan
  • Konsultasi dengan firma hukum untuk mengambil pilihan hukum yang tepat
  • Pendampingan Firma hukum membantu Anda dalam penyusunan uji materi
  • Pendampingan Firma hukum membantu Anda untuk tetap tenang dalam proses uji materi yang melelahkan dan penuh tekanan.

Mengajukan Uji Materi Bersama DSLA Law Firm

Dalam melakukan uji materi, Anda memerlukan bantuan firma hukum yang profesional. DSLA Law Firm merupakan lembaga bantuan hukum berpengalaman dan terpercaya yang didirikan pada tahun 1999 oleh Prof. M. Daud Silalahi, S.H.

Kami dipercayai banyak klien untuk menyelesaikan masalah hukum atau yang berkaitan dengan hukum. Dalam pengajuan uji materi, DSLA Law Firm dapat membantu Anda melalui seluruh prosesnya dimulai dari proses konsultasi dan penyusunan materi. Anda dapat mempelajari detail bidang pelayanan hukum yang kami tawarkan.

Detail asep nursobah
Proses uji materi suatu peraturan terhadap peraturan yang tingkatnya lebih tinggi adalah
Prosedur Berperkara 18 Juli 2021

Hak uji materiil (HUM) adalah hak yang dimiliki oleh Mahkamah Agung untuk menilai materi muatan suatu peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap perhaturan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.[1] Lingkup tugas dan wewenang Mahkamah Agung ini sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.”

Bersumber dari kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar tersebut maka, dalam hal terdapat muatan suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang diduga bertentangan dengan undang-undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.[2] Kemudian melalui putusan HUM[3], MA menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

Adapun putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan keberatan langsung yang diajukan kepada Mahkamah Agung. Implikasi hukum atas putusan tersebut adalah peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah maka tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.[4]

Prosedur Pengajuan Uji Materiil

Kriteria Pemohon Uji Materiil

  1. Subyek permohonan dapat berupa perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang, atau badan hukum publik atau badan hukum privat;[5]
  2. Pemohon keberatan disyarakatkan harus merupakan pihak yang menganggap haknya dirugikan[6] atas berlakunya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang hendak diajukan uji materiil;[7]
  3. Adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan obyek permohonan kebaratan;[8]
  4. Apabila permohonan bersangkutan kelak dikabulkan, maka kerugian yang bersangkutan tidak lagi atau tidak akan terjadi dengan dibatalkannya peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang dimaksud.[9]

Termohon

Termohon adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan perundangan-undangan yang dipersoalkan, seperti Presiden untuk Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah, Kepala Daerah dan DPRD untuk PERDA, dan sebagainya.[10]

Obyek Permohonan Keberatan

Obyek permohonan HUM adalah peraturan perundang-undangan, yakni kaidah hukum tertulis yang mengikat umum di bawah undang-undang.[11] Berkaitan dengan obyek permohonan, dalam hal terjadi kasus bilamana undang-undang yang dijadikan sebagai dasar pengujian sedang diuji di Mahkamah Konstitusi, maka berdasarkan nota kesepakatan MA dan MK yang telah dibuat, setiap pengujian UU terhadap UUD 1945 oleh MK diberitahukan ke MA. Disamping itu bagian pratalak secara berkala memeriksa di situs resmi MK adanya pengujian UU terhadap UUD tersebut.[12]

Dasar Alasan Permohonan Hak Uji Materiil[13]

  • Materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang dimohonkan uji materiil dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan/atau
  • Pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

Tata Cara Mengajukan Permohonan Uji Materiil

  1. Permohonan Hak Uji Materiil diajukan dengan membuat permohonan secara tertulis, dibuat rangkap sesuai keperluan, yang menyebutkan secara jelas dalil-dalil/ alasan keberatan dan wajib ditandangani oleh Pemohon atau kuasanya yang sah;[14]
  2. Pemohon membayar biaya permohonan pada saat mendaftarkan permohonan keberatan;[15]
  3. Permohonan HUM dapat diajukan dengan dua cara, yakni:
  • Diajukan langsung ke Mahkamah Agung (MA)[16]
  • Dalam hal permohonan keberatan diajukan langsung ke MA, didaftarkan di Kepaniteraan MA dan dibukukan dalam buku register tersendiri dengan menggunakan kode: .....P/HUM/Th......;
  • Panitera MA setelah memeriksa kelengkapan berkas, kemudian mengirim salinan permohonan tersebut kepada Termohon (setelah terpenuhi kelengkapan berkasnya);
  • Termohon wajib mengirimkan atau menyerahkan jawabannya kepada Panitera MA dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya salinan permohonan tersebut;
  • Ketua Kamar Bidang Tata Usaha Negara MA atas nama Ketua MA, menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa dan memutus permohonan keberatan tersebut;
  • Majelis Hakim Agung yang telah ditetapkan kemudian memeriksa dan memutus permohonan keberatan HUM tersebut dengan menerapkan ketentuan hukum yang berlaku bagi perkara permohonan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya, sesuai dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan.
  1. Diajukan melalui Pengadilan Negeri atau PTUN yang membawahi wilayah hukum tempat kedudukan pemohon[17]
  • Dalam hal hal permohonan keberatan diajukan melalui PN/PTUN, didaftarkan pada kepaniteraan PN/PTUN dan dibukukan dalam buku register tersendiri dengan menggunakan kode / nomor:....., P/HUM/Th....../PN atau PTUN......, dengan membayar biaya permohonan dan diberikan tanda terima;
  • Panitera PN/PTUN setelah memeriksa kelengkapan berkas, mengirimkan permohonan keberatan HUM kepada MA pada hari berikutnya setelah pendaftaran (dan proses selanjutnya ditangani oleh MA);
  • Panitera MA menyampaikan kepada Ketua MA untuk menetapkan Majelis Hakim Agung, setelah dinyatakan lengkap berkas-berkas permohonan tersebut.
  1. Putusan HUM
  2. Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan keberatan itu beralasan, yaitu karena peraturan perundang-undangan yang dimohonkan HUM tersebut bertentangan dengan uu atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka permohonan HUM tersebut dapat dikabulkan dengan menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dimohonkan HUM tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk umum, serta memerintahkan kepada instansi yang bersangkutan segera mencabutnya;
  3. Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan HUM tidak beralasan, maka permohonan itu ditolak;
  4. Pemberitahuan isi putusan beserta salinan Putusan MA dikirimkan dengan surat tercatat kepada para pihak, atau dalam hal permohonan diajukan melalui PN/PTUN, maka penyerahan/pengiriman salinan putusan melalui PN/PTUN yang bersangkutan;
  5. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Putusan diucapkan Panitera MA mencantumkan petikan Putusan dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya Negara;
  6. Dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah Putusan MA dikirim kepada Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut ternyata tidak dilaksanakan, maka peraturan perundang-undangan yang bersangkutan demi hukum tidak mempunyai kekuatan hukum lagi;
  7. Terhadap Putusan HUM, tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK).

Dasar Hukum:

  • Undang-Undang Dasar 1945
  • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
  • Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
  • Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
  • Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Hak Uji Materiil
  • Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil

[1] Pasal 1 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil (PERMA No. 1 Tahun 2011)

[2] Pasal 9 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No. 12 Tahun 2011)

[3] Dalam Pasal 31 ayat (5) UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung diatur bahwa putusan tersebut wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan

[4] Ibid. Pasal 31 ayat (4)

[5] Pasal 31A ayat (2) UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung jo. Pasal 1 ayat (4) PERMA No. 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil

[6] Frasa "menganggap haknya dirugikan" dalam rumusan norma Pasal 31 A ayat (2) UU Mahkamah Agung belum diikuti pengaturan secara jelas. Undang-undang Mahkamah Agung maupun Perma 1/2011 tidak menyebutkan secara implisit jenis hak apa yang dilindungi oleh upaya hukum hak uji materil. Bila dibandingkan dengan upaya hukum pengujian konstitusionalitas undang-undang yang dimiliki Mahkamah Konstitusi, secara jelas dinyatakan dalam Pasal 51 UU Mahkamah Konstitusi hak yang dilindungi melalui pengujian konstitusionalitas adalah hak konstitusional, yaitu hak asasi warga negara yang diatur dan dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945. Menggunakan perbandingan hukum, dengan jenis hak yang dilindungi oleh kewenangan pengujian konstitusionalitas undang-undang di Mahkamah Konstitusi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan jenis hak yang dilindungi melalui kewenangan hak uji materil di Mahkamah Agung adalah hak-hak warga negara yang diatur dalam undang-undang

[7] Ibid

[8] Ibid

[9] Ibid

[10] Pasal 1 ayat (5) PERMA No. 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil

[11] Ibid. Pasal 1 ayat (2)

[12] SEMA Nomor 4 Tahun 2014, rumusan kamar Tata Usaha Negara B.3

[13] Pasal 31A ayat (3) UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung

[14] Pasal 2 ayat (3) PERMA No. 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil

[15] Ibid. Pasal 2 ayat (4)

[16] Ibid. Pasal 3

[17] Surat Pengantar PERMA No. 1 Tahun 2004 tanggal 29 Maret 2004 No. MA/KUMDIL/30/III/K/2004