Potensi yang dapat dikembangkan dari lautan Indonesia

Type your search query and hit enter:
All Rights ReservedView Non-AMP Version

MaritimNews.com

Type your search query and hit enter:
  • Homepage
  • Opini
Categories: GeopolitikKKPOpini

Potensi Ekonomi Kelautan dan Postur Pertahanan Indonesia

Foto:Armada, kapal perang, TNI, AL, pertahanan, laut, militer (Dispenal)

Oleh:Rayla Prajnariswari B.K*

Konsep negara kepulauan Indonesia yang sudah diakui legal internasional dalam konvensi hukum laut (UNCLOS 1982) merupakan perjuangan panjang pengakuan Indonesia sebagai negara maritim secara internasional. Perjuangan tersebut meski telah diimbangi dengan berbagai kebijakan, namun sayang belum optimal. Sebagaimaa negara dengan dominasi laut atau negara maritim semestinya perhatian terhadap kawasan ini menjadi perhatian yang diutamakan para pembuat kebijakan (pemerintah) sebagaimana entitas unsur posisi geografi, bentuk fisik, dan luas wilayah negara dapat dijadikan preferensi bagi suatu negara yang umumya didasarkan pada asta gatra yang mencakup lingkungan fisik (tri gatra; geografi, demografi, dan sumber daya alam) dan lingkungan sosial (panca gatra; ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan).

Potensi ekonomi kelautan dan postur pertahanan RI kemudian menjadi elemen penting dalam pembahasan kehidupan Indonesia sebagai negara maritim. Indonesia sebagai negara maritim kemudian memunculkan dua pandangan. Pertama, bagaimana negara mengelola potensi aspek tri gatranya. Kedua, keamanan wilayah maritim merefleksikan postur pertahanan RI yang menjadi dasar pengamanan Indonesia terhadap aspek panca gatra. Pandangan pertama menarik jika dikaitkan dengan pengelolaan sumber daya alam kelautan dapat berkontribusi bagi kehidupan sosial masyarakat sekitar berdasarkan potensi ekonomi kelautan, sedangkan pandangan kedua dinamika keamanan tersebut berpengaruh terhadap negara dalam hal kekuatan nasionalnya terhadap dinamika global.

Permasalahannya adalah kedua pandangan diatas kenyataannya masih banyak ditemui kurang menjadi fokus utama, padahal melihat unsur posisi geografi, bentuk fisik, dan luas wilayah negara ini sudah sangat jelas dapat membawa kesejahteraan jika pengelolaan sumber daya kelautan atau industri maritim dioptimalkan dan postur pertahanan RI berdampak pada keamanan bangsa ini. Permasalahan umum Indonesia sebagai negara maritim adalah absensi ruang pemanfaatan potensi laut untuk kemandirian ekonomi dan mengenai postur pertahanan RI dimana masih terdapat kasus-kasus pencurian ikan, konflik perbatasan laut, perompakan atau maraknya bajak laut, dsb.

Potensi ekonomi kelautan

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi ekonomi kelautan yang dapat dikembangkan seperti perikanan tangkap, budidaya, industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, transportasi laut, industri dan jasa maritim, beberapa pulau kecil, dan sumber daya konvensional. Potensi ekonomi kelautan ini apabila dimanfaatkan secara optimal maka Indonesia akan menjadi produser komoditas perikanan terbesar didunia. Contohnya, Menurut FAO Indonesia memiliki lahan tambak udang sekitar 1,2 juta hektar dan baru diusahakan 350,000 hektar dengan produktifitas rata-rata 0,6 ton hektar per tahun. Jika saja potensi ini di targetkan 500,000 hektar dengan proksi rata-rata 2 ton hektar pertahun maka menghasilkan kira-kira 1 juta ton udang pertahun yang dapat menyumbang devisa negara mencapai kira-kira 6 miliar US$ per tahunnya. Usaha-usaha ini pun dapat sekaligus menyerap tenaga kerja serta memajukan kemandirian ekonomi dan dapat terhindar dari kesenjangan sosial terlebih untuk rakyat yang berprofesi sebagai nelayan. Sementara itu contoh lainnya dari total potensi Sumber Daya Ikan (SDI) Indonesia memiliki potensi sekitar 57,7 ton ikan per tahun atau 7 persen dari total potensi lestari SDI laut didunia namun yang dimanfaatkan hanya 1,6 juta ton (0,3%). Contoh-contoh ini hanya beberapa bagian dari potensi ekonomi kelautan yang ada diperairan laut Indonesia, masih banyak sektor-sektor potensi pengembangan ekonomi kelautan lainnya yang juga memiliki potensi yang serupa.

Dari potensi-potensi yang telah dijelaskan tersebut, jumlah produksi yang tidak berbanding lurus dengan potensi ekonomi kelautan merupakan refleksi dari kurangnya perhatian pemerintah dalam mengelola hal tersebut. Kondisi ini sangat disayangkan jika benar-benar Indonesia sebagai negara maritim namun aspek lingkungan fisik tidak begitu dioptimalkan. Sampai disini, kondisi-kondisi ini menimbulkan pertanyaan bagaimana peran negara dalam mengoptimalkan secara maksimal potensi-potensi Indonesia dalam esensi negara maritim. Untuk itu beberpa penyimpulan sederhana penulis jika negara maritim adalah negara yang mampu mengelola kepentingan maritimnya secara efektif maka kepentingan maritim perlu difokuskan terhdap pemanfaatan potensi ekonomi kelautan.

Batas wilayah dan kapasitas menjaganya

Indonesia adalah negara kepualauan dengan luas wilayah laut lebih besar dibandingkan dengan daratan. Konvensi UNCLOS 1982 secara legal yuridiksi bahwa luas wilayah Indonesia adala 5,8 juta Km persegi dan 70 persen dari total wilayah Indonesia adalah lautan yang terdiri dari laut terirorial 284 ribu km persegi, ZEE seluas 2,981 juta km persegi, dan luas laut 12 mil 279 ribu km persegi, sedangkan daratan mencapai 1,911 juta km persegi. Sebagai negara yang didominasi lautan kemudian Indonesia disebut dengan negara maritim. Kemudian ada sekitar 92 persebaran pulau di 17 provinsi mulai dari aceh sampai papua. Jumlah pulau-pulau tersebut menjadi titik poin menentukan batas wilayah laut dengan negara-negara tetangga. Bagian utara misalkan ada 22 pulau titik poin antara Indonesia dengan malaysia, singapura ada 5 pulau, malaysia dan vietnam ada 1 pulau, filipinan ada 11 pulau, vietnam ada 2 pulau, dan palau 8 pulau. Dari 17.504 dengan rincian 13.466 pulau telah diverifikasi, 1.659 pulau berpenduduk dan 11.807 pulau tidak berpenduduk.

Kapasitas menjaga wilayah Indonesia patut dipertanyakan, menjadi logis kemudian mengaitkan dengan postur pertahanan kelautan RI. Misalkan melihat konflik historis mengenai klaim pihak Malaysia terhadap pulau-pulau Indonesia. Setidaknya, sejak tahun 2002 Malaysia berhasil memenangkan klaim atas pulau Sipadan dan Ligitan di Mahkamah Internasional di Den Haag, kemudian ketegangan antara Indonesia dengan Malaysia meningkat terkait klaim atas ambalat pada tahun 2005 dan 2009 situasi kembali memanas setelah pihak Malaysia memberikan ijin kepada Petronas dan Shell untuk mengeksplorasi blok Ambalat. Kondisi lainnya yang perlu dilihat tentang pengamanan selat malaka antara Indonesia, singapura dan malaysia, Selat Malaka ini adalah selat yang menghubungkan Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan yang merupakan jalur kedua tersibuk di dunia setelah Selat Hormuz. Selat ini sendiri kawasan yang berbahaya, banyak terjadi kasus pembajakan kapal atau perompakan biasanya dari Peurlak, Aceh Timur. Meskipun Indonesia yang telah berusaha mengatasinya dengan menempatkan Information Sharing Centre (ISC) diharapkan dapat mengurangi kejahatan keamanan dilaut, namun justru ISC ditempatkan di Singapura. Kegagalan Indonesia untuk memperoleh manfaat ISC menunjukan kelemahan Indonesia dalam mempengaruhi negara lain atau kurangnya kemampuan diplomasi keamanan. Hal lainnya beberapa kasus illegal fishing. Dalam hal ini, upaya penjagaan keamanan pada wilayah ZEE masih menyediakan ruang kosong, buktinya masih terdapat beberapa kawasan yang rawan pencurian ikan antara lain natuna, sulawesi bagian utara, halmahera utara, laut arafuru dan laut Cina selatan. Maraknya kejadian illegal fishing juga menunjukan kelemahan Indonesia menjaga keamanan kelautannya.

Untuk kapasitas kepulauan, pulau natuna berada diprovinsi riau yang terletak ditengah Laut Cina Selatan. Perlu dicatat bahwa Pulau Natuna secara tersendiri memiliki cadangan gas bumi yang cukup besar dan tawaran investasi dipulau ini dapat mencapai lebih dari US$ 30 milyar. Investasi ini memerlukan jaminan keamanan, selain itu Pulau Natuna yang terletak di wilayah utara Indonesia ini, terutama Laut Cina Selatan merupakan jalur niaga Indonesia ke kawasan Asia timur. Dalam hal ini beberapa waktu lalu Cina sempat mengklaim Pulau Natuna, ditambah kepulauan Riau sebagai wilayahnya. Cina bahkan menggelar armada lautnya di Laut Cina selatan, termasuk dekat kepulauan Natuna dan mengklaim bahwa 90 persen wilayah Laut Cina Selatan.

Kondisi-kondisi diatas kemudian menimbulkan karaguan atas postur pertahanan keamanan maritim RI terhadap kemampuan Indonesia menjaga serta mengamankan teritorialnya.

Simpulan dan rekomendasi

Kondisi-kondisi diatas setidaknya mengkonfirmasi dua hal, yang pertama lingkungan fisik potensi ekonomi kelautan menemui titik pentingnya sebagai penggerak vital industri ekonomi dalam esensi Indonesia sebagai negara maritim. Poin yang pertama dilihat dari sektor ekonomi kelautan yang dapat memberikan keuntungan bagi negara. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa jika industri ekonomi kelautan dioptimalisasi dapat memberikan surplus bagi devisa negara serta berdampak langsung pada lingkungan sosial. Selanjutnya, postur pertahanan RI juga menjadi elemen penting dalam esensi Indonesia sebagai negara maritim yang ditunjukan melalui proses pengamanan oleh Indonesia menjaga dan mengamankan teritorial lautnya.

Akhirnya, Keberhasilan pemerintah dalam mengelola ekonomi kelautan industri maritim Indonesia dapat diukur dari sejauh mana sumber daya laut memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar Indonesia, padahal menurut Indonesia maritime institute memperkirakan bahwa jika ekonomi kelautan Indonesia dikelola dengan baik dapat memberikan kontribusi sekitar 7.200 triliun rupiah pertahun atau enam kali lipat APBN 2011 (Rp. 1,299 triliun). Ini seharusnya menjadi modal yang jika dioptimalkan pengelolaannya akan memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Jika preferensi bagi kebijakan suatu negara umumya didasarkan pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial maka pengelolaan yang baik atas potensi laut juga dapat memberikan peluang peluang kerja bagi lebih dari 30 juta penduduk dari potensi ekonomi yang besar di laut Indonesia yang dapat diperoleh dari industri perikanan atau industri maritim sehingga menipiskan kesenjangan sosial. Pemerintah juga perlu membuka sentra-sentra industri perikanan secara beragam untuk meningkatkan industri ekonomi kelautan baik skala nasional maupun internasional. Pemanfaatan ekonomi kelautan harus menjadi titik fokus esensi negara maritim sebagai ruang bagi kehidupan bagi masyarakat sekitar.

Selanjutnya, keberhasilan pemerintah dalam menjaga luas wilayah perbatasan keamanan maritim Indonesia adalah sejauh mana postur pertahanan maritim yaitu penguatan angkatan laut dan penjaga pantai untuk menjaga teritorial Indonesia. Hal ini dapat didukung oleh masalah keamanan maritim yang menjadi agenda pokok politik luar negeri Indonesia serta tidak hanya penguatan jumlah dan kemampuan personil namun juga kepemilikan peralatan dan persenjataan yang dimiliki. Postur pertahanan RI terhadap keamanan maritim perlu diperbaharui seiring dengan modernisasi untuk menjaga kemanan dan stabilitas kawasan. Setidaknya hal ini dapat diperkuat dengan strategi yang strategis. Setidaknya solusi permasalah tersebut juga dapat didukung dengan mempertegas batas negara dilaut dan didarat dengan negara tetangga yang berbatasan langsung agar sengketa perbatasan agar tidak lagi menjadi konflik berkepanjangan, meningkatkan kekuatan militer secara kualitas maupun kuantitas, termasuk peningkatan senjata dan prasarana laut modern. Postur Pertahanan RI dapat mengawal kepentingan maritim, sedangkan kepentingan maritim merupakan sumber dan alasan dari pertahanan maritim yang kuat, sehingga kehilangan salah satunya merupakan faktor krusial dalam melemahkan lainnya.

Rayla Prajnariswari B.K

Penulis adalah Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI)

Berita Lainnya:

  • Resolusi Pelaut, Penamaan
  • Ini Catatan Poros Maritim Dunia
  • Nelayan Butuh Sejahtera, Bukan
  • Ada Ambisi Oligarki Kuasai Laut
  • Analisa Konflik Integrasi
  • Benarkah Laut Sebagai Masa Depan Kita?
Trianda Surbakti
NextBeda Antara Armed Robbery dan Piracy Menurut UNCLOS »
Previous « Tarmizi Taher Antara Dokter, Pelaut, Tentara, Wakil Rakyat, Duta Besar dan Ulama Lintas Golongan Lintas Organisasi
Leave a Comment
Share
Published by
Trianda Surbakti
Tags: FAOmaritimpanca gatrapertahananSDItri gatra

    Related Post

  • Rugikan Nelayan Kecil, Menteri KP Diminta Evaluasi Aturan Penangkapan Udang

    Jakarta (Maritimnews) - Perbaikan tata kelola perikanan yang dijanjikan Kementerian Kelautan dan Perikanan

  • Perluasan Pelabuhan Batam, Wacana atau Keharusan?

    Jakarta (Maritimnews) - Pemerintahan Presiden Joko Widodo terus membenahi infrastruktur pelabuhan. Pembenahan ini

  • Mengupas Integrasi Layanan Jasa Angkutan Perairan dan Perpajakannya

    Oleh: Dr Dayan Hakim NS* Bisnis di pelabuhan itu ribet katanya. Semua perlu

Recent Posts

  • Terbaru
  • TNI AL

Mayjen TNI Mar Nur Alamsyah Resmi Jabat Aspotmar Kasal

Jakarta (Maritimnews) - Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Yudo Margono memimpin

2 hours ago
  • Hankam
  • Terbaru

Mayjen TNI Mar Widodo Dwi Putranto Resmi Jabat Dankormar

Jakarta (Maritimnews) Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Yudo Margono memimpin Upacara

2 hours ago
  • Ekonomi
  • Terbaru

PP Pemuda Katolik: Program Ekspor Jangan Jadi Jargon Semata

Jakarta (Maritimnews) Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian

12 hours ago
  • KKP
  • Nelayan
  • Perikanan Kelautan
  • Terbaru

Rugikan Nelayan Kecil, Menteri KP Diminta Evaluasi Aturan Penangkapan Udang

Jakarta (Maritimnews) - Perbaikan tata kelola perikanan yang dijanjikan Kementerian Kelautan dan Perikanan

1 day ago
  • Hankam
  • Kepolisian
  • Terbaru

Selamatkan Generasi Bangsa, PKP Nyatakan Perang Terhadap Peredaran Narkoba

Jakarta (Maritimnews) Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) menolak tegas adanya

4 days ago
  • Hankam
  • Terbaru
  • TNI AL

Laksdya TNI Agung Prasetiawan Dikukuhkan Jadi Pangkoarmada RI

Jakarta (Maritimnews) - Terbentuknya Komando Armada Republik Indonesia akan semakin menciptakan efektivitas pelaksanaan

4 days ago
All Rights ReservedView Non-AMP Version
  • t
  • L