Perundingan yang merupakan pendahuluan dari perundingan konferensi meja bundar adalah perundingan…

VIVA – Indonesia dan Belanda menggelar Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949 untuk menyelesaikan pertentangan melalui jalur diplomasi. Dalam perundingan itu, Indonesia diwakili oleh Mohammad Hatta dan sejumlah tokoh lainnya. Sedangkan Belanda, diwakili Van Maarseveen dan Sultan Hamid II dari Pontianak. Beberapa hasil dari Konferensi Meja Bundar antara lain, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai sebuah negara yang merdeka, pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949, status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun setelah pengakuan kedaulatan, dan lain-lain. Poin persetujuan mengenai Irian Barat (Papua) itu, ternyata menjadi bom waktu bagi Indonesia. Hingga 1961, atau lebih dari 10 tahun sejak berlangsungnya KMB, masalah tersebut belum juga selesai.

Kedua negara, baik Indonesia dan Belanda, sama-sama ingin mendapatkan wilayah tersebut. Belanda menganggap Papua, bukan termasuk wilayah yang harus mereka serahkan kepada RI, karena faktor etnis dan ras yang berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia.

Untuk lebih mengetahui mengenai Konferensi Meja Bundar, simak beberapa fakta berikut ini:

1. Latar Belakang

Sebelum KMB, Indonesia dan Belanda sudah beberapa kali mengupayakan kemerdekaan lewat diplomasi. Ada perjanjian Linggarjati pada 1946, perjanjian Renville pada 1948, dan perjanjian Roem-Royen pada 1949.

Diadakannya Konferensi Meja Bundar juga menjadi salah satu kesepakatan dalam Perjanjian Roem-Royen. Tujuan dari diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar adalah mengakhiri perselisihan Indonesia dengan Belanda.

2. Proses Konferensi Meja Bundar

Perundingan yang merupakan pendahuluan dari perundingan konferensi meja bundar adalah perundingan…
Konferensi Meja Bundar. (wikipedia)

MATA INDONESIA, JAKARTA – Bangsa Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya melalui pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Namun, Belanda masih mencoba menguasai wilayah Indonesia ketika Jepang kalah dalam Perang Dunia II dengan membonceng pasukan Sekutu.

Sekutu yang dipimpin Inggris itu bertujuan melucuti Jepang sebagai negara yang kalah perang.

Maka, Indonesia harus berjuang mempertahankan kemerdekaan yang baru seumur jagung kala itu. Maka, terjadilah banyak konflik senjata yang dikenal dengan agresi militer sebanyak dua kali.

Dilansir Kompas.com, aksi Belanda itu rupanya mendapat kecaman dari dunia internasional, termasuk Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sampai akhirnya DK PBB mengeluarkan resolusi yang mengecam serangan militer Belanda ke Indonesia.

Hingga akhirnya dilakukanlah sejumlah perundingan untuk menghentikan kontak senjata tersebut. Salah satunya dikenal dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag yang melibatkan delegasi Indonesia dan Belanda.

Sebelum terjadi KMB didahului dengan Perjanjian Linggarjati 10 November 1946 dan Renville 25 Maret 1947.

KMB diselenggarakan pada 23 Agustus – 2 November 1949. Sebelumnya terlebih dahulu terjadi perundingan pendahuluan yang dipimpin Muhammad Roem dari Indonesia dan Herman van Roijen dari Belanda hingga dua pertemuan itu dikenal dengan nama Roem-Royen.

Perundingan Roem-Royen berlangsung di Hotel Des Indes, Jakarta 14 April – 19 Mei 1949 yang hasilnya Pemerintah Belanda harus mengakui kedaulatan Indonesia. Hingga akhirnya PBB memutuskan melanjutkan ke perundingan KMB.

Di KMB delegasi Indonesia dipimpin Moh.Hatta sebagai ketua, Moh. Roem, Prof Dr.Mr. Supomo, J. Leitnena, Ali Sastroamijojo, Djuanda, Sukiman, Suyono Hadinoto, Sumitro Djojohadikusumo, Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Muwardi.

Sedangkan Belanda dipimpin Johannes Henricus van Maarseveen, seorang pengacara sekaligus politisi negeri kincir angin itu. Selain itu, Majelis Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) yang diwakili Sultan Hamid II.

BFO oor Federaal Overleg (BFO) adalah sebuah komite yang didirikan oleh Belanda untuk mengelola Republik Indonesia Serikat (RIS) selama Revolusi Nasional Indonesia (1945–1949).

Di akhir perundingan 2 November 1949, delegasi Indonesia berhasil memenangkan perundingan dan mengakui kedaulatan kita dengan syarat harus berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).

Hasil KMB dirangkum menjadi empat hal: • Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir Desember 1949. • Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda. Dalam uni itu, Indonesia dan Belanda akan bekerja sama. Kedudukan Indonesia dan Belanda sederajat. • Indonesia akan mengembalikan semua milik Belanda dan memabayar utang-utang Hindia Belanda sebelum tahun 1949.

• Masalah Irian Barat akan dibahas satu tahun kemudian.

Sebelum dilaksanakan perundingan Linggarjati, dilaksanakan beberapa perundingan awal   

 antara lain:

  • Permulaan Perundingan Indonesia-Belanda, dilaksanakan pertama kali pada tanggal 10 Februari 1946. Membahas keinginan Belanda untuk menjadikan Indonesia sebagai negara bagian pemerintah Belanda.
  • Pertemuan Hooge Veluwe, dilaksanakan pada tanggal 14-24 April 1946 untuk melanjutkan perundingan Indonesia-Belanda yang gagal sebelumnya. Perundingan ini juga belum membawa hasil karena kedua belah pihak masih teguh pada usulannya mengenai daerah kekuasaan masing-masing pihak.
  • Konferensi Malino, dilaksanakan pada tanggal 15 Juli 1946 membahas mengenai pembentukan Negara Indonesia Timur.
  • Perundingan Jakarta, dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 1946 yang membahas mengenai gencatan senjata antara pihak RI dan Belanda karena banyak korban akibat konflik kedua belah pihak.



KONTAN.CO.ID -  Berbagai perundingan diadakan yang bertujuan untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Hal tersebut dilakukan karena setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan.  Banyak pertempuran dan perundingan terjadi setelah Proklamasi karena Belanda ingin menguasai kembali wilayah Indonesia. Pertempuran seperti Pertempuran Surabaya, Pertempuran Ambarawa, dan Bandung Lautan Api, terjadi akibat Belanda bersikeras ingin menduduki Indonesia. Karena permasalahan inilah, perundingan dan konferensi antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan.  Bersumber dari Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, ada 5 perundingan yang digelar dalam rangka mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia (NKRI) pasca Proklamasi.  Mari simak perundingan yang dilaksanakan dalam rangka mempertahankan kedaulatan Indonesia di bawah ini: Baca Juga: 5 Pertempuran yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia

Perundingan Linggarjati

Belanda masih belum mengakui kedaulatan NKRI secara de facto, meski Indonesia sudah menyatakan proklamasi kemerdekaannya.  Karenanya, perundingan diadakan untuk membahas hal tersebut yang dikenal dengan Perjanjian Linggarjati. Perundingan Linggarjati dilakukan di Subang Jawa Barat pada 10-15 November 1946 dan disahkan pada 25 Maret 1947.  Pada perundingan tersebut, wakil dari Indonesia adalah Sutan Sjahrir dan wakil dari Belanda adalah Prof. Schermerhorn. Beberapa persetujuan yang dicapai di Perundingan Linggarjati adalah:
  • Belanda mengakui RI secara de facto atas Jawa, Madura, dan Sumatra. 
  • Dibentuknya negara negara federal dengan nama Republik Indonesia Serikat, dimana RI menjadi salah satu negara bagiannya. 
  • Pembentukan Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala uni.

Perundingan yang merupakan pendahuluan dari perundingan konferensi meja bundar adalah perundingan…

tirto.id - Konferensi Meja Bundar (KMB) atau De Ronde Tafel Conferentie (RTC) merupakan pertemuan antara pihak Belanda, Indonesia, dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO). Momen penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia ini dilakukan pada 23 Agustus sampai 2 November 1949.

KMB yang digelar di Den Haag bertujuan untuk menyelesaikan masalah antara Indonesia dan Belanda yang sudah sekian lama terjadi. Seperti diketahui, Belanda pernah menjajah wilayah Indonesia selama berpuluh-puluh tahun.

Sejak 1942, Belanda menyerah kepada Jepang sehingga wilayah Indonesia diambil-alih oleh Dai Nippon. Indonesia akhirnya merdeka tanggal 17 Agustus 1945 setelah Jepang kalah dari Sekutu di Perang Dunia II.

Namun, Belanda kemudian datang kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu. Belanda ingin menguasai wilayah Indonesia sehingga terjadilah rangkaian peperangan dan perundingan yang pada akhirnya mencapai kesepakatan dalam KMB.

Latar Belakang

Pada 18 Desember 1948, Belanda melakukan Agresi Militer II terhadap Indonesia dan melanggar Perjanjian Renville yang telah disepakati. Sebelumnya, Belanda juga pernah melancarkan Agresi Militer I sebagai bentuk pelanggaran Perjanjian Linggarjati.

Agresi Militer II membuat Belanda mendapat kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dunia internasional.

Terlebih, Belanda menangkap beberapa pemimpin Republik Indonesia termasuk Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Haji Agus Salim, dan beberapa menteri kabinet yang saat itu bertugas di ibu kota sementara, Yogyakarta.

Kendati begitu, Indonesia masih eksis karena kekuasaan pemerintahan sempat dialihkan ke Sumatera Barat dan dijalankan oleh Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di bawah pimpinan Syafruddin Prawiranegara dan kawan-kawan.

Baca juga:

  • Sejarah 15 Februari 1989: "Presiden" Syafruddin Prawiranegara Wafat
  • Sejarah Agresi Militer Belanda I: Latar Belakang, Kronologi, Dampak
  • Sejarah Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, Tokoh Delegasi

Dalam Sejarah Indonesia Modern (2012), M.C. Ricklefs menerangkan, penangkapan terhadap para pemimpin RI yang dilakukan Belanda membuat PBB dan beberapa negara internasional memberikan dukungan kepada Indonesia.

Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB memberi teguran terhadap Belanda dan menuntut dikembalikannya seluruh petinggi RI serta pemulihan pemerintahannya.

Menurut Ide Anak Agung Gde Agung dalam Twenty Years Indonesian Foreign Policy: 1945-1965 (1973), PBB juga menyarankan diadakannya perundingan agar kedua belah pihak bisa mendapatkan penyelesaian.

Sebelumnya, sebagai akibat Agresi Militer Belanda II dan sebagai pembuktian bahwa Indonesia masih ada, dilancarkan Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang dipelopori oleh para pejuang RI dengan Sultan Hamengkubuwana IX sebagai inisiatornya.

Tanggal 4 April 1949, digelar Perundingan Roem-Royen antara Belanda dan Indonesia. Perundingan ini berakhir pada 7 Mei 1949 dan menghasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya persetujuan diadakannya KMB di Den Haag, kembalinya pemerintahan Republik ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949, dan penerapan gencatan senjata.

Baca juga:

  • Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949: Kronologi, Tokoh, & Kontroversi
  • Sejarah Agresi Militer Belanda II: Latar Belakang, Tokoh, Dampaknya
  • Sejarah Perundingan Renville: Latar Belakang, Isi, Tokoh, & Dampak

Setelah itu, perundingan antara pihak RI dan BFO dilakukan. Pertemuan ini disebut sebagai Konferensi Inter-Indonesia, dilaksanakan pada 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta dan 31 Juli-3 Agustus di Jakarta.

BFO atau Majelis Permusyawaratan Federal adalah sebuah komite yang terdiri dari 15 pemimpin negara bagian dan daerah otonom di dalam Republik Indonesia Serikat (RIS).

Menurut Marwati dan Nugroho dalam Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI (1990), perbincangan dalam konferensi ini menghasilkan bentuk negara. Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah bentuk baru. Lalu, diadakannya Panitia Persiapan Nasional (PPN) sebagai persiapan penyerahan kedaulatan Belanda kepada RIS.

Tokoh dan Hasil KMB

Dalam buku Pasang Surut Wilayah Indonesia, Ehwan Kurniawan menuliskan, Presiden Sukarno memerintahkan gencatan senjata di Jawa sejak 11 Agustus 1949. Sedangkan untuk Sumatera perintah tersebut dimulai pada 15 Agustus 1949. Perintah ini merupakan bagian dari persiapan sebelum digelarnya KMB.

Indonesia membentuk delegasi pada 11 Agustus 1949 yang akan turut dalam perundingan KMB di Den Haag, Belanda. Selain Mohammad Hatta sebagai ketua delegasi, beberapa tokoh juga dilibatkan.

Mereka adalah Mohammad Roem, Mr. Supomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Sukiman, Mr. Sujono Hadinoto, Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Muwardi.

Baca juga:

  • Peristiwa Rengasdengklok: Sejarah, Latar Belakang, & Kronologi
  • Sejarah Perjanjian Kalijati: Latar Belakang, Isi, & Tokoh Delegasi
  • Sejarah Bendera Merah Putih & Kedudukannya dalam Undang-Undang

Setelah melewati beberapa konferensi untuk persiapan mencari kesepakatan kedaulatan, KMB berlangsung mulai 23 Agustus hingga 2 November 1949 di Den Haag, Belanda.

Rumusan hasil atau isi KMB adalah sebagai berikut:

  1. Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan penuh atas Indonesia dengan tidak bersyarat dan tidak dapat dicabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
  2. RIS menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan dalam konstitusinya; rancangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Kerajaan Belanda.
  3. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnya pada 30 Desember 1949.

Ahmad Mansyur dalam Api Sejarah 2 (2016:280), meringkas hasil KMB menjadi tiga poin, yaitu:

  1. Penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada RIS akan dilakukan pada 27 Desember 1949.
  2. APRIS (Angkatan Perang RIS) disetujui sebagai organisasi kesenjataan satu-satunya yang dimiliki RIS.
  3. Kekuasaan terkait daerah Irian Barat akan diperbincangkan lagi satu tahun setelah KMB.
Kedua poin pertama pada dasarnya berhasil didapatkan oleh RIS. Namun, terkait poin ketiga yakni soal status Irian Barat (Irian Jaya atau Papua) ternyata belum dapat diselesaikan dalam waktu ditentukan dalam KMB.

Urusan Irian Barat baru dapat dituntaskan pada 1963 melalui mediasi United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) bentukan PBB.

Tindak-lanjutnya adalah dilaksanakannya Act of Free Choice atau Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) Papua selama 6 pekan dari Juli hingga Agustus 1969 yang menghasilkan integrasi wilayah Irian Barat ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca juga:

  • Kronologi Sejarah Perang Diponegoro: Sebab, Tokoh, Akhir, & Dampak
  • Sejarah Pemberontakan Ranggalawe di Kerajaan Majapahit
  • Perjanjian New York: Ambisi AS di Balik "Pembebasan" Irian Barat

Baca juga artikel terkait KONFERENSI MEJA BUNDAR atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates