Pertempuran puputan margarana yang terjadi di bali dipimpin oleh

tirto.id - Sejarah perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Bali terwujud dalam Puputan Margarana tanggal 20 November 1946. Ini adalah pertempuran habis-habisan yang dilancarkan kaum pejuang dan rakyat Bali melawan pasukan Belanda yang ingin berkuasa kembali.

Puputan Margarana merupakan salah satu perang terdahsyat yang terjadi di Bali pada masa Revolusi Fisik. Perang ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Inf. I Gusti Ngurah Rai. Puputan Margarana menjadi medan perjuangan rakyat Bali yang tidak ingin dijajah lagi oleh Belanda.

Dalam bahasa Bali, puputan dapat dimaknai sebagai perang yang dilakukan hingga mati atau sampai titik darah penghabisan. Sedangkan Margarana merujuk pada lokasi pertempuran yang kini menjadi kecamatan bernama Marga di Kabupaten Tabanan, Bali.

Selain Puputan Margarana, di Pulau Dewata sebelumnya juga pernah terjadi perang habis-habisan serupa dalam perjuangan melawan penjajah Belanda. Tahun 1906 pecah Puputan Bandung, kemudian Puputan Klungkung terjadi pada 1908.

Baca juga:

  • Sejarah Kerajaan Buleleng: Pendiri, Letak, Raja, & Peninggalan
  • Sejarah Palagan Ambarawa: Latar Belakang & Tokoh Pertempuran
  • Kronologi Perang Diponegoro: Sebab, Tokoh, Akhir, & Dampak

Latar Belakang Peristiwa

Kemerdekaan yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945 bukan berarti Indonesia langsung dapat menjalani kehidupan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat dalam situasi aman dan damai.

Beberapa bulan berselang setelah proklamasi, NICA (Netherlands Indies Civil Administration) alias Belanda datang kembali ke Indonesia dengan membonceng pasukan Sekutu yang baru saja mengalahkan Jepang di Perang Dunia II.

Masuknya NICA tidak hanya terjadi di pulau Jawa, daerah-daerah lain Indonesia juga menjadi sasaran, salah satunya adalah Bali.

Marwati Djoened Poeponegoro dan kawan-kawan dalam Sejarah Nasional Indonesia VI (2008), menjelaskan bahwa tanggal 2 Maret 1946, dua batalyon pasukan NICA mendarat di Bali. Semula, kedatangan mereka bertujuan untuk melucuti senjata tentara Jepang.

Baca juga:

  • Sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang: Kronologi, Tokoh, Akhir
  • Kronologi Sejarah Perang Padri: Tokoh, Latar Belakang, & Akhir
  • Sejarah Pertempuran Surabaya: Latar Belakang, Kronologi, & Dampak

Hadirnya pasukan Belanda di Pulau Dewata tentu saja ditentang oleh kaum pejuang republik dan rakyat Bali. Mulai terjadilah pertempuran-pertempuran kecil antara para pejuang Bali dengan Belanda.

NICA mengajak berundingan melalui surat melalui surat dari Letnan Kolonel J.B.T Konig kepada I Gusti Ngurah Rai selaku Kepala Divisi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk wilayah Sunda Kecil (Bali dan Nusa Tenggara) dan sekitarnya.

I Gusti Ngurah Rai dengan tegas menolak perundingan tersebut. Ia menegaskan, selama Belanda masih menginjakkan kaki di Bali, perlawanan pejuang dan rakyat akan terus dilakukan.

Baca juga:

  • Sejarah Agresi Militer Belanda I: Latar Belakang, Kronologi, Dampak
  • Sejarah Agresi Militer Belanda II: Latar Belakang, Tokoh, Dampaknya
  • Serangan Umum 1 Maret 1949: Kronologi, Tokoh, & Kontroversi

Kronologi Sebelum Perang

Sudarmanto dalam buku Jejak-jejak Pahlawan (2007) menyebutkan, I Ngurah Rai membentuk Batalyon Ciung Wanara untuk menghadapi Belanda di Bali.

Tak hanya itu, dibentuk pula basis-basis perjuangan di banyak desa di Bali. Perjuangan pasukan Ciung Wanara pimpinan I Gusti Ngurah Rai mendapatkan dukungan penuh dari rakyat.

Hal tersebut diketahui dari penelitian "Peranan Masyarakat dalam Perang Kemerdekaan: Studi Kasus Desa Marga dalam Peristiwa Puputan Margarana 20 November 1946 pada Masa Revolusi di Bali" karya Dewa Made Alit.

Disebutkan, beberapa desa di Bali yang menjadi basis perjuangan antara lain: Desa Marga, Desa Kelaci, Desa Tegaljadi, Desa Selanbawak, Desa Banjar Adeng, Desa Banjar Ole, Desa Banjar Bedugul, Desa Banjar Kelaci, dan lainnya.

Tanggal 19 November 1946 malam hari, senjata prajurit NICA yang sedang berada di Tabanan direbut oleh tentara rakyat pimpinan I Gusti Ngurah Rai. Aksi ini membuat Belanda murka.

Baca juga:

  • Sejarah Perundingan Roem-Royen: Latar Belakang, Isi, Tokoh
  • Sejarah Perundingan Renville: Latar Belakang, Isi, Tokoh, & Dampak
  • Sejarah Konferensi Meja Bundar (KMB): Latar Belakang, Tokoh, Hasil

Jalannya Perang dan Tokoh yang Terlibat

Pagi-pagi buta tanggal 20 November 1946, Belanda mengerahkan pasukan dan mengepung desa yang menjadi pertahanan tentara rakyat Bali. Terjadilah aksi tembak-menembak yang membuat Belanda agak terdesak.

Belanda terpaksa mengerahkan seluruh kekuatan militernya yang ada di Bali ditambah mendatangkan pesawat pengebom dari Makassar.

Meskipun dikepung dan kalah jumlah prajurit maupun persenjataan, I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya serta rakyat Bali pantang menyerah. Mereka bertekad tidak akan mundur sampai tetes darah terakhir.

Baca juga:

  • Biografi Pangeran Diponegoro: Jejak Hidup hingga Akhir Hayatnya
  • Biografi Jenderal Sudirman: Sejarah, Peran, Keistimewaan & Jasanya
  • Biografi Cut Nyak Dhien: Sejarah Singkat Pahlawan Wanita dari Aceh

Komando puputan pun diserukan. Perang habis-habisan dilancarkan demi tegaknya kemerdekaan Indonesia sekaligus demi harga diri rakyat Bali. Terjadilah pertempuran besar yang sejatinya tidak seimbang.

Pasukan Bali yang berjumlah kurang dari 100 orang seluruhnya gugur di medan laga, termasuk I Gusti Ngurah Rai. Namun, Belanda juga mengalami kerugian besar. Sebanyak 400 orang tentaranya tewas.

Untuk mengenang peristiwa heroik itu, di lokasi Puputan Margarana kini berdiri Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. I Gusti Ngurah Rai pun ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah RI.

Selain itu, nama I Gusti Ngurah Rai juga diabadikan sebagai nama bandara internasional di Bali dan Kapal Perang Republik Indonesia atau KRI, juga disematkan untuk profil mata uang pecahan Rp50 ribu pada 2005.

Jika dari pihak Bali terdapat nama I Gusti Ngurah Rai sebagai tokoh utama, dari kubu Belanda tersebutlah nama Kapten J.B.T König dan Letnan Kolonel F. Mollinger sebagai pemimpin pasukan NICA.

Baca juga:

  • Sejarah Masjid Agung Demak: Pendiri, Ciri Arsitektur, & Keunikan
  • Jenis Pola Hunian Sejarah Kehidupan Manusia Purba Masa Praaksara
  • Sejarah Fosil Pithecanthropus Soloensis: Penemu, Lokasi, Ciri-ciri

Baca juga artikel terkait PUPUTAN MARGARANA atau tulisan menarik lainnya Alhidayath Parinduri
(tirto.id - hdy/isw)


Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Alhidayath Parinduri

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Meski telah memproklamasikan kemerdekaannya sejak tanggal 17 Agustus 1945, tidak lantas membuat Indonesia terbebas begitu saja dari para penjajah nih, guys. Faktanya, masih banyak terjadi perlawanan-perlawanan melawan pasukan Belanda yang terjadi di beberapa daerah. Salah satunya yakni Pertempuran Puputan Margarana di Bali. 

Yap, mungkin bagi elo yang di Bali udah nggak asing dengan kisah pertempuran satu ini. Bahkan untuk mengenang pertempuran ini, dibangun Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana, lho. 

Pertempuran puputan margarana yang terjadi di bali dipimpin oleh
Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana. (Dok. Wikimedia Commons)

So, apa itu Puputan Margarana? Apa yang menyebabkan terjadinya perang Puputan Margarana di Bali? Yuk, baca kisahnya!

Latar Belakang Pertempuran Puputan Margarana

Latar belakang pertempuran Puputan Margarana bermula dari isi Perjanjian Linggarjati yang menyebutkan kalau wilayah RI hanya meliputi Jawa, Sumatera, dan Madura saja nih, guys.

Nah,  hal itu membuat wilayah yang tidak termasuk ke dalam Perjanjian Linggarjati menjadi sasaran empuk bagi Belanda. Misalnya saja, wilayah Bali atau yang dahulu bernama Sunda Kecil ini mulai diatur-atur oleh Pasukan Belanda. 

Selain itu, menurut Perjanjian Linggarjati mulai tanggal 1 Januari 1946 Belanda sudah harus keluar dari wilayah RI yang saat itu adalah Jawa, Sumatera, dan Madura. Oleh karena itu, sekitar 2000 orang Belanda pun mulai memasuki wilayah Bali. 

Adapun tokoh dalam Puputan Margarana yang terkenal yakni I Gusti Ngurah Rai nih, guys. Beliau merupakan seorang komandan resimen Sunda Kecil. Namun, ketika Belanda sampai ke Bali, beliau sedang berada di Yogyakarta. 

Pertempuran puputan margarana yang terjadi di bali dipimpin oleh
I Gusti Ngurah Rai. (Dok. Wikimedia Commons)

I Gusti Ngurah Rai yang mengetahui pasukan Belanda mulai memasuki Bali segera membentuk pasukan yang bernama Ciung Wanara. Pasukan yang mayoritas berisi pemuda ini diperintahkan oleh I Gusti Ngurah Rai untuk merebut senjata polisi NICA yang berada di Tabanan, Bali. 

Pada tanggal 8 November 1946, operasi pelucutan senjata ini pun berhasil dilaksanakan. Semua senjata diserahkan kepada pasukan I Gusti Ngurah Rai.

Belanda yang mengetahui operasi pelucutan senjata tersebut pun marah, terutama Wagimin, kepala polisi NICA saat itu. 

Tidak tinggal diam, Belanda pun segera mengambil tindakan. Belanda memerintahkan kepada seluruh pasukannya yang berada di sekitar Tabanan mulai dipusatkan di wilayah Tabanan. 

Mengetahui apa yang dilakukan Belanda, I Gusti Ngurah Rai pun segera kembali ke Desa Marga, Bali. 

Baca Juga: Tugas Komisi Tiga Negara dan Hasilnya

Pada tanggal 20 November 1946, militer Belanda memutuskan untuk mengurung Desa Marga dan memburu pasukan I Gusti Ngurah Rai yang berada didalamnya. 

Pasukan Ciung Wanara yang merasa terkepung oleh pasukan Belanda pun tidak lantas menyerah dan melakukan perlawanan. Hebatnya lagi, pasukan Wanara sempat berhasil memukul mundur pasukan Belanda nih, guys. 

Meski begitu, pertempuran tersebut tak kunjung usai. Sebab, bala bantuan Belanda terus berdatangan dalam jumlah besar dengan dilengkapi persenjataan modern dan didukung pesawat tempur.

Hingga akhirnya, kondisi jadi berbalik. Di mana, pasukan Ciung Wanara yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai mulai terdesak hingga mundur ke area persawahan dan ladang jagung. 

Akhir Perlawanan Perang Puputan Margarana

Pertempuran puputan margarana yang terjadi di bali dipimpin oleh
Ilustrasi Perang Puputan Margarana. (Dok. Pixabay)

Meski kekuatan perang antara pasukan Ciung Wanara dan pasukan Belanda tidak seimbang, tak membuat I Gusti Ngurah Rai menyerah. Beliau memerintahkan pasukannya untuk tetap berperang habis-habisan. 

Sejak saat itu Perang Margarana dikenal dengan istilah Perang Puputan yang mengacu pada perang sampai titik darah penghabisan. Setelah melalui pertempuran panjang, pertempuran ini pun telah menewaskan 96 orang Indonesia dan 400 orang Belanda. 

Nah, sejak saat itu tanggal 20 November diperingati sebagai Hari Puputan Margarana nih, guys. Selain itu, dibangun juga Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana untuk mengenang tragedi perang Puputan Margarana. 

Baca Juga: Latar Belakang dan Dampak Perjanjian Roem Royen

Contoh Soal Pertempuran Puputan Margarana

Nah, untuk menguji pemahaman elo tentang Pertempuran Puputan Margarana, coba kerjakan contoh soal di bawah ini, yuk!

  1. Perang Puputan Margarana di Bali dipimpin oleh ….

A. Ciung Wanara

B. I Gusti Ngurah Rai

C. Desa Marga

D. Wagimin

E. Soekarno

Jawaban dan Pembahasan:

Perang Puputan Margarana dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. Sehingga jawaban yang tepat adalah B.

Baca Juga: Latar Belakang dan Hasil Konferensi Inter Indonesia

Well, itu dia guys sejarah Puputan Margarana. Nah, sekarang elo udah tahu kan mengapa rakyat Bali mengadakan perang Puputan Margarana. Kalau elo mau tahu kisah pertempuran Puputan Margarena lebih lanjut, bisa tonton videonya di aplikasi Zenius, ya. Caranya tinggal klik aja banner di bawah ini!

Pertempuran puputan margarana yang terjadi di bali dipimpin oleh