Pengawet alami yang digunakan dalam mengolah bahan pangan setengah jadi adalah

Olahan pangan setengah jadi adalah mengolah bahan baku pangan dengan proses pengawetan, baik secara kimia, fisika, maupun mikrobiologi. Mengapa bahan pangan setengah jadi memiliki nilai ekonomi lebih tinggi?.... 

Pengawet alami yang digunakan dalam mengolah bahan pangan setengah jadi adalah


C. Teknik Pengolahan

    Menurut prosesnya, teknik pengawetan pangan dapat dibagi menjadi tiga metode, yaitu: pengawetan fisik, biologis, dan kimiawi.

1. Pengawetan Secara Fisik

a. Pengawetan dengan Suhu Rendah

    Sistem pengawetan dengan suhu rendah adalah memasukkan bahan pangan pada lemari pendingin. Dalam praktiknya, proses pengawetan dengan suhu rendah ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pendinginan (cooling) dengan suhu antara -2 derajat celcius sampai +10 derajat celcius dan pembekuan (freezing) dengan suhu antara -12 derajat celcius sampai -24 derajat celcius. Sementara itu, pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 derajat celcius sampai -40 derajat celcius.

b. Pengawetan dengan Suhu Tinggi

    Pengawetan dengan suhu tinggi dengan cara dipanaskan seringkali digunakan dalam memasak misalnya merebus atau menggoreng suatu bahan makanan. Namun, seringkali kita tidak mengetahui batasan pemanasan yang dilakukan terhadap makanan. Jika pemanasan yang tidak tepat banyak nilai gizi hilang dari makanan yang dimasak tersebut. Pemanasan yang baik adalah secukupnya agar nilai gizi yang hilang tidak terlalu banyak.

    Berdasarkan penggunaan suhu, waktu, dan tujuan pemanasan, proses pemanasan dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu pasteurisasi dan sterilisasi.

1) Sterilisasi

    Sterilisasi berarti membebaskan bahan dari semua mikroba karena beberapa spora bakteri relatif lebih tahan terhadap panas. Sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi, misalnya 121 derajat celcius (250 derajat F) selama 15 menit.

2) Pasteurisasi

    Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan bahan pangan pada suhu dibawah titik didih air atau di bawah 100 derajat celcius dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk. Jadi, bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (misalnya produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (misalnya produk sari buah pasteurisasi).

3) Blanching

    Blanching adalah proses perlakuan pemanasan awal yang biasanya dilakukan pada bahan nabati segar sebelum mengalami proses pembekuan pengeringan atau pengalengan. Blanching akan mematikan beberapa bakteri dan aktivasi enzim yang menyebabkan pembusukan pada makanan.  Blanching bermanfaat untuk mempermudah proses pengelupasan kulit pada buah atau kacang-kacangan dan untuk menunjang tampilan warna dari beberapa sayuran terutama hijau sehingga klorofilnya tidak hilang dan tetap segar.

c. Pengawetan dengan Pengeringan

    Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Keuntungan produk hasil pengeringan adalah awet, lebih ringan, volume lebih kecil sehingga memudahkan penyimpanan dan transportasi serta menimbulkan cita rasa khas.

2. Pengawetan Secara Biologis

    Proses pengawetan secara biologis adalah dengan peragian atau fermentasi dan enzim.

a. Fermentasi

    Cara peragian atau fermentasi merupakan proses perubahan dari karbohidrat menjadi alkohol. Zat-zat yang bekerja pada proses ini adalah enzim yang dibuat oleh sel itu sendiri. Lamanya proses fermentasi atau peragian tergantung dari bahan yang akan di fermentasikan.

b. Enzim

    Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia. Enzim yang terdapat dalam makanan dapat berasal dari bahan mentahnya atau mikroorganisme yang terdapat pada makanan tersebut. Bahan makanan seperti daging, ikan, susu, buah-buahan, dan biji-bijian mengandung enzim tertentu secara normal ikut aktif bekerja di dalam bahan tersebut.

c. Bakteri Laktat (Lactobacillus)

    Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satunya fermentasi menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan dapat menghambat pertumbuhan bakteri yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkan muntah-muntah, diare, atau muntaber. Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah lumpur, maupun batuan.

3. Pengawetan Secara Kimiawi 

a. Penggunaan Pengawet Alami

  1. Gula Pasir 
  2. Garam Dapur
  3. Cuka
  4. Bawang Putih
  5. Kunyit
  6. Kluwak

b. Pengawet Sintetis (Tahan Tambahan Makanan)

    Pengawet sintetis atau menggunakan Bahan Tambahan Makanan (BTM) merupakan hasil sintesis secara kimia. Bahan pengawet sintetis mempunyai sifat lebih stabil, lebih pekat dan penggunaannya lebih sedikit. Penggunaan bahan kimia untuk pengawet harus digunakan dalam takaran yang tepat dan sesuai dengan ketentuan agar aman bagi manusia. Kelemahan pengawet sintetis adalah efek samping yang ditimbulkan. Pengawet sintetis dipercaya bisa menimbulkan efek negatif bagi kesehatan seperti memicu pertumbuhan sel kanker akibat senyawa karsinogenik dalam pengawet. Contoh dari pengawet sintetis adalah natrium benzoat, kalium sulfit, dan nitrit

    Beberapa bahan pengawet diperbolehkan untuk di pakai, namun kurang aman jika digunakan secara berlebihan. Bahan-bahan pengawet tersebut antara lain sebagai berikut:

  1. Asam Benzoat (acidum benzoicum)
  2. Kalsium Benzoat
  3. Sulfur Dioksida
  4. Kalium Nitrit
  5. Kalsium Propionat/Natrium Propionat
  6. Natrium Sulfat
  7. Asam Sorbat
  8. Zat Pewarna

c. Pengasapan 

    Proses pengasapan termasuk jenis pengawetan secara kimia. Bahan-bahan kimia dalam asap dapat berfungsi sebagai pengawet makanan. Efek pengawetan berasal dari kontak antara komponen asap hasil pembakaran kayu dengan bahan pangan yang diasap. Komponen yang terdapat dalam asap adalah senyawa antimikroba dan komponen antioksidan. Biasanya teknik pengasapan didahului dengan proses pengeringan dan pengasinan. Sebagai contoh ikan asap dan telur asin bakar.

D. Penyajian dan Pengemasan

    Penyajian dan kemasan selain memberikan manfaat sebagai wadah penyajian produk juga berhubungan dengan cara menampilkan produk atau hasil olahan pangan agar lebih menarik. Kemasan yang menarik akan menjadi daya pikat terhadap konsumen untuk membeli produk hasil pengolahan pangan. Pengetahuan tentang jenis penyajian dan pengemasan telah diuraikan pada subbab sebelumnya. Pada prinsipnya, bahan penyajian dan pengemasan untuk produk pengolahan pangan setengah jadi tidak jauh berbeda dengan penyajian dan pengemasan olahan pangan makanan. Perbedaannya hanya pada pengemasan produk pengolahan pangan setengah jadi hendaknya kedap udara. Ttujuannya agar makanan yang disimpan dapat bertahan lama dan produk tidak mudah terkontaminasi bakteri.

    Umumnya kemasan produk pengolahan pangan setengah jadi yang digunakan adalah plastik yang di pres atau ujung plastik dibakar dengan api lilin. Kemasan plastik pada produk pengolahan pangan setengah jadi ini terkesan biasa saja.

Pengolahan Bahan Pangan Serealia (Part 1)

Pengolahan Bahan Pangan Serealia (Part 2)

Pengolahan Bahan Pangan Buah Segar (Part 1)

TEKNIK PENGOLAHAN

    Menurut prosesnya, teknik pengawetan pangan dapat dibagi menjadi tiga metode, yaitu: pengawetan fisik, biologis, dan kimiawi.

1. Pengawetan Secara Fisik

a. Pengawetan dengan Suhu Rendah

Sistem pengawetan dengan suhu rendah adalah memasukkan bahan pangan pada lemari pendingin. Dalam praktiknya, proses pengawetan dengan suhu rendah ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pendinginan (cooling) dengan suhu antara -2 derajat celcius sampai +10 derajat celcius dan pembekuan (freezing) dengan suhu antara -12 derajat celcius sampai -24 derajat celcius. Sementara itu, pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 derajat celcius sampai -40 derajat celcius.

b. Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan suhu tinggi dengan cara dipanaskan seringkali digunakan dalam memasak misalnya merebus atau menggoreng suatu bahan makanan. Namun, seringkali kita tidak mengetahui batasan pemanasan yang dilakukan terhadap makanan. Jika pemanasan yang tidak tepat banyak nilai gizi hilang dari makanan yang dimasak tersebut. Pemanasan yang baik adalah secukupnya agar nilai gizi yang hilang tidak terlalu banyak.

Berdasarkan penggunaan suhu, waktu, dan tujuan pemanasan, proses pemanasan dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu pasteurisasi dan sterilisasi.

1) Sterilisasi

Sterilisasi berarti membebaskan bahan dari semua mikroba karena beberapa spora bakteri relatif lebih tahan terhadap panas. Sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi, misalnya 121 derajat celcius (250 derajat F) selama 15 menit.

2) Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan bahan pangan pada suhu dibawah titik didih air atau di bawah 100 derajat celcius dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk. Jadi, bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (misalnya produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (misalnya produk sari buah pasteurisasi).

3) Blanching

Blanching adalah proses perlakuan pemanasan awal yang biasanya dilakukan pada bahan nabati segar sebelum mengalami proses pembekuan pengeringan atau pengalengan. Blanching akan mematikan beberapa bakteri dan aktivasi enzim yang menyebabkan pembusukan pada makanan.  Blanching bermanfaat untuk mempermudah proses pengelupasan kulit pada buah atau kacang-kacangan dan untuk menunjang tampilan warna dari beberapa sayuran terutama hijau sehingga klorofilnya tidak hilang dan tetap segar.

c. Pengawetan dengan Pengeringan

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Keuntungan produk hasil pengeringan adalah awet, lebih ringan, volume lebih kecil sehingga memudahkan penyimpanan dan transportasi serta menimbulkan cita rasa khas.

2. Pengawetan Secara Biologis

Proses pengawetan secara biologis adalah dengan peragian atau fermentasi dan enzim.

a. Fermentasi

Cara peragian atau fermentasi merupakan proses perubahan dari karbohidrat menjadi alkohol. Zat-zat yang bekerja pada proses ini adalah enzim yang dibuat oleh sel itu sendiri. Lamanya proses fermentasi atau peragian tergantung dari bahan yang akan di fermentasikan.

b. Enzim

Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia. Enzim yang terdapat dalam makanan dapat berasal dari bahan mentahnya atau mikroorganisme yang terdapat pada makanan tersebut. Bahan makanan seperti daging, ikan, susu, buah-buahan, dan biji-bijian mengandung enzim tertentu secara normal ikut aktif bekerja di dalam bahan tersebut.

c. Bakteri Laktat (Lactobacillus)

Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satunya fermentasi menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan dapat menghambat pertumbuhan bakteri yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkan muntah-muntah, diare, atau muntaber. Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah lumpur, maupun batuan.

3. Pengawetan Secara Kimiawi 

a. Penggunaan Pengawet Alami

  1. Gula Pasir
  2. Garam Dapur
  3. Cuka
  4. Bawang Putih
  5. Kunyit
  6. Kluwak

b. Pengawet Sintetis (Tahan Tambahan Makanan)

Pengawet sintetis atau menggunakan Bahan Tambahan Makanan (BTM) merupakan hasil sintesis secara kimia. Bahan pengawet sintetis mempunyai sifat lebih stabil, lebih pekat dan penggunaannya lebih sedikit. Penggunaan bahan kimia untuk pengawet harus digunakan dalam takaran yang tepat dan sesuai dengan ketentuan agar aman bagi manusia. Kelemahan pengawet sintetis adalah efek samping yang ditimbulkan. Pengawet sintetis dipercaya bisa menimbulkan efek negatif bagi kesehatan seperti memicu pertumbuhan sel kanker akibat senyawa karsinogenik dalam pengawet. Contoh dari pengawet sintetis adalah natrium benzoat, kalium sulfit, dan nitrit

Beberapa bahan pengawet diperbolehkan untuk di pakai, namun kurang aman jika digunakan secara berlebihan. Bahan-bahan pengawet tersebut antara lain sebagai berikut:

  1. Asam Benzoat (acidum benzoicum)
  2. Kalsium Benzoat
  3. Sulfur Dioksida
  4. Kalium Nitrit
  5. Kalsium Propionat/Natrium Propionat
  6. Natrium Sulfat
  7. Asam Sorbat
  8. Zat Pewarna

c. Pengasapan

Proses pengasapan termasuk jenis pengawetan secara kimia. Bahan-bahan kimia dalam asap dapat berfungsi sebagai pengawet makanan. Efek pengawetan berasal dari kontak antara komponen asap hasil pembakaran kayu dengan bahan pangan yang diasap. Komponen yang terdapat dalam asap adalah senyawa antimikroba dan komponen antioksidan. Biasanya teknik pengasapan didahului dengan proses pengeringan dan pengasinan. Sebagai contoh ikan asap dan telur asin bakar.

D. Penyajian dan Pengemasan

Penyajian dan kemasan selain memberikan manfaat sebagai wadah penyajian produk juga berhubungan dengan cara menampilkan produk atau hasil olahan pangan agar lebih menarik. Kemasan yang menarik akan menjadi daya pikat terhadap konsumen untuk membeli produk hasil pengolahan pangan. Pengetahuan tentang jenis penyajian dan pengemasan telah diuraikan pada subbab sebelumnya. Pada prinsipnya, bahan penyajian dan pengemasan untuk produk pengolahan pangan setengah jadi tidak jauh berbeda dengan penyajian dan pengemasan olahan pangan makanan. Perbedaannya hanya pada pengemasan produk pengolahan pangan setengah jadi hendaknya kedap udara. Ttujuannya agar makanan yang disimpan dapat bertahan lama dan produk tidak mudah terkontaminasi bakteri.

Umumnya kemasan produk pengolahan pangan setengah jadi yang digunakan adalah plastik yang di pres atau ujung plastik dibakar dengan api lilin. Kemasan plastik pada produk pengolahan pangan setengah jadi ini terkesan biasa saja.

UNTUK TUGAS SILAHKAN BUKA GOOGLE CLASSROOM

TERIMAKASIH