Pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada akhir tahun 1949 tidak dapat dilepaskan

idkuu, Jakarta - Di penghujung Perang Dunia II, sebuah republik baru lahir lewat proklamasi kemerdekaan yang ditandatangani Sukarno-Hatta, atas nama seluruh rakyat Indonesia.

Tanggal 17 Agustus 1945 adalah hari keramat bagi bangsa Indonesia. Namun, Belanda kala itu tak sudi mengakuinya.

BACA JUGA: Sejarah adalah Peristiwa yang Terjadi di Masa Lampau, Kenali Unsur Beserta Pembagiannya
BACA JUGA: Sevilla di Spanyol, Ibu Kota Andalusia yang Bersejarah

Baca Juga

  • Sejarah Bulan Rajab dan Amalan-Amalannya
  • Mengenal Sejarah Hari Gizi Nasional 25 Januari
  • Disebut Surga Minyak, Simak Asal-usul Nama Kota Balikpapan

Belanda yang menjajah Indonesia sejak Abad ke-16, mau kehilangan wilayah koloni di Asia yang jadi sumber pundi-pundi kekayaan: teh, kopi, rempah-rempah, tekstil, minyak, mineral, dan banyak lainnya.

Seperti dikutip dari situs Radio Netherlands Worldwide (RNW), Pemerintah Belanda pun merespons dengan mengirim pasukan ke Hindia, untuk melakukan apa yang disebut sebagai 'Aksi Polisionil'.

Belanda menghindari istilah 'perang kolonial', menolak untuk mengakui bahwa itu adalah konflik antara dua negara dan menganggapnya sebagai masalah internal.

Aksi polisionil besar-besaran dilakukan dua kali: Agresi Militer I dan II. Tujuannya, mengembalikan Nusantara sebagai sapi perah Holland.

Pertempuran tak hanya melibatkan bedil dan bambu runcing, tapi juga perang urat syarat di meja perundingan.

Dari Perjanjian Linggarjati, Renville, hingga Roem-van Roijen, perundingan berujung pada penyerahan kedaulatan dari Negeri Belanda ke Republik Indonesia pada 27 Desember 1949.

Kabar tersebut disambut kegembiraan. "Drum berhias pita merah putih ditabuh di Jawa, Sumatra, Bali, Kalimantan, hingga Timor," demikian cuplikan isi artikel "Indonesia Opens New Chapter as Sovereign State", yang dimuat koran Australia Canberra Timespada 28 Desember 1949.

"Hari ini, Batavia kembali ke nama lamanya, Jakarta."

Sementara, warga dan tentara Belanda mengangkat gelas untuk, bersulang untuk Ratu Juliana serta bersiap menutup lembaran terakhir penjajahan selama 300 tahun lebih.

Upacara penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia digelar tiga kali.

Pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada akhir tahun 1949 tidak dapat dilepaskan

Pertama, di Amsterdam, tepatnya di Istana Op de Dam. Wakil Presiden sekaligus perdana menteri, Mohamad Hatta memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).

"Kedua negara (Belanda dan Indonesia) tak lagi saling berlawanan, kini kita berdiri berdampingan," kata Ratu Belanda Juliana kala itu, sesaat setelah naskah penyerahan kedaulatan ditandatangani.

Bung Hatta yang bicara Bahasa Indonesia dalam sebuah pertemuan KMB menekankan pentingnya penyelesaian damai konflik dua negara. "Empat tahun lamanya rakyat kita timbal balik hidup dalam persengketaan, karena merasa dendam di dalam hati ... Bangsa Indonesia dan Bangsa Belanda, kedua-duanya akan mendapat bahagianya. Anak cucu kita, angkatan kemudian akan berterima kasih pada kita," kata dia.