Pemerintah percaya bahwa bahasa asing dapat menurunkan nasionalisme

          Pemerintah Percaya Bahasa Asing Dalam Komunikasi Mengurangi Rasa nasionalisme    Kelompok 9: 1. Dara Nur Azizah Yuwono                            2. Fadilla Zahra                            3. Rifqi Tsania Rachmawati Pro Pembicara 1 tim pro menyatakan:          Bahwa ahasa asing adalah bahasa yang tidak digunakan oleh orang yang tinggal di sebuah tempat tertentu. Sedangkan nasionalisme adalah cinta terhadap tanah air. Fokus tentang mosi ini adalah penggunaan bahasa asing dalam komunikasi bagi balita usia 3-5 tahun. Di jakarta khususnya, banyak dari anak-anak usia 3-5 tahun yang dulu mencapai usia sekolah dasar sudah belajar bahasa inggris lebih cepat dari pada usia-usia pada umumnya. Mereka mempelajari bahasa inggris lebih dulu sehingga mereka lebih lancar menggunakan bahasa inggris dibanding bahasa indonesia, sehingga itu membuat mereka susah berkomunikasi karena mereka menggunakan bahasa inggris, meskipun dilingkunggannya mungkin mayoritas menggunakan bahasa indonesia, selain itu ketika mereka melanjutkan sekolah seperti TK, SD, mereka akan kesulitan untuk mempelajari bahasa indonesia. Tidak hanya bahasa inggris ada juga orang tua seperti sarwendah yang memiliki anak bernama aliya, aliya ini diajarkan oleh sarwendah bahasa mandarin, sehingga ayahnya sendiri tidak mengerti bahasa anaknya.           Efek-efek dari hal ini, selain kesulitan berkomunikasi di lingkungan sekitar sekolah lanjutannya, anak ini bisa mengurangi rasa cintanya terhadap tanah air, karena mereka lebih dulu dikenal terhadap bahasa asing daripada bahasa negara mereka sendiri. Bahasa asing yang kami maksudkan disini adalah semua bahasa terkecuali bahasa indonesia. Menurut kami, seharusnya daripada mempelajari bahasa asing saat usia mereka 3-5 tahun lebih baik mereka belajar bahasa indonesia secara lebih baik dulu atau belajar bahasa daerah dari orang tua mereka, itu bisa menanamkan cinta tanah air atau nasionalisme di dalam diri mereka atau mengenali lingkungan-lingkungan sosial mereka. Seperti mengenali kepercayaan orang tuanya terlebih dahulu sebelum mempelajari bahasa asing, karena bahasa asing bisa di pelajari lebih lanjut, karena bahasa asing seperti bahasa inggris sudah dimasukkan kedalam mata pelajaran pokok disekolah dari sejak sekolah dasar yang saya tau saat ini dari kelas 3 sd sudah dimasukkan pelajaran bahasa inggris di dalam pelajaran pokok.            Selain itu, kalau di sma sudah dimasukkan di pelajaran lintas minat , itu juga biasa membuat kita mempelajari bahasa asing juga, tidak perlu sejak dini. Saat masih kecil seharisnya yang  pertama kali kita kenal itu seharusnya adalah cinta terhadap tanah air dulu, jika tidak mereka tidak akan mencintai tanah air. Kemungkinan besar, saat mereka dewasa atau berhasil mereka akan meninggalkan negera nya sendiri, karena merasa negaranya kurang dari negara lain. Bisa jadi mereka, seperti pindah kewarganegaraan, atau yang punya kewarganegaraan ganda yang sebelumnya tinggal di indonesia, karena mereka lebih dulu mempelajari bahasa asing dari pada bahasa indonesia, ketika besar mereka lebih memilih kewarganegaraan yang lain, dibanding kewarganegaraan indonesia. Selain itu, saat memasuki jenjang pendidikan sekolah, terutama sekolah dasar dan smp atau sma mereka yang terbiasa menggunakan bahasa asing akan sulit untuk komunikasi dengan teman-teman mereka. Terutama jika sekolah tersebut siswanya tidak semuanya belajar bahasa asing sejak dini. Pembicara 2 menyatakan argumentasinya:           Tim pro mengucapkan terima kasih kepada tim oposisi yang telah mendukung argumen tim pro. Tim oposisi mengatakan bahwa pelajaran bahasa asing dapat di pelajari di tingkat SD, SMP, dan SMA, disini berarti tim oposisi tidak mendengarkan dan tidak fokus pada mosi hari ini, yaitu bahasa asing dapat mengurangi rasa nasionalisme jika diajarkan pada anak usia tiga sampai lima tahun. Hal ini pun berhubungan dengan psikologi mereka dimana anak usia dini berusia 3-5 tahun akan mencintai apa yang mereka ketahui dan mereka kenal sejak mereka masih kecil, yang kemudian hal itu akan berdampak hingga mereka besar dimana ketika mereka remaja, mereka akan kehilangan rasa cinta tanah air, yang salah satunya telah diucapkan dalam alinea ketiga sumpah pemuda. Sudah selayaknya masyarakat indonesia menanamkan rasa cinta tanah air menggunakan bahasa indonesia sehari- hari dalam komunikasinya. Hal ini tentu akan mebuat masyarakat indonesia, khususnya sejak kecil yaitu usia 3-5 tahun dan ketika besar akan mengenal dan paham bahasa mereka sendiri dan mencintai tanah air. Kita bisa melihat hampir di semua tempat menggunakan bahasa asing, seperti NO SMOKING, hal ini tanpa kita sadari sebenarnya sudah mengurangi rasa cinta kita terhadap tanah air. Apapun yang kita lihat, walau sekecil apapun itu dalam sehari-hari itu akan menimbulkan rasa bangga kita untuk menggunakan bahasa asing, terkecuali bahasa indonesia. Hal ini tentu dapat berakibat juga bagi kesatuan dan persatuan bangsa indonesia. Kemudian rasa terima kasih dari tim oposisi yang telah mendukung argumen tim pro, dimana mereka mengatakan bahwa pelajaran bahasa asing dapat dipelajari dari tingkat SMA. Jika kita telusuri lebih dalam, untuk usia sma belum terlalu mengerti Bahasa Indonesia, kurangnya pengertian dan pengetahuan Bahasa Indonesia. Pembicara 3          Tim pro akan meluruskan apa yang dibicaran oleh pembicara ke 2 dari tim oposisi. Tim kontra mendukung argumen pembicara 1 tim pro yang mengatakan bahwa pelajaran bahasa asing bisa di pelajari di linkungan saat umur sekolah dan di sini bukankah anak umur 3-5 tahun, dari segi psikologis otak anak 3-5 tahun yang dipelajari saat umur ini, paling banyak menyerap informasi pada umur 3-5 tahun. Jika kita dari kecil sudah diajarkan bahasa indonesia, itu akan menumbuhkan rasa nasionalisme. Jadi, jika kita sudah diajarkan bahasa asing dari kecil dan mencintai negara asing, di sekolah, kalian yakin mereka akan menerima kalian? padahal dari kecil mereka sudah dilajari bahasa asing. Terutama jika mereka melanjutkan kesekolah swasta milik negara asing, mereka pasti akan menggunakan bahasa asing dalam lingkungan sekolahnya. Rasa nasionalisme kita akan berkuran karena dari kecil tidak menanamkan rasa nasionalisme dari kecil. Kalau kebanyakan belajar bahasa asing dan tidak mempelajari bahasa indonesia, mereka tidak akan mencintai tanah air. Mereka akan berpikir bahasa asing lebih bagus dan akan suka terhadap bahasa asing daripada rasa cinta terhadap tanah air. Kontra            Penggunaan bahasa tentunya sangat berguna bagi masyarakat, khususnya sebagai alat komunikasi sehari-hari. Penggunaan bahasa tentu mwmbuat sebuah pemahaman dari yang dimaksudkan oleh pihak satu dengan yang lainnya sehingga terjadi sinkronisasi baik dari pihak yang berbeda. Salah satu contohnya, yaitu mempelajari bahasa asing di usia dini. Akan tetapi, bagaimana jika mempelajari bahasa asing akan mengurangi rasa nasionalisme.                                 Beberapa dari pihak kontra sangat bertentangan dengan pernyataan tersebut karena di usia dini yaitu sekitar 3--5 tahun, faktor nasionalisme tidak bisa diukur hanya dengan bahasa apa yang mereka pakai. Justru dengan mempelajari bahasa asing, akan menambah wawasan mereka. Pada saat anak-anak itu masuk ke dalam jenjang pendidikan SD, SMP, SMA pasti di sana selalu diajarkan pelajaran PPKN, yang di dalamnya diajarkan tentang bagaimana negata kita dan juga bagaimana kita harus bersikap kepada negara kita. Meskipun sebagian dari anak  tersebut mampu berbahasa asing, bukan berarti anak tersebut melupakan darah daging nasionalisme terhadap dirinya. Bahkan diusia dini mendapat ide kreativitasnya melalui bahasa yang ia kuasai karena anak tersebut mampu mengembangkan ide rasa keinginintahunya dan melihat perbandingan dari berbagai macam bahasa.              Selain itu, mereka dari pihak oposisi menyatakan bahwa belajar bahasa asing terutama dalam pelajaran bahasa inggris yang menjadi mata pelajaran pokok bukan menjadi tolak ukur yang mengubah anak dapat meleburkan rasa nasionalismenya. Sebagai contoh ketika Soekarno belajar dan menguasai bahasa asing, beliau tetap berpegang teguh dengan rasa nasionalismenya dan tidak ada rasa westernisasi dalam jati dirinya. Mereka bertanya apakah Soekarno kecil pernah diajarkan bahasa asing?. Contoh lain dari saudara dari pembicara 3, yaitu Imeyda Putri yang menyatakan bahwa meskipun ia memiliki 3 kewarganegaraan yaitu Prancis, Inggris, dan Indonesia dan tentunya anak tersebut dapat menguasai ketiga bahasa tersebut, ia mampu berbahasa Jawa dan itupun tidak berdampak negatif dari rasa nasionalismenya.

              kesimpulan dari perdebatan di atas, yaitu limitasi mosi yang ditegaskan sebenarnya terlalu sempit dan tidak masuk akal. Tim pro dan kontra hanya membahas tentang dampak bagi psikologis anak dan jalannya debat hanya berputar pada itu saja. Dan juga, bagaimana mungkin kita men-judge seorang anak kecil umur tiga sampai lima tahun tidak memiliki rasa nasionalisme? Pada kenyataannya anak-anak di umur itu hanya memikirkan bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang lain. Contoh nyata yang bertolak belakang dengan mosi ini, yaitu artis Anggun yang sejak kecil telah diajarkan bahasa daerah, tapi lihat sekarang. Anggun meleoas status WNI-nya. Hal ini membuktikan bahwa bahasa apapun yang dipelajari atau digunakan seseorang, tidak bisa dijadikan tolak ukur akan rasa nasionalisme seseorang itu sendiri kepada negaranya