Peluang kegiatan ekonomi Mikro Indonesia dalam pasar bebas



Jakarta. Ibarat uang logam dengan dua sisi, setiap peristiwa bisa orang maknai secara berbeda. Begitu pula dengan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bisa punya dua makna: peluang atau ancaman, berkat atawa kutukan.Dan, memasuki 2014, ASEAN sedang menghitung mundur pelaksanaan MEA mulai awal 2015 besok. Pembentukan komunitas ini sudah disepakati para pemimpin negara yang tergabung dalam ASEAN sejak 2003 lalu. Target awalnya, MEA sudah harus terbentuk 2020 mendatang. Tapi, pada 2007 target tersebut dipercepat menjadi 2015. Pada 2007 pula, cetak biru MEA disahkan.Di atas kertas, MEA bertujuan untuk menyatukan ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Ada empat pilar utama dalam cetak biru MEA. Pertama, pembentukan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi regional. Kedua, ASEAN sebagai kawasan berdaya saing tinggi. Ketiga, ASEAN sebagai kawasan dengan pembangunan ekonomi merata. Keempat, ASEAN sebagai kawasan terintegrasi dengan ekonomi dunia.Kelahiran ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi jelas akan membikin kawasan ini lebih dinamis dan berdaya saing. Sebab, MEA menyepakati pembebasan arus barang, jasa, tenaga kerja, investasi, dan modal. Yang tak kalah penting: penghapusan tarif perdagangan antarnegara ASEAN.Dato’ Sri Mustapa Mohamed, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Internasional Malaysia, mengatakan, MEA mendorong aliran investasi dan perdagangan menjadi lebih bebas. Harapannya, seluruh rintangan dalam investasi dan perdagangan akan berkurang. “Kalau selama ini barang dari Indonesia ke Malaysia atau sebaliknya mengalami hambatan, nanti bisa dihilangkan,” kata Mustapa.Hilangnya hambatan arus barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja tentu akan menguntungkan tiap negara di ASEAN. Tapi, keuntungan di atas kertas bisa berubah saat di lapangan. Edy Putra Irawady, Deputi Bidang Perniagaan dan Kewirausahaan Kementerian Koordinator Perekonomian, mengibaratkan pembentukan ASEAN pada 1967 silam bak serumpun serai yang bersatu.Potensi IndonesiaNah, dengan adanya MEA, negara ASEAN ingin maju dan berkembang bak serumpun bambu. Namun, kesepakatan dalam MEA bisa berisiko membawa ASEAN bak serumpun pisang yang berebut air. Alhasil, “Ada negara yang tumbuh kuat, tapi ada pula negara yang mati sejak kecil,” tegas Edy.Bagi Indonesia, MEA bisa jadi merupakan peluang emas untuk semakin maju dan kuat. Tengok saja, negara kita memiliki produk domestik bruto (PDB) sebesar US$ 878 miliar pada 2012. Mengutip data World Bank, kekuatan ekonomi Indonesia berada di peringkat 16 di dunia dan terbesar di antara negara ASEAN. Kontribusi PDB kita mencapai 38,67% dari total PDB negara ASEAN (lihat tabel).Tak cuma itu, dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta orang, Indonesia menjadi pasar terbesar di ASEAN. Itu makin mengukuhkan negeri ini sebagai perekonomian terbesar di ASEAN. Kalau melihat data tersebut, boleh jadi semua pihak optimistis melihat MEA sebagai berkat bagi Indonesia.Namun, ada data lain yang membikin optimisme itu bisa terusik. Peringkat daya saing Indonesia, misalnya, hanya berada di posisi 38, di bawah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Peringkat kemudahan berbisnis Indonesia juga cuma berada di peringkat 120, jauh di bawah Vietnam (lihat tabel).Melihat data tersebut, harap maklum jika banyak orang pesimistis MEA akan menguntungkan Indonesia. Alih-alih merajai ASEAN, Indonesia hanya menjadi pasar empuk bagi negara lain. Belum lagi, kita masih memiliki segepok pekerjaan rumah seperti infrastruktur. Selain itu, iklim usaha dan kepastian usaha di negara kita juga masih jadi persoalan bagi pelaku usaha Lalu, apa kita betul-betul hanya akan jadi penonton?mesti menyiapkan duit lebih besar.

Peluang kegiatan ekonomi Mikro Indonesia dalam pasar bebas
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 19 - XVIII, 2014 Laporan Utama Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Editor: Imanuel Alexander

Peluang kegiatan ekonomi Mikro Indonesia dalam pasar bebas

Siapkah anda menghadapi persaingan di tahun 2015? Sudah seharusnya kita bersiap menghadapi ketatnya persaingan di tahun 2015 mendatang. Indonesia dan negara-negara di wilayah Asia Tenggara akan membentuk sebuah kawasan yang terintegrasi yang dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara.

Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia. Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.

Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil; terdapat perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan; meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.

Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi.

Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.

Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok perdagangan tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-ASEAN.

Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.

Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk. Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang terkandung.

Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini dapat memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN (Republika Online, 2013).

Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastrukur baik secara fisik dan sosial(hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di Indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di negara sendiri di tahun 2015 mendatang.

Referensi:

  1. N.n. (2013). Indonesia Hanya Menduduki Peringkat Empat di ASEAN.
  2. Association of Southeast ASIAN Nations (2008). ASEAN ECONOMIC COMMUNITY BLUEPRINT. Jakarta: Asean Secretariat.
  3. Fernandez, R. A. (2014, Januari). YEARENDER: Asean Economic Community to play major role in SEA food security.
  4. Plummer, M, G., &Yue, C, S. (2009). Realizing the ASEAN Economic Community: A Comprehensive Assessment. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.
  5. Santoso, W. et.al (2008). Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012: Integrasi ekonomi ASEAN dan prospek perekonomian nasional. Jakarta: Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter.

Ditulis oleh: Arya Baskoro (Associate Researcher)