Panduan hibah ainec research award tahun 2022 pdf

No Lampiran Perihal : 016/AINEC.Ka.Sr/II/2021 : satu berkas : Hibah AINEC Research Award tahun 2021

Jakarta, 18 Februari 2021

Kepada Yth. Pimpinan Institusi Perguruan Tinggi Keperawatan Anggota AIPNI (terlampir) Di – Tempat

Dalam rangka pelaksanaan program kerja AIPNI periode 2017-2021 di Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat, & Publikasi, kami sampaikan bahwa AIPNI mengadakan kembali program Hibah AINEC Research Award untuk tahun anggaran 2021. Tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai upaya meningkatkan kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi dan kemampuan penelitian serta publikasi dosen/staf pendidik di institusi Saudara. Pada tahun anggaran ini, jenis hibah penelitian yang disediakan adalah hibah kompetitif dengan jumlah 15 penerima hibah. Setiap proposal terbaik yang terpilih akan didanai sebesar Rp. 20.000.000,-. Program hibah AINEC Research Award tahun 2021 dimulai 22 Februari 2021 s.d 30 September 2021 dengan Mengisi formulir dan upload proposal melalui link berikut : https://forms.gle/N8XGqtfmFd4NkbgS7.

Bersama ini kami lampirkan panduan Hibah Penelitian AINEC Award 2021. Para staf pengajar yang menerima hibah kegiatan ini WAJIB mempresentasikan hasil penelitiannya pada kegiatan Seminar Nasional pada Rapat Anggota Tahunan (RUA) tahun 2021. Untuk itu, kami mohon dukungan dan bantuan untuk diinformasikan kepada para dosen/staf pendidik di institusi yang Saudara pimpin.

Bagi penerima hibah yang tidak mengikuti semua proses dan tidak mengirimkan laporan akhir penelitian beserta naskah maka institusi yang bersangkutan tidak diperkenankan mengajukan hibah selama 2 (dua) tahun berturut-turut. Atas perhatian dan kerjasama yang baik kami sampaikan terima kasih.

Ketua Umum AIPNI

Pengumuman Hibah AINEC Research Award tahun 2021

Shallom..

Berikut ini kami sampaikan pengumuman penerimaan Hibah AINEC Research Award Tahun 2021. Pengumuman resmi dan panduan dapat didownload disini.

Terimakasih. Tuhan memberkati

MANUSKRIP PENELITIAN AINEC RESEARCH AWARD

PENGARUH SENAM ERGONOMIS TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI SENDI DAN KEKUATAN OTOT PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASIHAN II BANTUL YOGYAKARTA

Oleh : Titih Huriah, M.Kep, Sp.Kom Ema Waliyanti, S.Kep.,Ns Afiani Septina Rahmawati (NIM : 20100320150) Yuliana Matoka (NIM : 20100320107)

Dana Penelitian Dari AIPNI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

PENGARUH SENAM ERGONOMIS TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI SENDI DAN KEKUATAN OTOT PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASIHAN II BANTUL YOGYAKARTA (The Effect Of Ergonomic Exercises To Decrease Joint Pain Scale and Muscle Strength In Elderly At Work Area Kasihan II Public Health Center, Bantul, Yogyakarta) Titih Huriah*, Ema Waliyanti*, Afiani Septina Rahmawati**, Yuliana Mz Matoka** *

Dosen Bidang Keilmuan Komunitas PSIK FKIK UMY ** Mahasiswa PSIK FKIK UMY Email : [email protected]

ABSTRAK Pendahuluan : Data epidemiologi menunjukkan terdapat peningkatan prevalensi nyeri kronik dan kelemahan otot pada lanjut usia. Salah satu penyakit kronik yang dapat menimbulkan sensasi nyeri pada lansia adalah Rheumatoid Arthritis (RA). Selain itu, lansia sangat rentan mengalami penyakit sendi degeneratif seperti Osteoarthritis yang ditandai nyeri pada ekstremitas bawah, penurunan fungsi otot dan mobilitas sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya. Terapi modalitas non farmakologi merupakan komponen manajemen multimodal yang sangat penting dalam mengatasi nyeri, termasuk terapi aktivitas fisik Senam Ergonomis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi aktifitas senam ergonomis terhadap penurunan skala nyeri sendi dan peningkatan kekuatan otot pada lansia dengan degeneratif sendi di wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul, Yogyakarta. Metode : Penelitian ini adalah study intervensi berupa penelitian kuantitatif dengan rancangan Quasy Experiment Design: Pretest-Posttest Control Group Design. Penelitian dilakukan di tiga desa di Kabupaten Bantul (Padokan Lor, Jomegatan dan Onggobayan). Sampel pada penelitian ini sebanyak 50 orang lansia dengan masing-masing 17 lansia sebagai kelompok intervensi dan 33 lansia sebagai kelompok kontrol. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah uji t, Wilcoxon dan Mann Whitney. Hasil : Setelah 4 minggu intervensi senam ergonomis, Terdapat pengaruh terapi aktifitas senam ergonomis terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia dengan degeneratif sendi dengan nilai P value 0.0001 (α < 0,05) dan peningkatan kekuatan otot dorongan (P value 0,0001) dan peningkatan kekuatan otot tarikan (P value 0,002). Diskusi : Terapi aktivitas senam ergonomis berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan nyeri sendi dan peningkatan kekuatan otot pada lanjut usia dengan degeneratif sendi. Kata Kunci : degeneratif sendi, lansia, nyeri sendi, kekuatan otot, senam ergonomis

ABSTRACT Introduction : Epidemiological data showed an increased prevalence of chronic pain and weakness in the elderly. One of the chronic diseases that can cause the sensation of pain in the elderly is Rheumatoid Arthritis (RA). In addition, the elderly are particularly susceptible of degenerative joint diseases such as osteoarthritis which has characterized by pain in the lower extremities, decreased muscle function, and mobility that can degrade the quality of life. Non-pharmacological modality therapy is a component of multimodal management that very important for pain management, including Ergonomic Exercises. The aims of the study was to determine the effect of activity therapy ergonomic exercises to decrease joint pain scale, and to increase muscle strength in elderly with joints degenerative at work area Kasihan II Public Health Center, Bantul, Yogyakarta. Method : Quasi-experimental with pretestposttest control group design was carried out in this study. The study was done in three village of Bantul district (Padokan Lor, Jomegatan and Onggobayan). Purposive sampling was used to identify the study subjects. A sample of 50 elderly was included in the study for experimental (17) and control (33) groups. Sampling technique used purposive sampling. T-test, Wilcoxon, and two sample Wilcoxon rank-sum, tests were used to analysis the data. Results : During the four weeks intervention of ergonomic exercise, there were significant decreases in scale joint pain in elderly with degenerative joint by P value 0.000 (α <0.05), and increases in muscle strength by P value 0,002 for muscles pull and P value 0,0001 for muscles push. Discussion : Activity therapy of an ergonomic exercise has significant influence to decrease joint pain scale and to increase muscle strength in elderly with degenerative joints. Key Words: joint degenerative,elderly, joint pain, muscle strength, ergonomic exercises

PENDAHULUAN Penuaan adalah karakteristik dari proses fisiologis yang dinamis dan mengalami perbedaan yang irreversible pada fungsi fisiologis lansia (Rastogi & Meek, 2013). Hal tersebut akan berdampak pada berbagai aspek terutama dari segi aspek kesehatan. Data epidemiologi mendukung prevalensi peningkatan nyeri kronik dan kelemahan pada lanjut usia. Lansia sering memiliki potologis penyakit kronik yang multiple, perubahan fungsi tubuh, dan kelemahan (Rastogi & Meek, 2013). Salah satu penyakit kronik yang dapat menimbulkan sensasi nyeri pada lansia adalah Rheumatoid Arthritis (RA) (Cooney et al, 2010). Selain itu, lansia sangat rentan mengalami penyakit sendi degeneratif (Fox et al., 2004). Terapi modalitas pada nyeri lansia dapat dikategorikan dalam beberapa bidang. Sebuah pendekatan multidisiplin direkomendasikan untuk menyelidiki kemungkinan management nyeri yang optimal, antara lain farmakoterapi (terapi yang paling sering digunakan), dukungan psikologis, rehabilitasi fisik, dan prosedur intervensi. Terapi farmakologis yang sering digunakan antara lain NSAID, relaksan otot, opioid, dan terapi adjuvan (Kaye et al, 2010). Terapi modalitas non farmakologi merupakan komponen multimodal manajemen yang sangat penting karena membantu dalam mengatasi nyeri yang lebih baik dengan perbaikan dalam fungsi sehari-hari, di dalamnya termasuk terapi fisik (Rastogi & Meek, 2013). Terapi latihan fisik tersebut dapat menurunkan intensitas nyeri sendi pada lansia (Permana, 2011). Senam Ergonomis merupakan terapi aktivitas fisik (Fahmi, 2010). Senam ergonomis merupakan senam yang diilhami dari gerakan shalat. Gerakan shalat dapat dipastikan mengandung fungsi autoregulasi dan adaptasi tubuh

manusia dengan otak sebagai pusat pengendali (Sagiran, 2006). Senam ergonomis merupakan senam yang dapat langsung membuka, membersihkan, dan mengaktifkan seluruh sistem-sistem tubuh seperti sistem kardiovaskuler, kemih, reproduksi (Wratsongko, 2010). Hasil survey pendahuluan didapatkan jumlah lanjut usia tertinggi pada tahun 2012 berada di wilayah Puskesmas Kasihan II sebanyak 10.701 jiwa dengan pelayanan kesehatan sebesar 39,43% (Profil Kesehatan Kabupaten Bantul, 2013). Jumlah lanjut usia yang cukup besar berbanding dengan masalah kesehatan yang dihadapi termasuk masalah degeneratif sendi. Survey dari pihak Puskesmas Kasihan II didapatkan data bahwa prevalensi degeneratif sendi tertinggi berada di Posyandu Aster Dusun Padokan Kidul, Posyandu Flamboyan Dusun Onggobayan, dan Posyandu Menur I Dusun Jomegatan. Latar belakang masalah dan beberapa penelitian tersebut, mengarahkan peneliti untuk mengetahui pengaruh dari terapi aktivitas Senam Ergonomis terhadap penurunan skala nyeri sendi dan peningkatan kekuatan otot pada lansia dengan degeneratif sendi di wilayah kerja Puskesmas Kasihan II. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian “apakah terapi aktivitas fisik senam ergonomis dapat menurunkan skala nyeri sendi dan meningkatkan kekuatan otot pada lansia dengan degeneratif sendi ?”. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis pengaruh terapi aktifitas senam ergonomis terhadap penurunan skala nyeri sendi dan peningkatan kekuatan otot pada lansia dengan degeneratif sendi di wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul, Yogyakarta. BAHAN DAN METODE Penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif yaitu pemberian

intervensi terapi aktifitas Senam Ergonomis pada lansia dengan degeneratif sendi. Penelitian adalah studi intervensi dengan rancangan Quasy Experiment Design: Pretest-Posttest Control Group Design. Skema jalannya penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Responden : I : Lansia di Dusun Onggobayan II : Lansia di Dusun Jomegatan III : Lansia di Dusun Padokan Lor

Randomisasi Pre test : level nyeri dan kekuatan otot

I : Senam ergonomis selama 4 minggu (intervensi) II: SKJ lansia selama 4 minggu (kontrol) III: Senam di posyandu lansia setiap bulan (kontrol)

mempertimbangkan manajemen nyeri yang telah diberikan sebelumnya. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah populasi lansia yang bersedia menjadi responden dan mengalami nyeri akut atau atau nyeri kronis pada persendian, berusia <75 tahun dikarenakan dari hasil survey pendahuluan lansia >75 lebih rentan mengalami cidera. Pengkajian Randomisasi skala nyeri ini berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan skala numeric (numeric rating scale). Sedangkan, kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah lansia dengan degeneratif sendi yang memiliki penyakit jantung, mengalami fraktur, atau sakit berat dan harus dirawat di Rumah Sakit. lansia yang mengalami sesak nafas saat beraktivitas juga termasuk dalam kriteria ini. Penelitian menggunakan tiga kelompok, yaitu kelompok intervensi dan 2 kelompok kontrol. Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus uji hipotesis terhadap rerata dua populasi independen. (Sastroasmoro, 2011). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

n1=n2= n3 = 2 =2

Post test

2 2

= 18 orang Level nyeri menggunakan instrumen VAS

Skor kekuatan otot (dorongan dan tarikan) menggunakan alat dynamometer

Populasi pada penelitian adalah lansia yang mengalami degeneratif sendi. Berdasarkan data tahun 2012 di wilayah Puskesmas Kasihan II serta dari hasil survey pendahuluan jumlah lansia dengan degeneratif sendi di wilayah Puskesmas Kasihan II berjumlah 698 orang. Jumlah ini adalah keseluruhan jumlah lansia lakilaki maupun perempuan tanpa

Jumlah sampel pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol berjumlah 54 orang yang perlu dilakukan validasi ulang. Kriteria drop out pada penelitian ini adalah lansia dengan degeneratif sendi yang meninggal saat periode intervensi dan lansia degeneratif sendi yang pindah tempat tinggal di luar Kabupaten Bantul. Teknik pengambilan sampel dari populasi menggunakan purposive sampling dan teknik penentuan untuk setiap kelompok (randomisasi) menggunakan random assignment. Pada saat kegiatan penelitian terdapat beberapa peserta yang drop out karena tidak mengikuti kegiatan senam secara rutin.

Skema pengambilan sampel dapat dilihat pada skema dibawah ini. Populasi lansia : 698 orang

Intervensi : 18 orang Dropout : 1 lansia Intervensi : 17 orang

Kontrol 1: 18 orang Dropout : 1 lansia Kontrol 1: 17 orang

Kontrol 2 : 18 orang Dropout : 4 lansia Kontrol 2 : 14 orang

Variabel dalam penelitian adalah intervensi senam ergonomis pada lansia degeneratif sendi dan tingkat nyeri sendi serta kekuatan otot pada lansia. Senam ergonomis adalah terapi aktivitas fisik berupa senam yang diilhami dari gerakan sholat. Terapi ini dilakukan 2x seminggu selama 1 bulan pada lansia yang mengalami nyeri sendi dan akan dilakukan langsung oleh peneliti. Neri sendi adalah manifestasi dari degeneratif sendi yang diukur dengan skala nyeri numeric (Numeric Rating Scale). Kekuatan otot adalah pengukuran kekuatan statis otot, yaitu kekuatan ekstensi punggung dan ekstensi tungkai (back and leg dynamometer), kekuatan dorong dan tarik bahu (pull and push dynamometer), kekuatan genggaman tangan (handgrip dynamometer). Pengukuran skala nyeri menggunakan NRS (Numeric Rating Scale, Perry & Potter, 2005) dengan cara wawancara dengan sampel dan kekuatan otot menggunakan alat dynamometer. Modul kegiatan “Bebas Beraktifitas dengan Terapi SERGO” membantu peneliti dalam memberikan intervensi.

Pada penelitian ini, analisis data dilakukan dengan membandingkan keadaan sebelum dan sesudah perlakuan. Selain itu dilakukan juga perbandingan antara kedua kelompok (intervensi dan kontrol). Kemudian dilihat perbedaan selisih penurunan skala nyeri dan kekuatan otot sebelum dilakukan kegiatan senam ergonomis dan setelah dilakukan senam ergonomis dan juga melihat penurunan nyeri pada kedua kelompok. Analisis data ini menggunakan uji statistik dengan t test yang memiliki tingkat kepercayaan 95%. Uji t digunakan apabila terdapat dua sampel kuantitatif dalam skala nominal dan rasio serta digunakan untuk melihat perbedaannya (Nursalam, 2011). Selain uji t, peneliti juga menggunakan uji parametrik yaitu uji Wilcoxon dan uji Mann whitney. Data diolah menggunakan aplikasi SPSS. HASIL Penelitian ini dilakukan pada awal Bulan April sampai awal Bulan Mei selama 4 minggu di wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul. Analisis data yang digunakan meliputi analisis univariat dan analisis bivariat yang dideskripsikan berikut ini : 1. Hasil Uji Statistik Berdasarkan Distribusi Karakteristik Sampel

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin dan Pekerjaan pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Sergo SKJ Senam lansia No Karakteristik P value N % N % N % 1. Jenis Kelamin 0,11 Laki-laki 4 23,5 5 29,4 4 28,6 Perempuan 13 76,5 12 70,6 10 71,4 2. Pekerjaan 0,29 Bekerja 8 47,1 10 58,8 9 64,3 Tidak bekerja 9 52,9 7 41,2 5 35,7 3. Usia 0,97 65,47±5,27 65,18±3,76 65,71±3,83 Mean±SD Sumber: Data Primer, 2014 Karakteristik sampel dari ke tiga kelompok berdasarkan jenis kelamin, sampel perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Karakteristik pekerjaan, pada kelompok kontrol sebagian besar tidak bekerja, namun pada kelompok intervensi antara lansia yang bekerja dan tidak bekerja hampir

sama. Distribusi karakteristik usia antar kelompok hampir sama. Hasil uji beda antara kelompok memperlihatkan tidak ada beda antara kelompok sergo, kelompok SKJ dan kelompok senam lansia dengan p value > 0,05.

2. Analisis Univariat Tabel 2. Distribusi Rata-Rata Tingkat Skala Nyeri Sendi (Intervensi), SKJ Dan Senam Lansia (Kelompok Kontrol) No Kelompok Skala Nyeri Mean± SD 95%CI 1. Sergo Pretest 3,76±3,65 3,20, 4,36 Posttest 1,06±1,25 0,42, 1,70 2. SKJ Pretest 4,53±1,18 3,92, 5,14 Posttest 3,88±1,41 3,16, 4,61 3. Senam lansia Pretest 4,57±1,22 3,87, 5,28 Posttest 3,71±1,38 2,92, 4,51 Sumber: Data Primer, 2014 Pada kelompok intervensi dan kontrol sama-sama terlihat adanya penurunan skala nyeri, namun pada kelompok

Pada Kelompok Sergo

Min

Maks

2,00 0,00

6,00 4,00

3,00 1,00

7,00 6,00

3,00 1,00

7,00 5,00

intervensi, skala nyeri lansia menurun lebih signifikan.

Tabel 3. Distribusi Rata-Rata Kekuatan Otot Tarikan Pada Kelompok Sergo (Intervensi), SKJ Dan Senam Lansia (Kelompok Kontrol) No Kelompok Kekuatan Otot Tarikan Mean± SD 95%CI Min Maks 1. Sergo Pretest 8,06±3,65 6,18, 9,93 3,50 16,50 Posttest 9,15±3,66 7,27, 11,03 3,50 16,50 2. SKJ Pretest 5,91±2,59 4,58, 7,24 2,00 10,50 Posttest 6,12±3,11 4,52, 7,72 2,00 13,50 3. Senam lansia Pretest 5,75±2,58 4,26, 7,24 2,00 10,50 Posttest 5,54±2,93 3,84, 7,23 2,00 13,50 Hasil analisis terkait rata-rata kekuatan otot tarikan menunjukkan kekuatan otot tarikan pada kelompok kontrol memiliki rerata, nilai minimum dan nilai maksimum yang hampir,

sedangkan pada kelompok sergo rata-rata kekuatan otot tarikan adalah 8-9. Pada kelompok sergo dan SKJ terlihat adanya kenaikan namun pada senam lansia tidak terjadi kenaikan kekuatan otot tarikan.

Tabel 4. Distribusi Rata-Rata Kekuatan Otot Dorongan Pada Kelompok Sergo (Intervensi), SKJ Dan Senam Lansia (Kelompok Kontrol) No Kelompok Kekuatan Otot Dorongan Mean± SD 95%CI Min Maks 1. Sergo Pretest 10,68±3,86 8,69, 12,66 4,50 21,00 Posttest 12,00±3,65 10,12, 13,88 5,00 20,00 2. SKJ Pretest 7,24±2,76 5,82, 8,66 2,00 11,50 Posttest 7,11±2,65 5,76, 8,48 2,00 11,50 3. Senam lansia Pretest 7,04±2,58 4,26, 7,24 2,00 10,50 Posttest 6,61±2,50 5,17, 8,05 2,00 10,50 Sumber: Data Primer, 2014 Hasil analisis terkait rata-rata kekuatan otot dorongan menunjukkan kekuatan otot dorongan pada kelompok kontrol memiliki rerata, nilai minimum dan nilai maksimum yang hampir,

sedangkan pada kelompok sergo rata-rata kekuatan otot dorongan adalah 10-12. Pada ketiga kelompok terlihat adanya kenaikan kekuatan otot dorongan.

3. Analisis Bivariat Sebelum dilakukan uji hipotesis, dilakukan uji normalitas dari variabel dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 5. Test Normalitas Variabel Kekuatan Otot Dorongan, Tarikan Dan Skala Nyeri Pada Kelompok Sergo (Intervensi), SKJ Dan Senam Lansia (Kelompok Kontrol) Variabel Kelompok Sergo - Pre-test tarikan otot - Pre-test dorongan otot - Post-test tarikan otot - Post-test dorongan otot - Pre-test skala nyeri - Post-test skala nyeri Kelompok SKJ - Pre-test tarikan otot - Pre-test dorongan otot - Post-test tarikan otot - Post-test dorongan otot - Pre-test skala nyeri - Post-test skala nyeri Kelompok Senam Lansia - Pre-test tarikan otot - Pre-test dorongan otot - Post-test tarikan otot - Post-test dorongan otot - Pre-test skala nyeri - Post-test skala nyeri Uji normalitas kekuatan otot menunjukkan data normal, sehingga uji bivariat yang digunakan adalah uji t untuk mengetahui masing-masing perbandingan pre-test dan post-test. Uji normalitas untuk

Shapiro-Wilk Statistic df Sig 0,919 0,933 0,934 0,975 0,930 0,816

17 17 17 17 17 17

0,143 0,244 0,251 0,898 0,219 0,003

0,931 0,971 0,917 0,969 0,828 0,895

17 17 17 17 17 17

0,229 0,834 0,133 0,792 0,005 0,057

0,946 0,980 0,878 0,950 0,853 0,847

14 14 14 14 14 14

0,505 0,976 0,055 0,564 0,025 0,020

skala nyeri memperlihatkan distribusi data tidak normal sehingga menggunakan uji non parametrik yaitu Wilcoxon dan MannWhitney Test.

Tabel 6. Analisis Wilcoxon Test Skala Nyeri Pada Kelompok Sergo (Intervensi), SKJ Dan Senam Lansia (Kelompok Kontrol) Wilcoxon-test Variabel Mean Rank Z P Value Kelompok Sergo - Pre-Post test skala nyeri 9,00 -3,65 0,0001 Kelompok SKJ - Pre-Post test skala nyeri 5,88 -2,07 0,039 Kelompok Senam Lansia - Pre-Post test skala nyeri 5,19 -2,34 0,020 Hasil analisis Wilcoxon Test skala nyeri menunjukkan terjadi penurunan skala nyeri pada ke tiga kelompok dengan P Value < 0,05.

Tabel 7. Analisis Paired T-Test Kekuatan Otot Dorongan Dan Tarikan Pada Kelompok Sergo (Intervensi), SKJ Dan Senam Lansia (Kelompok Kontrol) Paired t-test Variabel Mean±SD t P Value Kelompok Sergo - Pre-post test tarikan otot -1,09±0,91 -4,96 0,00001 - Pre-post test dorongan otot -1,32±1,40 -3,89 0,001 Kelompok SKJ - Pre-post test tarikan otot -0,21±1,75 -0,49 0,634 - Pre-post test dorongan otot 0,12±1,27 0,38 0,707 Kelompok Senam Lansia - Pre-post test tarikan otot 0,21±1,64 0,49 0,633 - Pre-post test dorongan otot 0,43±1,14 1,41 0,183 Hasil analisis Paired T-Test kekuatan otot dorongan dan tarikan menunjukkan terjadi peningkatan kekuatan otot tarikan dan dorongan pada kelompok senam ergonomis dengan P

Value < 0,05, sedangkan pada kelompok SKJ dan senam lansia tidak terjadi peningkatan kekuatan otot baik pada kekuatan tarikan maupun dorongan.

Tabel 8. Analisis Mann-Whitney Test Skala Nyeri Pada Kelompok Sergo (Intervensi), SKJ Dan Senam Lansia (Kelompok Kontrol) Mann-Whitney test Variabel Mean Rank Z P Value Skala nyeri 31,60, 11,56 -4,83 0,0001 Hasil analisis Mann-Whitney Test skala nyeri menunjukkan terdapat perbedaan pada ke tiga kelompok dengan

P Value < 0,05. Hal ini menunjukkan senam ergonomis dapat menurunkan nyeri.

Tabel 9. Analisis Independent T-Test Kekuatan Otot Dorongan Dan Tarikan Pada Kelompok Sergo (Intervensi), SKJ Dan Senam Lansia (Kelompok Kontrol) Independent t-test Variabel Mean Diff t P Value Kekuatan otot tarikan 3,29 3,37 0,002 Kekuatan otot dorongan 5,11 5,69 0,00001 Hasil analisis Independent T-Test kekuatan otot dorongan dan tarikan menunjukkan terdapat perbedaan pada ke tiga kelompok dengan P Value < 0,05. Hal PEMBAHASAN 1. Karakteristik Sampel Penelitian ini dilakukan pada April – Mei 2014. Pada awal penelitian sampel berjumlah 54 orang lansia dengan pembagian 18 orang setiap kelompok,

ini menunjukkan senam ergonomis dapat meningkatkan kekuatan otot baik tarikan maupun dorongan. namun karena sampel mengalami drop out jumlah sampel menjadi 50 orang yang terbagi dalam kelompok kontrol 1 berjumlah 17 orang, kontrol 2 berjumlah 14 orang dan intervensi berjumlah 17 orang. Rata-rata usia sampel pada penelitian ini adalah 65 tahun. Usia 65

tahun termasuk salah satu faktor yang menyebabkan munculnya masalah persendian akibat perubahan fisiologis lanjut usia adalah usia (Sulaiman, 2013). Karakteristik responden perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki, baik pada kelompok kontrol maupun intervensi. Hal tersebut didukung oleh penelitian Sugiura & Demura (2012) yang menyebutkan bahwa prevalensi nyeri sendi terutama pada degeneratif sendi terutama arthiris lebih sering dialami perempuan daripada laki-laki. Hal ini juga diperkutan dengan data demografi dimana jumlah lanjut usia berjenis kelamin perempuan lebih besar dibandingkan dikarenakan usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki-laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa). Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di Indonesia sebenarnya tidak lain adalah permasalahan yang lebih didominasi oleh perempuan (BPS, 2013). Selain itu perempuan rentan terkena osteoarthritis yang diakibatkan oleh penurunan hormone esterogen saat menopause, hormon tersebut berperan dalam hilangnya massa tulang yang berakibat menimbulkan sensasi nyeri sendi pada lanjut usia (Lukman & Ningsih, 2011). Karakteristik pekerjaan lanjut usia mayoritas adalah tidak bekerja yaitu Ibu Rumah Tangga (IRT) pada kedua kelompok. Menurut data Badan Statistik, rata-rata lanjut usia sudah purna tugas dan lebih sering menjalankan aktivitas dalam pekerjaan rumah tangga. Aktivitas yang terbatas ini dapat merujuk pada terjadinya berkurangnya cairan sinovial. Sinovial sendi yang berkurang akan menyebabkan nyeri dan kekakuan dibagian persendian (Sudoyo, 2006). Hasil uji beda karakteristik responden menunjukkan tidak ada beda antara kelompok sergo, kelompok SKJ dan kelompok posyandu lansia. Hasil analisis ini menunjukkan ketiga kelompok homogen. Homogenitas kelompok

dimungkinkan karena lansia berasal dari lingkungan dengan karakteristik yang sama yaitu berada di wilayah rural (pedesaan) dan berada di bawah pembinaan Puskesmas Kasihan II. 2. Analisis Univariat Pada kelompok intervensi dan kontrol sama-sama terlihat adanya penurunan skala nyeri, namun pada kelompok intervensi, skala nyeri lansia menurun lebih signifikan. Kedua kelompok tersebut mengalami penurunan yang kemungkinan adanya perilaku yang dapat mempengaruhi penurunan skala nyeri sendi. Nyeri yang dirasakan masih dalam skala ringan dan sedang karena nyeri yang diakibatkan oleh arthritis masih dapat dikontrol (Masyurrosyidi, 2012). Dalam jurnalnya, Ayu (2012) menjelaskan bahwa rata-rata nyeri sendi lansia yang mengalami nyeri lutut berkisar antara skala 1-6. Range skala nyeri sendi tersebut sama dengan range skala nyeri dalam penelitian yang peneliti lakukan yaitu dengan rata-rata 3-4. Nyeri sendi pada lansia hampir terjadi pada semua lansia terutama akibat degenerasi persendian dan tulang (Wahida & Khusniyah, 2012). Pada lansia terjadi penurunan fungsi sistem muskuloskeletal yang diakibatkan adanya perubahan pada kolagen, dampak dari perubahan ini adalah berkurangnya fleksibilitas sendi. Selain itu terjadi pula erosi pada kapsul persendian yang menyebabkan penurunan luas pergerakan sendi dan menyebabkan nyeri (Azizah, 2011). Fox et al (2004) menambahkan bahwa penurunan fungsi pada bagian musculoskeletal yang diakibatkan karena pertambahan usia ini merupakan penyakit sendi degeneratif dan keluhan umum yang terjadi adalah nyeri serta kekakuan sendi. Hasil analisis terkait rata-rata kekuatan otot tarikan menunjukkan kekuatan otot tarikan pada kelompok kontrol memiliki rerata, nilai minimum dan nilai maksimum yang hampir,

sedangkan pada kelompok sergo rata-rata kekuatan otot tarikan adalah 8-9. Pada kelompok kontrol kekuatan otot tarikan lansia adalah 5-6 dengan peningkatan hanya 1-2. Hal yang sama terjadi pada kekuatan otot dorongan. Penelitian Ambartana (2010) menyatakan rata-rata nilai kekuatan otot relatif lansia umur 6074 tahun yaitu 3,87-4,01. Hal ini di akibatkan terjadinya perubahan muskuloskeletal terkait usia pada lansia termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan, dan kekakuan sendi-sendi. Perubahan pada tulang,otot dan sendi mengakibatkan terjadinya perubahan penampilan, kelemahan, dan lambatnya pergerakan yang menyertai penuaan (Stanley dan Beare, 2006). 3. Analisis Bivariat Berdasarkan uji analisis bivariat kelompok kontrol dan intervensi dengan analisis Wilcoxon menunjukkan bahwa P value pre-test dan post-test kelompok SKJ adalah 0.039, kelompok senam lansia 0,020 sedangkan P value pre-test dan post-test pada kelompok intervensi adalah 0.0001, ketiganya menunjukkan P value ≤0.05, sehingga hasil penelitian pada ketiga kelompok, kontrol dan intervensi menunjukkan adanya penurunan nyeri. Handono dan Richard (2013) menyatakan bahwa beberapa lansia mencari tenaga kesehatan saat mengalami nyeri hebat dan berespon terhadap nyeri dengan menggunakan obat-obatan di resepkan. Rasa nyeri yang sering lansia rasakan ini sangat mengganggu aktivitas sehari-hari karena rasa nyeri yang sangat mengganggu seringkali lansia mencari pengobatan sendiri. Faktorfaktor lain yang mempengaruhi nyeri sendi pada lansia antara lain tingkat pendidikan, BMI, dan aktivitas. Tingkat pendidikan akan berpengaruh dalam pemahaman terhadap

pengetahuan yang diperoleh. Lansia dengan tingkat pendidikan yang rendah lebih beresiko mengalami nyeri arthritis (Jhun et al, 2013). Pengetahuan berperan penting dalam peningkatan derajat kesehatan pada lanjut usia, termasuk kaitannya dengan arthritis hal ini akan mempengaruhi lansia dalam tatalaksana manajemen arthritis (Afriyanti, 2009). Body Mass Index (BMI) berpengaruh terhadap nyeri sendi akibat arthritis, BMI yang overweight akan meningkatkan gejala arthritis termasuk sensasi nyeri sendi. Hal ini terjadi karena beban tumpuan lebih berat sehingga meningkatkan beban gesekan pada persendian (Wang et al, 2009). Faktor lain yaitu aktivitas atau latihan fisik yang akan melatih tubuh bergerak sehingga dapat memberikan dampak dalam produksi cairan sendi sinovial yang berfungsi sebagai pelumas dan mencegah gesekan pada persendian yang dapat mengakibatkan nyeri. Aktivitas juga akan mengaktifkan system imun dan mencegah terjadinya peradangan pada sendi yang memiliki salah satu tanda dan gejala berupa nyeri sendi (Robbins et al, 2009). Gerakan dalam Senam Ergonomis termasuk dalam gerakan Non Weight Bearing karena gerakan yang dilakukan sederhana, singkat, dan tidak menggunakan beban sehingga dapat dilakukan dalam jangka waktu singkat (Griwijono & Sidik, 2012). Senam Ergonomis dilakukan selama 8 kali pertemuan dalam 4 minggu. Penelitian deskriptif Iversen et al, (2013) menjelaskan bahwa latihan aktivitas dengan intensitas sedang dapat dilakukan rutin 2 kali dalam seminggu untuk menurunkan nyeri pada persendian. Menurut Ayu (2012) 15 orang lansia yang mengalami nyeri sendi efektif mengalami penurunan setelah dilakukan senam lansia dalam waktu 15-45 menit selama 6 hari berturut-turut. Peungsuwan et al (2014) menyatakan sebaliknya, bahwa latihan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri

Osteoarthritis akan efektif jika dilakukan dalam jangka waktu lama yaitu selama 2 bulan. Wang et al (2009) juga mengatakan bahwa dengan 40 responden latihan aktivitas berupa Tai Chi dalam waktu 60 menit efektif dilakukan selama 2 kali dalam 12 minggu. Aktivitas fisik berupa senam akan mengurangi sensasi nyeri pada persendian. Penelitian sebelumnya Bennell et al (2012) menjelaskan aktivitas fisik dapat meningkatkan kualitas hidup penderita arthritis. Selain itu, aktivitas fisik akan memberikan efek yang positif pada kekuatan otot dan fungsinya, serta mood pada lansia. Aktivitas fisik dapat berupa senam lansia, yang terbukti dapat menurunkan nyeri sendi, sebesar 86.7 % responden memiliki skala nyeri sendi 0 dan sebesar 13.33% responden memiliki skala nyeri sendi 1 setelah dilakukan intervensi berupa senam lansia (Ayu, 2012). Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Sulaiman (2013) yang menyatakan bahwa ada pengaruh senam terhadap nyeri arthritis pada lanjut usia. Penelitian Ayu dan Sulaiman berbeda dengan penelitian Fatkuriyah (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara kelompok kontrol dan intervensi setelah dilakukan senam rematik dalam menurunkan skala nyeri sendi. Fatkuriyah menjelaskan bahwa kemungkinan terdapat beberapa faktor yang berkontribusi dalam ketidakberhasilan penelitiannya antara lain pola makan, pola aktivitas, kualitas, dan kuantitas senam rematik. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode terapi aktivitas berupa Senam Ergonomis terhadap penurunan skala nyeri sendi lanjut usia antara kedua kelompok diperoleh P value sebesar 0.0001 dan nilai Z -4,83 maka terdapat pengaruh terhadap penurunan skala nyeri sendi setelah diberikan intervensi Senam Ergonomis selama 8x pertemuan. Hasil analisis Paired T-Test kekuatan otot dorongan dan tarikan

menunjukkan terjadi peningkatan kekuatan otot tarikan dan dorongan pada kelompok senam ergonomis dengan P Value < 0,05, sedangkan pada kelompok SKJ dan senam lansia tidak terjadi peningkatan kekuatan otot baik pada kekuatan tarikan maupun dorongan. Hasil analisis Independent T-Test kekuatan otot dorongan dan tarikan menunjukkan terdapat perbedaan pada ke tiga kelompok dengan P Value < 0,05. Hal ini menunjukkan senam ergonomis dapat meningkatkan kekuatan otot baik tarikan maupun dorongan. Senam ergonomis atau aktivitas fisik dapat merangsang meningkatkan aktivasi dari kimiawi neuromuskular dan muskuler. Rangsangan yang di bawa oleh sel saraf dan serabut otot menyebabkan keluarnya ion Ca mengikat molekul dari filamen-filamen kecil memungkinkan terjadinya interaksi aktin dan miosin dalam sarkomer sehingga mengakibatkan filamen kecil bergeser maka terjadilah kontraksi dari miofibril dan serabut otot. Mekanisme melalui muskuler Otot membutuhkan energi saat berkontraksi menyebabkan terjadinya proses metabolisme oksidatif seluler sehingga terbentuk Adenosin Trifosfat (ATP) yang digunakan sebagai energi saat otot berkontraksi. Energi yang di perlukan otot berbeda-beda akan meningkat selama aktivitas fisik. Untuk menjaga fungsi dan kekuatannya otot harus selalu dilatih. Bila otot beruang-ulang mencapai tegangan maksimum atau mendekati maksimum dalam waktu yang lama dan teratur akan menyebabkan irisan melintang otot akan membesar sehingga dapat meningkatakan massa otot dan kekuatan otot (Sherwood,2011;Brunner dan Suddarth,2001). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kekuatan otot pada lansia antara lain aktivitas fisik, obesitas, dan cedera otot. Aktivitas fisik yang intensif dan sering dilakukan dapat mempertahankan kekuatan otot pada

lansia. Obesitas pada lansia dapat mempengaruhi mobilitas dan kekuatan otot,obesitas menjadi faktor predisposisi bagi lansia untuk mengalami ketidak stabilan ligamen terutama pada daerah punggung bagian bawah dan sendi-sendi lain yang menahan berat tubuh. Cedera otot dapat menyebabkan imobilisasi sehingga menyebabkan kehilangan massa dan kekuatan otot (Brunner dan Suddarth, 2001;Stanley dan Beare, 2006). Aktivitas fisik berupa senam yang dapat meningkatkan kekuatan otot pada lansia. Penelitian sebelumnya Safa’ah (2013) menjelaskan menjelaskan pengaruh latihan range of motion yang diakukan secara teratur dapat meningkatkan kekuatan otot pada lansia,pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan checklist dan lembar observasi yang dilakukan selama 3 bulan. Penelitian Jahagirdar (2010) melakukan intervensi EMG-biofeedback dan bola latihan selama 12 minggu untuk meningkatkan morbilitas, kekuatan otot dan fungsionalitas. Pada penelitian ini terdapat beberapa peningkatan yang signifikan untuk kekuatan otot otot-tibialis anterior,kekuatan otot paha, dalam studi ini pelatihan tibialis menyebabkan kekuatan yang efektif memadai. Penelitian Kawanabe et al (2007) tentang pengaruh latihan getaran tubuh (WBV) dan latihan penguatan otot yang dilakukan dengan durasi 4 menit dapat memperoleh profil hormonal dan neuromuskular meningkatkan kinerja respon segera setalah latihan terjadinya ookulasi pembuluh darah sehingga merangsang hormon pertumbuhan testoteron yang berperan dalam proses anabolitik tindakan otot. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode terapi aktivitas berupa senam ergonomis terhadap peningkatan kekuatan otot pada lansia antara kedua kelompok dengan mengukur kekuatan otot dengan Push and pull dynamometer dengan hasil P Value yang

signifikan maka terdapat pengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot baik tarikan maupun dorongan pada lansia setelah diberikan intervensi senam ergonomis selama 8x pertemuan. SIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dikemukakan beberapa kesimpulan dengan uraian sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh terapi aktifitas senam ergonomis terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia dengan degeneratif sendi dengan nilai P value 0.000 (P value < 0,05). 2. Terdapat pengaruh terapi aktifitas senam ergonomis terhadap peningkatan kekuatan otot tarikan pada lansia dengan degeneratif sendi dengan nilai P value 0.002 (P value < 0,05). 3. Terdapat pengaruh terapi aktifitas senam ergonomis terhadap peningkatan kekuatan otot dorongan pada lansia dengan degeneratif sendi dengan nilai P value 0.0001 (P value < 0,05). SARAN Perlu adanya program yang melatih aktivitas fisik lansia yang berupa senam sehingga dapat dijadikan penunjang dalam menurunkan nyeri sendi degeneratif sendi pada lansia. Lansia juga harus berperan aktif dan mandiri dalam upaya meningkatkan derajat kesehatannya. KEPUSTAKAAN Abikusno. Turana, & Santika. (2013). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Ahmad Nasrrulloh. (2009). Pengaruh Latihan Circuit Weight Training Terhadap Kekuatan dan Daya Tahan Otot. Universitas Negeri Yogyakarta.

Dari staff.uny.ac.id/..../Medikora%20April %202012%20_Ahmad%20Nasrull diakses 25 Desember 2013 A.

Ayu

Lynn Millar. (2013). Program Olahraga : Atritis Panduan untuk Gerakan yang Bebas Nyeri. Klaten : PT Intan Sejati & Warsito. (2012). Pemberian Intervensi Senam Lansia Pada Lansia Dengan Nyeri Lutut. Jurnal Nursing Student. Vol. 1

A.Aziz, Alimul Hidayah. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu Badan Pusat Statistik. (2012). Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin dalam Angka Yogyakarta. Yogyakarta Bret H. Goodpaster,Seok Won Park, Tamara B. Harris, Steven B. Kritchevsky, Michael Nevitt, Ann V. Schwartz., et al. (2006). The Loss of Skeletal Muscle Strength, Mass, and Quality in Older Adults: The Health, Aging and Body Composition Study. Journals Gerontology. Dari http://biomedgerontology.oxforjourna ls.org/content diakses 25 Desember 2013 Campbell and Stanley. (1963). Experimental and Quasy Experimental Design for Research. Boston: Houghton Mifflin Company Cooney, Law, Matschke, Lemmey, Moore, Ahmad., et al. (2011).

Benefits of Exercise in Rheumatoid Arthritis. SAGE-Hindawi Access to Research Darmojo. (2009). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Darmojo. (2011). Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Daud. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Eds. IV Jilid II. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Depkes. (2013). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Pusat Data Kesehatan Depkes. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Kesehatan Olahraga di Puskesmas. Jakarta. Dari http://perpustakaan.depkes.go.id/ diakses 25 Desember 2013 Dinas Kesehatan Bantul. (2013). Profil Kesehatan Kabupaten Bantul. Departemen Kesehatan Kabupaten Bantul Dinas Kesehatan DIY. (2012). Profil Kesehatan Penduduk Indonesia. Departemen Kesehatan Provinsi DIY Diayana.(2007). Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Kesegaran Jasmani pada Santriawan Pasantren “Ali Maksum” Krapyak Yogyakarta.KTI strata satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

Efendi dan Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika Fahmi. (2010). Pengaruh Senam Ergonomis pada Penderita DM Tipe 2 terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa dan Kadar Glukosa 2 Jam Postprandial. Skripsi Strata Satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.Yogyakarta Flachenecker. (2012). Autoimmune diseases and rehabilitation. Autoimmunity Reviews. 219–225. Fox, Taylor, Yazdany. (2004). Arthritis for Dummies 2nd Edition. Canada: Wiley Publising Fukumoto et al. (2014). Effects of highvelocity resistance training on muscle function, muscle properties, and physical performance in individuals with hip osteoarthritis: a randomized controlled trial. Clinical Rehabilitation. Diakses tanggal 4 Februari 2014 pukul 20:02 WIB Graham R.B. (2013). “The Purpose of Pain Scales.” Diakses 30 Desember 2013 dari http://www.intelihealth.com/article/t he-purpose-of-pain-scales. Giriwijoyo Santosa dan Sidik Zafar Dikdik. (2012). Ilmu Kesehatan Olahraga.Bandung: PT Remaja Rosdakarya Haryanto Budi.(2006). Profil Kekuatan Atlet Pelatihan Jangka Panjang (PJP) Jawa Tengah Cabang Olahraga Angkat Besi/Angkat Berat dan Binaraga PON XVII dari Tahun 2005-2006.Skripsi Strata satu, Universitas Negeri Semarang. Semarang. Dari

http://lib.unnes.ac.id/1477/1/2329.pdf diakses 25 Desember 2013 Hawari .(2001). Sejahtera Di Usia Lanjut. Jakarta : EGC Iversen & Bawerman. (2013). Recommendations and the state of the evidence for physical activity interventions for adults with rheumatoid arthritis: 2007 to present. NIH Public Access. 489– 503 Jahagirdar Shriharsh.(2010).Training Eldery For Mobility and Strength Using Emg-Biofeedback and Swiss Ball/Peanut Ball Exercises. The Indian Journal of Occupational Therapy. Dari medind.nic.in/iba/t10/i1/ibat10i1p17. pdf diakses 28 juni 2014 Kaye,

Baluch, Scott. (2010). Pain Management in the Elderly Population: A Review. The Ochsner Journal. 10:179–187

Kazuhiro Kawanabe, Akira Kawashima, Issei Sashimoto,Tsuyoshi Takeda,Yoshihiro Sato dan Jun Iwamoto.(2007). Effect of WholeBody Vibration Exercise and Muscle Strengthening, Balance, and Walking Exercise on Walking Ability in the Elderly. Departement Of Sport Medice. Dari www.vibratech.co.il/_.../034.vibration -exercise-muscle-strengthening diakses 21 Juni 2014 Kementerian Kesehatan RI. (2013). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Diakses pada 19 November 2013. Kipkorir. (2011). Knowledge And Attitudes Of Nurses Towards Pain Management Among The Elderly: A

Case Study Of Registered Nurses From The Local Healthcare Centers, Kokkola. Central Ostrobothnia University Kushariyadi. (2011) . Asuhan Keperawatan pada Klien Usia Lanjut. Jakarta: Salemba Medika Lukman & Ningsih. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika Messaurina. (2007). Pengaruh Senam Lansia terhadap fleksibilitas Sendi dan kekuatan Otot pada Wanita Lanjut Usia di Kota Yogyakarta. KTI strata satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Permana. (2011). dengan judul Pengaruh Terapi Latihan Fisik terhadap Intensitas Nyeri Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Yogyakarta. Skripsi Strata Satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.Yogyakarta Potter & Perry. (2010). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Prince & Wilson. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Eds. 6 Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Puspitasari. (2008). Pengaruh Olah Raga Senam terhadap tingkat Nyeri Saat Menstruasi pada Siswi Kelas IX di SMP N 2 Nanggulan Kulon Progo. Skripsi Strata Satu, Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta.

Rastogi & Meek. (2013). Management of chronic pain in elderly, frail patients: finding a suitable, personalized method of control. Dove Medical Press Ltd, 37:46 Robbins. (2012). Intisari Patologi. Tangerang: Binarupa Aksara Safa’ah. .(2013).Pengaruh Latihan Range of Motion Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia (Pasuruan) Kec. Babat Kab Lamongan. Dari www.kopertis7.go.id/uploadjurnal diakses 28 juni 2014 Sagiran. (2012). Mukjizat Gerakan Shalat. Jakarta: Qultum Media Sastroasmoro, dkk. (2011). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto Setiawan, dkk. (2013). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2012. JakartaIndonesia: Badan Pusat Statistik Setyawan. (2012). Efektivitas Krim Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale Linn. var. rubrum) terhadap Intensitas Nyeri Sendi pada Lansia. Skripsi Stara Satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. Sherwood L. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Slamet Sudarsono. (2011). Penyusunan Program Pelatihan Berbeban untuk Meningkatkan Kekuatan. Jurnal Ilmiah Spirit, ISSN Vol. 11. Dari

ejournal.utp.ac.id/index.php/JIS/article/vie w/35/33 diakses 23 November 2013

Smaltzer S.C., Bare B.G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Penerjemah : Andry Hartono, H.Y. Kuncara, Elyana S.L.S., dan Agung Waluyo. Jakarta : EGC Stanley & Beare. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Suddarth dan Brunner.(2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Sudoyo W Aru, dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Cetakan Kedua.Jakarta: Pusat Penerbitan Departement Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sugiura dan Demura. (2012). The Effects of Knee Joint Pain and Disorders on Knee Extension Strength and Walking Ability in the Female Elderly. Japan: Kanazawa University. Diakses pada 1 Juni 2014. Syaifuddin. (2009). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Potter dan Perry.(2010). Fundamental Keperawatan Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika Wang et al. (2009). Tai Chi is Effective in Treating Knee Osteoarthritis: A Randomized Controlled Trial. Manuscript Wojtek J. Chodzko-Zajko, Ph.D., David N. Proctor, Ph.D., Maria A. Fiatarone Singh, M.D.; Christopher T. Minson,

Ph.D., FACSM; Claudio R. Nigg, Ph.D. et.al. (2009). Exercise and Physical Activity for Older Adults. Journal Gerontology.Dari http://fitnessresearch.edu.au/files/pap ers/articles/810b5f378b.pdf diakses 1 januari 2014 Wratsongko. (2010). Shalat Jadi Obat. Jakarta: Elex Media Komputindo