Orang yang selalu memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan disebut

Sejak kecil, orangtua dan guru kita mungkin sudah sering mengajarkan kita untuk bersikap ringan tangan terhadap orang lain. Sebagai makhluk sosial, kita memang gak bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Ada masa saat kita butuh bantuan orang lain, namun ada juga waktunya dimana kita perlu memberikan bantuan kepada orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin sudah sering membantu orang, misalnya menolong tetangga yang akan pindah rumah, memberi sedekah, membantu orang tua bekerja, dan lain sebagainya. 

Namun, apakah semua pertolongan itu sudah kita berikan dengan ikhlas? Ketika menolong orang lain, perasaan ikhlas harus ada di dalam diri kita agar semuanya berkah. Tapi di samping itu, apakah kamu tahu kalau menolong orang lain dengan ikhlas juga membawa keuntungan bagi diri kita sendiri?

Berikut ini merupakan lima hal baik yang bisa kita peroleh bila kita ikhlas saat menolong orang lain.

Pixabay.com/id/RobinHiggins

Dengan menolong orang lain secara ikhlas, hati kita akan menjadi lebih tenang dan pikiran pun menjadi lebih positif. Hal ini pada akhirnya dapat mendatangkan kebahagiaan bagi kita. Saat menolong orang, otak kita akan memproduksi hormon dopamin, yaitu hormon yang menghasilkan perasaan bahagia. Hormon ini juga bisa meyakinkan kita bahwa menolong dan berbagi merupakan kegiatan yang positif. 

Selain itu, saat menolong orang lain dengan ikhlas, tubuh kita juga menghasilkan hormon oksitosin yang dapat mengurangi stres dan mengembangkan rasa percaya diri kita dalam berinteraksi dengan orang lain.

Dengan pikiran yang tenang, fisik kita pun menjadi lebih sehat. Gak hanya itu, ketenangan dan ketenteraman tersebut juga tentunya akan memungkinkan kita untuk menjadi pribadi yang lebih produktif dan mampu menghasilkan berbagai prestasi cemerlang.

Baca Juga: 5 Dampak Buruk jika Kamu Terlalu Ekspresif di Depan Orang Lain!

Pexels.com/Christina Morillo

Ketika kita menolong orang lain dengan ikhlas, kita dapat memberikan pertolongan tersebut secara maksimal sehingga orang lain pun dapat terbantu dengan maksimal. Karena itu, orang yang kita tolong tentu akan lebih senang ditolong oleh orang yang ikhlas dibandingkan dibantu dengan orang yang gak ikhlas memberikan pertolongan.

Keikhlasan kita saat menolong orang lain seringkali dapat 'dirasakan' oleh orang yang kita tolong, sehingga hal ini dapat berdampak pada terjalinnya hubungan baik antara si penolong dan orang yang ditolong. Sekecil apapun hal yang kita berikan kepada orang lain, orang tersebut akan senang dan mengingatnya.

Jika kita menjadi orang yang baik dan membiasakan diri untuk selalu menebarkan kebaikan dimana pun kita berada, maka otomatis orang lain pun akan berlaku baik kepada kita. Demikian juga saat kita menolong orang lain dengan ikhlas, orang yang kita tolong tersebut juga akan berlaku baik kepada kita. Bahkan ketika suatu saat nanti kita dalam kondisi membutuhkan bantuan, orang lain akan cenderung lebih mudah ringan tangan kepada kita.

Thewoodeneffect.com

Orang yang ikhlas memberikan pertolongan kepada orang lain gak akan pernah meminta pamrih atau balas jasa dari orang yang ditolongnya. Mereka hanya ingin sekadar menolong dan gak ada niat lain selain itu. Sikap seperti ini baik karena mencegah kita dari rasa kecewa.

Sebaliknya, orang yang gak ikhlas menolong orang lain umumnya akan meminta pamrih dari orang lain. Hal ini dapat berujung pada kekecewaan, misalnya bila ternyata orang yang kita tolong gak mau menolong kita balik saat kita sedang membutuhkan bantuan.

Karena itu, ikhlaslah saat menolong orang lain dan jangan bereskspektasi apapun dari orang yang kita tolong. Ingatlah bahwa Tuhanlah yang akan memberikan ganjaran pahala untuk kita.

Pexels.com/Andrea Piacquadio

Saat kita membiasakan diri membantu orang lain dengan ikhlas, sebenarnya kita sedang membangun karakter diri yang positif. Menolong dan berbagi akan membantu mengasah kepedulian sosial dan rasa kepekaan kita. Kita pun gak akan berpikir panjang ketika ada orang yang memang menurut kita pantas untuk ditolong.

Selain itu, dengan ikhlas menolong orang lain, kita pun akan menjadi pribadi yang lebih mudah bersyukur. Misalnya, hanya dengan menyedekahkan sebagian kecil uang yang kita miliki untuk diberikan ke orang yang kurang mampu, kita pun jadi tahu kalau ternyata masih ada orang yang bernasib kurang beruntung. Kita akan lebih mensyukuri apa yang sudah kita miliki sekarang.

Kepribadian yang baik pada akhirnya dapat membuat kita memiliki citra yang positif di mata orang lain. Meski begitu, jangan sampai orang lain malah 'memanfaatkan' citra kita sebagai 'sang penolong'. Kita tetap harus selektif terhadap apa-apa yang perlu atau pantas untuk kita tolong dan gak perlu ditolong.

Baca Juga: 6 Sikap Bijak untuk Menolong Teman dari Toxic Relationship

Baca Artikel Selengkapnya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Pernahkah kamu bertemu dengan seseorang yang baik sekali bahkan terlihat seperti “ibu peri”? Iya, dia selalu dengan senang hati membantu orang lain, berbagi sesuatu, bahkan mendahulukan urusan orang lain layaknya seorang peri. Ketika menulis ini, aku juga membayangkan seorang temanku di kelas yang selalu bersedia menolong siapapun yang membutuhkan bantuannya, melihat perilakunya yang senang menolong, membuatku mengingat salah satu istilah dalam psikologi yang membahas tentang perilaku menolong ini, yaitu Altruisme.

Kamu pernah mendengar istilah tersebut? Di beberapa artikel altruisme disebut sebagai lawan kata egois. Benarkah begitu? Egois seperti yang kita tahu merupakan sifat seseorang yang lebih mementingkan diri sendiri dan tidak peduli dengan sekitarnya, lalu apa itu altruisme? Apakah altruisme merupakan sifat seseorang yang lebih mementingkan orang lain dibandingkan dirinya sendiri? Dan mengapa orang melakukan hal tersebut? Yuk kita bahas sama-sama.

Apa Itu Altruisme?

Altruisme adalah istilah modern dari kata Empati, kata ini pertama kali diciptakan oleh seorang filsuf yang bernama Auguste Comte. Kata ini berasal dari bahasa Perancis yaitu Autrui atau yang dalam bahasa Latin disebut Alteri yang memiliki arti orang lain. Yap! Dari sini bisa dilihat bahwa kata ini menggambarkan orang lain sebagai fokus utama. Dimana altruisme ini berarti suatu perilaku yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain, perilaku ini diperkuat dengan keinginan serta tekad yang dimiliki untuk mencapai tujuan mensejahterakan orang lain. Tentu menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa mereka lebih mementingkan orang lain dibandingkan dirinya sendiri? Apa yang mereka dapatkan dari perilakunya ini? Terlebih yang kita ketahui adalah orang yang memiliki perilaku altruisme murni menolong orang lain karena keinginan untuk membantu dan bukan karena merasa bahwa hal tersebut merupakan sebuah kewajibannya, atau karena alasan tertentu bahkan altruisme juga dikenal sebagai perilaku yang dilakukan tanpa pamrih atau tanpa mengharapkan imbalan tertentu.


Altruisme bisa jadi merupakan sebuah keadaan pikiran sesaat saja, atau bahkan perilaku ini dapat tumbuh menjadi cara atau value hidup seseorang. Pada intinya adalah altruisme merupakan keadaan pikiran yang baik hati dan didorong oleh perasaan prihatin terhadap orang lain. Kepedulian yang dimilikinya untuk mensejahterakan orang lain, dalam beberapa kasus tertentu, ditemukan bahwa perilaku ini dapat membahayakan kesejahteraan dan kesehatan diri sendiri. Tentu kita tahu bahwa hal yang berlebihan pasti tidak akan memberikan dampak yang baik bagi diri kita, begitu pula dengan perilaku altruisme yang berlebihan. Mengapa seseorang bisa begitu mementingkan orang lain dibandingkan dirinya sendiri?

Mengapa seseorang selalu berbuat baik?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita akan membahasnya melalui beberapa aspek yang membuat seseorang bisa berbuat baik terhadap orang lain bahkan menomor duakan dirinya.

Respon Otak

Ternyata, ketika seseorang menolong orang lain atau melakukan perilaku altruisme, otak kita akan memberikan respon yang membuat kita merasa bahagia, karena perilaku ini sangat mempengaruhi afeksi kita. Untuk itu area otak yang aktif ketika menolong orang lain adalah amigdala dan korteks prefrontal. Area otak ini bertanggung jawab untuk mengatur emosi yang dimiliki oleh manusia. Ketika seseorang melakukan perilaku altruisme maka bagian otak ini akan memunculkan perasaan euforia atau disebut helper’s high dan mengaktifkan pusat reward di otak. Hal ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli neurobiologi yang menemukan bahwa ketika seseorang berperilaku altruisme akan membuat pusat kesenangan di otak menjadi aktif. Respon otak ini membuat mereka merasa bahagia hingga “ketagihan” ketika membantu orang lain.

Lingkungan

Sebuah studi yang dilakukan di Stanford University menunjukkan bahwa interaksi dan hubungan dengan orang lain memiliki pengaruh yang besar pada perilaku altruisme. Ternyata hal ini adalah sesuatu yang telah banyak diperdebatkan oleh para peneliti khususnya psikolog, mereka mempertanyakan apakah seseorang dapat terlahir dengan kecenderungan untuk menolong orang lain, namun sebuah studi menemukan bahwa lingkungan sosial memiliki pengaruh yang besar pada perilaku altruisme pada anak-anak. Anak-anak akan mengamati tindakan menolong dan menirunya. Meniru perilaku altruisme dapat mendorong seseorang melakukan hal serupa terlebih pada anak-anak yang memang mudah sekali meniru perilaku orang lain

Norma Sosial

Salah satu hal penting yang juga dapat mempengaruhi munculnya perilaku altruisme pada seseorang adalah norma, aturan, dan ekspektasi masyarakat sekitar. Manusia akan cenderung merasa gak enak, atau merasa “harus” membantu orang lain jika orang tersebut sudah melakukan sesuatu untuknya, ini merupakan contoh dari norma timbal balik. Perasaan ini yang ternyata dapat memunculkan keinginan untuk menolong orang lain. Namun perlu disadari juga bahwa altruisme merupakan perilaku yang dilakukan tanpa pamrih atau mengharapkan sesuatu, jika hal tersebut dilakukan karena adanya perasaan tidak enak, kamu bisa coba menonton video dibawah ini

Imbalan secara Kognitif

Sebelumnya sudah disebutkan bahwa perilaku altruisme merupakan perilaku menolong orang lain tanpa imbalan atau tanpa mengharapkan apapun. Tapi ada yang namanya imbalan secara kognitif. Imbalan ini berupa pandangan kita terhadap diri kita sendiri setelah membantu orang lain. Kita akan memandang diri kita sebagai orang yang baik dan berempati, dan tentunya ini akan memberikan perasaan yang nyaman untuk diri kita sendiri. Imbalan ini pun berkaitan dengan respon otak yang muncul ketika kita menolong orang lain.

Altruisme ini erat kaitanya dengan sesuatu yang banyak banget terjadi saat ini di sekitar kita, yaitu sulitnya mengatakan “tidak” atau yang biasa dikenal people pleaser. Apakah kamu juga termasuk seseorang yang selalu berkata “ya” kepada orang lain? Mungkin ketika membaca artikel ini kamu juga membayangkan dirimu yang selalu berusaha untuk menolong orang lain, atau yang selalu bersedia ketika ada teman yang meminta sesuatu padamu.


Namun, apakah yang kamu lakukan betul-betul murni karena ingin membantu dan membuat perasaanmu nyaman ketika melakukannya? Atau mungkin kamu hanya merasa tidak enak, takut dijauhi, takut tidak disukai, menginginkan pengakuan, sehingga ketika melakukannya membuat dirimu merasa tidak nyaman?

Kamu perlu menyadari dulu hal ini, apakah yang kamu lakukan benar-benar perilaku altruisme atau hanya karena kamu adalah people pleaser.
Tentunya, menjadi people pleaser bukanlah hal yang baik untuk dirimu, perilaku menolong yang seharusnya memberikan rasa nyaman, bahagia, malah membuatmu merasa tidak berdaya bahkan dapat mempengaruhi kesehatan mental.

Jadi, kenali dulu apa yang sebenarnya kamu rasakan, tidak ada yang salah ketika kita memang selalu ingin membantu orang lain atau berbuat baik kepada orang-orang disekitar kita, namun kamu tetap harus memperhatikan diri sendiri juga ya, jangan sampai kita malah tidak berbuat baik pada diri kita sendiri.

Kalau kamu merasa sulit berbuat baik kepada diri sendiri, kamu bisa mencoba layanan mentoring di Satu Persen. Untuk informasi lebih lanjut, kamu bisa mengklik banner di bawah ini. Kalau kamu belum yakin, kamu bisa ikut tes konsultasi dulu ya.

Okey, sekian dari aku hari ini. Terima kasih kamu sudah membaca artikel ini, semoga apa yang aku tulis dapat memberikan pencerahan dan pandangan baru tentang perilaku menolong atau altruisme ini.

Jangan lupa terus ikuti informasi-informasi menarik lainnya dari Satu Persen melalui Instagram di @satupersenofficial, suscribe channel Youtube Satu Persen, dan Blog Satu Persen untuk baca artikel menarik lainnya yang akan membantumu untuk berproses dan bertumbuh, setidaknya Satu Persen setiap harinya! Sampai ketemu di artikel berikutnya, thank you!


Referensi

Burton, N. (Mar 27, 2012). Does true altruism exist?. Retrieved on Oct 26, 2020 from //www.psychologytoday.com/us/blog/hide-and-seek/201203/does-true-altruism-exist

Cherry, K. (Feb 08, 2020). How Psychologist Explain Altruistic Helpful Behaviour. Retrieved on Oct 26, 2020 from //www.verywellmind.com/what-is-altruism-2794828

Brethel-Haurwitz, K & Marsh, A. (May 08, 2017) Why is it so hard to be Altruistic. Retrived on Oct 26, 2020 from //www.psychologytoday.com/us/blog/goodness-sake/201705/why-is-it-so-hard-be-altruistic

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA