Nikah siri dengan wali hakim apakah sah

- Meski lebih beresiko di kemudian hari dibandingkan nikah resmi ke KUA, tapi nikah siri masih banyak dilakukan masyarakat. Malah, ada saja yang mengakali dengan berbagai cara agar nikah siri bisa terlaksana. Salah satunya wali nikah asli tapi palsu (aspal) alias 'jadi-jadian'.

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate. Berikut pertanyaan lengkapnya:

Pagi detik's Advocate

Usia saya 34 tahun dan saya adalah janda mati tanpa anak. Saya berencana nikah siri dengan seorang laki-laki lajang.

Namun keluarga besar saya tidak setuju, termasuk saudara saya. Malah, wali nikah saya (paman saya karena ayah saya sudah meninggal) juga tidak setuju. Karena semua anggota keluarga tidak setuju, saya berniat mencari orang yang berpura-pura menjadi wali saya.

Lalu bagaimana hukumnya kalau saya tetap nikah siri?

Terima Kasih

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaannya. Sebelumnya kami berharap masalah saudari segera terselesaikan.

Sebelum menjawab masalah nikah siri, perlu dipahami bahwa secara hukum pernikahan sah bila dilakukan menurut agama dan kepercayaan yang dianut. Dasar hukumnya adalah Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan:

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Namun secara hukum, perkawinan tersebut harus dilaporkan ke negara dan dicatat menurut peraturan perundang- undangan. Dasar hukumnya adalah Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan :

Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pencatatan nikah diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan:

(1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat ditempat perkawinan akan dilangsungkan.
(2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.
(3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala Daerah.

Pelanggaran atas ketentuan pencatatan ini dapat dikenakan sanksi pidana denda sebagaimana diatur dalam Pasal 45 Ayat (1) yang menyatakan:

(1) Kecuali apabila ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka barang siapa yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 3, 10 ayat (3), 40 Peraturan Pemerintah ini dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp.7.500,-(tujuh ribu lima ratus rupiah).

Berdasarkan ketentuan pencatatan nikah tersebut, nikah siri tidak diakui secara hukum dan dapat dikenai sanksi pidana. Nikah siri tidak diakui secara hukum karena tidak dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena tidak dicatat maka dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

Oleh karena itu, agar dapat diakui secara hukum dan terhindar dari sanksi pidana denda, diharapkan saudari agar mencatatkan pernikahannya.

Lihat juga Video: MUI Jelaskan Pernikahan Siri Lesti Kejora-Rizky Billar Bukan Pembohongan Publik

[Gambas:Video 20detik]

Pertanyaan 1:

saya telah menikah dengan suami saya secara siri dan yang menikahkan kami adalah wali hakim. Sah kah pernikahan saya dengan suami saya ustad…?

Email: chint******[email protected]

Pertanyaan 2:

saya dengan dia nikah sirih tanpa wali orang tua laki2 , walinya wali hakim dan saksi 2 orang teman saya, karna orang tuanya tidak setuju dengan saya, bagaimana menurut pandangan pak ustadz apakah sah atau tidak pernikahan saya ini!

Email : ron******[email protected]

Pertanyaan 3:

Status kakak saya janda dari suami yg ke-4, kemudian dia menikah lg dg mantan suami yg ke-3 secara siri dengan wali hakim tanpa sepengetahuan saya sebagai walinya yg sah, mengingat bapak dan paman saya telah meninggal dunia.

chol****@gmail.com

Komentar konsultasisyariah.com

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Ada beberapa pertanyaan yang mampir di meja redaksi konsultasisyariah.com yang kasusnya seperti di atas. Kami sebutkan dua saja, dan semoga itu sudah mewakili.

Pertanyaan ini menggambarkan bagaimana pemahaman sebagian masyarakat di tempat kita tentang apa itu wali hakim? Dan siapa yang berhak disebut wali hakim?. Agar kita bisa memahami lebih baik, kami utarakan secara bertahap sebagai berikut,

Pertama, wali nikah merupakan rukun dalam akad nikah

Keberadaan wali merupakan rukun dalam akad pernikahan. Karena itu, tidak sah menikah tanpa wali. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan kesimpulan, ini, diantaranya,

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ

“Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali.” (HR. Abu Daud 1785, Turmudzi 1101, dan Ibnu Majah 1870).

Dari Aisyah radhiallahu anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ

“Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal. (HR. Ahmad 24205, Abu Daud 2083, Turmudzi 1021, dan yang lainnya).

Dan keberadaan wali dalam akad nikah, merupakan salah satu pembeda antara nikah yang sah dengan transaksi prostitusi. Dalam transaksi zina, seorang WTS menikahkan dirinya sendiri tanpa wali, sementara harga bercinta dengannya menjadi mahar baginya.

Kedua, tidak semua orang menjadi wali.

Allah menghargai hubungan kekeluargaan manusia. Karena itu, kelurga lebih berhak untuk mengatur dari pada orang lain yang bukan kerabat. Allah berfirman,

وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Anfal: 75)

Bagian dari hak ’mengatur’ itu adalah hak perwalian. Karena itu, kerabat lebih berhak menjadi wali dibandingkan yang bukan kerabat. Lebih dari itu, kerabat yang berhak menjadi wali juga ada urutannya. Sehingga orang yang lebih dekat dengan wanita, dia lebih berhak untuk menjadi wali bagi si wanita itu.

Urutan kerabat ayah yang berhak menjadi wali nikah, dijelaskan Al-Buhuti berikut,

ويقدم أبو المرأة الحرة في إنكاحها لأنه أكمل نظرا وأشد شفقة ثم وصيه فيه أي في النكاح لقيامه مقامه ثم جدها لأب وإن علا الأقرب فالأقرب لأن له إيلادا وتعصيبا فأشبه الأب ثم ابنها ثم بنوه وإن نزلوا الأقرب فالأقرب

Lebih didahulukan bapak si wanita (pengantin putri) untuk menikahkannya. Karena bapak adalah orang yang paling paham dan paling menyayangi putrinya. Setelah itu, penerima wasiat dari bapaknya (mewakili bapaknya), karena posisinya sebagaimana bapaknya. Setelah itu, kakek dari bapak ke atas, dengan mendahulukan yang paling dekat, karena wanita ini masih keturunannya, dalam posisi ini (kakek) disamakan dengan bapaknya. Setelah kakek adalah anak si wanita (jika janda), kemudian cucunya, dan seterusnya ke bawah, dengan mendahulukan yang paling dekat. (Ar-Raudhul Murbi’, hal. 1/100)

Dan tidak boleh kerabat yang lebih jauh menjadi wali nikah sementara masiha ada kerabat yang lebih dekat. Karena semacam ini sama halnya dengan merampas hak perwalian, sehingga nikahnya tidak sah.

Al-Buhuti mengatakan,

وإن زوج الأبعد أو زوج أجنبي ولو حاكما من غير عذر للأقرب لم يصح النكاح لعدم الولاية من العاقد عليها مع وجود مستحقها

Jika wali yang lebih jauh menikahkannya, atau orang lain menjadi walinya, meskipun dia hakim (pejabat KUA), sementara tidak ada izin dari wali yang lebih dekat maka nikahnya tidak sah, karena tidak perwalian ketika proses akad, sementara orang yang lebih berhak (untuk jadi wali) masih ada.” (Ar-Raudhul Murbi’, 1/10)

Ketiga, kapan wali hakim berperan?

Dalam hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإِنْ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ

Jika terjadi sengketa antara mereka, maka penguasa menjadi wali untuk orang yang tidak memiliki wali. (HR. Ahmad 24205, Abu Daud 2083, Turmudzi 1021, dan yang lainnya).

Dr. Ahmad Rayan mengatakan,

إن للسلطان دورًا في التزويج, ولكنه يأتي بعد الولاية الخاصة

”Penguasa punya hak untuk menikahkan, namun setelah tidak adanya wali khusus (kerabat).” (Fiqih Usroh, hlm. 115).

Berdasarkan hadis dan keterangan di atas, maka penguasa, dalam hal ini pejabat negara yang bertugas mengurusi pernikahan, berhak menjadi wali nikah, jika wali khusus, yaitu kerabat tidak ada yang memenuhi syarat.

Sebagai contoh, anak dari hasil hubungan zina tidak memiliki bapak nasab. Bapak biologis bukanlah bapaknya. Karena itu, tidak boleh dinasabkan ke bapak biologisnya. Dengan demikian, dia tidak memiliki keluarga dari pihak bapak. Siapakah wali nikahnya? Jika pengantin wanita tidak memiliki anak, wali nikahnya adalah hakim.

Selanjunya, Siapa Wali Hakim?

Dalam hadis A’isyah di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut wali hakim dengan Sulthan [arab: السُّلْطَانُ], yang artinya penguasa.

Ibnu Qudamah mengatakan,

السلطان في ولاية النكاح هو الإمام أو الحاكم أو من فوضا إليه ذلك

Sulthon dalam perwalian nikah adalah pemimpin, hakim atau orang yang dipasrahi untuk menangani masalah pernikahan. (al-Mughni, 7/17).

Di negara kita, pemerintah telah membentuk KUA sebagai petugas resmi yang menangani masalah pernikahan. Sehingga dalam hal ini, pejabat resmi KUA merupakan hakim yang berhak menjadi wali pernikahan, ketika wali kerabat tidak ada, atau terjadi sengketa.

Dengan demikian, siapapun yang TIDAK berstatus sebagai pejabat resmi KUA atau yang sepadan dengannya dalam hirarki pemerintahan, dia tidak bisa disebut sebagai wali hakim.

Kiyai, Ustad, guru ngaji, apalagi teman, tidak bisa disebut wali hakim. Termasuk juga pejabat KUA yang datang atas nama pribadi, bukan atas nama instansi, TIDAK bisa disebut sebagai wali hakim. Karena yang berstatus sebagai wali hakim adalah pejabat terkait yang datang resmi atas nama LEMBAGA dan BUKAN atas nama PRIBADI.

Jika mereka tetap nekat mengajukan diri menjadi wali, maka statusnya wali gadungan dan tidak sah menjadi wali. Dengan demikian, pernikahan yang dilakukan adalah pernikahan tanpa wali dan itu statusnya tidak sah.

Pertanyaan yang Unik

Berdasarkan keterangan di atas, seseorang TIDAK mungkin bisa menikah dengan wali hakim, kecuali pernikahan yang resmi dan tercatat. Artinya, TIDAK mungkin ada orang yang melakukan nikah siri dengan wali hakim.

Karena itu, ada bagian yang unik dari pertanyaan di atas, yaitu kalimat, ”nikah sirih dengan wali hakim”. Ini kalimat yang bertentangan, karena yang namanya nikah siri pasti tidak tercatat, dan tidak mungkin dilakukan dengan wali hakim.

Sehingga bisa dipastikan, wali hakim yang disebutkan dalam pertanyaan BUKAN petugas resmi KUA, atau dengan kata lain wali gadungan.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!

KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK

🔍 Hukum Qurban Online, Hukum Nifas, Rahasia Air Mani Untuk Wanita Jatuh Hati, Minta Maaf Kepada Suami, Keadaan Di Alam Kubur, Hantu Islam

Nikah siri dengan wali hakim apakah sah

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28

Apakah nikah siri boleh pakai wali hakim?

Tata Cara Nikah Siri Pihak pengantin perempuan tidak dapat menunjuk wali hakim jika wali nikah yang sah masih hidup. Tata cara nikah siri terbilang lebih sederhana daripada pernikahan resmi pada umumnya. Hal pertama yang perlu dilakukan ialah meminta izin kepada wali nikah yang sah dari pihak perempuan.

Syarat sah nikah dengan wali hakim?

Wali hakim dan syaratnya Wali nasab tidak ada; Walinya adhal yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah. Walinya tidak diketahui keberadaannya didasarkan atas surat pernyataan bermaterai dari calon pengantin, disaksikan oleh dua orang saksi, dan diketahui oleh Kepala Desa atau Lurah setempat.

Hukum nikah siri tanpa wali dari pihak wanita?

Menurut jumhur ulama , hukum nikah siri tanpa wali adalah tidak sah. Sebab, poin ini termasuk dalam rukun akad yang harus dipenuhi oleh calon pengantin. Jika rukun tersebut tidak terpenuhi, pernikahannya menjadi batal.

Nikah siri apakah membutuhkan wali?

Untuk syarat nikah siri tanpa wali bisa dilakukan, dengan tata cara nikah siri tanpa wali yaitu sudah mendapatkan izin dan menunjuk kerabat atau keluarga dari calon mempelai wanita sebelum dilakukannya pernikahan.