Niat puasa untuk kesuksesan anak

Laku Spiritual untuk Anak, Pentingkah?

20 November 2012 15:10 |
Diperbarui: 24 Juni 2015 20:59

Saya sering mendengar dan menyaksikan sendiri ada orang tua yang melakukan laku spiritual bagi anaknya. Yang paling umum, adalah mendoakan bagi kebaikan dan kesuksesan anaknya. Saya rasa, semua orang tua pasti melakukannya.

Tetapi ada orang tua yang luar biasa melakukan laku spiritual bagi anaknya. Di samping rutin berdoa, banyak orang tua yang berpuasa senin-kamis, bahkan ada yang puasa tiap hari. Orang tua seperti ini rela mengorbankan kenikmatan lahiriah berlapar-lapar demi anaknya

Tak cukup puasa. Malam sunyi ketika banyak orang terlelap, ia bangun untuk shalat tahajjud. Tak lupa ia mendoakan anaknya. Kesunyian malam seperti makin menjadikannya intim dengan Tuhan. Sambil Menghaturkan doa kepada-Nya, memohon ampunan dan ridha-Nya untuk kebahagiaan, kebaikan, dan kesuksesan anaknya, di dunia maupun di akhirat kelak.

Menurut banyak cerita, dulu orang tua biasa melakukan laku spiritual, termasuk bagi anaknya. Di daerah Madura laku spiritual ini disebut atirakat. Dalam atirakat ini orang tua banyak bermunajat dengan melakukan ritual-ritual seperti shalat malam, puasa, berbagi kepada sesama dengan diniati untuk kebahagiaan dan kesuksesan anaknya. Tentu orang tua juga berharap anaknya bisa memperoleh rahmat dan ridha-Nya, menjadi orang yang teguh memegang agamanya, dan bermanfaat bagi sesamanya.

Apa Pentingnya?

Pertanyaannya sekarang, perlukah laku spiritual untuk anak? Bagi orang yang melakukan tentu perlu. Bahkan wajib. Mendidik anak, bagi mereka, tidak bisa hanya dilakukan secara lahir. Selalu ada rahasia yang tidak terjawab ketika mendidik anak hanya bertumpu pada kekuatan lahir. Seolah kita bisa meremote anak sesuai dengan harapan kita.

Seringkali kali saya dengar ketika berbincang dengan orang tua mereka bilang, tak ada rumus mendidik anak. Ungkapan ini bermakna bahwa tidak mudah mendidik anak. Tips yang cocok untuk anak A belum tentu cocok dengan B. Waktu kecil anak jujur, ketika remaja malah suka bohong. Banyak anak yang tadinya sangat baik, hidup dalam keluarga yang harmonis, dididik dengan kasih sayang yang cukup, tiba-tiba ketika remaja berubah. Singkatnya selalu membuat malu orang tuanya. Apalagi dalam era saat ini, makin berat tugas orang tua dalam mendidik anaknya.

Makanya banyak kemudian orang tua melakukan laku spiritual atau atirakat. Bermunajat kepada Allah dengan berdoa, berpuasa, shalat malam, atau selamatan [berbagi dengan sesama] dengan niat untuk kebahagiaan dan kesuksesan anaknya. Keajegan melakukan laku spiritual dalam mendidik anak sebagai bentuk pengakuan tulus bahwa tak bisa orang tua mengandalkan usaha-usaha secara manusiawi semata. Dalam mendidik anak harus diletakkan dalam kesadaran spiritual, menyerahkan kepada Sang Pemilik Petunjuk, Sang Pemilik Hidup.

Sekedar ilustrasi. Saya mendengar dari seorang teman yang pernah mewawancarai orang tua pak Mahfud MD, ketua MK yang dikenal tegas, berani, jujur dan cerdas, itu tak lepas dari doa dan laku spiritual yang selalu dilakukan orang tuanya, terutama ibunya.

Mengatakan seperti ini, bukan berarti laku spiritual menafikan usaha-usaha lahir yang dilakukan orang tua. Meski mendidik anak tidak ada rumusnya, toh tetap ada prinsip-prinsipnya. Pola asuh yang benar dalam mendidik anak pasti ada manfaatnya.

Tetapi usaha secara manusiawi tidaklah cukup. Apalagi ketika berhasil mendidik anak sontak orang tua menepuk dada sambil berkata, ini hasil saya. Sikap semacam ini adalah wujud dari hampanya sikap rendah hati atau sikap sombong yang sangat dibenci Tuhan.

Mendidik anak tidak dalam rangka untuk sukses secara duniawi semata [gelar pendidikan, pekerjaan mapan, kaya raya, status social tinggi, dsb], tetapi kesuksesan yang membahagiakan dan bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Dalam term agama, kesuksesan yang ingin kita kejar dan juga menjadi harapan bagi anak kita, adalah kesuksesan di sini dan di sana, dunia dan akhirat. Nah, bukankah laku spiritual dalam mendidik anak menjadi penting? Sayang, secara pribadi, saya seringkali melalaikannya.

Matorsakalangkong

Pulau Garam | 20 November 2012