Nama lembaga Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Tugas dan fungsinya apa?

Merdeka.com - Kekerasan dan kejahatan dapat terjadi pada siapa pun, bahkan pada anak-anak. Ketidakberdayaan anak-anak terkadang menjadikan mereka sebagai target yang mudah bagi pelaku kejahatan. Oleh karena itu, perhatian dan perlindungan dari orang tua sangat dibutuhkan.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, seharusnya keluarga atau orang tua adalah pilar penting terhadap keselamatan dan perlindungan anak. Namun sayangnya, pelaku kejahatan terhadap anak-anak terkadang juga melibatkan orang-orang terdekat seperti kerabat, tetangga, atau bahkan keluarga.

Oleh karena itu, selain peran dari orang tua dan keluarga, peran masyarakat juga tidak kalah pentingnya. Sebagai lembaga non pemerintah, Komisi Nasional Perlindungan Anak, atau disebut juga Komnas Perlindungan Anak, selama ini dikenal sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menaruh perhatian besar terhadap upaya-upaya perlindungan anak-anak Indonesia.

Komisi Nasional Perlindungan Anak adalah organisasi di Indonesia yang memiliki tujuan memantau, memajukan, dan melindungi hak setiap anak, serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran hak anak yang dilakukan oleh negara, perorangan, atau lembaga.

Perlindungan anak yang dimaksud adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Lalu, apa saja tugas dan fungsi Komnas Perlindungan Anak Indonesia?

Berikut akan kami jelaskan apa saja tugas dan fungsi Komnas Perlindungan Anak Indonesia yang wajib untuk Anda tahu.

2 dari 4 halaman

Sebelum mengulas apa saja tugas dan fungsi Komnas Perlindungan Anak Indonesia, ada baiknya kita mengenal terlebih dulu apa itu Komisi Nasional Perlindungan Anak atau Komnas Perlindungan Anak.

KPAI sendiri merupakan salah satu dari tiga institusi nasional yang mengawal dan mengawasi implementasi HAM di Indonesia (NHRI/National Human Right Institusion) bersama Komnas HAM dan Komnas Perempuan.

Dilansir dari situs resmi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pembentukan KPAI dimandatkan oleh UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pada Pasal 74 dijelaskan bahwa:

  1. Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan Hak Anak, dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen;
  2. Dalam hal diperlukan, Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah atau lembaga lainnya yang sejenis untuk mendukung pengawasan penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah.”

KPAI sendiri telah memasuki periodesasi keanggotaan yang ke-5 :

  • Periode pertama berlangsung mulai tahun 2004-2007, Ketua : Prof. Lily I. Rilantono, Sp.A., MARS dan Dr. Ir. Hj. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Si;
  • Periode kedua berlangsung pada tahun 2007-2010, Ketua : Hj. Masnah Sari, SH., M.KN dan Drs. H. Hadi Supeno, M.Si
  • Periode ketiga berlangsung pada tahun 2010-2013, Ketua : Dr. Hj. Maria Ulfah Anshor, M.Si dan Dra. Badriyah Fayumi, Lc, MA
  • Periode keempat berlangsung pada tahun 2014-2017, Ketua : Dr. H. Asrorun Ni’am Sholeh, MA
  • Periode kelima berlangsung dari tahun2017-2022, Ketua : Dr. Susanto, MA

3 dari 4 halaman

Visi:

“Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang Andal, Profesional, Inovatif, dan Berintegritas dalam Meningkatkan Sistem Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Anak Nasional yang Efektif dan Kredibel untuk mendukung tercapainya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan berkepribadian berlandaskan Gotong Royong”

Misi:

Untuk mencapai visi tersebut, KPAI telah menetapkan misi sebagai berikut:

  • Meningkatkan Sistem Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak Nasional.
  • Meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan pembangunan perlindungan anak.

4 dari 4 halaman

Pada pasal 76 dijelaskan bahwa tugas dan fungsi Komnas Perlindungan Anak Indonesia adalah:

Komnas Perlindungan Anak Indonesia bertugas untuk:

  • melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak;
  • memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak.
  • mengumpulkan data dan informasi mengenai Perlindungan Anak;
  • menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai pelanggaran Hak Anak;
  • melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran Hak Anak;
  • melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk Masyarakat di bidang Perlindungan Anak; dan
  • memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.

Berdasarkan pasal tersebut, tugas dan fungsi Komnas Perlindungan Anak Indonesia adalah untuk mengawal dan mengawasi bagaimana penerapan dan perlindungan anak yang dilakukan oleh para pemangku kewajiban perlindungan anak.

Demikian penjelasan tentang tugas dan fungsi Komnas Perlindungan Anak Indonesia beserta pengenalan tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Kita sebagai masyarakat pun diharapkan dapat berperan dan ikut membantu mengawasi dan melindungi anak-anak yang ada di sekitar kita karena mereka juga yang nantinya akan menjadi masa depan bangsa ini.

KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 181 TAHUN 1998  ( 9 OKTOBER 1998)

Keputusan Presiden No 181 tahun 1998 merupakan komitmen konkret Presiden Habibie atas kasus pemerkosaan terhadap perempuan yang sebagian adalah Etnis Tionghoa pada saat terjadi kerusuhan Mei 1998. Keputusan ini terbit setelah Presiden Habibie menerima audiensi dengan Masyarakat Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang diwakili oleh Ibu Hartarto, Ita F Nadia, Shinta Nuriyah, Saparinah Sadli, Ibu Kuraisin Sumhadi, Ibu Mayling Oey, Mely G. Tan, Kamala Chandrakirana, dan Smita Notosusanto pada 15 Juli 1998.  . Pada hari yang sama, Presiden Habibie menyampaikan permintaan maaf atas terjadinya perkosaan sistematis yang menimbulkan korban perempuan yang mayoritas berasal dari Etnis Tionghoa dalam konferensi pers. Tindak lanjut Presiden adalah pembentukan Tim Gabungan Pencarian Fakta (TGPF) untuk melakukan penyelidikan terhadap kerusuhan Mei. TiGPF melaporkan terjadinya 92 tindak kekerasan seksual yang terjadi selama kerusuhan Mei tersebut di Jakarta dan sekitarnya, Medan dan Surabaya, yang meliputi 53 tindak perkosaan dengan penganiayaan, 10 penyerangan seksual/penganiayaan, dan 15 pelecehan seksual. Mengacu  data tersebut Presiden Habibie juga meminta usulan dari Saparinah Sadli mengenai tindak lanjut kasus perkosaan sistemik tersebut. Saparinah Sadli, memberikan usulan kepada Presiden Habibie untuk membentuk Komisi Nasional yang bergerak dalam isu perempuan di Indonesia. Presiden Habibie, menyetujui pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan sebagai lembaga yang mandiri dan independen. Persetujuan pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dilegitimasi melalui Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan  terhadap Perempuan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Komnas Perempuan didirikan berdasarkan Keputusan Presiden No. 181/1998 yang kemudian diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65/2005. Berdasar Perpres tersebut mandat utama kerja-kerja Komnas Perempuan adalah:1) Melaksanakan pengkajian dan penelitian; 2) Pemantauan dan pencarian fakta serta pendokumentasian tentang segala bentuk kekerasan terhadap perempuan; 3) Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, dan yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk Kekerasan terhadap Perempuan; 4) Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia, serta perlindungan penegakan dan pemajuan hak asasi perempuan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan adalah lembaga negara yang independen untuk penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia. Komnas Perempuan dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998, pada tanggal 9 Oktober 1998, yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005.

Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar pada tragedi kekerasan seksual yang terutama dialami oleh perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia.

Komnas Perempuan tumbuh menjadi salah satu Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM), sesuai dengan kriteria-kriteria umum yang dikembangkan dalam The Paris Principles. Kiprah aktif Komnas Perempuan menjadikan lembaga ini contoh berbagai pihak dalam mengembangkan dan meneguhkan mekanisme HAM untuk pemajuan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan baik di tingkat lokal, nasional, kawasan, maupun internasional

LANDASAN KERANGKA KERJA KOMNAS PEREMPUAN:

  • Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)
  • Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam atau tidak Manusiawi (CAT)
  • Deklarasi Internasional tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, serta kebijakan-kebijakan lainnya tentang hak asasi manusia.

TUJUAN KOMNAS PEREMPUAN:

  1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia;
  2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan.

MANDAT DAN KEWENANGAN:

  1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan;
  2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan hak-hak asasi perempuan;
  3. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan;
  4. Memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, dan yudikatif, serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan HAM penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan
  5. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.

PERAN KOMNAS PEREMPUAN:

  • Pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan kondisi pemenuhan hak perempuan korban;
  • Pusat pengetahuan (resource center) tentang hak asasi perempuan;
  • Pemicu perubahan serta perumusan kebijakan;
  • Negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada pemenuhan tanggung jawab negara pada penegakan hak asasi manusia dan pada pemulihan hak-hak korban;
  • Fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

VISI

Terwujudnya bangunan dan konsensus nasional untuk pembaruan pencegahan kekerasan tehadap perempuan, perlindungan perempuan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan, dalam kerangka HAM yang peka gender dan lintas batas dengan kepemimpinan perempuan.


MISI

  1. Mendorong lahirnya kerangka kebijakan negara dan daya dukung organisasi masyarakat sipil dalam mengembangkan model sistem pemulihan yang komprehensif & inklusif bagi perempuan korban kekerasan;
  2. Membangun standard setting pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang akan digunakan oleh masyarakat, negara, dan korporasi;
  3. Memperkuat infrastruktur gerakan lintas batas untuk peningkatan kapasitas sumber daya gerakan dan penyikapan bersama, untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan;
  4. Meningkatkan dukungan negara dan masyarakat terhadap penguatan kepemimpinan perempuan di segala bidang, termasuk perlindungan bagi Perempuan Pembela HAM;
  5. Memperkuat daya tanggap, daya pengaruh dan tata kelola Komnas Perempuan, sebagai bentuk akuntabilitas mekanisme HAM khususnya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dalam upaya mendorong perlindungan dan pemajuan HAM perempuan.

NILAI DASAR

Dalam menjalankan organisasi dan kegiatannya, Komnas Perempuan berpegang pada tujuh (7) nilai dasar :

  1. kemanusiaan – bahwa setiap orang wajib dihargai sebagai manusia utuh yang memiliki harkat dan martabat yang sama tanpa kecuali.
  2. kesetaraan dan keadilan jender – bahwa relasi antara laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah setara dan segala tatanan sosial, termasuk sistem dan budaya organisasi, yang sedang diupayakan terbangun seharusnyalah menjamin tidak terjadi diskriminasi dan penindasan berdasarkan asumsi-asumsi tentang ketimpangan peranantara laki-laki dan perempuan.
  3. keberagaman – bahwa perbedaan atas dasar suku, ras, agama, kepercayaan dan budaya merupakan suatu hal yang perlu dihormati, bahkan dibanggakan, dan bahwakeberagaman yang sebesar-besarnya merupakan kekuatan dari suatu komunitas atau organisasi jika dikelola dengan baik.
  4. solidaritas – bahwa kebersamaan antara pihak-pihak yang mempunyai visi dan misi yang sama, termasuk antara aktivis dankorban, antara tingkat lokal, nasional dan internasional, serta antara organisasidari latar belakang yang berbeda-beda, merupakan sesuatu yang perlu senantiasa diciptakan, dipelihara dan dikembangkan karena tak ada satu pun pihak dapat berhasil mencapai tujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur secara sendiri-sendiri.
  5. kemandirian – bahwa posisi yang mandiri tercapai jika ada kebebasan dan kondisi yang kondusif lainnya bagi lembaga untuk bertindak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan penegakan hak-hak asasi manusia bagi kaum perempuan tanpa tekanan dan kewajiban-kewajiban yang dapat menjauhkan lembaga dari visi dan misinya.
  6. akuntabilitas – bahwa transparansi dan pertanggungjawaban kepada konstituensi dan masyarakat luas merupakan kewajiban dari setiap institusi publik yang perlu dijalankan melalui mekanisme-mekanisme yang jelas.
  7. anti kekerasan dan anti diskriminasi – bahwa, dalam proses berorganisasi, bernegosiasi dan bekerja, tidak akan terjadi tindakan-tindakan yang mengandung unsure kekerasan ataupun diskriminasi terhadap pihak mana pun.


Page 2