Mungkinkah seorang pelaku pembunuh terhindar dari hukuman qisas jelaskan

Pembunuhan adalah kejahatan tingkat tinggi dan perbuatan kejam yang tidak mengenal perikamanusiaan. Pembunuh telah merampas hak hidup korbannya dan membuat ahli warisnya menderita. Jadi yang menjadi korban bagi kejahatan ini sebenarnya bukan hanya orang yang dibunuh, tapi seluruh keluarga dan ahli warisnya jadi korban. Bayangkan, seorang suami yang isterinya dibunuh, pasti dia sangat kehilangan orang yang sangat dicintainya yang mengisi hari-harinya. Kalaupun dia nantinya menikah lagi belum tentu mendapat isteri yang seperti isterinya yang telah menjadi korban pembunuhan.

Kalau yang dibunuh seorang suami, maka isterinya akan sangat kehilangan orang yang sangat dia cintai yang menjadi belahan jiwanya dan tumpuan hidupnya. Kalau pun dia menikah lagi belum tentu mendapat suami sebaik suaminya yang telah mejadi korban pembunuhan, dan kalau dia tidak mendapat suami lagi maka dia menderita hidup menjanda seumur hidupnya. Belum lagi kalau dia punya anak-anak yang masih memerlukan biaya, maka sang isteri ini akan berjuang sendirian menjadi orang tua tunggal yang harus memenuhi kebutuhan anak-anaknya.

Begitu juga anak-anaknya, dia akan kehilangan sosok ayah atau ibu yang menjadi korban pembunuhan. Anak-anak akan menjadi yatim, bukan saja kehilangan orang yag menghidupinya akan tetapi juga akan kehilangan kasih sayang orang tua.

Begitu kejamnya  pembunuh yang telah membuat banyak orang menderita. Maka apa hukuman yang pantas bagi pembunuh? Hukum yang berlaku di negara kita adalah penjara antara 15-20 tahun, ada juga yang dipenjara seumur hidup dan ada juga yang dihukum mati. tapi kedua yang terakhir ini jarang dan yang terakhir lebih jarang lagi. Itu pun masih ada remisi-remisi dsb. sehingga pembunuh bisa keluar dari penjara kurang dari masa tahanan yang divonis pengadilan.

Adilkah hukuman penjara ini bagi korban dan ahli waris korban?  Apa yang didapat oleh keluarga korban dengan dipenjaranya pembunuh tersebut? Tidak ada, mereka tidak mendapat apa-apa. Lalu bagaimana kehidupan isteri dan anak-anaknya? Mereka harus menjalani hidup dalam penderitaan akibat ulah pembunuh yang tidak bertanggung jawab.

Kelihatannya hukum qishas ini perlu dilirik oleh pemerintah Indonesia dan dipertimbangkan untuk diberlakukan di Indonesia. Di antara sisi positif hukum qishas adalah:

1.Bisa menekan terjadinya kasus pembunuhan. Orang kalau tahu jika dia membunuh akan dipenggal lehernya, maka dia akan berfikir seribu kali untuk membunuh. Tidak seperti yang sering kita dengar dari berita sehari-hari. Hampir tiap hari kita mendengar berita pembunuhan yang kadang sebabnya sepele. Ingin harta membunuh, cemburu membunuh, habis memperkosa membunuh, apa-apa sedikit membunuh.

Qishas bukan hanya mencegah pembunuh mengulangi perbuatannya karena dia telah hengkang dari dunia ini, tapi juga mebuat orang lain takut untuk melakukan pembunuhan. Ini terlihat jelas di negara Arab Saudi yang diberlakukan hukum qishas, walaupun di sana pembunuhan masih ada, tapi tidak sebanyak negara-negara lain yang tidak memberlakukan hukum qishas.

2.Qishas bisa mengobati sakit hati dan kemarahan keluarga korban. Karena nyawa keluarganya yang dibunuh telah terbayar dengan diqishasnya pelaku, sehingga tidak terpikir lagi oleh keluarga korban untuk melakukan balas dendam.

3.Hak menuntut qishas ini dimiliki oleh ahli waris korban. Mereka berhak menuntut qishas dan berhak juga memaafkan baik dengan minta ganti rugi (diyat) atau tanpa minta ganti rugi. Ahli waris ini berhak menentukan berapa ganti rugi yang mereka minta sebagai kompensasi memaafkan pembunuh.

Diyat ini bisa menjadi ganti rugi bagi penderitaan ahli waris atas meninggalnya korban pembunuhan. Kalau korban punya anak, maka anak-anak korban tidak terlantar kehidupan maupun pendidikannya karena bisa menggunakan uang diyat tersebut.

Semoga para pengambil kebijakan di negara kita membuat aturan yang bisa menekan kejahatan pembunuhan dan memberi kadilan kepada keluarga korban.


Lihat Catatan Selengkapnya


Page 2

Pembunuhan adalah kejahatan tingkat tinggi dan perbuatan kejam yang tidak mengenal perikamanusiaan. Pembunuh telah merampas hak hidup korbannya dan membuat ahli warisnya menderita. Jadi yang menjadi korban bagi kejahatan ini sebenarnya bukan hanya orang yang dibunuh, tapi seluruh keluarga dan ahli warisnya jadi korban. Bayangkan, seorang suami yang isterinya dibunuh, pasti dia sangat kehilangan orang yang sangat dicintainya yang mengisi hari-harinya. Kalaupun dia nantinya menikah lagi belum tentu mendapat isteri yang seperti isterinya yang telah menjadi korban pembunuhan.

Kalau yang dibunuh seorang suami, maka isterinya akan sangat kehilangan orang yang sangat dia cintai yang menjadi belahan jiwanya dan tumpuan hidupnya. Kalau pun dia menikah lagi belum tentu mendapat suami sebaik suaminya yang telah mejadi korban pembunuhan, dan kalau dia tidak mendapat suami lagi maka dia menderita hidup menjanda seumur hidupnya. Belum lagi kalau dia punya anak-anak yang masih memerlukan biaya, maka sang isteri ini akan berjuang sendirian menjadi orang tua tunggal yang harus memenuhi kebutuhan anak-anaknya.

Begitu juga anak-anaknya, dia akan kehilangan sosok ayah atau ibu yang menjadi korban pembunuhan. Anak-anak akan menjadi yatim, bukan saja kehilangan orang yag menghidupinya akan tetapi juga akan kehilangan kasih sayang orang tua.

Begitu kejamnya  pembunuh yang telah membuat banyak orang menderita. Maka apa hukuman yang pantas bagi pembunuh? Hukum yang berlaku di negara kita adalah penjara antara 15-20 tahun, ada juga yang dipenjara seumur hidup dan ada juga yang dihukum mati. tapi kedua yang terakhir ini jarang dan yang terakhir lebih jarang lagi. Itu pun masih ada remisi-remisi dsb. sehingga pembunuh bisa keluar dari penjara kurang dari masa tahanan yang divonis pengadilan.

Adilkah hukuman penjara ini bagi korban dan ahli waris korban?  Apa yang didapat oleh keluarga korban dengan dipenjaranya pembunuh tersebut? Tidak ada, mereka tidak mendapat apa-apa. Lalu bagaimana kehidupan isteri dan anak-anaknya? Mereka harus menjalani hidup dalam penderitaan akibat ulah pembunuh yang tidak bertanggung jawab.

Kelihatannya hukum qishas ini perlu dilirik oleh pemerintah Indonesia dan dipertimbangkan untuk diberlakukan di Indonesia. Di antara sisi positif hukum qishas adalah:

1.Bisa menekan terjadinya kasus pembunuhan. Orang kalau tahu jika dia membunuh akan dipenggal lehernya, maka dia akan berfikir seribu kali untuk membunuh. Tidak seperti yang sering kita dengar dari berita sehari-hari. Hampir tiap hari kita mendengar berita pembunuhan yang kadang sebabnya sepele. Ingin harta membunuh, cemburu membunuh, habis memperkosa membunuh, apa-apa sedikit membunuh.

Qishas bukan hanya mencegah pembunuh mengulangi perbuatannya karena dia telah hengkang dari dunia ini, tapi juga mebuat orang lain takut untuk melakukan pembunuhan. Ini terlihat jelas di negara Arab Saudi yang diberlakukan hukum qishas, walaupun di sana pembunuhan masih ada, tapi tidak sebanyak negara-negara lain yang tidak memberlakukan hukum qishas.

2.Qishas bisa mengobati sakit hati dan kemarahan keluarga korban. Karena nyawa keluarganya yang dibunuh telah terbayar dengan diqishasnya pelaku, sehingga tidak terpikir lagi oleh keluarga korban untuk melakukan balas dendam.

3.Hak menuntut qishas ini dimiliki oleh ahli waris korban. Mereka berhak menuntut qishas dan berhak juga memaafkan baik dengan minta ganti rugi (diyat) atau tanpa minta ganti rugi. Ahli waris ini berhak menentukan berapa ganti rugi yang mereka minta sebagai kompensasi memaafkan pembunuh.

Diyat ini bisa menjadi ganti rugi bagi penderitaan ahli waris atas meninggalnya korban pembunuhan. Kalau korban punya anak, maka anak-anak korban tidak terlantar kehidupan maupun pendidikannya karena bisa menggunakan uang diyat tersebut.

Semoga para pengambil kebijakan di negara kita membuat aturan yang bisa menekan kejahatan pembunuhan dan memberi kadilan kepada keluarga korban.


Lihat Catatan Selengkapnya

Kisas atau qisas (Arab: قصاص, qishâsh) adalah istilah dalam hukum Islam yang berarti pembalasan (memberi hukuman yang setimpal), mirip dengan pepatah "utang nyawa dibayar nyawa". Dalam kasus pembunuhan, hukum kisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh.[1]

Kisas berasal dari bahasa Arab dari kata قِصَا صُ yang berarti mencari jejak seperti al-Qashâsh, sedangkan dalam istilah hukum Islam berarti pelaku kejahatan dibalas seperti perbuatannya, apabila membunuh maka dibalas dengan dibunuh dan bila memotong anggota tubuh maka dipotong juga anggota tubuhnya.[2]

Sedangkan Syekh Prof.DR. Shâlih bin Fauzân mendefinisikannya dengan: ‘al-Qishâsh adalah perbuatan (pembalasan) korban atau walinya terhadap pelaku kejahatan sama atau seperti perbuatan pelaku tadi.[3]

Orang-orang Islam mendasarkan tentang kisas ini dalam kitab sucinya yaitu Al-Qur'an, misalnya:

Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu kisas atas orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Barangsiapa mendapat maaf dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik." (Al-Baqarah 2:178)

"dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (Al-Maidah 5:45)}}

"Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian, hai orang-orang yang berakal, supaya kalian bertakwa." (Q.S Al-Baqarah:179)

Meskipun demikian, dikatakan Al-Qur'an apabila hak kisas dilepaskan oleh korban, maka itu menjadi penebus dosa bagi mereka. Keluarga korban dapat memaafkan pembunuh dan meminta penebus dalam bentuk materi.

Hikmah kisas menurut Al-Qur'an adalah untuk kelangsungan hidup manusia

"...dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa" (Al-Baqarah 2:179)

Kemudian dalam hadits-hadits berikut:

  • Dari Anas dia berkata: “ Sesungguhnya Rubayyi bintu An-Nadhr, bibi Anas, mematahkan gigi seorang wanita. Kemudian, keluarga Rubayyi itu minta maaf kepadanya. Akan tetapi, keluarga wanita itu menolaknya. Keluarga Rubayyi menawarkan denda, tetapi mereka tetap menolaknya. Kemudian, mereka datang menghadap rasulullah ﷺ , tetapi mereka tidak mau selain kisas. Lalu, Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk dikisas. Anas bin An-Nadhr berkata: “Apakah gigi seri Rubayyi akan dipecahkan ? jangan, demi Tuhan yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, janganlah dipecahkan gigi serinya. Kemudian rasulullah ﷺ bersabda: “Wahai Anas, kitabullah telah menetapkan kisas. Maka, keluarga wanita itu merelakan dan memaafkan Rubayyi. Kemudian, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah itu terdapat orang-orang yang bersumpah dengan nama Allah, dan dia akan berlaku jujur kepada-Nya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih dan susunan matannya dari riwayat Al-Bukhari).
  • “Dari Ibnu Umar dia berkata: “Seorang anak telah dibunuh secara sembunyi-sembunyi. Kemudian Umar berkata, “Seandainya penduduk Shan’a’ ikut serta dalam pembunuhan tersebut, saya akan membunuh mereka karena perbuatannya.” ( HR. Bukhari ).

Kisas dipraktikkan di negara-negara yang menganut syariat Islam seperti Arab Saudi, Iran dan Pakistan. Beberapa Negara lain menganggap kisas tidaklah relevan untuk diterapkan pada saat ini sebagaimana konsep hukum mati yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, dalam Q.S Al-Baqarah : 179 dijelaskan bahwa dalam kisas terdapat jaminan hidup bagi umat manusia karena dengan adanya kisas orang akan enggan untuk membunuh.

Kisas jarang dipraktikkan di masa jahiliah karena penyerahan pelaku pembunuhan kepada keluarga korban dianggap aib. Keluarga korban suatu kejahatan juga tidak dapat menuntut kisas kepada pelaku kejahatan jika dia orang merdeka.[4]

  1. ^ "...dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (Al-Maidah 5:45).
  2. ^ Asy-Syarhul-Mumti’ 14/34.
  3. ^ Al-Mulakhas al-Fiqh 2/476.
  4. ^ Ali, Jawwad (2019) [1956-1960]. Kurnianto, Fajar, ed. كتاب المفصل في تاريخ العرب قبل الإسلام [Sejarah Arab Sebelum Islam–Buku 5: Politik, Hukum, dan Tata Pemerintahan]. Diterjemahkan oleh Ali, Jamaluddin M.; Hendiko, Jemmy. Tangerang Selatan: PT Pustaka Alvabet. hlm. 362. ISBN 978-602-6577-28-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-08. Diakses tanggal 2020-09-27.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

  • Hadits-hadits Ahkam tentang Jinayat di Konsultasi Hukum Online.com
  • Qishosh di Almanhaj.or.id Diarsipkan 2014-10-24 di Wayback Machine.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kisas&oldid=20900271"