Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penyampaiannya ada salah kata

[caption id="" align="aligncenter" width="563" caption="Sumber: ujiansma.com"][/caption]

Kalimat "mohon maaf KALAU ada salah" yang menjadi judul tulisan ini tidak hanya disebutkan terutama di hari raya Idulfitri oleh umat muslim Indonesia, tetapi juga sering disebutkan pada akhir pidato, penutup surat, dsb.

Kenapa saya menulis kata "KALAU" dengan huruf besar semua? Karena saya ingat dulu pernah ditegur papa saya sewaktu mengucapkan kalimat tersebut.

"Mohon maaf kalau ada salah, berarti ga sadar donk kalau bersalah?" katanya saat itu.

Terus, saya harus bagaimana? Otak kecil saya menyadari bahwa yang membuat kalimat tersebut bermasalah adalah penggunaan kata "kalau". Kata "kalau" yang menurut kamus besar bahasa Indonesia online (http://kbbi.web.id/kalau) berarti (1) kata penghubung untuk menandai syarat; (2) seandainya; (3) bagi, adapun. Kata ini sering disubstitusikan dengan kata "jika" dan "apabila". Pada kamus besar bahasa Indonesia online tersebut, "jika" berarti kata penghubung untuk menandai syarat (janji); kalau (http://kbbi.web.id/jika). Sedangkan "apabila" berarti (1) jika, kalau; dan (2) kata untuk menanyakan waktu (http://kbbi.web.id/apabila). (Untuk arti "apabila" no (2) ini, saya juga baru tahu..)

Lebih lengkapnya, silakan cek sendiri yaa.. Ada contoh kalimatnya juga, lho..

Nah, kata "kalau" yang digunakan untuk menandai syarat itulah yang menyebabkan penggunaan kata "kalau" di judul tulisan ini bermasalah. Paling tidak untuk saya saat ini dan papa saya. Hal tersebut dikarenakan kalimat "mohon maaf kalau ada salah" menjadi berkesan tidak bertanggung jawab.

Selain itu, ada beberapa teman Jepang saya yang belajar bahasa Indonesia, yang menyatakan kurang sreg dengan kalimat tersebut. Alasannya? Ternyata karena mereka juga  menganggap kalimat tersebut berkesan tidak bertanggung jawab.

"Kalau minta maaf ya, sebaiknya sebutkan kesalahannya apa. Misalnya, "maaf sudah membuat anda menunggu lama", "maaf sudah merepotkan anda". Kalau memakai "kalau", kesannya ga sadar dan ga tahu salahnya di mana." kira-kira begitu komentarnya.

"Mereka kan orang asing, apa urusannya sih sama bahasa ibu kita?"

Mungkin akan ada orang yang berpikir seperti itu. Yah, perbedaan budaya adalah sebab paling logis yang dapat saya ajukan. Mereka ga ada Idulfitri. Mereka punya tradisi berkumpul bersama keluarga besar saat tahun baru atau obon yasumi. Tapi ya kumpul aja, ga pake sungkem dan maaf-maafan kaya Idulfitri (setau saya sih..)

Lalu, kalimat “mohon maaf KALAU ada salah” itu mungkin muncul karena Idulftri adalah tradisi setahun sekali, ga mungkin kan kita minta maaf sambil menyebutkan kesalahan-kesalahan kita selama satu tahun itu?

Lalu, bagaimana dengan penggunaan kalimat “mohon maaf KALAU ada salah” di akhir surat atau penutup pidato?

Yah, kesalahan itu paling tidak bisa kita bagi menjadi kesalahan yang disadari (disengaja) dan kesalahan yang tidak disadari. Untuk surat atau pidato yang penutupnya menggunakan kalimat seperti “mohon maaf KALAU ada salah”, bisa dipastikan bahwa tujuan surat atau pidato tersebut bukan untuk menyakiti orang lain. Atau, tidak untuk melakukan kesalahan pada orang lain.

Namun, banyak yang bilang yang namanya manusia itu tidak pernah luput dari kesalahan. Seseorang bisa saja menyakiti atau berbuat salah pada orang lain tanpa ada maksud demikian. Itulah kesalahan yang tidak disadari, dan oleh karena itu, muncullah kalimat “mohon maaf KALAU ada salah” tersebut.

Hal ini saya rasa juga berlaku pada penggunaan kalimat tersebut pada Idulfitri.

Tapi ya, tetap saja kalimat “mohon maaf KALAU ada salah” itu kurang sreg bagi saya. Sejak ditegur oleh papa saya itulah, saya biasanya mengganti kalimat tersebut dengan “mohon maaf ATAS kesalahan-kesalahan saya” misalnya. Dengan mengganti kata “kalau” dengan “atas”, yang bisa menunjukkan arti “sehubungan dengan” (http://kbbi.web.id/atas), dan menjamakkan kata “kesalahan”, saya rasa sudah cukup bisa mewakili permohonan maaf untuk kesalahan yang disengaja dan kesalahan yang tidak disadari tadi.

Atau kalimatnya ditambah menjadi, “mohon maaf ATAS kesalahan-kesalahan saya, baik yang disengaja maupun tidak disengaja”. Eh, tapi kenapa rasanya jadi 11-12 sama “mohon maaf KALAU ada salah”, ya?

Ah, pusing. Mohon koreksinya..

Mohon maaf lahir dan batin juga.. (dah telat sih..)

Mohon maaf juga tulisannya ngalor ngidul.. (Ternyata emang ribet kalau harus nyebutin kesalahan satu per satu, yaa..)

Hehehe

Salam


Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penyampaiannya ada salah kata

Lihat Bahasa Selengkapnya


Page 2

[caption id="" align="aligncenter" width="563" caption="Sumber: ujiansma.com"][/caption]

Kalimat "mohon maaf KALAU ada salah" yang menjadi judul tulisan ini tidak hanya disebutkan terutama di hari raya Idulfitri oleh umat muslim Indonesia, tetapi juga sering disebutkan pada akhir pidato, penutup surat, dsb.

Kenapa saya menulis kata "KALAU" dengan huruf besar semua? Karena saya ingat dulu pernah ditegur papa saya sewaktu mengucapkan kalimat tersebut.

"Mohon maaf kalau ada salah, berarti ga sadar donk kalau bersalah?" katanya saat itu.

Terus, saya harus bagaimana? Otak kecil saya menyadari bahwa yang membuat kalimat tersebut bermasalah adalah penggunaan kata "kalau". Kata "kalau" yang menurut kamus besar bahasa Indonesia online (http://kbbi.web.id/kalau) berarti (1) kata penghubung untuk menandai syarat; (2) seandainya; (3) bagi, adapun. Kata ini sering disubstitusikan dengan kata "jika" dan "apabila". Pada kamus besar bahasa Indonesia online tersebut, "jika" berarti kata penghubung untuk menandai syarat (janji); kalau (http://kbbi.web.id/jika). Sedangkan "apabila" berarti (1) jika, kalau; dan (2) kata untuk menanyakan waktu (http://kbbi.web.id/apabila). (Untuk arti "apabila" no (2) ini, saya juga baru tahu..)

Lebih lengkapnya, silakan cek sendiri yaa.. Ada contoh kalimatnya juga, lho..

Nah, kata "kalau" yang digunakan untuk menandai syarat itulah yang menyebabkan penggunaan kata "kalau" di judul tulisan ini bermasalah. Paling tidak untuk saya saat ini dan papa saya. Hal tersebut dikarenakan kalimat "mohon maaf kalau ada salah" menjadi berkesan tidak bertanggung jawab.

Selain itu, ada beberapa teman Jepang saya yang belajar bahasa Indonesia, yang menyatakan kurang sreg dengan kalimat tersebut. Alasannya? Ternyata karena mereka juga  menganggap kalimat tersebut berkesan tidak bertanggung jawab.

"Kalau minta maaf ya, sebaiknya sebutkan kesalahannya apa. Misalnya, "maaf sudah membuat anda menunggu lama", "maaf sudah merepotkan anda". Kalau memakai "kalau", kesannya ga sadar dan ga tahu salahnya di mana." kira-kira begitu komentarnya.

"Mereka kan orang asing, apa urusannya sih sama bahasa ibu kita?"

Mungkin akan ada orang yang berpikir seperti itu. Yah, perbedaan budaya adalah sebab paling logis yang dapat saya ajukan. Mereka ga ada Idulfitri. Mereka punya tradisi berkumpul bersama keluarga besar saat tahun baru atau obon yasumi. Tapi ya kumpul aja, ga pake sungkem dan maaf-maafan kaya Idulfitri (setau saya sih..)

Lalu, kalimat “mohon maaf KALAU ada salah” itu mungkin muncul karena Idulftri adalah tradisi setahun sekali, ga mungkin kan kita minta maaf sambil menyebutkan kesalahan-kesalahan kita selama satu tahun itu?

Lalu, bagaimana dengan penggunaan kalimat “mohon maaf KALAU ada salah” di akhir surat atau penutup pidato?

Yah, kesalahan itu paling tidak bisa kita bagi menjadi kesalahan yang disadari (disengaja) dan kesalahan yang tidak disadari. Untuk surat atau pidato yang penutupnya menggunakan kalimat seperti “mohon maaf KALAU ada salah”, bisa dipastikan bahwa tujuan surat atau pidato tersebut bukan untuk menyakiti orang lain. Atau, tidak untuk melakukan kesalahan pada orang lain.

Namun, banyak yang bilang yang namanya manusia itu tidak pernah luput dari kesalahan. Seseorang bisa saja menyakiti atau berbuat salah pada orang lain tanpa ada maksud demikian. Itulah kesalahan yang tidak disadari, dan oleh karena itu, muncullah kalimat “mohon maaf KALAU ada salah” tersebut.

Hal ini saya rasa juga berlaku pada penggunaan kalimat tersebut pada Idulfitri.

Tapi ya, tetap saja kalimat “mohon maaf KALAU ada salah” itu kurang sreg bagi saya. Sejak ditegur oleh papa saya itulah, saya biasanya mengganti kalimat tersebut dengan “mohon maaf ATAS kesalahan-kesalahan saya” misalnya. Dengan mengganti kata “kalau” dengan “atas”, yang bisa menunjukkan arti “sehubungan dengan” (http://kbbi.web.id/atas), dan menjamakkan kata “kesalahan”, saya rasa sudah cukup bisa mewakili permohonan maaf untuk kesalahan yang disengaja dan kesalahan yang tidak disadari tadi.

Atau kalimatnya ditambah menjadi, “mohon maaf ATAS kesalahan-kesalahan saya, baik yang disengaja maupun tidak disengaja”. Eh, tapi kenapa rasanya jadi 11-12 sama “mohon maaf KALAU ada salah”, ya?

Ah, pusing. Mohon koreksinya..

Mohon maaf lahir dan batin juga.. (dah telat sih..)

Mohon maaf juga tulisannya ngalor ngidul.. (Ternyata emang ribet kalau harus nyebutin kesalahan satu per satu, yaa..)

Hehehe

Salam


Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penyampaiannya ada salah kata

Lihat Bahasa Selengkapnya


Page 3

[caption id="" align="aligncenter" width="563" caption="Sumber: ujiansma.com"][/caption]

Kalimat "mohon maaf KALAU ada salah" yang menjadi judul tulisan ini tidak hanya disebutkan terutama di hari raya Idulfitri oleh umat muslim Indonesia, tetapi juga sering disebutkan pada akhir pidato, penutup surat, dsb.

Kenapa saya menulis kata "KALAU" dengan huruf besar semua? Karena saya ingat dulu pernah ditegur papa saya sewaktu mengucapkan kalimat tersebut.

"Mohon maaf kalau ada salah, berarti ga sadar donk kalau bersalah?" katanya saat itu.

Terus, saya harus bagaimana? Otak kecil saya menyadari bahwa yang membuat kalimat tersebut bermasalah adalah penggunaan kata "kalau". Kata "kalau" yang menurut kamus besar bahasa Indonesia online (http://kbbi.web.id/kalau) berarti (1) kata penghubung untuk menandai syarat; (2) seandainya; (3) bagi, adapun. Kata ini sering disubstitusikan dengan kata "jika" dan "apabila". Pada kamus besar bahasa Indonesia online tersebut, "jika" berarti kata penghubung untuk menandai syarat (janji); kalau (http://kbbi.web.id/jika). Sedangkan "apabila" berarti (1) jika, kalau; dan (2) kata untuk menanyakan waktu (http://kbbi.web.id/apabila). (Untuk arti "apabila" no (2) ini, saya juga baru tahu..)

Lebih lengkapnya, silakan cek sendiri yaa.. Ada contoh kalimatnya juga, lho..

Nah, kata "kalau" yang digunakan untuk menandai syarat itulah yang menyebabkan penggunaan kata "kalau" di judul tulisan ini bermasalah. Paling tidak untuk saya saat ini dan papa saya. Hal tersebut dikarenakan kalimat "mohon maaf kalau ada salah" menjadi berkesan tidak bertanggung jawab.

Selain itu, ada beberapa teman Jepang saya yang belajar bahasa Indonesia, yang menyatakan kurang sreg dengan kalimat tersebut. Alasannya? Ternyata karena mereka juga  menganggap kalimat tersebut berkesan tidak bertanggung jawab.

"Kalau minta maaf ya, sebaiknya sebutkan kesalahannya apa. Misalnya, "maaf sudah membuat anda menunggu lama", "maaf sudah merepotkan anda". Kalau memakai "kalau", kesannya ga sadar dan ga tahu salahnya di mana." kira-kira begitu komentarnya.

"Mereka kan orang asing, apa urusannya sih sama bahasa ibu kita?"

Mungkin akan ada orang yang berpikir seperti itu. Yah, perbedaan budaya adalah sebab paling logis yang dapat saya ajukan. Mereka ga ada Idulfitri. Mereka punya tradisi berkumpul bersama keluarga besar saat tahun baru atau obon yasumi. Tapi ya kumpul aja, ga pake sungkem dan maaf-maafan kaya Idulfitri (setau saya sih..)

Lalu, kalimat “mohon maaf KALAU ada salah” itu mungkin muncul karena Idulftri adalah tradisi setahun sekali, ga mungkin kan kita minta maaf sambil menyebutkan kesalahan-kesalahan kita selama satu tahun itu?

Lalu, bagaimana dengan penggunaan kalimat “mohon maaf KALAU ada salah” di akhir surat atau penutup pidato?

Yah, kesalahan itu paling tidak bisa kita bagi menjadi kesalahan yang disadari (disengaja) dan kesalahan yang tidak disadari. Untuk surat atau pidato yang penutupnya menggunakan kalimat seperti “mohon maaf KALAU ada salah”, bisa dipastikan bahwa tujuan surat atau pidato tersebut bukan untuk menyakiti orang lain. Atau, tidak untuk melakukan kesalahan pada orang lain.

Namun, banyak yang bilang yang namanya manusia itu tidak pernah luput dari kesalahan. Seseorang bisa saja menyakiti atau berbuat salah pada orang lain tanpa ada maksud demikian. Itulah kesalahan yang tidak disadari, dan oleh karena itu, muncullah kalimat “mohon maaf KALAU ada salah” tersebut.

Hal ini saya rasa juga berlaku pada penggunaan kalimat tersebut pada Idulfitri.

Tapi ya, tetap saja kalimat “mohon maaf KALAU ada salah” itu kurang sreg bagi saya. Sejak ditegur oleh papa saya itulah, saya biasanya mengganti kalimat tersebut dengan “mohon maaf ATAS kesalahan-kesalahan saya” misalnya. Dengan mengganti kata “kalau” dengan “atas”, yang bisa menunjukkan arti “sehubungan dengan” (http://kbbi.web.id/atas), dan menjamakkan kata “kesalahan”, saya rasa sudah cukup bisa mewakili permohonan maaf untuk kesalahan yang disengaja dan kesalahan yang tidak disadari tadi.

Atau kalimatnya ditambah menjadi, “mohon maaf ATAS kesalahan-kesalahan saya, baik yang disengaja maupun tidak disengaja”. Eh, tapi kenapa rasanya jadi 11-12 sama “mohon maaf KALAU ada salah”, ya?

Ah, pusing. Mohon koreksinya..

Mohon maaf lahir dan batin juga.. (dah telat sih..)

Mohon maaf juga tulisannya ngalor ngidul.. (Ternyata emang ribet kalau harus nyebutin kesalahan satu per satu, yaa..)

Hehehe

Salam


Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penyampaiannya ada salah kata

Lihat Bahasa Selengkapnya