Menyentuh kemaluan dengan kaki Apakah membatalkan wudhu

Membilas kemaluan anak menurut Mazhab Hanafi tak batalkan wudhu

REPUBLIKA.CO.ID, – Di antara perkara yang dapat membatalkan wudhu menurut sebagian mazhab fikih adalah menyentuk kemaluan. 

Dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid karya Ibnu Rusyd disebutkan, menyentuh kemaluan usai berwudhu dilihat dari kadar kondisinya. Ulama membedakan sentuhan yang terasa nikmat dan tidak. Jika terasa nikmat maka sentuhan itu membatalkan wudhu, begitu pun sebaliknya. Pendapat ini dikemukakan oleh Madzhab Imam Malik.

Ada sebagian ulama lagi yang membedakan antara menyentuh dengan sengaja dengan lupa. Mereka mewajibkan wudhu kepada orang yang menyentuh kemaluan dengan sengaja, bukan kepada orang yang memang lupa. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam Malik.

Adapun perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam menyentuh kemaluan usai berwudhu sebab adanya hadis Rasulullah SAW. 

Haditsnya berupa hadis dengan jalur sanad Busrah yang menyatakan bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: 

إذا مس أحدكم ذكره فليتوضأ "Idza massa ahadukum dzakarahu, falyatawadha’.” Yang artinya: “Apabila salah seorang di antara kalian menyentuh kemaluan, hendaklah ia berwudhu,”.

Inilah hadis yang paling masyhur di antara hadis-hadis lain yang menerangkan kewajiban berwudhu bagi orang yang menyentuh kemaluan. Hadis ini ditakhrij oleh Imam Malik dalam kitab Al-Muwatha dan haditsnya dinilai sahih 

Muncul pertanyaan apakah menyentuh kemaluan anak saat sedang mencuci najisnya itu membatalkan wudhu?  

Anggota Fatwa Darul Ifta Mesir, Syekh Dr Muhammad Abdul Sami menyampaikan penjelasan soal pertanyaan tersebut.  

Syekh Abdul Sami menuturkan, kalangan ulama madzhab Hanafi tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang membatalkan wudhu. Bagi mazhab ini, menyentuh bagian aurat dan bagian pribadi baik anak kecil atau orang lain, tidaklah membatalkan wudhu. Karena itu, Syekh Abdul Sami mengatakan, membilas kemaluan anak tidak membatalkan wudhu. 

"Kami berpendapat, Anda harus mengikuti mazhab Hanafi sehingga tidak akan menyulitkan Anda. Dengan begitu, wudhu Anda tidak batal setiap kali masuk kamar mandi untuk membilas anak," tutur dia dikutip dari laman Elbalad, Rabu (12/1). 

Syekh Abdul Sami juga menjelaskan, Mazhab Syafii memang memandang bahwa wudhu itu batal ketika menyentuh bagian aurat. "Tetapi Hanafi tidak memandang seperti itu, dan berdasarkan hal ini, pandangan Hanafi banyak diikuti," ujar dia. 

Selain itu Anggota Fatwa Darul Ifta Mesir yang lain, Syekh Ahmad Mamduh, juga memaparkan, sekalipun menyentuh hewan dan hewan tersebut najis, itu tidak membatalkan wudhu. 

"Misalnya saya sekarang dalam keadaan wudhu, lalu saya menyentuh najis, maka saya harus membersihkan bagian yang terkena najis itu. Jadi tidak semua tangan saya yang dicuci," jelasnya.

Sumber: elbalad

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Menyentuh kemaluan dengan kaki Apakah membatalkan wudhu

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan: Menyentuh kemaluan apakah membatalkan wudhu? Selamat membaca.


Pertanyaan:

Apakah membatalkan wudhu ustadz jika kita menyentuh kemaluan secara langsung namun tidak disertai syahwat? Jazakallahu khayran

(Ditanyakan oleh Santri Mahad BIAS)


Jawaban:

Alhamdulillah.

Menyentuh kemaluan tanpa pembatas membatalkan wudhu menurut mayoritas para ulama, di antaranya Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad.

Mereka berdalil tentang hal itu dengan beberapa hadits, di antaranya, sabda Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam:

Menyentuh kemaluan dengan kaki Apakah membatalkan wudhu

مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأ

“Barangsiapa menyentuh kemaluannya, maka hendaklah dia berwudu.” (HR. Abu Daud, no. 181 dan dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud)

Sebagian lain berpendapat bahwa menyentuh kemaluan tidaklah membatalkan wudhu, seperti mazhab Abu Hanifah.

Di antara sebab perbedaan tersebut di antaranya ada pada kedua hadist yang seolah dhahirnya berlawanan, disebutkan oleh Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid,”

وسبب اختلافهم في ذلك أن فيه حديثين متعارضين

” dan sebab perbedaan mereka ( para ulama) dalam masalah ini adanya dua hadis yang bertentangan…”

Di antara dua hadist tersebut adalah hadits dari Tholq bin ‘Ali di mana ada seseorang yang mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya,

مَسِسْتُ ذَكَرِى أَوِ الرَّجُلُ يَمَسُّ ذَكَرَهُ فِى الصَّلاَةِ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ قَالَ : لاَ إِنَّمَا هُوَ مِنْكَ

“Aku pernah menyentuh kemaluanku atau seseorang ada pula yang menyentuh kemaluannya ketika shalat, apakah ia diharuskan untuk wudhu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kemaluanmu itu adalah bagian darimu.” (HR. Ahmad 4/23. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Dan hadist kedua yang seolah bertentangan adalah hadits dari Buroh binti Shofwan, di mana Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersaba,”

مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Daud no. 181, An Nasa-i no. 447, dan At Tirmidzi no. 82. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Jika memandang hadits Tholq, yang disimpulkan bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu adalah hadits yang shahih, maka pendapat yang mengatakan bahwa hendaknya hukum berwudhu ketika menyentuh kemaluan hanyalah sunnah (bukan wajib).

Sehingga pendapat yang mengatakan tidak wajibnya berwudhu setelah menyentuh kemaluan, namun baik/sunnah bagi dia untuk berwudhu lagi setelah menyentuhnya, dinilai lebih tepat karena menempuh jalan pertengahan dengan mengkompromikan dalil, tanpa menghapus salah satu dalil.

Baca Juga: Hukum Wudhu dengan Air dari Gayung

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,”

وَالْأَظْهَرُ أَيْضًا أَنَّ الْوُضُوءَ مِنْ مَسِّ الذَّكَرِ مُسْتَحَبٌّ لَا وَاجِبٌ وَهَكَذَا صَرَّحَ بِهِ الْإِمَامُ أَحْمَد فِي إحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْهُ وَبِهَذَا تَجْتَمِعُ الْأَحَادِيثُ وَالْآثَارُ بِحَمْلِ الْأَمْرِ بِهِ عَلَى الِاسْتِحْبَابِ لَيْسَ فِيهِ نَسْخُ قَوْلِهِ : وَهَلْ هُوَ إلَّا بَضْعَةٌ مِنْك ؟

“Pendapat yang lebih kuat, hukum berwudhu ketika menyentuh kemaluan adalah sunnah (dianjurkan) dan bukan wajib. Hal ini ditegaskan dari salah satu pendapat Imam Ahmad. Pendapat ini telah mengkompromikan berbagai dalil sehingga dalil yang menyatakan perintah dimaksudkan dengan sunnah (dianjurkan) dan tidak perlu adanya naskh pada hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bukankah kemaluan tersebut adalah sekerat daging darimu?” (Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 21/241, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H)

Namun bila ingin lebih hati-hati, ada pendapat dari Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin -rahimahullah- bahwa menyentuh kemaluan tanpa syahwat disunnahkan (dianjurkan) untuk berwudhu, sedangkan jika dilakukan dengan syahwat diharuskan (diwajibkan) untuk berwudhu. Inilah pendapat beliau dalam Syarhul Mumthi’ dalam rangka kehati-hatian, untuk melepaskan diri dari perselisihan ulama yang ada. Beliau menjelaskan, “Bahwa seseorang ketika menyentuh kemaluannya, dianjurkan baginya berwudu secara umum, baik dengan syahwat atau tanpa syahwat. Dan kalau menyentuhnya dengan syahwat, pendapat yang mewajibkan (berwudhu lagi) adalah kuat sekali.” (Asy-Syarhul-Mumti, 1/234)

Wallahu Ta`ala a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Senin, 4 Rabiul Awal 1443 H/ 11 Oktober 2021 M


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik disini

Menyentuh kemaluan dengan kaki Apakah membatalkan wudhu

Apakah jika kaki Menyentuh Kemaluan Membatalkan wudhu?

Dan menyentuh kemaluan dengan sengaja baik itu dengan telapak tangan ataupun punggung tangan, sama halnya menyentuh kemaluan wanita dengan sengaja. Adapun ketika menyentuh dengan paha, betis atau kaki maka hal itu tidak mewajibkan wudhu.

Tidak sengaja menyentuh bulu kemaluan apakah membatalkan wudhu?

Hukum Fiqih Para ulama kemudian menetapkan dari hadits ini bahwa segala tindakan yang masuk dalam kriteria menyentuh kemaluan mengakibatkan batalnya wudhu. Baik menyentuh kemaluannya sendiri atau pun kemaluan orang lain. Baik kemaluan laki-laki maupun kemaluan wanita.