Menteri hukum dan HAM yang mengesahkan UU No. 32 Tahun 2009 bersama Presiden adalah

(2)

Merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah melakukan perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan, memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau memusnahkan daya tarik wisata sehingga berakibat berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan, dan nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912). Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and Aristic Works sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s.d. 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku.Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU peningggalan Belanda tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan paten dapat diajukan di kantor paten yang berada di Batavia ( sekarang Jakarta ), namun pemeriksaan atas permohonan paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.S. 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan semetara permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G. 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.Pada tanggal 11 Oktober 1961 pemerintah RI mengundangkan UU No. 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (UU Merek 1961) untuk menggantikan UU Merek kolonial Belanda. UU Merek 1961 yang merupakan undang-undang Indonesia pertama di bidang HKI. Berdasarkan pasal 24, UU No. 21 Th. 1961, yang berbunyi "Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Merek 1961 dan mulai berlaku satu bulan setelah undang-undang ini diundangkan". Undang-undang tersebut mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan. Saat ini, setiap tanggal 11 November yang merupakan tanggal berlakunya UU No. 21 tahun 1961 juga telah ditetapkan sebagai Hari KI Nasional.Pada tanggal 10 Mei1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris [Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967)] berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan,yaitu Pasal 1 s.d. 12, dan Pasal 28 ayat (1).Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta ( UU Hak Cipta 1982) untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui Keputusan No. 34/1986 (Tim ini lebih dikenal dengan sebutan Tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencangkup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas. Tim Keppres 34 selanjutnya membuat sejumlah terobosan, antara lain dengan mengambil inisiatif baru dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di tanah air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali RUU Paten yang telah diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah mengesahkan UU Paten.Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 7 tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan UU No. 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 dilakukan karena semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat.Menyusuli pengesahan UU No. 7 tahun 1987 Pemerintah Indonesia menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral di bidang hak cipta sebagai pelaksanaan dari UU tersebut.Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 di tetapkan pembentukan Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-undangan, Departemen Kehakiman.Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten, yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 tahun 1989 (UU Paten 1989) oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991. Pengesahan UU Paten 1989 mengakhiri perdebatan panjang tentang seberapa pentingnya sistem paten dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan UU Paten 1989, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini disebabkan karena dalam pembangunan nasional secara umum dan khususnya di sektor indusri, teknologi memiliki peranan sangat penting. Pengesahan UU Paten 1989 juga dimaksudkan untuk menarik investasi asing dan mempermudah masuknya teknologi ke dalam negeri. Namun demikian, ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan sistem KI, termasuk paten, di Indonesia tidaklah semata-mata karena tekanan dunia internasional, namun juga karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem perlindungan HKI yang efektif.Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961. Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights(Persetujuan TRIPS).Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang KI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989, dan UU Merek 1992.Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga UU baru di bidang KI, yaitu UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.Dalam upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang KI dengan Persetujuan TRIPS, pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek. Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya.


Catatan: Perubahan Nomenklatur Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menjadi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Keputusan Menteri Nomor M.HH-02.OT.01.01 Tahun 2011 tentang Penyesuaian Penggunaan Nama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Menteri hukum dan HAM yang mengesahkan UU No. 32 Tahun 2009 bersama Presiden adalah

Logo lama Kementerian Hukum dan HAM

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (disingkat Kemenkumham RI) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah tersedia di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dipimpin oleh seorang Menteri yang semenjak 27 Oktober 2014 dijabat oleh Yasonna Laoly. Kemenkumham beberapa kali merasakan pergantian nama yakni: "Departemen Kehakiman" (1945-1999), "Departemen Hukum dan Perundang-undangan" (1999-2001), "Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia" (2001-2004), "Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia" (2004-2009), dan "Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia" (2009-sekarang).

Sejarah

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pertama kali dihasilkan pada tanggal 19 Agustus 1945 dengan nama Departemen Kehakiman. Menteri Kehakiman yang pertama menjabat adalah Soepomo.[1] Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada abad pemerintahan Belanda disebut Departemen Van Justitie yaitu berdasarkan peraturan Herdeland Yudie Staatblad No.576.[2]

Dalam sidang PKKI tahun 1945 menetapkan mengenai Departemen Kehakiman dalam struktur Negara menurut UUD. Dalam UUD tadi diceritakan departemen termasuk Departemen Kehakiman yang mengurus tentang pengadilan, penjara, kejaksaan dsb-nya. Dalam sidang PPKI tersebut dihasilkan pula penetapan tentang tugas pokok masalah ruang lingkup tugas Departemen Kehakiman walaupun secara singkat sedang mengacu kepada peraturan Herdeland Yudie Staatblad No.576.[2]

Pada tanggal 1 Oktober 1945 kewenangan Departemen Kehakiman diperluas yakni Kejaksaan berdasarkan Maklumat Pemerintah tahun 1945 tanggal 1 0ktober 1945 dan Jawatan Topograpi berdasarkan Penetapan pemerintah tahun 1945 Nomor 1/S.D. Jawatan Topograpi kemudian dikeluarkan dari Departemen Kehakiman dan masuk ke Departemen Pertahanan berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 nomor 8/S.D.[1]

Ketika Departemen Agama dihasilkan pada tanggal 3 Januari 1946, Mahkamah Islam Tinggi dikeluarkan dari Departemen Kehakiman Republik Indonesia dan masuk ke Departemen Agama Republik Indonesia berdasarkan penetapan pemerintah tahun 1946 Nomor 5/S.D.[1]

Pada 22 Juli 1960, rapat kabinet memutuskan bahwa kejaksaan menjadi departemen dan keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden RI Nomor 204/1960 tertanggal 1 Agustus 1960 yang berjalan semenjak 22 Juli 1960. Semenjak itu pula, Kejaksaan RI dipisahkan dari Departemen Kehakiman. Pemisahan tersebut dilatarbelakangi rencana kejaksaan mengusut kasus yang melibatkan Menteri Kehakiman pada masa itu.[3]

Pengalihan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Besar berawal dari Undang-Undang No 35 Tahun 1999 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Pada tanggal 23 Maret 2004 Presiden Megawati mengeluarkan Keputusan Presiden RI No. 21 Tahun 2004 tentang pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dan ronde yang terkait Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara, Pengadilan Agama ke Mahkamah Besar yang kemudian ditindaklanjuti dengan serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di ronde yang terkait Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara ke Mahkamah Besar pada tanggal 31 Maret 2004.[4]

Nama Departemen Kehakiman sudah beberapa kali berganti nama karena disesuaikan dengan fungsi dari Departemen tersebut yaitu dari Departemen Kehakiman menjadi Departemen Hukum dan Perundang Undangan dan sekarang menjadi Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia.[2]

Tugas dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di ronde hukum dan hak asasi manusia dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam menerapkan tugas tersebut Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi:

  1. perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di ronde hukum dan hak asasi manusia;
  2. pengelolaan benda/barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
  3. pengawasan atas pelaksanaan tugas di ronde yang terkait Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
  4. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di daerah;
  5. pelaksanaan aktivitas teknis yang berskala nasional; dan
  6. pelaksanaan aktivitas teknis dari pusat sampai ke kawasan.

Struktur organisasi

Struktur organisasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 adalah sebagai berikut :

Kantor wilayah

Kantor wilayah (kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia merupakan instansi vertikal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang bermarkas di setiap provinsi, yang telah tersedia di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kanwil terdiri atas beberapa divisi serta sebanyak Unit Pelaksana Teknis (UPT), termasuk Kantor Imigrasi, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Lapas Buka • Lapas Narkotika, Rumah Tahanan Negara (Rutan), Cabang Rutan, Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), Balai Pemasyarakatan (Bapas), Balai Harta Peninggalan (BHP), serta Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim).

Pustaka

Lihat pula

Pranala luar

  • Website resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

edunitas.com


Page 2

Menteri hukum dan HAM yang mengesahkan UU No. 32 Tahun 2009 bersama Presiden adalah

Logo lama Kementerian Hukum dan HAM

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (disingkat Kemenkumham RI) yaitu kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah tersedia di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dipimpin oleh seorang Menteri yang semenjak 27 Oktober 2014 dijabat oleh Yasonna Laoly. Kemenkumham beberapa kali merasakan pergantian nama yakni: "Departemen Kehakiman" (1945-1999), "Departemen Hukum dan Perundang-undangan" (1999-2001), "Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia" (2001-2004), "Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia" (2004-2009), dan "Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia" (2009-sekarang).

Sejarah

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pertama kali diproduksi pada tanggal 19 Agustus 1945 dengan nama Departemen Kehakiman. Menteri Kehakiman yang pertama menjabat yaitu Soepomo.[1] Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada abad pemerintahan Belanda disebut Departemen Van Justitie yaitu berdasarkan peraturan Herdeland Yudie Staatblad No.576.[2]

Dalam sidang PKKI tahun 1945 menetapkan mengenai Departemen Kehakiman dalam struktur Negara menurut UUD. Dalam UUD tadi diceritakan departemen termasuk Departemen Kehakiman yang mengurus tentang pengadilan, penjara, kejaksaan dsb-nya. Dalam sidang PPKI tersebut diproduksi pula penetapan tentang tugas pokok masalah ruang lingkup tugas Departemen Kehakiman walaupun secara singkat sedang mengacu kepada peraturan Herdeland Yudie Staatblad No.576.[2]

Pada tanggal 1 Oktober 1945 kewenangan Departemen Kehakiman diperluas yakni Kejaksaan berdasarkan Maklumat Pemerintah tahun 1945 tanggal 1 0ktober 1945 dan Jawatan Topograpi berdasarkan Penetapan pemerintah tahun 1945 Nomor 1/S.D. Jawatan Topograpi kemudian dikeluarkan dari Departemen Kehakiman dan masuk ke Departemen Pertahanan berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 nomor 8/S.D.[1]

Ketika Departemen Agama diproduksi pada tanggal 3 Januari 1946, Mahkamah Islam Tinggi dikeluarkan dari Departemen Kehakiman Republik Indonesia dan masuk ke Departemen Agama Republik Indonesia berdasarkan penetapan pemerintah tahun 1946 Nomor 5/S.D.[1]

Pada 22 Juli 1960, rapat kabinet memutuskan bahwa kejaksaan menjadi departemen dan keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden RI Nomor 204/1960 tertanggal 1 Agustus 1960 yang berjalan semenjak 22 Juli 1960. Semenjak itu pula, Kejaksaan RI dipisahkan dari Departemen Kehakiman. Pemisahan tersebut dilatarbelakangi rencana kejaksaan mengusut kasus yang melibatkan Menteri Kehakiman pada masa itu.[3]

Pengalihan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Besar berawal dari Undang-Undang No 35 Tahun 1999 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Pada tanggal 23 Maret 2004 Presiden Megawati mengeluarkan Keputusan Presiden RI No. 21 Tahun 2004 tentang pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dan ronde yang terkait Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara, Pengadilan Agama ke Mahkamah Besar yang kemudian ditindaklanjuti dengan serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di ronde yang terkait Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara ke Mahkamah Besar pada tanggal 31 Maret 2004.[4]

Nama Departemen Kehakiman sudah beberapa kali berganti nama karena disesuaikan dengan fungsi dari Departemen tersebut yaitu dari Departemen Kehakiman menjadi Departemen Hukum dan Perundang Undangan dan sekarang menjadi Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia.[2]

Tugas dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di ronde hukum dan hak asasi manusia dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam menerapkan tugas tersebut Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi:

  1. perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di ronde hukum dan hak asasi manusia;
  2. pengelolaan benda/barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
  3. pengawasan atas pelaksanaan tugas di ronde yang terkait Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
  4. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di daerah;
  5. pelaksanaan aktivitas teknis yang berskala nasional; dan
  6. pelaksanaan aktivitas teknis dari pusat sampai ke kawasan.

Struktur organisasi

Struktur organisasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 yaitu sebagai berikut :

Kantor wilayah

Kantor wilayah (kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia merupakan instansi vertikal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang bermarkas di setiap provinsi, yang telah tersedia di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kanwil terdiri atas beberapa divisi serta sebanyak Unit Pelaksana Teknis (UPT), termasuk Kantor Imigrasi, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Lapas Buka • Lapas Narkotika, Rumah Tahanan Negara (Rutan), Cabang Rutan, Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), Balai Pemasyarakatan (Bapas), Balai Harta Peninggalan (BHP), serta Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim).

Pustaka

Lihat pula

Pranala luar

  • Website resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

edunitas.com


Page 3

Menteri hukum dan HAM yang mengesahkan UU No. 32 Tahun 2009 bersama Presiden adalah

Logo lama Kementerian Hukum dan HAM

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (disingkat Kemenkumham RI) yaitu kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah tersedia di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dipimpin oleh seorang Menteri yang semenjak 27 Oktober 2014 dijabat oleh Yasonna Laoly. Kemenkumham beberapa kali merasakan pergantian nama yakni: "Departemen Kehakiman" (1945-1999), "Departemen Hukum dan Perundang-undangan" (1999-2001), "Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia" (2001-2004), "Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia" (2004-2009), dan "Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia" (2009-sekarang).

Sejarah

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pertama kali diproduksi pada tanggal 19 Agustus 1945 dengan nama Departemen Kehakiman. Menteri Kehakiman yang pertama menjabat yaitu Soepomo.[1] Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada abad pemerintahan Belanda disebut Departemen Van Justitie yaitu berdasarkan peraturan Herdeland Yudie Staatblad No.576.[2]

Dalam sidang PKKI tahun 1945 menetapkan mengenai Departemen Kehakiman dalam struktur Negara menurut UUD. Dalam UUD tadi diceritakan departemen termasuk Departemen Kehakiman yang mengurus tentang pengadilan, penjara, kejaksaan dsb-nya. Dalam sidang PPKI tersebut diproduksi pula penetapan tentang tugas pokok masalah ruang lingkup tugas Departemen Kehakiman walaupun secara singkat sedang mengacu kepada peraturan Herdeland Yudie Staatblad No.576.[2]

Pada tanggal 1 Oktober 1945 kewenangan Departemen Kehakiman diperluas yakni Kejaksaan berdasarkan Maklumat Pemerintah tahun 1945 tanggal 1 0ktober 1945 dan Jawatan Topograpi berdasarkan Penetapan pemerintah tahun 1945 Nomor 1/S.D. Jawatan Topograpi kemudian dikeluarkan dari Departemen Kehakiman dan masuk ke Departemen Pertahanan berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 nomor 8/S.D.[1]

Ketika Departemen Agama diproduksi pada tanggal 3 Januari 1946, Mahkamah Islam Tinggi dikeluarkan dari Departemen Kehakiman Republik Indonesia dan masuk ke Departemen Agama Republik Indonesia berdasarkan penetapan pemerintah tahun 1946 Nomor 5/S.D.[1]

Pada 22 Juli 1960, rapat kabinet memutuskan bahwa kejaksaan menjadi departemen dan keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden RI Nomor 204/1960 tertanggal 1 Agustus 1960 yang berjalan semenjak 22 Juli 1960. Semenjak itu pula, Kejaksaan RI dipisahkan dari Departemen Kehakiman. Pemisahan tersebut dilatarbelakangi rencana kejaksaan mengusut kasus yang melibatkan Menteri Kehakiman pada masa itu.[3]

Pengalihan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Besar berawal dari Undang-Undang No 35 Tahun 1999 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Pada tanggal 23 Maret 2004 Presiden Megawati mengeluarkan Keputusan Presiden RI No. 21 Tahun 2004 tentang pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dan ronde yang terkait Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara, Pengadilan Agama ke Mahkamah Besar yang kemudian ditindaklanjuti dengan serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di ronde yang terkait Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara ke Mahkamah Besar pada tanggal 31 Maret 2004.[4]

Nama Departemen Kehakiman sudah beberapa kali berganti nama karena disesuaikan dengan fungsi dari Departemen tersebut yaitu dari Departemen Kehakiman menjadi Departemen Hukum dan Perundang Undangan dan sekarang menjadi Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia.[2]

Tugas dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di ronde hukum dan hak asasi manusia dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam menerapkan tugas tersebut Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi:

  1. perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di ronde hukum dan hak asasi manusia;
  2. pengelolaan benda/barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
  3. pengawasan atas pelaksanaan tugas di ronde yang terkait Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
  4. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di daerah;
  5. pelaksanaan aktivitas teknis yang berskala nasional; dan
  6. pelaksanaan aktivitas teknis dari pusat sampai ke kawasan.

Struktur organisasi

Struktur organisasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 yaitu sebagai berikut :

Kantor wilayah

Kantor wilayah (kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia merupakan instansi vertikal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang bermarkas di setiap provinsi, yang telah tersedia di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kanwil terdiri atas beberapa divisi serta sebanyak Unit Pelaksana Teknis (UPT), termasuk Kantor Imigrasi, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Lapas Buka • Lapas Narkotika, Rumah Tahanan Negara (Rutan), Cabang Rutan, Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), Balai Pemasyarakatan (Bapas), Balai Harta Peninggalan (BHP), serta Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim).

Pustaka

Lihat pula

Pranala luar

  • Website resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

edunitas.com


Page 4


Page 5

Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (dahulu Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup, disingkat Kemen LH dan Kementerian Kehutanan, disingkat Kemenhut) yaitu kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan lebih kurang yang terkait hidup, dan kehutanan. Kementerian Kehutanan dipimpin oleh seorang Menteri Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan (Men LHK) yang sejak tanggal 27 Oktober 2014 dijabat oleh Siti Nurbaya Bakar.

Tugas pokok dan fungsi

Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di aspek lebih kurang yang terkait hidup, pengendalian yang belakang sekali suatu peristiwa lebih kurang yang terkait dan kehutanan; serta menyelenggarakan fungsi :

  • perumusan kebijakan nasional di aspek lebih kurang yang terkait hidup dan kehutanan
  • koordinasi pelaksanaan kebijakan di aspek lebih kurang yang terkait hidup dan kehutanan
  • pengelolaan benda/barang milik/kekayaan negara yang dijadikan tanggung jawabnya
  • pengawasan atas pelaksanaan tugasnya
  • penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di aspek tugas dan fungsinya kepada Presiden.

Sejarah nama kementerian

  • Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian (sampai dengan tahun 1983)
  • Kementerian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemeneg PPLH, 1978-1983)
  • Departemen Kehutanan (1983-1998)
  • Kementerian Negara Kependudukan dan Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemeneg KLH, 1983-1993)
  • Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1998)
  • Departemen Kehutanan (1998-2005)
  • Kementerian Negara Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemeneg LH, 1993-2005)
  • Kementerian Kehutanan (2005-2014)
  • Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemen LH, 2005-2014)
  • Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK, 2014-sekarang)

Kementerian kehutanan Pada PELITA I melintasi Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 168 / Kpts-Org/4/1971 dipilihkan Propertti Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kehutanan.

Pada PELITA II,Dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 190/Kpts/Org/5/1975, dipilihkan Propertti Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kehutanan.

Dalam PELITA III, dengan Surat Keputusan No. 453/Kpts/Org/6/1980, Menteri Pertanian mengadakan pemantapan kembali Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kehutanan.

Dalam PELITA IV terbentuknya Departemen Kehutanan yang yaitu konsekuensi logis dari tuntutan keadaan dan perkembangan selama itu, dengan demikian wadah baru setingkat departemen bagi mampu menampung permasalahan- permasalahan yang beranekaragam. Hal ini sejalan dengan pidato Presiden pada pembentukan Kabinet Pembangunan IV pada tanggal 16 Maret 1993.Surat Keputusan Presiden Nomor 15 tahun 1984 ditetapkanlah Bentuk Organisasi Departemen Kehutanan.www.dephut.go.id/profil-kemenhut

Pada masa Pemerintahan Presiden Jokowidodo Kementerian Kehutanan di gabungkan dengan Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dijadikan Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan.

Lihat pula

Pranala luar


edunitas.com


Page 6

Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (dahulu Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup, disingkat Kemen LH dan Kementerian Kehutanan, disingkat Kemenhut) yaitu kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan lebih kurang yang terkait hidup, dan kehutanan. Kementerian Kehutanan dipimpin oleh seorang Menteri Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan (Men LHK) yang sejak tanggal 27 Oktober 2014 dijabat oleh Siti Nurbaya Bakar.

Tugas pokok dan fungsi

Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di aspek lebih kurang yang terkait hidup, pengendalian yang belakang sekali suatu peristiwa lebih kurang yang terkait dan kehutanan; serta menyelenggarakan fungsi :

  • perumusan kebijakan nasional di aspek lebih kurang yang terkait hidup dan kehutanan
  • koordinasi pelaksanaan kebijakan di aspek lebih kurang yang terkait hidup dan kehutanan
  • pengelolaan benda/barang milik/kekayaan negara yang dijadikan tanggung jawabnya
  • pengawasan atas pelaksanaan tugasnya
  • penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di aspek tugas dan fungsinya kepada Presiden.

Sejarah nama kementerian

  • Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian (sampai dengan tahun 1983)
  • Kementerian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemeneg PPLH, 1978-1983)
  • Departemen Kehutanan (1983-1998)
  • Kementerian Negara Kependudukan dan Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemeneg KLH, 1983-1993)
  • Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1998)
  • Departemen Kehutanan (1998-2005)
  • Kementerian Negara Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemeneg LH, 1993-2005)
  • Kementerian Kehutanan (2005-2014)
  • Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemen LH, 2005-2014)
  • Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK, 2014-sekarang)

Kementerian kehutanan Pada PELITA I melintasi Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 168 / Kpts-Org/4/1971 dipilihkan Propertti Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kehutanan.

Pada PELITA II,Dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 190/Kpts/Org/5/1975, dipilihkan Propertti Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kehutanan.

Dalam PELITA III, dengan Surat Keputusan No. 453/Kpts/Org/6/1980, Menteri Pertanian mengadakan pemantapan kembali Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kehutanan.

Dalam PELITA IV terbentuknya Departemen Kehutanan yang yaitu konsekuensi logis dari tuntutan keadaan dan perkembangan selama itu, dengan demikian wadah baru setingkat departemen bagi mampu menampung permasalahan- permasalahan yang beranekaragam. Hal ini sejalan dengan pidato Presiden pada pembentukan Kabinet Pembangunan IV pada tanggal 16 Maret 1993.Surat Keputusan Presiden Nomor 15 tahun 1984 ditetapkanlah Bentuk Organisasi Departemen Kehutanan.www.dephut.go.id/profil-kemenhut

Pada masa Pemerintahan Presiden Jokowidodo Kementerian Kehutanan di gabungkan dengan Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dijadikan Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan.

Lihat pula

Pranala luar


edunitas.com


Page 7

Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (dahulu Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup, disingkat Kemen LH dan Kementerian Kehutanan, disingkat Kemenhut) yaitu kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan lebih kurang yang terkait hidup, dan kehutanan. Kementerian Kehutanan dipimpin oleh seorang Menteri Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan (Men LHK) yang sejak tanggal 27 Oktober 2014 dijabat oleh Siti Nurbaya Bakar.

Tugas pokok dan fungsi

Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di aspek lebih kurang yang terkait hidup, pengendalian yang belakang sekali suatu peristiwa lebih kurang yang terkait dan kehutanan; serta menyelenggarakan fungsi :

  • perumusan kebijakan nasional di aspek lebih kurang yang terkait hidup dan kehutanan
  • koordinasi pelaksanaan kebijakan di aspek lebih kurang yang terkait hidup dan kehutanan
  • pengelolaan benda/barang milik/kekayaan negara yang dijadikan tanggung jawabnya
  • pengawasan atas pelaksanaan tugasnya
  • penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di aspek tugas dan fungsinya kepada Presiden.

Sejarah nama kementerian

  • Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian (sampai dengan tahun 1983)
  • Kementerian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemeneg PPLH, 1978-1983)
  • Departemen Kehutanan (1983-1998)
  • Kementerian Negara Kependudukan dan Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemeneg KLH, 1983-1993)
  • Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1998)
  • Departemen Kehutanan (1998-2005)
  • Kementerian Negara Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemeneg LH, 1993-2005)
  • Kementerian Kehutanan (2005-2014)
  • Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemen LH, 2005-2014)
  • Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK, 2014-sekarang)

Kementerian kehutanan Pada PELITA I melintasi Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 168 / Kpts-Org/4/1971 dipilihkan Propertti Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kehutanan.

Pada PELITA II,Dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 190/Kpts/Org/5/1975, dipilihkan Propertti Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kehutanan.

Dalam PELITA III, dengan Surat Keputusan No. 453/Kpts/Org/6/1980, Menteri Pertanian mengadakan pemantapan kembali Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kehutanan.

Dalam PELITA IV terbentuknya Departemen Kehutanan yang yaitu konsekuensi logis dari tuntutan keadaan dan perkembangan selama itu, dengan demikian wadah baru setingkat departemen bagi mampu menampung permasalahan- permasalahan yang beranekaragam. Hal ini sejalan dengan pidato Presiden pada pembentukan Kabinet Pembangunan IV pada tanggal 16 Maret 1993.Surat Keputusan Presiden Nomor 15 tahun 1984 ditetapkanlah Bentuk Organisasi Departemen Kehutanan.www.dephut.go.id/profil-kemenhut

Pada masa Pemerintahan Presiden Jokowidodo Kementerian Kehutanan di gabungkan dengan Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dijadikan Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan.

Lihat pula

Pranala luar


edunitas.com


Page 8

Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (dahulu Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup, disingkat Kemen LH dan Kementerian Kehutanan, disingkat Kemenhut) yaitu kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan lebih kurang yang terkait hidup, dan kehutanan. Kementerian Kehutanan dipimpin oleh seorang Menteri Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan (Men LHK) yang sejak tanggal 27 Oktober 2014 dijabat oleh Siti Nurbaya Bakar.

Tugas pokok dan fungsi

Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di aspek lebih kurang yang terkait hidup, pengendalian yang belakang sekali suatu peristiwa lebih kurang yang terkait dan kehutanan; serta menyelenggarakan fungsi :

  • perumusan kebijakan nasional di aspek lebih kurang yang terkait hidup dan kehutanan
  • koordinasi pelaksanaan kebijakan di aspek lebih kurang yang terkait hidup dan kehutanan
  • pengelolaan benda/barang milik/kekayaan negara yang dijadikan tanggung jawabnya
  • pengawasan atas pelaksanaan tugasnya
  • penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di aspek tugas dan fungsinya kepada Presiden.

Sejarah nama kementerian

  • Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian (sampai dengan tahun 1983)
  • Kementerian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemeneg PPLH, 1978-1983)
  • Departemen Kehutanan (1983-1998)
  • Kementerian Negara Kependudukan dan Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemeneg KLH, 1983-1993)
  • Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1998)
  • Departemen Kehutanan (1998-2005)
  • Kementerian Negara Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemeneg LH, 1993-2005)
  • Kementerian Kehutanan (2005-2014)
  • Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup (Kemen LH, 2005-2014)
  • Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK, 2014-sekarang)

Kementerian kehutanan Pada PELITA I melintasi Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 168 / Kpts-Org/4/1971 dipilihkan Propertti Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kehutanan.

Pada PELITA II,Dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 190/Kpts/Org/5/1975, dipilihkan Propertti Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kehutanan.

Dalam PELITA III, dengan Surat Keputusan No. 453/Kpts/Org/6/1980, Menteri Pertanian mengadakan pemantapan kembali Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kehutanan.

Dalam PELITA IV terbentuknya Departemen Kehutanan yang yaitu konsekuensi logis dari tuntutan keadaan dan perkembangan selama itu, dengan demikian wadah baru setingkat departemen bagi mampu menampung permasalahan- permasalahan yang beranekaragam. Hal ini sejalan dengan pidato Presiden pada pembentukan Kabinet Pembangunan IV pada tanggal 16 Maret 1993.Surat Keputusan Presiden Nomor 15 tahun 1984 ditetapkanlah Bentuk Organisasi Departemen Kehutanan.www.dephut.go.id/profil-kemenhut

Pada masa Pemerintahan Presiden Jokowidodo Kementerian Kehutanan di gabungkan dengan Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dijadikan Kementerian Lebih kurang yang terkait Hidup dan Kehutanan.

Lihat pula

Pranala luar


edunitas.com