Mengapa umumnya tanaman pangan sengaja diinduksi agar mengalami mutasi menjadi tanaman poliploid

Makalah Genetika

Manfaat Induksi Poliploidi pada Tanaman dengan Pemberian Kolkisin


                                                            Kelompok

Disusun oleh :

Hana Hunafa Hidayat     140410100036

Maulidiyah Utami          140410100041

Nindira Tiara Putri         140410100044

Tanda Malem Pinem      140410100048

PENDAHULUAN

            Volume akan permintaan tanaman hasil rekayasa manusia di masa modern ini mulai meningkat, diantaranya adalah rekayasa tanaman melalui pemuliaan untuk mendapatkan varietas baru dari jenis tanaman tersebut, namun peluang untuk terjadinya penyerbukan pada tumbuhan itu sendiri sangatlah kecil selain itu peningkatan produktivitas dan mutu tanaman melalui pemuliaan tanaman secara konvensional biasanya mengalami kendala terutama untuk peningkatan morfologi maka  pemuliaan dengan rekayasa ilmu genetika ini dirasa tepat.

            Kevarianan menyebabkan peluang keberhasilan plasma nuftah tersedia. Poliploidi dengan kolkisin merupakan salah satu teknik peningkatan varian genetik dan sekaligus digunakan sebagai salah satu metode pemuliaan tanaman (Nasir, 2001 cit. Dinarti et al., 2006). Menurut Chahal and Gosal (2002), poliploidi merupakan suatu proses penggandaan jumlah set kromosom sehingga menghasilkan organisme yang mempunyai jumlah set kromosom berlipat (lebih dari 2x).

Menurut Hetharie (2003), pemuliaan poliploidi dapat memperbaiki sifat tanaman dan

menambah kejaguran; tanaman poliploidi mempunyai penampilan morfologi meliputi daun, bunga, batang, umbi lebih jagur atau vigor dibanding tanaman diploid.

Tujuan dari dari pembuatan makalah  ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan kolkisin terhadap beberapa tanaman melalui penelitian-penelitian yang dilakukan pada beberapa jurnal juga diharapkan dapat menambah informasi ilmiah tentang poliploidi pada beberapa tanaman dengan metode tambahan kolkisin

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian kolkisin pada tanaman

2. Untuk mengetahui manfaat dari induksi poliploidi pada tanaman dengan             menggunakan kolkisin serta efek negatif yang mungkin ditimbulkan.

1.3 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana pengaruh kolkisin pada tanaman

2. Apa saja manfaat induksi poliploidi pada tanaman dengan pemberian kolkisin serta adakah efek negatifnya

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Poliploidi dan Kolkisin

            Poliploidi dan kolkisin merupakan salah satu teknik peningkatan varian genetik dan sekaligus digunakan sebagai salah satu metode pemuliaan tanaman (Nasir, 2001 cit. Dinarti et al., 2006). Menurut Chahal dan Gosal (2002), poliploidi merupakan suatu proses penggandaan jumlah set kromosom sehingga menghasilkan organisme yang mempunyai jumlah set kromosom yang berlipat (lebih dari 2x). Perubahan jumlah kromosom pada umumnya terbagi menjadi dua, yaitu aneuploidi dan euploidi. Poliploidi atau poliploid merupakan salah satu dari variasi euploidi yang terdiri dari: triploid (3n), tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), septaploid (7n), oktaploid (8n), dan nonaploid (9n). Poliploidi pada tumbuhan dapat terjadi dengan dua cara, yaitu secara alami dan secara buatan. Secara alami dapat terjadi karena pengaruh dari kondisi lingkungan sedangkan secara buatan apabila dibuat dengan menambahkan zat-zat kimia tertentu, salah satunya adalah kolkisin. Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkaloid berwarna putih yang diperoleh dari umbi tanaman Colchichum autumnale L. (Famili Liliaceae). Senyawa ini dapat menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada pembelahan sel sehingga menyebabkan terbentuknya individu poliploidi (Eigsti dan Dustin, 1957; Suryo, 1995).

2.2 Macam-macam Poliploidi

            Berdasarkan asal usul kejadiannya, poliploidi dapat dibedakan menjadi autopoliploidi dan alloploidi (Klug dan Cummings, 2000).

            a. Autopoliploidi

            Autopoliploid merupakan keadaan sel yang memiliki lebih dari dua genom dimana genomnya identik (punya kromosom homolog) karena pada umumnya berasal dari satu spesies dan muncul dari penggandaan kromosom yang komplemen secara langsung. Autopoliploid dapat dilakukan dengan induksi melalui pemberian kolkisin dan dapat pula terjadi secara langsung (spontan). Berikut contoh tanaman yang termasuk ke dalam autopoliploid alami: kentang, ubi jalar, kacang tanah, dan lain-lain.

            Menurut Poehlman dan Sleper (1995), ada tiga hal dasar sebagai petunjuk untuk memproduksi dan memanfaatkan autoploidi dalam program pemuliaan tanaman yaitu: (1) autoploidi cenderung mempunyai pertumbuhan vegetatif lebih besar sedangkan biji yang dihasilkan sedikit, sehingga lebih bermanfaat untuk pemuliaan tanaman yang bagian vegetatifnya dipanen, (2) lebih berhasil untuk mendapatkan autoploidi yang jagur dan fertil melalui penggandaan diploid yang jumlah kromosom sedikit, dan (3) autoploidi yang berasal dari spesies menyerbuk silang lebih baik dari pada autoploidi dari spesies menyerbuk sendiri, sebab penyerbukan silang membantu secara luas rekombinasi gen dan kesempatan untuk memperoleh keseimbangan genotip pada poliploidi.

            b. Allopoliploidi

            Allopoliploid merupakan keadaan sel yang memiliki satu atau lebih genom dari genom normal 2n=2x (pasangan kromosomnya tidak homolog). Allopoliploid terbentuk dari hibridisasi antara spesies atau genus yang berlainan genom (hibridisasi interspesies). Penggandaan kromosom spontan atau diinduksi yang terjadi menyebabkan tanaman menjadi fertil. Berikut merupakan tanaman yang termasuk alloploidi alami adalah gandum, terigu, kapas, tebu, dan lain-lain.

            Sparrow (1979) menyebutkan bahwa tujuan induksi allopoliploid adalah mengkombinasi sifat-sifat yang diinginkan dari dua tetua diploid ke dalam satu tanaman. Sedangkan Poehlman dan Sleper (1995) menyebutkan bahwa beberapa manfaat alloploidi untuk pemuliaan tanaman adalah : (1) dapat mengidentifikasi asal genetik spesies tanaman poliploidi, (2) menghasilkan genotip tanaman baru, (3) dapat memudahkan transfer gen antar spesies, dan (4) memudahkan transfer atau subtitusi kromosom secara individual atau pasangan kromosom.


2.3 Kelebihan dan Kekurangan Poliploidi pada Tanaman yang diberi Kolkisin

            Induksi poliploidi dengan pemberian kolkisin sangat penting terutama dalam pemuliaan tanaman. Hal ini terutama karena pemberian kolkisin pada konsentrasi tepat yang menyebabkan tanaman bersifat poliploidi lebih banyak manfaatnya, meskipun tetap dapat menimbulkan efek negatif. Selain itu zat kimia ini paling banyak digunakan dan efektif karena mudah larut dalam air (Suryo, 1995).

            Kolkisin yang digunakan dalam konsentrasi yang sesuai akan menyebabkan tanaman bersifat poliploid dimana secara morfologi ukurannya lebih besar (baik itu daun, batang, bunga, buah, dan inti sel) sehingga diharapkan mutunya lebih baik dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi perlakuan menggunakan kolkisin (tanaman diploid). Contohnya, anggrek hias yang diberi perlakuan kolkisin menghasilkan ukuran dan ketebalan yang berlipat sehingga diharapkan nilai jualnya lebih tinggi. Contoh lainnya adalah semangka tanpa biji (biji berdegenerasi) yang dihasilkan karena ploidi ganjil (triploid) sehingga menyebabkan tanaman menjadi steril. Umumnya kolkisin akan bekerja efektif pada konsentrasi 0,01-1% untuk jangka waktu 6-72 jam, namun setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda (Eigsti dan Dustin, 1957; Suryo, 1995).

            Menurut Suryo (1995), jika konsentrasi larutan kolkisin dan lamanya waktu perlakuan kurang mencapai keadaan yang tepat maka poliploidi belum dapat diperoleh. Sebaliknya, jika konsentrasinya terlalu tinggi atau waktunya perlakuan terlalu lama, maka kolkisin memperlihatkan pengaruh negatif, yaitu penampilan tanaman menjadi lebih jelek, sel-sel banyak yang rusak atau bahkan menyebabkan tanaman mati.    

PEMBAHASAN

Dalam penelitian beberapa jurnal didapatkan variasi bentuk,ukuran dan jumlah kromosom sel tumbuhan akibat pemberian kolkisin diantaranya pada tanaman bawang (Allium ascalonicum) dengan pemberian kolkisin 1% variasi, bentuk dan jumlah selnya bertambah, pada anggrek yang diberikan perlakuan perendaman kolkisin menghasilkan pertambahan diameter batang ukuran bunga, ketebalan sepal dan labelum dan jumlah kromosomnya meningkat dibandingkan tanaman anggrek kontrol, dan pada tanaman jahe putih besar akibat perlakuan kolkisin pada konsentrasi dan lama waktu perendaman dapat menambah rerata panjang,lebar,tebal serta berat segar rimpang tanaman jahe tersebut.

            Zat kolkisin diketahui dapat menghalangi terbentuknya benang spindel pada pembelahan sel tumbuhan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya mutasi,diantaranya dapat menghasilkan jenis mutasi poliploid, poliploidi adalah dimana organisme memiliki tiga atau lebih kromosom dalam sel-selnya namun dalam keadaan tertentu dapat menjadikan bagian tanaman menjadi lebih besar akar,batang ,daun bunga dan daging buah nya.

            Kolkisin sendiri harus digunakan dengan konsentrasi yang tepat agar jumlah kromosom pada tanaman dapat meningkat, umumnya kolkisin dapat bekerja efektif pada konsentrasi 0,01-1%  untuk jangka waktu 6-72 jam, namun setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda. Akan tetapi bila larutan kolkisin dan lamanya waktu perlakuan kurang mencapai keadaannya yang tepat maka poliploidi belum dapat diperoleh. Bahkan dapat memperlihatkan pengaruh negatif yaitu penampilan tanaman  menjadi lebih jelek, sel-selnya banyak yang rusak atau bahkan menyebabkan tanaman mati. Hal ini sesuai dengan pendapat Kuckuck et al. (1991); Suryo (1995); Allard (1995); Chahal and Gosal (2002), bahwa tanaman poliploid mempunyai kromosom yang lebih banyak dari pada diploidnya, maka tanaman kelihatan lebih kekar dan bagian tanamannya menjadi besar.

Induksi poliploidi pada A. Ascalonicum hasil dari penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Variasi ploidi dan ukuran sel pada A. ascalonicum dengan perlakuan kolkisin 1%.

Kelompok

Jumlah

ploidi

Mean luas sel

(μm2)

Modus ukuran

kromosom (μm)

Modus bentuk

kromosom

Haploid

n

9,07

1

Metasentris

Diploid

2n

10,17

1

Metasentris

Tetraploid

4n

29,26

0,5

Metasentris

Pentaploid

5n

38,00

0,5

Metasentris

Heksaploid

6n

41,21

0,4

Metasentris

Septaloid

7n

51,37

0,4

Metasentris

Oktaploid

8n

55,66

0,4

Metasentris

Nonaploid

9n   

67,88

0,3

Sub-metasentris

            Dalam penelitian pada A. ascalonicum ditemukan pula penambahan jumlah kromosom secara euploid yang menyebabkan juga terbentuknya sel-sel pliploid. Tipe-tipe pliploid yang ditemukan adalah tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), septaploid (7n), oktaploid (8n) dan nonaploid (9n). Tipe triploid (3n) belum dapat ditemukan.

Tanaman poliploid biasanya memiliki ukuran bagian-bagian tanaman, yaitu akar, batang,daun, bunga, buah, yang lebih besar; sel lebih besar dan tampak jelas pada sel-sel  epidermis; inti sel juga lebih besar; buluh-buluh pengangkutan berdiameter lebih besar; dan ukuran stomata yang lebih besar.(Rahayu,2004). Buluh pengangkutan berdiameter lebih besar tersebut dibuktikan pada penelitan berikutnya yaitu pada tanaman anggrek setelah dilakukan perlakuan induksi poliploidi dengan hasil diameter batang yang ternyata bertambah, diikuti dengan ukuran bunga, ketebalan sepal dan labelum dan jumlah kromosomnya meningkat Begitu juga halnya pertambahan pembuluh pada tanaman jahe yang terlihat dari pertambahan diameter batangnya, tabel hasil penelitian dapat dilihat berikut :

Tabel 3. Rerata diameter terbesar dan terkecil batang tanaman jahe putih besar umur 6 bulan

hasil perlakuan kolkisin dan kontrol

Perlakuan

Diameter batang (mm)

Diameter batang (mm)

Kontrol

4,87 a

46 a

K1W1

K1W2

K2W1

K2W2

6,27a

5,68 a

5,42 a

4,66 a

8,59 a

8.81 a

8,01 a

7,40 a

Keterangan: Rerata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata berdasarkan Uji Beda Nyata Jujur 5%.

K1 = kolkisin 0,25%; K2 = kolkisin 0,50%.

W1 = perendaman selama 3 jam; W2 = perendaman selama 6 jam.

Selain itu hasil pengamatan pada jahe putih besar tersebut juga memberikan hasil bahwa perlakuan kolkisin menimbulkan peningkatan (perubahan) jumlah kromosom. Pada berbagai perlakuan  yang ditelitinya pun menunjukkan perubahan jumlah kromosom yang bervariasi akibat pengaruh kolkisin

Perubahan jumlah kromosom tersebut disebabkan oleh pemberian kolkisin yang menyebabkan terhambatnya kerja mikrotubulus, yang selanjutnya menghambat ternbentuknya benang spindle. Kerena benang spindle tak terbentuk, maka kromosom yang siap membelah akan mengalami gagal berpisah sehingga sel tidak akan mengalami pembelahan. Kromosom yang telah melipat ganda tersebut tidak dapat memisah saat anafase akibat tidak terbentuknya benang spindel, sehingga kromosom tetap dalam sitoplasma. Namun kromosom dapat memisah dari sentromernya dan dimulai tahap c-anafase yang dilanjutkan dengan pembentukan dinding inti, sehingga terjadi penggantian dan mengandung jumlah kromosom berlipat dua (Suminah et al., 2001).

KESIMPULAN

1.      Dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa telah terjadi variasi bentuk, ukuran, dan jumlah kromosom Allium ascalonicum L. akibat pemberian kolkisin 1%. Peningkatan kualitas bunga anggrek dendrobium hibrida dengan pemberian kolkhisin lama perendaman 6 jam dengan konsentrasi 0,02 % dan perlakuan perendaman kolkisin 0,25-0,50% selama 3-6 jam pada tanaman jahe putih namun besar tidak berpengaruh nyata terhadap sebagian sifat fenotipenya

2.      Pemberian kolkhisin dapat meningkatkan keaneka ragaman fenotipik pada tanaman, namun pemberian konsentrasi larutan kolkisin dan lamanya waktu perlakuan harus dalam  keadaan tepat agar poliploidi dapat diperoleh karena jika konsentrasinya terlalu tinggi atau waktunya perlakuan terlalu lama, maka kolkisin memperlihatkan pengaruh negatif terhadap tumbuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Eigsti, O.J. dan Dustin, P. 1957. Colchicine in Agriculture, Medicine, Biology and Chemistry.

          Ames-Iowa: The Iowa State College Press.

Klug WS, Cummings MR, Spencer CA. 2006. Concepts of Genetics. Ed ke-8.New Jersey:

          Pearson education, Inc.

Poehlman, J. M. and D. A. Sleper, 1995. Beerding Field Crops. Pamina  Publishing  

          Corporation, New Delhi.

Sparrow, 1979. A course Manual in Plant Breeding. AAUCS. Brisbane

Suryo. 1995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Page 2

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA