Mengapa terjadi konversi lahan?

Dampak dari perkembangan kota adalah meningkatnya permintaan lahan untuk kegunaan non pertanian di daerah pinggiran kota yang pada awalnya didominasi oleh lahan pertanian. Selanjutnya yang terjadi adalah munculnya konflik kepentingan antara penggunaan lahan untuk pertanian dengan penggunaan untuk non pertanian, yang umumnya diakhiri dengan terkalahkannya penggunaan lahan pertanian. Hal tersebut menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui luas dan bentuk konversi lahan pertanian yang terjadi di daerah pinggiran kota, faktorfaktor apa saja yang mempengaruhinya, serta bagaimana dampaknya terhadap kehilangan dan ketersediaan pangan. Luas dan bentuk konversi lahan dianalisis berdasarkan hasil pencitraan jarak jauh Landsat TM dan analisis SIG. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 11 tahun (1996-2007) Kabupaten Bantul mengalami penurunan jumlah lahan pertanian paling luas akibat konversi lahan pertanian, kemudian disusul oleh Kabupaten Kulonprogo dan Sleman. Konversi lahan pertanian yang terjadi di Kabupaten Sleman dan Bantul merupakan dampak dari perkembangan kota, sedangkan di Kabupaten Kulonprogo konversi lahan pertanian yang terjadi bukan sebagai dampak dari perkembangan kota. Konversi lahan pertanian tersebut lebih disebabkan oleh faktor eksternal sektor pertanian, yaitu proporsi luas lahan terbangun terhadap luas desa, kepadatan penduduk dan harga lahan pertanian. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi adalah nilai produk pertanian. Dampak dari konversi lahan pertanian adalah terjadinya kehilangan pangan yang berakibat pada menurunnya kemampuan daerah dalam menyediakan kebutuhan pangan penduduknya, dari hasil produksi lokal.

The impact of urban development is the increasing in land demand for non agricultural use in the urban fringe area that was dominated by agricultural land. Furthermore, what happens is the appearance of conflict of interest between agricultural land use with non-agricultural land use, which generally ends with the lose of agricultural land use. This resulted in the conversion of agricultural land use into non agricultural land use. The objectives of this study was to determine the range and type of farmland conversion that occurred in the urban fringe area, factors that affecting it, and how it impacts the loss and availability of food. The range and type of land conversion are analyzed based on remote sensing methode with Landsat TM and GIS analysis. The results showed that within a period of 11 years (1996-2007), agricultural land in Bantul district has decreased with the most extensive number due to farmland conversion, then followed by Kulonprogo and Sleman district. Conversion of agricultural land that occurred in the Sleman and Bantul district is the impact of the urban development, but not with Kulonprogo district. Conversion of agricultural land was more caused by external factors, namely the ratio of build-coverage land area to the village area, population density and agricultural land prices. While the internal factors that affect is the value of agricultural products. The impact of farmland conversion is the loss of food that resulted in the decrease of regional capabilities in providing its population food needs from the local production.

Kata Kunci : Perkembangan kota,Konversi lahan pertanian,Faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian