Mengapa seseorang dapat bertumbuh menjadi pribadi yang dewasa

  • Home
  • Belajar dari kisah Tonya Harding

Belajar dari kisah Tonya Harding

January 14, 2018 | Author: Anonymous | Category: Seni & Humaniora, Religious Studies, Kristologi
DOWNLOAD PDF (502KB)
Share Embed Donate
Report this link


Short Description

Download Belajar dari kisah Tonya Harding...

Description

BERTUMBUH MENJADI DEWASA

(MENJADI MANUSIA DEWASA DALAM IMAN)

Chili Davis, seorang pelatih bisbol Amerika Serikat pernah mengatakan Growing old is mandatory; growing up is optional. Dalam bahasa Indonesia ungkapan ini dapat diterjemahkan demikian, Bertambah umur sudah seharusnya terjadi. Namun menjadi dewasa adalah pilihan. Maksudnya, setiap orang pasti bertambah umurnya. Dengan bertambah umur, itu berarti bahwa seseorang bertumbuh menjadi dewasa. Sehabis masa kanak-kanak, datang masa remaja, yang diikuti dengan masa dewasa dan kemudian masa usia lanjut. Namun, tidak setiap orang yang dewasa umurnya juga dewasa pemikiran, sikap dan perilakunya. Setiap orang harus memutuskan untuk berubah menjadi dewasa dalam hal-hal tersebut. Apa sebenarnya pengertian dewasa ? Dalam bahasa Inggris ada dua kata yanng bisa digunakan untuk dewasa, yaitu adult dan mature. Kata adult lebih menunjuk pada usia seseorang, sementara kata mature menunjuk kepada kematangan pribadi dan jiwa seseorang. Orang yang matang pribadi dan jiwanya mestinya tahu apa yang baik dan yang buruk, apa yang benar dan salah. Ia menjadi orang yang mandiri, mampu mengambil keputusannya sendiri. Kalaupun ia meminta nasihat, ia tidak akan begitu saja menjalankan segala sesuatu yang dikatakan oleh si pemberi nasihat. Ia akan berusaha untuk berpkir masak-masak sebelum ia mengambil keputusan. Ia tidak akan mudah dipengaruhi orang lain untuk berubah pendapat dan pikirannya. Ia pun tidak mementingkan dirinya sendiri, melainkan menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan orang lain. Ilmu Psikologi membedakan enam (6) aspek perkembangan yang ada pada manusia : 1. Aspek Fisik atau Jasmani Dewasa secara fisik atau jasmani artinya : seseorang sudah mengalami pertumbuhan tinggi dan berat badan secara maksimal dengan gizi yang memadai. Secara Fisik terlihat jelas bahwa dengan bertambahnya usia, badan seseorang mengalami pertambahan baik tinggi maupun berat. Kemudian bentuk badan semakin menyerupai orang dewasa (di bagian-bagian tertentu pada badan tumbuh rambut halus dan bulu. Pada putra : dada menjadi lebar, badan menjadi tegap. Pada putri : buah dada dan pinggul mulai terbentuk) dan berkembangnya organ seksual maupun ciri-ciri seksual yang membedakan antara pria dan wanita (pada putra, tubuh mulai menghasilkan sperma yang kelak akan berguna untuk pembuahan. Kalau persediaan sperma itu sudah terlalu banyak, kadangkadang ia keluar dengan sendirinya pada waktu tidur atau mimpi. Pada putri, tubuh mulai menyiapkan diri membentuk bantalan untuk menampung telur yang masak. Karena telur itu belum perlu dibuahi, maka lebih kurang sebulan sekali ia akan keluar bersama bantalan itu dalam bentuk pendarahan yang disebut menstruasi). (Bandingkan foto pribadi kita dari kecil sampai sekarang) 2. Aspek Intelektual atau Berpikir Dewasa secara Intelektual berarti : menggunakan akal budi untuk melakukan penilaian tentang benar tidaknya sesuatu sehingga terjadi pertimbangan yang matang dalam menghadapi masalah atau mengambil keputusan. 3. Aspek Emosi. Dewasa secara emosi artinya : seseorang mampu mengendalikan dan mengekspresikan perasaannya dengan cara yang tepat, untuk alasan yang tepat, ditujukan pada orang yang tepat dan pada waktu yang tepat. Ekspresi emosi seseorang bisa dilihat melalui bahasa tubuh, mimik atau suara orang tersebut. Ada orang yang ingin memperlihatkan ekspresi emosinya kepada orang lain supaya orang lain memahami apa yang dirasakannya. Tetapi ada juga yang sebaliknya, tentu dengan berbagai pertimbangan yang dimiliki oleh orang tersebut. 4. Aspek Sosial (Hubungan dengan Orang Lain) Dewasa secara sosial berarti : seseorang mampu menempatkan dirinya sedemikian rupa sehingga berhasil menjalin komunikasi dua arah dengan orang lain. Bertumbuh Menjadi Dewasa

1

5. Aspek Moral Dewasa secara moral artinya : berperilaku sesuai dengan norma-norma yang diharapkan masyarakat tentang apa yang pantas atau tidak pantas, sesuatu yang biasa atau tidak biasa dilakukan. Seseorang yang sudah mampu bertanggung jawab. Tanggung jawab adalah kemampuan untuk menjawab kepada orang lain atas akibat-akibat yang ditimbulkan oleh tindakan kita. Hubungan kedewasaan dengan tanggung jawab adalah kedewasaan seseorang dapat dilihat dari tanggung jawab dikerjakannya. Caranya kita bertanggung jawab dalam masyarakat, diawali dari kita bertanggung jawab di dalam keluarga, sebagai anak dan sekaligus sebagai pelajar, maka tanggung jawab kita adalah belajar. Dengan demikian secara tidak langsung kita telah bertanggung jawab di dalam masyarakat. 6. Aspek Spiritual Dewasa secara spiritualitas berarti : bagaimana penghayatan seseorang terhadap apa yang terbaik bagi Tuhan dan apa yang dikehendaki Tuhan menjadi standar moral perilakunya. Berdasarkan Efesus 4:13-15, makna kedewasaan penuh menurut Alkitab adalah seorang Kristen yang memiliki iman yang teguh dan berdasar pada kebenaran Kristus serta menerapkan Kasih. Dengan demikian ia tidak akan mudah digoyahkan oleh ajaran-ajaran yang sesat. (Tentang ajaran sesat, Lihat Buku Bidat Kristen dari Masa ke Masa, Pdt. Dr. Paulus Daun, Th.M. Tentang Saksisaksi Yehuwa, lihat majalah Inspirasi Indonesia Vol. 30/Th.III/2012) Bertumbuh menjadi dewasa dalam iman menunjuk pada kedewasaan spiritualitas dalam setiap aspek perkembangan yang ada pada manusia : Dewasa spiritual dalam aspek fisik / jasmani maksudnya seseorang mampu bersyukur atas segala keberadaan dirinya secara jasmani dan sekaligus mampu menjaga serta mengendalikan dorongan seksual yang muncul, sehingga tidak mudah terjerat pada dosa seksual (lihat Mat. 5:2728), karena kata Firman Jangan berzinah (Kel. 20:14) Dewasa spiritual dalam aspek intelektual maksudnya seseorang bukan hanya sekedar punya kemampuan intelektual yang tinggi, tetapi terutama adalah memiliki hikmat dari Allah. Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kata yang biasa dipakai untuk kata hikmat adalah khokhma dan sophia, yang selalu dikaitkan dengan hal-hal yang praktis bukan teoretis dan bermakna rohani. Hikmat yang sebenarnya adalah milik Allah (Ayub 12:13). Manusia dapat memiliki hikmat, jika manusia takut kepada Allah. Maksudnya, jika manusia mampu memahami pengetahuan tentang jalan, kebenaran dan ajaran-ajaran Allah serta melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hidup manusia hikmat berada di dalam hati (1 Raj. 3:9, 12; 4:29) yang membawa manusia pada jalan yang benar untuk mewujudkan suatu kehidupan yang terus menerus menjadi baik. Hikmat adalah kepandaian, kecerdikan mencapai sebuah hasil. Mempersiapkan, merancang segala sesuatu dengan benar agar mendapatkan hasil yang maksimal. Selain itu, hikmat juga berarti kesatuan antara pengertian, pemahaman dengan ketaatan menjalankan ajaran, jalan dan kebenaran Allah. Contoh dalam Alkitab : Daud mengalahkan Goliat (1 Sam. 17:40-58), Salomo waktu mengambil keputusan (1 Raj 3:16-28).

Dewasa spiritual dalam aspek emosi antara lain seperti yang disaksikan oleh Daniel dan teman-

temannya (Dan. 1), Samuel (1 Samuel 3:19) dan membandingkannya dengan anak-anak Imam Eli (Hofni dan Pinehas). Samuel, ayahnya bernama Elkana, ibunya bernama Hana. Ia adalah anak yang diperoleh ibunya setelah melalui pergumulan doa dalam rumah Tuhan di Silo. Selepas susu, Samuel diserahkan ibunya kepada Imam Eli untuk dididik di Silo. Hofni dan Pinehas adalah imam dalam rumah Tuhan di Silo. Mereka adalah anak-anak dari imam Eli. Pribadi yang dapat diteladani adalah Samuel, karena ia memiliki kematangan pribadi dan emosi yang positif. Ia takut akan Tuhan, ia tidak egois dan yang selalu dipikirkan dan diutamakannya adalah pelayanannya kepada Allah dan umat Israel. Yang tidak dapat diteladani adalah Hofni dan Pinehas, karena mereka egois dan pemarah, bahkan karena sikap itu, mereka suka melakukan apa yang jahat dimata Tuhan, antara lain dengan

Bertumbuh Menjadi Dewasa

2

mengambil secara paksa persembahan umat untuk Tuhan. Dan contoh lain dari Alkitab, yaitu dalam 1 Kor. 3:1-9, tentang perselisihan yang dipicu oleh sikap membanggakan diri sendiri mengakibatkan terjadinya perpecahan dalam gereja perdana di Korintus. Dewasa spiritual dalam aspek sosial maksudnya seseorang menyadari bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan yang ada tidak menjadikan dirinya sombong, sebaliknya kelemahan yang ada tidak menjadikan dirinya sebagai orang yang rendah diri. Oleh karena itu perlu ada sikap saling menghargai dan menghormati serta saling mendukung. Selain itu seseorang mampu untuk saling berbagi atau berfokus pada / memperhatikan kepentingan orang lain demi kemuliaan Allah. Makna dari hidup yang berfokus pada kepentingan orang lain demi kemuliaan Allah, yakni sebagai orang Kristen yang dewasa kita hidup tidak hanya mementingkan diri sendiri, melainkan juga memikirkan, memperhatikan dan peduli dengan kepentingan orang lain. Perilaku ini merupakan wujud dari kasih kepada sesama dan terlebih kepada Allah. (Bandingkan Luk. 10:30-37, tentang Orang Samaria yang Murah Hati, wujud tanggung jawab terhadap sesama). Dewasa spiritual dalam aspek moral lebih mengarah pada seseorang yang memiliki pertimbangan moral. Pertimbangan moral berbeda dari perbuatan moral. Seseorang yang perbuatan moralnya tinggi belum tentu tinggi pertimbangan moralnya. Menurut Lawrence Kohlberg, pakar ilmu pendidikan dan psikologi, orang mempunyai kemungkinan berkembang dalam enam (6) tahap pertimbangan moral, yaitu : a. Tahap 1 : Orientasi pada hukuman dan kepatuhan Pada tahap ini kita menganggap sebuah perbuatan adalah buruk apabila perbuatan itu mengakibatkan hukuman. Bila kita dihukum akibat mencuri, maka mencuri adalah perbuatan buruk, namun bila tidak dihukum maka kita menilai mencuri sebagai perbuatan baik. Semua perbuatan yang disuruh oleh otoritas (orang tua, guru, pemimpin) langsung kita nilai sebagai perbuatan baik, sebab itu kita mematuhinya. Kita belum bisa membedakan sendiri mana yang baik dan mana yang buruk. (kita berbuat baik, karena takut dihukum) b. Tahap 2 : Orientasi pada pahala Pada tahap ini kita menganggap sebuah perbuatan adalah buruk apabila perbuatan itu tidak ada pahalanya atau tidak membuahkan kesenanngan. Tetapi bila kita diberi pujian, hadiah atau dijanjikan pahala, maka perbuatan apapun kita akan anggap baik, termasuk mencuri, berdusta, merusak atau membunuh sekalipun. (kita berbuat baik, karena ingin dapat pahala) c. Tahap 3 : Orientasi pada menyenangkan pihak lain Pada tahap ini kita menganggap sebuah perbuatan adalah baik apabila ada pihak yang menerima, menyukai dan mengakui kita. Demi disebut berani dan jago, kita menganggap berkelahi dan membunuh sebagai perbuatan baik. (kita berbuat baik, karena ingin mendapat pengakuan) d. Tahap 4 : Orientasi pada peraturan Pada tahap ini patokannya adalah bagaimana bunyi peraturan. Apapun yang dikatakan oleh peraturan, itu pasti dianggap baik. (kita berbuat baik, karena begitu bunyi peraturannya) Tahap 1-4, penentu perilaku moral kita adalah pihak luar antara lain orang tua, agama, pemimpin, polisi, hukum, dan sebagainya. e. Tahap 5 : Orientasi pada pendapat umum Pada tahap ini patokannya adalah kesepakatan semua anggota masyarakat. Ukurannya adalah kesejahteraan, kebaikan dan kepentingan umum, sejauh itu tidak mengganggu atau merugikan siapa pun. f. Tahap 6 : Orientasi pada penghargaan Pada tahap ini perbuatan baik adalah perbuatan yang menghormati dan menghargai hak serta martabat tiap individu, tanpa pembedaan atas dasar apa pun. Tahap 5 dan 6, perilaku moral kita sudah mempunyai patokannya sendiri, yaitu kita menghargai orang lain sebagaimana kita menghargai diri sendiri. Dan kita mampu melarang diri sendiri untuk berbuat buruk dan menyuruh diri sendiri untuk berbuat baik. (Bandingkan dengan Mat. 7:12).

Bertumbuh Menjadi Dewasa

3

Bertambahnya usia dan pengalaman memberikan pengaruh tertentu kepada perkembangan identitas diri. Seorang anak bertumbuh dari kondisi egosentris (mengukur segalanya dari diri sendiri) menjadi semakin dewasa saat ia mampu memperhitungkan dampak perilakunya bagi orang lain. Jika kita menemui seorang anak berusia 4 tahun berguling-guling sambil menangis berteriak-teriak agar keinginannya terpenuhi, mungkin kita masih bisa maklum. Namun, bila tingkah laku yang sama diperlihatkan oleh seorang yang berusia 40 tahun, tentu kita sepakat mengatakan orang itu gila. Artinya memang ada tingkah laku yang dianggap wajar pada usia tertentu, namun ada juga tingakh laku lain yang dianggap tidak wajar kalau diperlihatkan oleh seseorang pada usia tertentu. Orang yang lebih tua dianggap lebih mampu mengendalikan emosi, pikiran dan tingkah lakunya dibanding dengan orang yang lebih muda karena kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain sehingga dapat membayangkan bagaimana dampak semua perilakunya bagi orang lain. Tidak mudah untuk memisahkan antara aspek perkembangan yang satu dengan yang lainnya karena ada keterkaitan walaupun tidak mudah dikenali. Sedikitnya ada dua hal yang bisa dipelajari dari Alkitab tentang menjadi dewasa. Pertama, dari kisah Tuhan Yesus seperti yang diceritakan dalam Luk. 2:41-52. Walaupun masih berusia 12 tahun, Yesus sudah menunjukkan minat yang tinggi pada hal-hal spiritual. Ia melakukan tanya jawab dengan para alim ulama yang tentunya dikenal sebagai orang yang mengenal isi Kitab Suci. Namun, di lain sisi, Yesus juga menunjukkan ketaatanNya kepada orang tua dengan mengikuti mereka kembali pulang ke Nazaret. Walaupun kecerdasan Yesus pada hal-hal spiritual mengagumkan, Ia taat secara sosial pada tokoh orang tua karena memang itu yang dituntut oleh masyarakat. Kita semua seharusnya seperti Dia, yang makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia. (ay. 52). Pertambahan usia semakin dewasa seharusnya dibuktikan dengan hikmat dan pengenalan akan Allah yang juga bertambah. Bagaimana kita bisa makin berhikmat ? Kedua, berdasarkan Mazmur 90 tentang Doa Musa. Di hadapan Allah manusia dianggap sebagai rumput yang berkembang pada pagi, namun lisut dan layu pada petang hari (ay. 5-6). Artinya, semakin dewasa usia seseorang, semakin ia menyadari terbatasnya kesempatan dan karenanya kesempatan itu tidak boleh disia-siakan. Oleh karena itu, sepatutnya berdoa Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana (ay. 12). Modal berupa hati yang bijaksana akan menolong kita untuk tidak mudah jatuh ke dalam godaan untuk melakukan hal-hal yang salah. Harus diakui bahwa tidak mudah menjadi dewasa. Tidak mudah untuk menjadi orang yang bertanggung jawab penuh terhadap apa yang dilakukan padahal tidak mungkin kita memiliki wawasan yang selalu lengkap menghadapi dinamika kehidupan ini. Namun dengan hikmat yang datang dari Allah, kita dimampukan untuk menjalani hidup kita dan bersyukur karenanya.

Belajar dari kisah Tonya Harding Tonya Harding (lahir 1970) adalah seorang pemain sepatu es (ice-skating) terkenal di Amerika Serikat. Pada tahun 1994, ia terlibat dalam suatu pelanggaran hukum ketika bekas suaminya, Jeff Gillooly, berkomplot dengan Shawn Eckhardt dan Shane Stant, dan menyerang saingannya dalam olahraga sepatu es, Nancy Kerrigan, dalam sebuah latihan persiapan Kejuaraan Sepatu Es Keindahan di AS. Kerrigan dipukul di bagian pahanya, hanya beberapa sentimeter di atas lututnya, dengan sebuah tongkat polisi lipat. Untunglah kaki Kerrigan tidak patah, hanya luka-luka, tetapi hal itu telah membuat Kerrigan mengundurkan diri dari kejuaraan nasional. Harding memenangkan kejuaraan itu. Dikemudian hari peristiwa ini terbongkar. Polisi dan Hakim membuktikan bahwa Harding mengetahui rencana serangan terhadap Kerrigan. Harding mengaku bersalah dan dijatuhi hukuman percobaan tiga tahun penjara, 500 jam pelayanan masyarakat dan denda $160.000. Gelar juaranya tahun 1994 dicabut, dan seumur hidupnya Harding dilarang ikut serta dalam semua kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi sepatu es nasional di seluruh AS, baik sebagai pemain maupun sebagai pelatih.

Bertumbuh Menjadi Dewasa

4

Ini adalah sebuah contoh perilaku orang yang secara fisik sudah dewasa, tetapi secara intelektual, emosi, moral dan spiritual tidak dewasa. Dengan kata lain, orang yang demikian tidak memiliki kepribadian yang matang dan mempunyai konsep diri yang negatif.

DAFTAR PUSTAKA : Endra, Himawan Djaya, Pdt, M.Min. Pendidikan Agama Kristen SMA Kelas X, Dewasa Dalam Kristus 1: Aspek-aspek Pertumbuhan. Bandung : Bina Media Informasi, 2005 Ismail, Andar, Dr. Selamat Berkembang, 33 Renungan tentang Spiritualitas. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2001 Ismail, Andar, Dr. Selamat Ribut Rukun ! 33 Renungan tentang Keluarga. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2001 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti SMA / SMK Kelas X, Bertumbuh Menjadi Dewasa. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014 Majalah Inspirasi Indonesia Vol. 30 / Th. III / 2012. Jakarta : BPK. Gunung Mulia, April 2012. Tim Redaksi PAK-PGI. Suluh Siswa 1, Bertumbuh Dalam Kristus. Jakarta : BPK. Gunung Mullia, 2009

Bertumbuh Menjadi Dewasa

5

View more...

Comments